5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Perbankan syariah 1. Perngertian Perbankan Syariah Pengertian syariah secara umum adalah ‘’aturan pokok yang berdasarkan hukum islam’’. Pengertian syariah dalam konteks bank syariah adalah aturan muamalat yang mengatur hubungan antara bank dengan pihak lain dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana serta kegiatan perbankan lainya yang didasarkan pada nilai – nilai al Quran dan As Sunah ( Yunus,2004 : 8) Pengertian Bank syariah menurut : Muhammad ( 2002 : 1 ) adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa – jasa lainya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasianya disesuaikan dengan prinsip syariah islam. Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah ( hukum ) islam. Usaha Pembentukan sistem ini didasari oleh bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha – usaha yang dikategorikan haram. 2. Fungsi dan Peran Bank Syariah Menurut Heri ( 2008 : 43), fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam
pembukuan akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI
5
6
(Accounting and Auditing Organization Financial For Islamic Instution), sebagai berikut : a. Manajer Investasi, Bank Syariah yang mengelolah Investasi dana nasabah. b. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. c. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan – kegiatan jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. d. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dana mengelolah (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana – dana sosial lainya. 3. Tujuan Bank Islam ( Bank Islam) Tujuan Bank Islam menurut tim pengembangan perkembangan syariah Institut Bankir Indonesia ( 2001 : 2003 ), dapat dilihat dari kata kunci misi – misi Bank Islam yang ada seperti dirangkum di bawah ini : a. Sesuai
Syariah,
pelayanan
jasa
keuangan,
kemitraan
yang
menguntungkan ( Faysal Islam Bank of Bahrain). b. Sesuai Syariah, transaksi komersial yang menguntungkan, tumbuh dan berkembang ( Bank Islam Malaysia Berhad)
7
c. Menciptakan kesejahteraan, kesetaraan dan keadilan pada semua aktivitas ekonomi (Islam Bank Bangladesh Limited). d. Sesuai Syariah, jasa perbankan dan Investasi (Kuwait Finance House). e. Mempromosikan, memelihara dan mengembangkan prinsip – prinsip syariah; menggalakan investasi dan entrepreneur yang halal (Faysal Islamic Bank of Bahrain). f. Sesuai Syariah, penyediaan jasa perbankan, finance dan investasi (Jodan Islamic Bank). g. Sesuai Syariah, profitable, social concern (Bank Muamalat indonesia). 4. Prinsip Dasar Perbankan Syariah Batasan – batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya bedasarkan pada syariat islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip – prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun prinsip – prinsip bank syariah adalah sebagai berikut : 1. Prinsip Titipan atau Simpanan ( Al- Wadiah ) Al- wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus di jaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki ( Syafi’I Antonio 2001 ) Saran umum terdapat dua jenis – wadiah, yaitu : a. Wadiah yad Al- Amanah ( Trustee Depository ) adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab
8
atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan.Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box. b. Wadiah Yad adh – Dhamanah ( Guarantee Depository ) adalah akadd penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus
bertanggung
jawab
terhadap
kehilangan
atau
kerusakan
barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. B. Bagi Hasil dan DPK ( Dana Pihak Ketiga ) 1. Pengertian Bagi Hasil Sistem perekonomian Islam Merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan pada awal terjadinya kontrak kerja sama (akad), yang ditentukan adalah porsi masing – masing pihak, misalnya 20 : 80 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 20 % bagi pemilik dana (shahibul maal) dan 80 % bagi pengelola dana (Mudharib). Bagi hasil adalah bentuk return ( perolehan kembalinya) dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti tetap. Besar kecilnya perolehan kembali ini bergantung pada bagi hasil usaha yang benar – benar terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah.
