BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pajak Tidak ada pajak yang dapat dipungut oleh negara tanpa adanya undangundangyang mengatur pemungutan pajak tersebut. Oleh karena itu setiap pemungutanpajak diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun yang menjadi dasarhukum pajak yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang dasar 1945 pasal23 ayat (2) “segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang.” Berdasarkan Undang-Undang 1945 pasal 23 ayat (2) di atas lahirlah beberapa undang-undang yang mengatur tentang Perpajakan di Indonesia. Bahkan sejak 1945 sampai sekarang pemerintah telah beberapa kali mengadakan revisi dan penggantian Undang-Undang Perpajakan seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia. Mardiasmo (2011,1) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat imbalan jasa (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum Menurut Rochmat Soemitro dalam Aristanti Widyaningsih (2011,2) mengemukakan pajak sebagai peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber dana utama untuk membiayai public investment. Menurut P. J. A. Adriani dalam Aristanti Widyaningsih (2011,2) pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dan dapat ditunjuk dan yang gunanya
6
7
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari pengertian-pengertian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak merupakan iuran yang wajib kepada masyarakat yang bersifat memaksa melalui proses peralihan kekayaan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara dengan imbalan secara tidak langsung. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur : 1.
Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang.
2.
Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah-tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
B. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya sebagai sumber pembiayaan dan pembangunan negara. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi menurut Aristanti Widyaningsih (2011, 3), yaitu :
8
1. Fungsi Penerimaan (budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran- pengeluaran pemerintah. Dalam APBN, pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri 2. Fungsi Mengatur (regulator) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Misalnya PPnBM untuk barangbarang mewah, hal ini diterapkan pemerintah dalam upaya mengatur agar tingkat konsumsi barang-barang mewah dapat dikendalikan 3. Fungsi Stabilitas Fungsi ini berhubungan dengan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga (melalui dana yang diperoleh dari pajak) sehingga laju inflasi dapat dikendalikan. 4. Fungsi Redistribusi Dalam fungsi redistribusi, lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan lebih dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak. Contohnya dalam pajak penghasilan, semakin besar jumlah penghasilan maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terutang.
9
5. Fungsi Demokrasi Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong, fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.
C. Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut, Mardiasmo (2011,2) : 1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) Di Indonesia, Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal inimemberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negaramaupun warganya.
10
3. Tidak mengganggu pemerintahan (syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupunperdagangan,
sehingga
tidak
menimbulkan
kelesuan
perekonomianmasyarakat. 4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehinggalebih rendah dari hasil pemungutannya. 5. Sistempemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
D. Pengelompokan Pajak Pengelompokan pajak menurut Mardiasmo (2011:5) sebagai berikut : 1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dan tidak dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain Contoh : Pajak Pengahsilan (PPh) b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP)
11
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut pleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barag mewah (PPnBM), dan Bea Materai b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas 1) Pajak Propinsi Contohnya : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 2) Pajak Kabupaten/Kota Contohnya : Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan
E. Tata cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:6) dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
12
a. Stelsel Nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan.Kebaikan stelsel ini
adalah
pajak
yang
dikenakanlebih
realistis.
