33
BAB II LANDASAN TEORI
A. PEMBIAYAAN MURABAHAH 1. Pengertian Berasal dari kata Ribhu (keuntungan) yaitu jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dan harga jual adalah harga beli dari pemasok ditambah dengan biaya bank dan margin keuntungan (cost plus profit). Biaya bank tersebut antara lain ekuivalen harapan bagi hasil untuk deposan, overhead cost dan faktor resiko. Kedua belah pihak wajib menyepakati akad yang berisikan harga jual dan jangka waktu pembayaran dan akad tidak dapat diubah selama masa berlakunya.1 Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. 2 Sedangkan dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 52 dijelaskan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
1
Isma’il, “Perbankan Syari‟ah”, (Jakarta: Prenada Media Group,2007), hlm.138. Dewan Syariah Nasional Ulama’ Indonesia, “Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasiona”l, (Ciputat: CV Gaung Persada, 2006), cet III, hlm.311. 2
33
34
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.3 Murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin / keuntungan yang disepakati antara bank dengan nasabah. Pengertian diatas apabila digambarkan dalam skema adalah sebagai berikut :
Murabahah
nasabah
1
BPRS
2
Supplier
4 3
Berdasarkan skema diatas, pihak BPRS melakukan kontrak jual beli murabahah dengan nasabah dimana pihak BPRS bertindak menjadi penjualdan nasabah sebagai pembeli dengan harga jual adalah harga beli dari pemasok ditambah dengan biaya BPRS ditambah dengan margin keuntungan (cost plus profit). Biaya BPRS tersebut antara lain ekuivalen 3
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyaji Laporan Keuangan Bank Syariah PSAK 59, (Jakarta: IAI, 2002), hal.59.
35
harapan bagi hasil untuk deposan, overhead cost dan faktor resiko, kedua belah pihak wajib menyepakati akad yang berisikan harga jual dan jangka waktu pembayaran dan akad tidak dapat diubah selama masa berlakunya. 2. LandasanHukum a. Al Qur’an
ّ َوأَ َح َّل …َ الربَا ِّ ّللاُ ا ْلبَ ٍْ َع َو َح َّر َم Artinya:“...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba“(QS : Al baqarah :275). b.Al Hadits
ٌ َ ثَال:سلَّ َن قَا َل ، اَ ْلبَ ٍْ ُع إِلَى أَ َج ٍل:ُث فِ ٍْ ِهيَّ ا ْلبَ َر َكة َ صلَّى ّللاُ َعلَ ٍْ َِ َوآلِ َِ َو َ ًَّ ِأَىَّ الٌَّب )ث الَ لِ ْلبَ ٍْ ِع (رواٍ ابي هاجَ عي صهٍب َّ َو َخ ْلظُ ا ْلبُ ِّر بِال،ُضة َ َوا ْل ُوقَا َر ِ ٍْ َش ِع ٍْ ِر لِ ْلب Rasulullah SAW bersabda,”Tiga hal yang di dalam
terdapat
keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majahdari Shuhaib).4
a. Di Indonesia MUI mengeluarkan fatwa tentang kebolehan murabahah, yaitu fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000.
4
Kahar Masyhur, “Terjemah Bulughul Maram I”, (Jakarta: Rineka Cipta, 1952), hal.505.
36
3. Ketentuan – ketentuan UmumPembiayaan Murabahah Dalam murabahah terdapat beberapa syarat dan rukun.5 Rukun dan syarat pembiayaan murabahah a. Ada penjual ( Bai’) Penjual (BPRS) memberitahu biaya modal kepada pembeli (nasabah). Penjual (BPRS) harus menjelaskan kepada pembeli (nasabah) bila terjadicacat atas barang sesudah pembelian. Penjual (BPRS) harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian b. Ada pembeli ( Musytari ) Pembeli (nasabah) membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yg disepakati. c. Ada objek / barang yang diperjualbelikan (Mabi’) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam d. Ada harga yang disepakati Harga jual senilai harga beli plus keuntungan yang di tentukan pihak penjual (BPRS) e. Ijab qabul Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan pihak BPRS mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah
5
Wiroso, “Jual Beli Murabahah”, (Yogyakarta: UII Press, 2005), cet ke-1, hal. 17.
