BAB II LANDASAN TEORI
A. Produk Bank Syariah 1. Produk Berbasis Pengumpulan Dana (funding) Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi ah dan mudharabah. a. Prinsip Wadiah Prinsip Wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.1 Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Jadi mirip seperti
1
Muhammad Al Anshari, dkk, Perbankan Islam, Sejarah, Prinsip dan Operasional, (Jakarta: Minaret, 1993), hlm. 80
19
20
yang dilakukan Zubair bin Awwam ketika menerima titipan uang di jaman Rasulullah Saw. 2 b. Prinsip Mudharabah Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.3 c. Akad Pelengkap Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
namun ditujukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan
2
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 108 3 Muhammad, Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syari’ah, (Yogyakarta: BPFE, 2002), hlm. 15
21
untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Akad pelengkap tersebut adalah wakalah (perwakilan) dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang. 4
2. Produk Berbasis Penyaluran Dana (financing) a. Prinsip Jual Beli (Ba'i) Prinsip
jual-beli
dilaksanakan
sehubungan
dengan
adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. 5 Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti: 1) Pembiayaan Murabahah Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus
4
Ibid, hlm. 107 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Suatu Pengantar Umum, ed. Khusus, (Jakarta: Tazkia Institute, 2000), hlm. 135 5
22
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. 6 Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh. 2) Salam Salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka.7 Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan. 6
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 101 7 Ibid, hlm. 108
23
3) Istishna Transaksi istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir.8 b. Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.9 Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah: 1.
Musyarakah Musyarakah adalah akad kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
8 9
Ibid, hlm. 113 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, (Jakarta: AlvaBet, 2003), hlm. 23
24
memberi kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 10 2. Mudharabah Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.11 Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal. Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih
10
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 90 11 Muhammad Al Anshari, dkk, Perbankan Islam, Sejarah, Prinsip dan Operasional, (Jakarta: Minaret, 1993), hlm. 96
25
berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam. 3. Muzara’ah Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. 12 4. Musaqah Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.13 d. Akad Pelengkap Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang 12
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 99 13 Ibid, hlm. 100
26
dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. 1) Hawalah (Alih Utang-Piutang) Hiwalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.14 2) Rahn (Gadai) Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria 15:
Milik nasabah sendiri.
Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.
14
Ibid, hlm. 126 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 35 15
27
Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah. Dalam hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi kekurangannya. 3) Qardh Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu 16:
Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan
16
M. Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 131
28
pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan melalui pemotongan gajinya. 4) Wakalah (Perwakilan) Wakalah adalah tidakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang tindakan itu tidak dikaitkan dengan tindakan setelah mati.17 Dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyakarah. 5) Kafalah (Garansi Bank) Merupakan akad untuk penjaminan. Akad ini digunakan untuk penerbitan garansi maupun sebagai jaminan pembayaran lebih dulu. 18 Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut 17 18
M. Nadratuzzaman, et al., Buku Saku Lembaga Bisnis Syariah, (Jakarta: PKES, 2008), hlm. 49 Ibid, hlm. 11
29
dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan. 19
3. Produk Berbasis Jasa-jasa Lain Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa : a. Sharf (Jual Beli Valuta Asing) Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. 20 b. Ijarah (Sewa) Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.21
B. Produk Deposito Pada Bank Syariah 1. Pengertian Deposito
19
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 107 20 Ibid, hlm. 112 21 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press), hlm. 70.
30
Deposito adalah simpanan dari pihak ketiga kepada pihak bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan. 22 Deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Dalam hal ini, bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga. 23 Adapun deposito menurut perundang-undangan perbankan syariah adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad penyimpan dan bank syariah. Penghimpunan dana dalam bentuk investasi berupa deposito dengan
akad
mudharabah
dibenarkan
oleh
perundang-undangan
perbankan syariah dan juga tidak betentangan dengan prinsip bertentangan dengan prinsip syariah.24 Deposito mudharabah adalah deposito berjangka yang menjadi salah satu dari elemen dana pihak ketiga yang merupakan investasi baik
22
Adiwarman karim, Bank dan Analisis fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm 303 23 Ibid, hlm 303 24 Perudang-undangan Perbankan Syariah, No: 21, Tahun 2008
31
secara individu maupun perusahaan yang sesuai dengan prinsip syariah yakni mudharabah muthlaqah, yaitu simpanan dana masyarakat (pemilik dana/shahibul maal)
yang oleh bank syariah (mudharib) dapat
dioperasikan untuk mendapatkan keuntungan hasil keuntungan tersebut akan dilakukan bagi hasil antara pemilik dana dan pihak bank sesuai nisbah yang disepakati. Deposito mudharabah ini tidak dapat diambil sewaktu-sewaktu sesuai dengan prinsip yang digunakan, deposito mudharabah ini merupakan investasi yang diharapakan akan menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, modal yang diserahkan kepada mudharib tidak boleh ditarik sebelum akad tersebut berakhir. Hal ini karena kelancaran usaha yang dilakukan oleh mudharib sehubungan dengan pengelolaan dana tersebut. Deposito mudharabah merupakan pilihan tepat bagi masyarakat yang ingin menginvestasikan dana selama jangka waktu tertentu. Dana tersebut akan diinvestasikan pada sektor riil yang menguntungkan untuk memajukan ummat, sehingga selain berinvestasi sekaligus juga beribadah. Deposito ini dikelola dengan prinsip mudharabah mutlaqah karena pengelolaan dana investasi tabungan ini sepenuhnya diserahakan kepada mudahrib. Deposito mudharabah merupakan deposito dengan akad mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan awal.