9
Menurut Z Dunal ( 2004 : 91), pengertian bagi hasil yaitu : Bagi hasil adalah kesepakatan mengenai besarnya masing – masing porsi bagi hasil yang akan diperoleh pemilik dana (shahabul maal) dan pengelola dana (Mudharib yang tertuang dalam akad atau perjanjian yang telah ditanda tangani pada awal atau sebelum dilaksanakannya kerjasama. 2. Klasifikasi Sistem Bagi Hasil Menurut Zainul Arifin (1999 : 42), sistem bagi hasil terbagi dua, yaitu : a. Bagi untung ( Profit Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setlah dikurangi biaya pengelolahan dana. Dalam system syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah. b. Bagi Hasil ( Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah. Aplikasi perbankan syariah pada umumnya, bank dapat menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing tergantung kepada kebijakan masing – masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Bank – Bank syariah yang ada di Indonesia saat ini semuanya menggunakan perhitungan bagi hasil atas revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para pemilik dana (deposan).
10
3. Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan penghimpunan dana masyarakat baik berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadai (Asmita, 2004). Sebagai lembaga keuangan, masalah bank yang utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup bank tidak dapat berfungsi sama sekali. Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro,tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan Mudharabah. Menurut Sunarto Zulkifli ( 2003 : 93), ’’ Dana Pihak Ketiga adalah dana masyarakat yang dititipkan dan disimpan oleh bank, yang penarikananya dapat dilakukan setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada bank dengan penarikan tertentu’’. Perbankan syariah selain mendapatkan sumber dana dalam bentuk modal yang disetor oleh pemilik atau pemegang saham, dapat menghimpun dana pihak ketiga (DPK) dari masyarakat dalam bentuk tiga bagian menurut Zainul Arifin (2002 : 53) sebagai berikut : a.
Titipan
(Wadiah),
yaitu
simpanan
yang
dijamin
keamanan
dan
pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan. b.
Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagai resiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account/ mudharabah
11
mutlaqah) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proposional dengan portofolio yang didanai denganmodal tersebut. c.
Investasi khusus (Special Investment Account / Mudharabah Muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai Manajer Investasi untuk memperoleh fee, jjadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi tersebut.
C. Beban Operasional Bank Syariah 1. Pengertian Beban Pengertian Beban adalah semua biaya yang secara langsung maupun tidak langsung telah dimanfaatkan untuk menciptakan pendapatan dalam suatu periode tertentu, dan biaya yang dikeluarkan tidak memberikan manfaat ekonomis untuk kegiatan periode berikutnya. 2. Jenis – jenis Biaya Bank 1. Beban Operasional terdiri dari : a.
Biaya Bunga yaitu Biaya ini Paling besar porsinya terhadap biaya bank keseluruhan. Biaya ini harus diartisipasikan oleh bank pada penutupan tahun buku atau pada tanggal laporan. b. Biaya Valuta Asing yaitu Biaya dalam transaksi valuta asing biasanya muncul dari selisih kurs yang merugi. Munculnya kerugian selisih kurs baik dari transaksi spot, forward, maupun swap akan dibebankan ke dalam laporan laba rugi.
12
c.
Biaya Overhead yaitu Dalam operasi bank sehari – hari diperlukan biaya untuk mengolah transaksi. Biaya ini berhubungan langsung dengan periode terjadinya sehingga harus dicatat dan diakui sebagai beban periode berjalan. Biaya overhead yang terjadi di bank memiliki ciri – ciri : 1. Tidak dapat diidentifikasikan secara langsung dengan jasa yang dihasilkan karena biaya yang dikelurkan untuk semua kegiatan bank. 2. Menjadi biaya pada periode terjadinya 3. Tidak memberikan manfaat untuk masa yang akan datang Contoh biaya overhead : biaya gaji pegawai, tunjangan, biaya penyusutan aktiva tetap, biaya kegiatan kantor dll