Sedangkan
kelemahannya adalah pajak baru dapatdikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui) b. Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan Pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun.Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun , besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan,
13
maka Wajib Pajak harus menambah, sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 2. Asas Pemungutan Pajak Asas pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011, 7) yaitu : a. Asas domisili ( Asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untyuk Wajib Pajak dalam negeri b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara
F. Teori Pemungutan Pajak Teori pemungutan pajak pajak memberikan penjelasan mengenai hak negara untuk memungut pajak. Teori-teori ini menurut Aristanti Widyaningsih (2011, 11) 1. Teori Asuransi Teori ini mengibaratkan pembayaran pajak seperti pembayaran premi dalam perjanjian asuransi. Hal tersebut ditujukan untuk mengganti biaya yang dikeluarkan negara dalam melaksanakan kewajibannya yaitu,
14
melindungi keselamatan dan harta benda warga negaranya. Teori ini banyak ditentang, karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi 2. Teori Kepentingan Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara, termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar. 3. Teori Daya Pikul Beban pajak yang harus dibayar harus disesuaikan dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan : a. Unsur objektif, dilihat dari besarnya penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang b. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi 4. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletk pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban 5. Teori Asaa Daya Beli Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
15
untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
G. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Aristannti Widyaningsih (2011,14) dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu : 1. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang : Ciri-ciri Official Assessment System : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus b. Wajib pajak bersifat pasif c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang. Sistem ini memberikan peluang kepada wajib pajak untuk jujur dan bertanggung jawab akan kewajiban
16
3. Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan
pajak memberi wewenang
kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
H. Jenis-jenis Pajak Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak – Departemen Keuangan. Sedangkan pajak daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak menurut Aristanti Widyaningsih (2011, 4) meliputi : 1. Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pibadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
17
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Derah Pabean, Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0% . yang dimaksud dengan Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indnesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya. 3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM, yang dimaksud dengan barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah : a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok atau b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, atau c. Pada
umumnya
barang
tersebut
dikonsumsi
oleh
masyarakat
berpenghasilan tinggi, atau d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status, atau e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta mengganggu ketertiban masyarakat.
18
4. Bea materai Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kuitansi pembayaran, surat berharga dan efek yang memuat jumlah uang atau nominal di atas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan 5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PPB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
I. Pajak Penghasil Pasal 22 Pembayaran Pajak berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 22 menurut Atep Adya Barata (2011, 407) adalah pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dilaksanakan melalui pemungutan oleh “pemungut pajak” sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya dan penjualan barang yang bersifat sangat mewah. 1. Subjek Pajak PPh Pasal 22 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, Subjek PPh Pasal 22 adalah Wajib Pajak yang melakukan penyerahan kepada pemerintah, Wajib
19
Pajak badan-badan tertentu yang melakukan kegiatan impor atau melakukan penyerahan barang yang tergolong sangat mewah.Subjek Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh pasal 22 adalah siapa saja yang wajib menghitung, memungut, dan menyetorkan PPh Pasal 22 ke kas Negara. Mereka adalah: a. Importir b. Rekananpemerintah
dan
badan-badan
tertentu
yang
merupakan
pemungut PPh Pasal 22 c. Konsumen semen, kertas, baja, dan otomotif d. Distributor dan agen pertamina serta badan usaha selain pertamina yang bergerak di bidang BBM jenis premix dan gas e.Industri dan eksportir di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, danperikanan 2. Objek PPh Pasal 22 Adapun objek PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut : a. Pembelian 1)
Pembelian barang oleh bendaharawan
2)
Pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri dan ekspor dari pedagangan pengepul
b. Impor Barang c. Penjualan oleh Industri Tertentu 1)
Industri baja
20
2)
Industri semen
3)
Industri kertas
4)
Industri otomotif
d. Penjualan BBM dan Gas oleh Pertamina Premium, solar, premix/super TT, minyak tanah, gas/LPG, dan pelumas e. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah Pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen sangat mewah dan kendaraan sangat mewah, dll 3. Pemungut PPh Pasal 22 Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain menyebutkan pemungut PPh Pasal 22 adalah Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang : a. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang b. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) c. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada
21
pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) d. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri e. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas f. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedangan pengumpul. Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 253/PMK.03/2008 tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah menyebutkan Pemungut PPh Pasal 22 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu : a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp.20.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp. 10.000.000,- (sepuluh miliar rupiah)
22
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp. 10.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi) d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi) e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, spart utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. 4. Pengecualian dari Pemungutan PPh Pasal 22 Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 jo peraturan
Direktur
Jenderal
Pajak
No.