37
Jika kontrak jual beli menggunakan uang muka atau memakai sistem kontrak (urbun) sebagai alternatif Kontrak harus bebas dari riba Hal-hal yang terkait dengan pembiayaan murabahah Berikut ini adalah hal hal yang terkait dalam pembiayaan murabahah:6 a. Bangkrut dalam murabahah, jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan b. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah mengikat tidak dapatdibatalkan. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli Bank dalam transaksi murabahah mengikat
sebelum
diserahkan
kepada
pembeli
mengalami
penurunan nilai maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual. c. Dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda. d. Bank dapat memberikan potongan (muqashah) apabila nasabah mempercepat
pembayaran
cicilan,
murabahah sebelum jatuh tempo.
6
Ibid, hal. 39.
atau
melunasi
piutang
38
e. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan
di
antara
kedua
belah
pihak,
maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 4. Biaya dan Keuntungan Pembiayaan Murabahah Secara sistematis harga jual barang oleh Bank kepada calon nasabah pembiayaan murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :7 Harga jual Bank = Harga Beli Bank + ( Jangka Waktu x Cost Recovery ) + Margin
Contoh transaksi pembiayaan murabahah : Bapak Ali berminat membeli sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar jemput anak sekolah. Mobil tersebut mempunyai harga perolehan (harga beli + biaya balik nama dan biaya lain – lain) sebesar Rp 150.000.000,-. Pada saat ini bapak Ali hanya memiliki dana sebesarRp 50.000.000,untuk mengatasi kekurangan dana tersebut bapak Ali menghubungi BPRS untuk mendapatkan pemecahan masalah akibat kekurangan dana tersebut, BPRS menawarkan solusi dengan akad bai’al-murabahah, yakni bila BPRS memperkirakan biaya operasi sebesar Rp 200.000.000,- dalam 2 tahun, perkiraan jumlah pembiayaan sebesar 5.000.000.000,00 dan markup
7
Muhammad, “Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank”, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm.116-117.
39
yang ditentukan (hanya sekali saja) 10% dari pembiayaan murabahah. Berapa besar angsuran yang harus dibayar oleh bapak Ali setiap bulannya? Jawab
Rp 200.000.000,00 = Rp 4.000.000,00 2. Hitung markup = 10% x pembiayaan (Rp 100.000.000,00) = Rp 10.000.000,00 3. Harga jual Bank = pembiayaan + (jangka waktu x cost recovery )+markup = Rp 100.000.000,00 + (2 x cost recovery Rp 4.000.000,00 = Rp 8.000.000,00) + 10.000.000,00 = Rp 118.000.000,00 4. Angsuran perbulan =
= Rp 4.916.666,667,-
5. Komposisi Pembiayaan Murabahah Komposisi pembiayaan murabahah adalah suatu susunan yang membentuk tatanan pembiayaan serta unsure-unsur yang terdapat dalam pembiayaan murabahah. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dirumuskan komposisi pembiayaan murabahah sebagai berikut :
40
B. PEMBIAYAAN MUDHARABAH 1. Pengertian Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak kedua menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Jika kerugian akibat dari kelalaian pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.8 Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana.9 Mudharabah yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihakkedua („amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan
8
Muhammad Syafi’I Antonio, “Bank Syariah Dari Teori ke Praktek”, (Jakarta : Gema Insani Press,2001), hal. 95. 9 Penyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 105 tentang Mudharabah
41
yang dituangkan dalam kontrak.10 Pengertian diatas apabila digambarkan dalam skema adalah sebagai berikut : Mudharabah
BPRS
Nasabah
Modal 100%
Skill Proyek Keuntungan
Berdasarkan skema diatas, pihak BPRS melakukan kontrak kerjasama mudharabah dengan nasabah dimana pihak BPRS menjadi shahibul maal yang menyediakan seluruh modal dan nasabah sebagai mudharib yang memiliki keahlian di bidang usaha tertentu. Ketika usaha memperoleh keuntungan, maka hasil dibagikan berdasarkan nisbah yang telah disepakati ketika kontrak disepakati. Namun jika usaha mengalami kerugian, maka shahibul maal atau BPRS akan menanggung seluruh kerugiannya selama kerugian disebabkan oleh resiko bisnis dan force majeur. Jika kerugian tersebut akibat dari kelalaian nasabah, maka nasabah/mudharib lah yang akan menanggung seluruh kerugian yang dialami. Sedangkan pokok modal usaha mudharabah dikembalikan ketika
10
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 7 tentang Mudharabah
42
kontrak berakhir dan dibayarkan langsung dan tidak boleh dilakukan secara cicilan atau angsuran karena sifatnya adalah pembiayaan modal kerja, bukan atas dasar investasi. Jika sifatnya adalah pembiayaan investasi, maka pokok boleh dikembalikan secara angsuran. Model pembagian keuntungan berbasis profit sharing berdasarkan PSAK no. 105 tentang mudharabah dimana hasil yang akan dibagikan dikurangkan terlebih dahulu dengan biaya-biaya dan beban selama kegiatan usaha dilaksanakan. 2.