2. Biaya Non Operasional Yaitu biaya – biaya yang dikeluarkan yang tidak berkaitan dengan kegiatan utama bank misalnya kerugian dari penjualan aktiva tetap. D. Pengertian Jual Beli Jual beli meliputi perbuatan dua pihak secara timbal balik , yaitu pihak yang menjual disebut penjual dan pihak yang membeli disebut pembeli. Jual beli diawali oleh perbuatan pihak penjual lebih dahulu, kemudian baru perbuatan pihak pembeli. Menurut (Zainul 2003 : 21), jual beli meliputi berbagai akad antara suatu barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang dan jasa lainya. Penyerahaan jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash and carry ataupun secara tangguh oleh karenanya, untuk memenuhi
13
kebutuhan pembiayaan (debt financing) syarat – syarat al’ bai menyangkut berbagai tipe kontrak jual beli tangguh (deffered contract of change). E. Pembiayaan Atas Dasar Prinsip Jual Beli Menurut Slamet ( 2005 : 38 ) Al’ Bai dalam istilah fiqih berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan dalam perekonomian, bai’ adalah transaksi pertukaran antara ayn yang berbentuk barang dengan dayn yang berbentuk uang. Dalam hal ini, bank bertindak sebagai pembeli dengan harga jual yang disepakati kedua belah pihak. Pembayaran atas pembiayaan ini dilakukan secara angsuran bulanan. Menurut Zainul ( 2003 : 22), Akad berarti perikatan, perjanjian atau pemufakatan. Setiap akad harus memenuhi unsur – unsur pokok (rukun akad), yaitu : 1. Sighat (ijab qabul), ijab berarti pernyataan melakukan ikatan dan qabul berarti peryataan menerima ikatan. 2. Muta’aqidaani yaitu pihak – pihak yang berakad. 3. Ma’qud fiih (objek akad). Sebelum terjadi ikatan, masing – masing pihak boleh mengajukan syarat – syarat asalkan dapat diterima oleh akal sehat. Akad yang shahih (cukup rukun dan syaratnya) berlaku dan mengikat, sebaliknya akad yang tidak shahih (kekurangan rukun dan syaratnya) tidak berlaku dan tidak mengikat. 1. Jenis – Jenis Jual Beli Menurut Slamet ( 2005 : 40 – 43 ), jenis – jenis jual beli, antara lain :
14
a. Bai’ al – Murabahah Adalah akad jual beli dimana harga terdiri dari harga pokok barang yang dijual ditambah dengan sejumlah keuntungan (ribhun) yang disepakati oleh pihak kedua belah pihak, pembeli dan penjual. b. Bai’ As salam Adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak pejual dan pembeli yang harga jualnya terdiri dari harga pokok barang dan keuntungan yang ditambahkannya yang telah saling disepakati, dimana waktu penyerahaan barangnya dilakukan kemudian har, sementara pembayaranya (penyerahan uangnya) dilakukan dimuka (secara tunai). c. Bai’ al Istishna Adalah transaksi jual beli seperti prinsip bai’ as – salam, yaitu jual beli yang penyerahannya dilakukan kemudian tetapi penyerahaan uangnya / pembayarannya dapat dilakukan secara cicilan atau ditangguhkan. 2. Bai’ al – Murabahah Dalam bai’al- murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. ‘’Bai ‘ al – Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati ‘’ ( Muhammad, 2001 : 101 ) Sedangkan dalam teknis perbankan menurut Zainul ( 2003 : 24 ), ‘’ Murabahah adalah jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah
15
yang memesan untuk membeli barang memperoleh keuntungan jual beli yang disepakati bersama’’. 1) Landasan Syariah Firman Allah QS. Al – Baqarah [ 2 ] : 275 : ‘’ …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…’’ Hadist Nabi riwayat Ibnu Majah: ‘’ Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah : jual beli tidak waradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual.’’ ( HR. Ibnu Majah dari Shuhaib) 2) Rukun Dan Syarat Bai’ al - Murabahah Dalam Murabahah Rukun – rukunnya terdiri dari : a. Ba’I
: Penjual ( Pihak yang memiliki barang )
b. Musytari
: Pembeli ( Pihak yang akan membli barang )
c. Mabi’
: Barang yang akan diperjualbelikan
d. Tsaman
: Harga dan
e. Ijab Qabul : Peryataan timbang terima Syarat Murabahah (Syafi’i Antonio, Bank Syariah,hal 102 ) adalah : 1. Penjualan memberitahu biaya barang kepada nasabah. 2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan 3. Kontrak harus bebas dari riba. 4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi catatan atas barang sesudah pembelian.