15/PJ/2011
menyebutkan
dikecualikan dari pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 : a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan tidak terutang Pajak Penghasilan b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai : 1)
Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik
2)
Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia
23
yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia 3)
Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana
4)
Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum
5)
Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
6)
Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya
7)
Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah
8)
Barang pindahan
9)
Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan
10) Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum 11) Persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara
24
12) Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) 13) Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama 14) Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keamanan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan dipergunakan perusahaan pelayaran niaga nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional 15) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan dipergunakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) 16) Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah dieskpor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
25
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak bendaharawan pemerintah pusat atau daerah atau kuasa pengguna anggaran, berkenaan dengan : 1)
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
2)
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos
f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG) g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas untuk tujuan ekspor h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 6. Saat Terutang/Pemungutan Tabel 2.1 Saat Terutang/Pemungutan PPh Pasal 22 Jenis Pajak Atas impor barang
Saat terhutang / pelunasan Bersamaan
dengan
saat
Sifat Tidak final,
pembayaran BEA masuk. Dalam
sebagai kredit
hal pembayaran BEA masuk
pajak.
ditunda atau dibebaskan, maka PPh pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
26
dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) Atas pembelian barang
Tidak final,
dari Direktorat jenderal
sebagai kredit
Perbendaharaan, Bendahara Pemerintahan
Pada saat pembayaran
pajak.
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah Atas pembelian barang
Tidak final,
dari Badan Usaha Milik
sebagai kredit
Negara dan Badan Usaha
pajak.
Milik Daerah yang melakukan pembelian
Pada saat pembayaran
barang dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD Atas pembelian barang
Tidak final,
dari Bank Indonesia (BI),
sebagai kredit
PT.Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG), PT.
pajak. Pada saat pembayaran
27
Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan Bank – bank BUMN Atas penjualan hasil
Kertas–tidak final
produksi dari badan
Semen–tidak final
usaha yang bergerak dalam bidan usaha
Pada saat penjualan
industeri semen, kertas,
Baja– tidak final Otomotif–tdk final
baja, dan otomotif Atas penjualan hasil
Kepada penyalur /
produksi produsen atau
agen, bersifat
importir bahan bakar
saat penerbitan surat perintah
final. Selain
minyak , gas, dan
pengeluaran barang (Deliveri
penyalur / agen,
Order)
bersifat tidak
pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas,
final.
dan pelumas Atas pembelian bahan-
Saat pembelian
28
bahan industeri dan eksportir yang bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
7. Tarif PPh Pasal 22 Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2012 menyebutkan besarnya pemotongan PPh Pasal 22 sebagai berikut : a. Atas Impor : 1) Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung sebesar 0,5% (setenga persen) dari nilai impor 2) Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor, dan/atau 3) Yang tidak dikuasai sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang b. Atas pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah pusat dan daerah serta kuasa pengguna anggaran sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importer bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut :
29
1) Bahan Bakar Minyak sebesar : a) 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina b) 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan pertamina dan Non SPBU 2) Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai 3) Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industry kertas, industry baja, dan industry otomotif 1) Penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai 2) Penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai 3) Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pertambahan Nilai
30
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industry atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai f. Pemungut Pajak barang mewah wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Besarnya tariff pemungutan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tariff yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan hanya berlaku untuk pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat final 8. Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 22 Tata cara pelaporan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut : a. Direktorat Jendral Bea dan Cukai harus melaporkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 7 hari setelah penyetoran. Pelaporan dilakukan menggunakan formulir surat pemberitahuan masa PPh Pasal 22 impor
31
b. Surat pemberitahuan masa PPh Pasal 22 impor disertai lampiran : 1) Tindasan PPUD 2) Lembaran ke-2 SSP 3) Lembaran ke-2 bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor, dan 4) Daftar dari bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor dan PPUD atau nota pembetulan c. Jumlah uang yang tercantum dalam surat setoran pajak harus sama dengan seluruh penjumlahan, sebagaimana yang tercantum dalam segi hitung dari bukti pemungutan PPh Pasal 22 yang tercantum dalam PPUD atau nota pembetulan yang bersangkutan 9. Batas Waktu Setor dan Pelaporan PPh Pasal 22 PPh Pasal 11 yang telah dipungut dalam setiap hari kerja harus disetorkan pada hari kerja berikutnya.PPh Pasal 22 yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Penyetoran dilakukan ke kantor kas Negara, seperti kantor posa dan giro, serta bank pemerintah yang ditunjuk menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Pada formulir SSPtersebut harus dicantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari pemungut pajak Tabel 2.2 Batas Waktu Setor dan Pelaporan PPh Pasal 2 Jenis Pajak Atas impor barang
Saat Penyetoran Pemungutan
Saat Pelaporan
pajak Paling
lambat
7
yang dilakukan oleh (tujuh) hari setelah
32
Direktorat
Jenderal batas
waktu
Bea dan Cukai harus penyetoran disetor
ke
pajak
bank berakhir.