32
2. Landasan Dasar Deposito 1) Al Quran25 a) QS An Nisa 29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu” b) QS Al Baqarah 283: . . .
. . . ”. . . Maka, jika sebagian kamu mempercaya sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya..” c) QS Al Baqarah 198: . . . . . .
“. . . Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. . .” d) QS Al Maidah 1:
“Hai orang-orang yang beriman ! penuhilah aqad-aqad itu. . ..”
2) Al Hadits 25
Wiroso, Penghimpunan Dana dan DistribusiHasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), hlm 54
33
Hadits Riwayat Ibnu Majah dan Shuhaib
البيع اىل: ثالث فيهن الربكة:ان النيب صلى هللا عليه و سلم قال وخلط الرب ابلشعري للبيت ال للبيع (رواه ابن ماجه, واملقارضة,اجل )عن صهيب “Nabi bersabda” Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradah (mudharabah), dan mencampur gandum dan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dan Shuhaib).26 3) Ijma’ Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak ada seorangpun mengingkari mereka. Karena hal itu dipandang sebagai ijma’.27 4) Qiyas Transaksi mudharabah yakni penyerahan sejumlah harta dari satu pihak lain untuk diperniagakan (diproduktifkan) dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan, di-qiyaskan kepada transaksi musaqah.28 5) Kaidah fiqih “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. 29
26
Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), hlm. 225 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Islam, hlm 15 28 Ibid, hlm.16 29 Wiroso, Penghimpunan Dana dan DistribusiHasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), hlm 55 27
34
3. Macam-macam Deposito Dalam perbankan syariah ada dua jenis deposito berdasarkan fatwa DSN-MUI no : 03/DSN-MUI/2000 tentang deposito:30 Pertama: deposito ada 2 jenis, yaitu: a.
Deposito yang tidak dibenarkan secara syariah yaitu deposito dengan berdasarkan perhitungan bunga.
b.
Deposito yang dibenarkan secara syariah yaitu deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Kedua : Ketentuan umum deposito berdasarkan prinsip mudharabah:
a. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. b. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain. c. Modal harus dinyatakan dengan jumlah, dalam bentuk tunai bukan piutang. d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
30
DSN-BI, Himpunan Fatwa DSN MUI, (Jakarta: CV Gaung Persada, 2006), hlm. 18
35
e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. f. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Dalam praktik juga mengenal beberapa macam deposito, diantaranya adalah: a. Deposito berjangka Deposito berjangka adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan. 31 Ketentuan-ketentuan deposito berjangka: 32 1) Surat deposito berjangka ini dikeluarkan atas nama orang atau badan yang mendepositokan uangnya. 2) Bagi hasil deposito dibayar pada tiap tanggal sesuai dengan tanggal penyetorannya. 3) Deposito tidak dapat dipindah tangankan 4) Deposito tidak dapat diminta kembali sebelum jatuh tempo 5) Deposito dapat dijadikan jaminan pembiayaan 6) Deposito dibayarkan kembali pada tanggal yang telah ditetapkan dengan penarikan kembali surat deposito yang bersangkutan. Adapun jenis deposito berjangka ada dua, yaitu:
31
Thomas Suyatno, et al., Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm 36 32 Ibid, hlm. 37
36
1) Deposito berjangka biasa Yaitu deposito yang berakhir pada jangka waktu yang diperjanjikan dan perpanjangan hanya dilakukan setelah ada permohonan baru atau pemberitahuan dari penyimpan. 33 2) Deposito berjangka otomatis (automatic roll over) Deposito yang sudah jatuh tempo, tetapi jaminan pokok belum diuangkan berarti uang deposan menganggur tanpa bagi hasil, deposito automatic roll over tidak demikian, uang deposan secara otomatis diperhitungkan bagi hasilnya, bagitu jangka waktu telah habis waktunya, uang deposan juga akan terus diberi bagi hasil dan tidak pernah menganggur seandainya deposan tersebut menarik depositonya yang sudah jatuh tempo. Di Negara kita, beberapa bank swasta maupun asing telah melaksanakan deposito automatic roll over ini. 34 b. Sertifikat deposito Sertifikat deposito adalah simpanan berjangka atas pembawa atau atas unjuk yang dengan izin Bank Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat diperjual belikan atau dipindah tangankan kepada pihak ketiga. 35
33