Landasan Hukum a. Al-Qur’an
ِ يا أَيُّها الَّ ِذين آَمنُوا ََل تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم بِالْب ٍ اط ِل إََِّل أَ ْن تَ ُكو َن تِ َج َارًة َع ْن تَ َرا ض َ َ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ ِ ِ ِ يما ً س ُك ْم إِ َّن اللَّهَ َكانَب ُك ْم َرح َ م ْن ُك ْم َوََل تَ ْقتُ لُوا أَنْ ُف Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janagnlah kalian memakan harta-harta kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kalian”.(QS : An- Nisa :29) b.
Al-Hadist
َشتَ َرط ْ ِضا َربَةً ا ُ َّسٍِّ ُدًَا ا ْل َعب َ ب إِ َذا َدفَ َع ا ْل َوا َل ُه َ ََكاى ِ ِّاش ْبيُ َع ْب ِد ا ْل ُوطَل ي ْ ٌَ َ َوال, َوالَ ٌَ ٌْ ِس َل بِ َِ َوا ِدًٌا,سلُكَ بِ َِ بَ ْح ًرا ْ ٌَ َصا ِحبِ َِ أَىْ ال َ شتَ ِر َ َعلَى ْ بِ َِ دَابَّةً َذاتَ َكبِ ٍد َر س ْى َل ُ فَبَلَ َغ ش َْرطَُُ َر, َض ِوي َ فَإِىْ فَ َع َل َذلِ َك,طبَ ٍة
43
سلَّ َن فَأ َ َجا َزٍُ (رواٍ الطّبراًً فً األوسظ َ صلَّى ّللاُ َعلَ ٍْ َِ َوآلِ َِ َو َ ِّللا )عي ابي عبّاش “Diriwayatkan dari Sayyidina Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).11 c. Di Indonesia MUI mengeluarkan fatwa tentang kebolehan murabahah, yaitu fatwa DSNNo. 07/DSN-MUI/IV/2000. 3.
Ketentuan – ketentuan Umum Pembiayaan Mudharabah Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang dimuat dalam fatwa DSN no. 7 tentang mudharabah. Rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah 1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. 2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
11
Thabrani, dikutip oleh Syafi’i Antonio, dalam bukunya “Bank Syariah dari Teori ke Prakti”k, Op. Cit, hal. 96.
44
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad) b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 3.Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia danakepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan
45
harus dalam bentuk persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyediadana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu. Hal yang terkait dengan pembiayaan mudharabah Berikut adalah perkara yang membatalkan mudharabah, mudharabah dianggap batal apabila: a. Pembatalan, larangan berusaha dan pemecatan b. Salah seorang akid meninggal dunia
46
c. Salah seorang akid gila d. Pemilik modal murtad e. Modal rusak ditangan pengusaha 4.