persepsi atau kantor pos dan giro dalam jangka waktu sehari setelah
pemungutan
pajak dilakukan. Atas pembelian barang Pada hari yang sama Paling
lambat
14
dari Direktorat Jenderal dengan
belas)
hari
Perbendaharaan, Bendahara baik
pelaksanaan (empat
pembayaran
pemerintah penyerahan
ditingkat
atas setelah Masa Pajak barang, berakhir.
pusat dengan menggunakan
maupun ditingkat daerah.
Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani
oleh
pemungut pajak. Atas pembelian barang Pada hari yang sama Paling
lambat
14
dari BUMN dan BUMD, dengan
belas)
hari
yang
pelaksanaan (empat
melakukan pembayaran
pembelian barang dengan penyerahan
atas setelah Masa Pajak barang, berakhir.
dana yang bersumber dan dengan menggunakan
33
belanja negara (APBN) Surat Setoran Pajak atau
belanja
daerah yang telah diisi atas
(APBD).
nama rekanan serta ditandatangani
oleh
pemungut pajak. Atas pembelian barang
Paling lambat tanggal Paling lambat 20 (dua
dari Bank Indonesia (BI),
10 (sepuluh) bulan puluh) hari setelah
PT.Perusahaan
takwim berikutnya.
Masa Pajak berakhir.
Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan Bank – bank BUMN. Atas
penjualan
hasil Paling lambat tanggal Paling lambat 20 (dua
produksi dari badan usaha 10 (sepuluh) bulan puluh) hari setelah yang bidang
bergerak usaha
dalam takwim berikutnya. industri
Masa Pajak berakhir.
34
semen,
industri
kertas,
industri baja dan industri otomotif. Atas
penjualan
hasil Sebelum
surat Paling lambat 20 (dua
produksi produsen atau perintah pengeluaran puluh) hari setelah importir
bahan
bakar barang
(delivery Masa Pajak berakhir.
minyak, gas dan pelumas order) ditebus. atas
penjualan
bahan
bakar minyak, gas dan pelumas. Atas pembelian bahan- Paling lambat tanggal Paling lambat 20 (dua bahan
industri
dan 10 (sepuluh) bulan puluh) hari setelah
eksportir yang bergerak takwim berikutnya.
Masa Pajak berakhir.
dalam sektorperhutanan, perkebunan,
perikanan
dan pertanian.
10. Pencatatan PPh Pasal 22 a.
Pencatatan Utang PPh 22 PPh Pasal 22 akan diakui sebagai utang oleh Wajib Pajak apabila dalam transaksi yang berkaitan dengan timbulnya PPh Pasal 22 itu Wajib Pajak bertindak sebagai pemungut pajak.