16
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian dilakukan secara utang. 3) Ketentuan Umum Murabahah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Dewan syariah nasional menetapkan aturan tentang murabahah sebagaimana tercantum dalam fatwa dewan syariah nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000 ( Himpunan Fatwa, Edisi Kedua, hal 25 – 29 ) sebagai berikut : a. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah : 1) Bank dan nasabah harus melakukan yang bebas riba. 2) Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam 3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang. 6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam keuntungan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
17
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9) Jika bank hendak mewakilkan kepada untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank, b. Ketentuan Murabahah kepada nasabah : 1) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank. 2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3) Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli nya) sesuai perjanjian yang telah disepakati, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5) Jika kemudian nasabah menolak membeli barang tersebut, biya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
18
7) Jika uang muka memakai kontrak ’’urbun’’ sebagai alternatif dari uang muka, maka: a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membeyar sisa harga. b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi nasabah wajib melunasi kekurangannya. c. Jaminan dalam murabahah : 1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya 2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. d.
Hutang dalam murabahah : Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank. 1) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya
19
2) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutang sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembiayaan angsuran atau meminta kerugian tersebut diperhitungkan. e.
Penundaan pembayaran dalam murabahah : 1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. 2) Jika nasabah menunda – nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Rasullah SAW pernah mengingatkan nasabah yang mampu tetapi lalai dalam salah satu hadistnya ’’ Yang melalaikan pembayaran utang (padahal ia mampu) maka dapat dikenakan sanksi dan dicemarkan nama baiknya (semacam black – list pen)’’.
f.
Bangkrut dalam murabahah : Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al – Baqarah ayat 280.
20
F. Penetapan Margin Keuntungan Menurut Adiwarman ( 2006 ),
Bank syariah menerapkan margin
keuntungan terhadap produk – produk yang berbasis natural certainty contracts, yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu, seperti pembiayaan murabahah, ijarah, salam, dan Istishna. Yang dimaksud dengan referensi margin keuntungan adalah margin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO bank syariah. penetapan margin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari tim ALCO bank syariah, dengan mempertimbangkan beberapa diantaranya : a. Direct Competitor’s Market Rate ( DCMR) Yang dimaksud dengan Direct Competitor’s Market Rate adalah tingkat margin keuntungan rata- rata beberapa bank syariah yang ditetapkan dalam rapat ALCO ( Assets and Loss Committee ) sebagai suatu kelompok competitor langsung atau tingkat margin keuntungan bank syariah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO ( Asset and Loss Commitee ) sebagai competitor langsung terdekat. b. Indirect Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) Yang dimaksud dengan Indirect Indirect Competitor’s Market Rate adalah tingkat suku bunga rata – rata perbankan konvensional atau tingkat rata – rata suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ( Asset and Loss Commitee) ditetapkan sebagai kelompok competitor tidak langsung atau tingkat rata – rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat
21
ALCO ( Asset
and Loss Committee) ditetapkan sebagai competitor tidak
langsung terdekat. c. Exprcted Competitive Return for Investors ( ECRI) Yang di maksud dengan Exprcted Competitive Return for Investors adalah target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga. d. Acquiring Cost (AC) Yang dimaksud dengan Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga. e. Overhead Cost (OC) Yang dimaksud dengan Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga. Beban Operasioanl merupakan beban yang dapat dikeluarkan untuk mendukung kegiatan operasional bank baik secara langsung maupun tidak langsung. Beban bonus giro wadiah, dan lain sebagainya. Piutang murabahah adalah tagihan yang timbul dari transaksi jual beli berdasarkan akad murabahah, dengan kata lain piutang murabahah menunjukan pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh bank syariah. Menurut Muhammad ( 2002 : 73 ), Dana yang telah dikumpulakan oleh Bank Islam
dari titipan dana pihak ketiga atau titipan lainya, perlu dikelola
dengan penuh amanah dan istiqomah. Dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuantungan harus dikembangkan Bank Islam dalam kaitan
22
dengan manajeman dana adalah bahwa Bank Islam harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank Konvensional, dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah dari pada bunga yang berlaku di Bank Konvensional. Menurut Muhammad ( 2002 ),bagi hasil menurut terminology Inggis dikenal dengan profit sharing,dalam kamus Ekonomi diartikan pembagian laba.Secara definitive, profit sharing diartikan ’’Distribusi beberapa dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan. ’’ Hal ini dapat dibentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Menurut Adiwarman ( 2003 ), Bank syariah menetapkan nisbah bagi hasil terhadap prouk – produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contract (NUC), yakni akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan ( return ),baik dari segi jumlah maupun waktu, seperti mudharabah dan musyarakah. Penetapan Nisbah bagi hasil pembiayaan ditentukan dengan mempertimbangkan : a. Refensi tingkat Margin keuntungan b. Prakktiksn tingkat kruntungan bisnis yang dibiayai Transaksi yang sifat akadnya tergolong pada Natural Uncertainty Contracts, return Usaha dibagikan sesuai dengan pendapatan yang diperoleh dengan pordi atau nisbah yang disepakati dimuka. Nisbah adalah rasio pembagian keuntungan antara bank dan nasabah.