Biaya dan keuntungan pembiayaan mudharabah Contoh pemberian pembiayaan mudharabah : 1. Bu Ani membutuhkan modal untuk membuka usaha baru. Dia mengajukan pembiayaan sebesar Rp. 2.000.000,- setelah disurvey dan diperiksa jaminan oleh petugas BPRS , maka BPRS memanggil nasabah untuk wawancara dan penetapan nisbah bagi hasil 40:60 (artinya 40% untuk BPRS dan 60% untk nasabah). Setelah sepakat BPRSakan mencairkan dana sebesar Rp. 2.000.000,2. Berapa bagi hasil yang diberikan, bila hasil yang didapat 6,5% dari modal (keuntungan) 3. Hasil yang didapat (keuntungan) Rp. 2.000.000,- x 6,5 = Rp. 130.000,Nisbah bagi hasil 40 : 60 Utuk BPRS Rp. 130.000,- x 40%
= Rp. 52.000,-
Untuk nasabah Rp. 130.000,- x 60%
= Rp. 78.000,-
Jadi hasil yang diberikan kepada BPRS adalah sebesar Rp. 52.000,atau Rp. 2.080,- per hari (1 bulan = 25 hari). 4. Berapa prosentase hasil yang diberikan perbulan? Jawab = 2,6%
47
5.
Komposisi Pembiayaan Mudharabah Komposisi adalah pembiayaan mudharabah adalah suatu susunan yang membentuk tatanan pembiayaan serta unsur-unsur yang terdapat dalam pembiayaan mudharabah. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dirumuskan komposisi pembiayaan mudharabah sebagai berikut :
D. NPF (Non Performing Financing) Non Performing Financing (NPF) yang analog dengan Non Performing Loan (NPL)pada lembaga keuangan konvensional merupakan rasio keuangan yang berkaitan dengan resiko kredit. Non Performing Financing (NPF) menunjukan kemampuan manajemen lembaga keuangan dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh lembaga keuangan tersebut. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit lembaga keuangan yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar, maka kemungkinan suatu lembaga keuangan dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kapada pihak ketiga tidak termasuk kredit pada lembaga keuangan lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukandan macet.12 Rumus yang digunakan untuk menghitung NPF: NPF
12
%
Nanie Van Greuning dan Sonja Bracovic Bratanovic, “Analisis Risiko Perbankan”, (Jakarta: Salemba empat, 2011), hlm.102.
48
Total Pembiayaan adalah keseluruhan pembiayaan (kredit) yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada lembaga keuangan lain). Pembiayaan Non Lancar adalah pembiayaan (kredit) dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet dan angka tersebut dihitung perposisi (tidak disetahunkan). Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Jadi unsur utama dalam menetukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bagi hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan diperinci seperti dibawah ini :13 No Kualitas pembiayaan 1
Pembiayaan lancer
Kriteria a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bagi hasil tepat waktu; dan b. Memiliki rekening yang aktif
2
Perhatian khusus
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil yang belum melampui Sembilan puluh hari: atau b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Mutasi rekening relative aktif; atau d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak
13
Nanie Van Greuning dan Sonja Bracovic Bratanovic, “Analisis Risiko Perbankan”, (Jakarta: Salemba empat, 2011), hlm.139.
49
yang diperjanjikan; atau e. Didukung oleh pinjaman baru 3
Kurang lancer
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau b. Sering terjadi cerukan; atau c. Frekuensi mutasi rekeningrelatif rendah d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikanlebih dari Sembilan puluh hari; atau e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau f. Dokumentasi pinjaman yang lemah
4
Diragukan
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau b. Terdapat cerukan yang bersifat permanen; atau c. Terdapat wanprestasi lebih dari 180 hari atau d. Terdapat kapitalisasi bunga; atau e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan.
5
Macet
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau
50
b.