35
Dipotong PPh mengandung arti bahwa pada penghasilan tersebut terdapat unsur PPh yang terutang, yang pelunasannya akan dilakukan oleh yang memberi penghasillan melalui pemotongan. Sedangkan pemungutan pajak mengandung arti atas suatu transaksi dibebani pajak yang dapat dikenakan terhadap penjual maupun pembeli, dengan cara dilakukan pemungutan pajak. Yang dapat bertindak sebagai pemungut PPh Pasal 22 antara lain : 1) Pencatatan PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah Wajib Pajak yang menjual barang kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai pengelola APBN/APBD yang nilainya di atas Rp. 1.000.000,- akan dipungut PPh Pasal 22 2) Pencatatan PPh Pasal 22 oleh Pabrikan Industri tertentu Yang dimaksud industri tertentu yang atas pembeliannya akan dipungut PPh Pasal 22 oleh Wajib Pajak badan usaha sebagai penjual, adalah industri sebagai berikut : a) Semen b) Kertas c) Baja d) Otomotif Pemungutan PPh Pasal 22 industri tertentu tersebut dapat bersifat final, seperti pada industri semen, dan bersifat tidak final seperti pada industri kertas, baja dan otomotif
36
Apabila Wajib Pajak badan sebagai pabrikan menjual produk industri tertentu seperti rokok, kertas, semen, baja, atau otomotif kepada distributor, agen, atau yang lain, atas penjualan tersebut harus dipungut PPh Pasal 22 oleh Wajib Pajak. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Wajib Pajak akan diakui sebagai Utang PPh Pasal 22 Bagi distributor, agen atau lainnya sebagai pembeli, PPh Pasal 22 akan diakui sebagai piutang PPh Pasal 22 yang dapat dikreditkan atau sebagai pelunasan, tergantung sifat PPh Pasal 22 yang dipungut tersebut, bersifat final atau tidak final. Jurnal pemungutan PPh Pasal 22 oleh pabrikan di atas sebagai berikut : Kas/Bank
XXX Penjualan
XXX
Utang PPh Pasal 22
XXX
PPh Pasal 22 barang industri tertentu yang telah dipungut oleh penjual dari pembeli, bagi penjual, jurnalnya tidak dibedakan apakah PPh Pasal 22 tersebut bersifat final atau tidak final 3) Pencatatan PPh Pasal 22 oleh Eksportir atau Industri Pertanian Eksportir atau industri pertanian yang membeli barang pertanian dari selain petani atau kelompok tani harus memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5%. Pencatatan yang dilakukan oleh eksportir maupun industri pertanian atas pembelian dan pungutan PPh Pasal 22 tersebut sebagai berikut :
37
Pembelian
XXX
Utang PPh Pasal 22
XXX
Kas/Bank
XXX
4) Pencatatan PPh Pasal 22 oleh Wajib Pajak tertentu atas Penjualan Barang Mewah Wajib Pajak yang menjual barang mewah tertentu diharuskan memungut PPh Pasal 22 atas pembeli. Pencatatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atas penjualan barang mewah tersebut sebagai berikut : Kas/Bank
b.
XXX
Penjualan
XXX
Utang PPh Pasal 22
XXX
Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 Wajib Pajak yang telah dipungut PPh Pasal 22, baik yang bersifat final maupun tidak final akan mengakui pungutan PPh Pasal 22 tersebut sebagai piutang PPh Pasal 22. Pungutan PPh Pasal 22 terhadap Wajib Pajak dapat terjadi pada saat penjualan maupun pada saat pembelian. 1) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 pada saat penjualan Pemungutan PPh Pasal 22 pada saat penjualan terjadi saat Wajib Pajak menjual barang kepada Bendahara Pemerintah, dan oleh Wajib Pajak tersebut pungutan PPh Pasal 22 itu akan diperlakukan
38
sebagai piutang PPh Pasal 22 atau sebagai kredit pajak atas PPh yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak pada akhir tahun Piutang PPh Pasal 22 terjadi karena PPh yang terutang
atas
penjualan barang, pelunasannya dilakukan dengan cara dipungut oleh bendaharawan sebagai pembeli barang. Wajib Pajak penerima penghasilan dari bendaharawan akan membuat jurnal seperti berikut : Kas/Bankk
XXX
Piutang PPh Pasal 22
XXX
Penjualan barang
XXX
2) Pencatatan Piutang Pasal 22 pada saat Pembelian Apabila Wajib Pajak sebagai distributor, dealer, dan lainnya yang membeli produk industri tertentu seperti rokok, kertas, semen, baja, premium, dan otomotif kepada Wajib Pajak Badan sebagai pabrikan. Atas penjualan tersebut sudah dipungut PPh Pasal 22, maka Wajib Pajak akan mengakui pemungutan yang telah dilakukan pada dirinya sebagai piutang PPh Pasal 22. Bagi distributor, agen lainnya sebagai pembeli, pungutan PPh Pasal 22 akan diakui sebagai piutang PPh Pasal 22 yang akan dikreditkan. Jurnal pemungutan PPh Pasal 22 oleh distributor, agen, dealer, atau yang lainnya adalah sebagai berikut : Pembelian Piutang PPh Pasal 22