23
Ada dua dasar yang digunakan dalam metode perhitungan bagi hasil yaitu : a. Profit & Loss Sharing Profit distribution jenis ini adalah besarnya pendapatan yang akan dibagikan dikurangi biaya – biaya yang terkait dengan pengelolaan dana terlebih dahulu. b. Revenue Sharing Profit Distribution jenis ini,tidak pengurnagan biaya,artinya seluruh
pendapatan
yang diperolehan atas pengelolahaan dana dibagikan kepada pemilik dana. Hak pihak ketiga bagi hasil investasi tidak terkait merupakan bagian bagi hasil milik pihak ketiga yang didasarkan pada prinsip mudharabah mutlaqah atas hasil pengelolaan dana mereka oleh bank.Pendapatan yang dibagikan adalah pendapatan yang diterima ( Cast basic ).Sistem bagi hasil dengan pemilik dana menggunakan revenue sharing.Jumlah pendapatan margin dan bagi hasil atas pembiayaan yang diberikan yang akan dibagikan kepada nasabah penyimpan dana dari bank, dihitung secara proposional sesuai dengan alokasi dana nasabah dan bank yang dipakai dalam pembiayaan yang diberikan. Dari jumlah pendapatan margin dan bagi yang tersedia untuk nasabah tersebut kemudian dibagihasilkan ke nasabah penabung dan deposann sebagai shahibul maal dan sebagai mudharib sesuai dengan porsi nisbah bagi hasil yang telah disepakati bersama sebelumnya. G. Penentuan Harga Jual Murabahah yang Efesien Bank syariah pada umumnya mnggunakan murabahah sebagai model pembiayaan yang utama.praktik pada bank syariah diindonesia, porfolio pembiayaan murabahah mencapai 70 – 80 %.
Kondisi demikian ini tidak hanya
24
diindonesia,namun juga terjadi pada bank – bank syariah lainya, seperti di Malaysia dan Pakistan. Sejumlah alasan diajukan untuk menjelaskan populasi murabahah dalam operasi investasi perbankan syariah : 1. Murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek, dan dibandingkan dengan sistem bagi hasil ( Musyarakah dan Mudharabah ) cukup memudahkan 2. Mark – Up dalam murabhah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga mamastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank – bank yang berbasis bunga yang menjadi saingan bank – bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank – bank syariah. 3. Murabahah menjauhkan ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari bisnis – bisnis dengan sistem bagi hasil, dan 4. Murabahah tidak memungkinkan bank – bank syariah untuk mencampuri manajemen bisnis, karena dalam bank adalah hubungan antara kreditur dan debitur. Bank syariah harus tidak hanya menjadikan tingkat suku bunga sebagai rujukan dalam penetuan harga jual ( Pokok + Margin ) produk murabahah. Cara penetapan margin yang hanya mengacu pada suku bunga merupakan langka sesat sekaligus menyesatkan dan lebih berat lagi dapat merusak reputasi bank syariah. Dalam praktiknya, barangkali tingginya margin yang diambil oleh bank syariah adalah mengantisipasi naiknya suku bunga dipasar atau inflasi. Sehingga kalau terjadi kenaikan suku bunga yang besar, maka bank syariah tidak mengalami kerugian
25