Kerugian
operasional
ditutup
dengan
pinjaman baru; atau c. Dari segi hukummaupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
E. Profitabilitas Profitabilitas adalah ukuran spesifik dari performance sebuah lembaga keuangan, dimana ia merupakan tujuan dari manajemen perusahaan dengan memaksimalkan nilai dari optimalisasi berbagai tingkat return, dan minimalisasi resiko yang ada. Profitabilitas merupakan suatu kemampuan BPRS dalam menghasilkan laba. Kemampuan ini dilakukan dalam suatu periode. Lembaga keuangan yang sehat adalah lembaga keuangan yang diukur secara profitabilitas atau rentabilitas yang terus meningkat di atas standar yang ditetapkan. Rasio profitabilitas adalah perbandingan laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) atau laba (sebelum pajak) dengan total aset yang dimiliki lembaga keuangan pada periode tertentu. Agar hasil perhitungan rasio mendekati pada kondisi yang sebenarnya (real), maka posisi modal atau aset dihitung secara rata-rata selama periode tersebut.14 Profitabilitas
juga
mempunyai
peran
penting
dalam
usaha
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek 14
hlm.147.
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005),
51
yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin.15 Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan suatu lembaga keuangan adalah dengan menggunakan rasio Return On Asset (ROA) dipandang sebagai alat ukur yang berguna karena mengindikasikan seberapa baik pihak manajemen memanfaatkan sumber dayatotal yang dimiliki oleh perusahaan untuk menghasilkan profit. Bank Indonesia menilai kondisi profitabilitas lembaga keuangan di Indonesia didasarkan pada dua indikator yaitu Return on Asset (ROA) atau tingkat pengembalian asset dan Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Suatu lembaga keuangan dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi sehat apabila: 1. Rasio tingkat pengembalian atau Return on Asset (ROA) mencapai sekurang - kurangnya 1,2%. 2. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional tidak melebihi 93,5%. 3. Return on Asset (ROA) adalah salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen lembaga keuangan dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Rasio profitabilitas ini sekaligus menggambarkan efisiensi kinerja lembaga keuangan yang bersangkutan. 15
Lukman Syamsudin, Manajemen Keuangan Perusahaan, (Jakarta Raja Grafindo Persada, 2009), hlm.63.
52
Return on Asset (ROA) sangat penting, karena rasio ini mengutamakan nilai profitabilitas suatu lembaga keuangan yang diukur dengan aset produktif yang dananya sebagian besar berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) 4. Semakin besar Return on Asset (ROA) suatu lembaga keuangan maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai lembaga keuangan tersebut, dan semakin baik pula posisi lembaga keuangan tersebut dari segi penggunaan aset. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/11/DPNP tanggal 31 Maret 2010 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan lembaga keuangan berdasarkan prinsip syariah, Return on Asset (ROA) didapat dengan cara mambagi laba sebelum pajak dengan rata-rata total aset dalam suatu periode. Rumus yang digunakan untuk mencari Return on Asset (ROA) adalah sebagai berikut : % Dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa ROA dalam penelitian ini adalahmengukur perbandingan antara sebelum pajak yang dihasilkan dari kegiatan pokok perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan untuk melakukan aktivitas perusahaan secara keseluruhan dan dinyatakan dalam persentase.
53
Rasio Retunt On Asset (ROA) juga mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam menganalisis kinerja keuangan suatu badan usaha. Berikut merupakan kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh rasio ROA :16 1. Kelebihan ROA (Return On Asset) :
ROA merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.
ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolute.
ROA merupakan dominan yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha.
2. Kelemahan ROA Pengukuran kinerja dengan menggunakan ROA membuat manajer devisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan proyek-proyek yang menurunkan divisional ROA, meskipun sebenarnya proyek-proyek tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan. Manajemen juga cenderung untuk berfokus pada tujuan jangka pendek dan bukan tujuan jangka panjang. Sebuah proyek dalam ROA dapat meningkatkan tujuan jangka pendek, tetapi proyek tersebut mempunyai konsekuensi dalam jangka panjang yang 16
berupa
pemutusan
tenaga
beberapa
tenaga
penjualan,
Lisa Linawati, “Economi Value added Ukuran Keberhasilan Kinerja Keuangan Manajemen Perusahaan”, (Semarang: Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Negeri Semarang, No.1, Desember, 1, 2011), hlm.28-30.
54
pengurangan budget pemasaran, dan penggunaan bahan baku yang relatif murah sehingga menurunkan kualitas produk dalam jangka panjang.