XXX XXX
39
Kas/Bank
XXX
PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final akan dijurnal pada PPh terutang, sedangkan bila PPh Pasal 22 bersifat final maka piutang PPh Pasal 22 akan dijurnal pada PPh terutang final dan langsung sebagai pelunasan dengan jumlah yang sama. Pada dasarnya PPh akan terutang pada akhir tahun takwin atau tahun buku, tergantung yang digunakan oleh Wajib Pajak. Dengan demikian PPh yang dipungut berdasarkan penghasilan yang akan diperoleh apabila atas pembelian barang industri yang akan dijual atau yang dijual setelah diproduksi lagi, diperlakukan sebagai piutang pajak. PPh Pasal 22 barang industri tertentu yang diperoleh oleh pembeli, jurnalnya diperlakukan sesuai dengan sifat pungutan PPh Pasal 22 barang industri tersebut, yang dibedakan menjadi seperti berikut : a) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 bersifat final Penghasilan berkaitan dengan penghasilan yang sudah dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final, tidak akan dilakukan perhitungan besarnya PPh terutang pada akhir tahun sehingga PPh Pasal 22 yang bersifat final tersebut akan diperlakukan sebagai pelunasan PPh terutang bagi pembeli. Dengan demikian maka jurnalnya akan menjadi sebagai berikut : Pembelian barang industri
XXX
Pungutan PPh Pasal 22 final
XXX
40
Kas/bank
XXX
Pelunasan PPh terutang dari Wajib Pajak yang penghasilannya hanya berasal dari penjualan barang industri tertentu, yang tidak diolah lagi, maka pungutann PPh Pasal 22 final tersebut akan diperlakukan sebagai pelunasan, sehingga jurnalnya menjadi sebagai berikut : PPh terutang akhir tahun
XXX
Pungutan PPh Pasal 22 final
XXX
b) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 tidak final Penghasilan
yang
akan
diperoleh
berkaitan
dengan
pemungutan PPh Pasal 22 tidak bersifat final pada saa pembelian, akan dilakukan lagi perhitungan besarnya PPh terutang pada akhir tahun. PPh Pasal 22 tidak bersifat final tersebut akan diperlakukan sebagai piutang PPh Pasal 22 bagi pembeli, sehingga jurnalnya akan menjadi seperti berikut : Pembelian barang industri tertentu
XXX
Piutang PPh Pasal 22
XXX
Kas/Bank
XXX
Pada saat digunakan sebagai kredit pajak atas PPh terutang akan dilakukan jurnal seperti berikut : PPh terutang
XXX
Piutang PPh Pasal 22
XXX
PPh Pasal 29
XXX
41
c) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 Industri Kertas Setiap distributor kertas yang membeli produk kertas pada Wajib Pajak badan industry kertas sebagai pabrikan, distributor akan dipotong PPh Pasal 22 sebesar 0,1% dari DPP PPN. Jurnal untuk pihak yang membeli sebagai berikut : Pembelian kertas
XXX
Piutang PPN
XXX
Piutang PPh Pasal 22
XXX
Hutang dagang
XXX
Jurnal untuk pihak penjual sebagai berikut : Piutang dagang
XXX
Penjualan
XXX
Utang PPN
XXX
Utang PPh Pasal 22
XXX
d) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 Indutri Baja Setiap pembelian produk industry baja dari pabrikan, maka distributor akan dipotong PPh Pasal 22 sebesar 0,3% dari DPP PPN Jurnal untuk pihak pembeli sebagai berikut : Pembelian
XXX
Piutang PPN
XXX
Piutang PPh Pasal 22
XXX
42
Hutang dagang
XXX
Jurnal untuk pihak penjual sebagai berikut : Piutang dagang
XXX
Penjualan
XXX
Utang PPN
XXX
Utang PPh Pasal 22
XXX
e) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 Industri Otomotif Setiap pembelian produk otomotif dari pabrikan atau perusahaan sebagai ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), APM (Agen Pemegang Merek), serta sebagai importer umum, maka distributor otomotif akan dipotong PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari DPP PPN Jurnal untuk pihak pembeli sebagai berikut : Pembelian
XXX
PPN masukan
XXX
Piutang PPh Pasal 22
XXX
Hutang dagang
XXX
Jurnal untuk pihak pembeli sebagai berikut : Piutang dagang
XXX
Penjualan
XXX
Utang PPN
XXX
Utang PPh Pasal 22
XXX
43
c.