Wiroso, Penghimpunan Dana dan DistribusiHasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), hlm. 54 34 Thomas Suyatno, et al., Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 39 35 Ibid, hlm. 38
37
Ketentuan umum sertifikat deposito:36 1) Sertifikat deposito bank adalah bukti penerimaan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh bank 2) Terikat pada suatu jangka waktu tertentu 3) Diberikan imbalan yang biasanya dibayarkan dimuka pada saat membeli sertifikat deposito 4) Bank yang mengeluarkan sertifikat deposito mempertanggungkan seluruh harta kekayaannya 5) Dikeluarkan atas unjuk 6) Dapat diperjual belikan dan pindah tangankan 7) Bebas dari pajak bagi hasil, deviden dan royalti 8) Dapat dijadikan jaminan 9) Menjadi kadaluarsa setelah 30 tahun terhitung dari tanggal jatuh waktunya. c. Deposito On Call Deposito on call adalah deposito yang berjangka waktu minimal 7 hari dan paling lama kurang dari 1 bulan, biasanya dalam jumlah yang besar misalnya 50 juta rupiah (tergantung bank yang bersangkutan).37 Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pemilik dana, terdapat dua bentuk deposito mudharabah yaitu:
36
Ibid Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1999), hlm. 82 37
38
1) Deposito Mudharabah Mutlaqah (Unrestriced Invesment Account ) Yaitu pihak bank diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan atau gangguan apapun urusan yang berkaitan dengan proyek itudan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis perusahaan, dan pelanggan.38 Dalam deposito mudharabah mutlaqah, bank syariah mempunyai
hak
dan
kebebasan
sepenuhnya
dalam
menginvestasikan dan aini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan. Ketentuan umum deposito mudharabah mutlaqah:39 a) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara perhitungan keuntungan dan pembagian keuntungna secara resiko yang dapat timbul dari penyimpan dana yang dicantumkan dalam akad. b) Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati, deposito yang akan diperpanjang setelah jatuh tempo akan diberlakukan sama dengan seperti deposito baru, tetepi bila akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
38
Wiroso, Penghimpunan Dana dan DistribusiHasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), hlm 35 39 Adiwarman Karim, Bank dan Analisis fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 108
39
c) Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan syariah. 2) Deposito Muqayyadah (Restricted Invesment Account) Yaitu pemilik dana (shahibul maal) memberi batasan atau syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya saat investasi.40 Dengan kata lain, bank syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana ini ke berbagai sektor bisnis yang akan diperkirakan memperoleh keuntungan. 41 Karakteristik deposito muqayyadah: 42 a) Pemilik dana wajib menetapakan syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank b) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai tata cara pemberitahuan keuntungan. c) Bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan deposito kepada deposan.
40
Ibid, hlm. 306 Ibid, hlm. 307 42 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UUP AMPY KPN, 2005), hlm 61 41
40
4. Perhitungan Bagi Hasil Deposito Mudharabah Pembayaran bagi hasil kepada pemilik dana deposito mudharabah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 43 a. Dilakukan setiap tanggal pembukaan deposito mudharabah, dan b. Dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya tanpa memperhatikan tanggal pembukaan deposito mudharabah tersebut. Pada bank syariah, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh deposan tergantung pada: a. Pendapatan bank syariah b. Nisbah bagi hasil antara nasabah dengan bank c. Nominal deposito nasabah d. Rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank.
Contoh perhitungan bagi hasil bagi deposan: Bapak Ahmad memiliki deposito sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jangka waktu 1 bulan (1 Januari 2011 s/d 1 Februari 2011), nisbah bagi hasil antara nasabah dengan bank 57% : 43% Jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito 1 bulan per 31 Januari 2011 adalah Rp. 20.000.000,- dan rata-rata saldo deposito jangka 1 bulan adalah Rp. 950.000.000,- Berapa keuntungan yang diperoleh Bapak Ahmad?
43
Wiroso, Penghimpunan Dana dan DistribusiHasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), hlm. 58
41
Jawab: Keuntungan yang diperoleh Bapak Ahmad adalah: (Rp. 10.000.000 / Rp. 950.000.000) x Rp. 20.000.000 x 57% = Rp. 120.000,-