secara riil, namun demikian apabila suku bunga dipasar tetap stabil atau bahkan turun maka margin murabahah akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat bunga pada bunga konvensional. Dengan menetapkan margin keuntungan murabahah yang tinggi ini,secara tidak langsung bahkan akan dapat menyebabkan iflasi yang lebih besar dari pada yag disebabkan oleh suku bunga. Oleh sebab itu,perlu dicar format atau formula yang tepat, agar nilai penjualan dengan murabahah tidak mengacu pada sikap mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa pembayan cicilan, karena margin keuntungan murabahah dengan bunga perbankan konversional, baik diatasnya maupun dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik. Sebaliknya, penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan menjelaskan beberapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diinginkan. Cara yang dilakukan Rasullah ini dapat dipakai sebagai metode bank syariah dalam menentukan harga jual oleh bank kepada calon nasabah pembiayaan murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Menurut Muhammat ( 2002) Harga Jual Bank
= Harga Beli Bank + Cost Recovery + Keuntungan
Cost Recovery
= Proyeksi Biaya Operasi
Margin Murabahah
= Cost recovery + keuntungan
Dari rumus diatas yang dikatakan margin adalah penjumlahan petunjuk bahwa semakin efesien biaya operasi bank, maka semakin murah harga jual bank
26
atau semakin tinggi peluang memperoleh keuntungan. Demikian juga jika semakin besar terget volume pembiayaan, maka semakin tinggi peluang memperoleh keuntungan. Hal penting yang perlu diingat dan dicatat, hasil perhitungan margin dicantumkan dalam kontrak murabahah dinyatakan dalam angka nominal, bukan bentuk presentasenya. Apabila margin harga jual bank syariah lebih tinggi dari bunga pinjaman bank konvensional maka dapat dilakukan beberapa peninjauan yaitu : 1. Terhadap tingkat keuntungan 2. Terhadap proyeksi biaya operasi 3. Terhadap target Volume pembiayaan Dengan kata lain margin harga jual bank syariah harus selalu bersaing (lebih murah) dari bunga pinjaman bank konvensional. semakin murah harga jual ditawakan bank syariah dapat merupakan suatu petunjuk bahwa syariah tersebut beroperasi dengan efesien. Dengan harga jual pembiayaan murabahah yang relatif murah akan mendorong sektor riil untuk lebih berkembang lagi
H. Penelitian Sebelumnya Salma Alfarinda ( 2007 ), berjudul ’’Faktor – faktor yang mempengaruhi Margin Murabahah pada Bank X Syariah’’ menganalisis variabel – variabel independent yang diduga mempengaruhi margin pembiayaan murabahah, yaitu volume pembiayaan murabahah, bagi hasil DPK, dan biaya Overhead,
27
Menemukan ketiga variabel independent tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap margin pembiayaan murabahah. Penelitian yang dilakukan oleh Rizky Yuliansari (2009), berjudul ’’Faktor – faktor yang mempengaruhi Margin Murabahah pada Bank Syariah Mandiri’
menganalisis
variabel
–
variabel
independent
yang
diduga
mempengaruhi margin pembiayaan murabahah, yaitu volume pembiayaan murabahah, bagi hasil DPK, dan biaya Overhead, Menemukan ketiga variabel independent tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap margin pembiayaan murabahah secara simultan sedangkan secara parsial hanya varibel volume pembiayaan
murabahah
secara
signifikan
mempengaruhi
pendapatan
murabahah. Penelitian ini didasari oleh adanya penelitian yang dilakukan Rizky Yuliansari (2009), Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ketiga variabel independent tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap margin pembiayaan murabahah secara simultan sedangkan secara parsial variabel Bagi Hasil DPK secara signifikan mempengaruhi pendapatan murabahah dan berbeda hasilnya dengan penelitian sebelumnya karena perbedaan penelitiannya beda Ruang lingkup penelitian Rizky Yuliansari ( 2009) di Bank Syariah Mandiri sedangkan penelitian ini di Bank Muamalat Indoesia.