Pencatatan Pembayaran PPh Pasal 22 Impor Wajib pajak yang melakukan impor barang, pada saat akan mendapatkan barang yang diimpor dibebani PPh Pasal 22 impor yang mekanismenya dapat dipungut oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Pemungutan PPh Pasal 22 impor oleh kantor Pelayanan Bea dan Cukai memposisikan Wajib Pajak sebagai pembeli, atau sebagai yang akan mempunyai penghasilan. Perlakuan PPh Pasal 22 atas pembelian barang dari luar negeri, oleh Wajib Pajak sebagai importir, akan diperlakukan sebagai piutang pajak. Penghasilan yang akan diterima oleh Wajib Pajak berkaitan pembelian barang impor tersebut, yang PPh Pasal 22 impornya dipungut oleh Kantor Bea Cukai atau dibayar sendiri, akan diperlakukan sebagai piutang PPh Pasal 22 impor dan akan diperlakukan sebagai kredit pajak untuk menghitung besarnya PPh terutang di akhir tahun yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak. Piutang PPh 22 impor terjadi karena PPh yang akan terutang atas penjualan barang yang diimpor, atau dijual setelah diproduksi, pelunasannya dilakukan dengan cara dipungut oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau dibayar sendiri sebelum dilakukan penjualan. Bagi Wajib Pajak yang akan menerima penghasilan dari penjualan barang yang diimpor atau yang dijual setelah diproduksi, pembayaran PPh Pasal 22 impor akan dijurnal seperti berikut :
44
Impor barang
XXX
Piutang PPh Pasal 22 impor
XXX
Kas/Bank
XXX
Dapat juga perusahaan membentuk rekening dengan nama Pungutan PPh Pasal 22 Impor, Kredit PPh Pasal 22 Impor, Piutang PPh, atau Piutang PPh Pasal 22 impor Contoh : PT Yasinndo mendatangkan bahan baku obat dari singapura senilai 1,100 USD dan kurs pajak pada saat itu adalah Rp 10.000,- per USD sedangkan kurs bank berkaitan transaksi tersebut adalah Rp 9.500,-. Besarnya PPN impor dan PPh Pasal 22 impor yang harus dibayar oleh PT Yassindo sebagai berikut : PPN sebesar Rp 1.000.000,- atau (100/110) X Rp. 11.000.000 dan PPh Pasal 22 impor sebesar Rp 250.000,- atau sebesar 2,5% XRp. 10.000.000,- yang oleh PT Yassindo dapat dikreditkan untuk perhitungan PPh yang masih harus dibayar pada akhir tahun Jurnal pembelian impornya sebagai berikut : Pembelian
Rp 11.000.000,-
Piutang PPN impor
Rp 1.000.000,-
Piutang PPh Pasal 22 impor
Rp 250.000,-
Kas/bank
Rp 12.250.000,-