perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB. II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.
Pengertian Pendampingan a.
Definisi Pendampingan
Menurut Sarason (1983), pendampingan adalah : Social support is usually defined as the existence or availability of people on whom we can rely, people who let us know that they care about value and love us. Pendampingan atau dukungan sosial biasanya didefinisikan sebagai keberadaan dan kesediaan orang lain sebagai tempat bergantung, yang memperlihatkan bahwa mereka mencintai serta peduli dengan nilai yang individu anut (Khariana W, 2008). Sedangkan menurut Kaplan et al., (1993), pendampingan adalah banyaknya hubungan sosial yang dimiliki oleh seseorang atau percabangan dari sebuah jejaring sosial. Lain lagi definisi pendampingan adalah persepsi atas kebersamaan dalam suatu kelompok sosial yang saling berkomunikasi dan memiliki tanggung jawab yang saling menguntungkan anggotanya. Satu definisi lainnya diungkapkan oleh Matteo dan Martin (2002), pendampingan adalah dukungan atau bantuan yang diperoleh dari individu lain, seperti teman, keluarga, tetangga, rekan kerja, ahli profesional, dan orang lain yang dikenal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi pendampingan adalah persepsi kebersamaan seseorang dalam suatu kelompok sosial yang didalamnya terdapat beberapa hubungan sosial atau jejaring sosial, yang dari hubungan tersebut seseorang dapat memperoleh dukungan atau bantuan sehingga individu merasa dapat bergantung, commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dipedulikan dan dicintai, atau dapat dikatakan pula bahwa individu mendapatkan kenyamanan secara fisik dan psikologis. b. Tipe-tipe Pendampingan Tipe pendampingan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe pendampingan yang dikemukakan oleh Sarason et al., (1983). Tipe pendampingan secara lebih rinci, yaitu : 1) Persepsi individu akan adanya sejumlah orang yang dapat diandalkan pada saat ia membutuhkan dukungan. Pendekatannya berdasarkan jumlah sumber dukungan yang tersedia. 2) Tingkat
penilaian
kepuasan
terhadap
dukungan
yang
ada.
Pendekatannya berdasarkan ekspresi kepuasan individu terhadap pendampingan yang dirasakan. Taylor (1995) mengatakan bahwa efektifitas pendampingan bergantung pada kesesuaian antara tipe pendampingan yang dibutuhkan dengan tipe dukungan yang diterima dari lingkungannya. Secara garis besar, tipe dasar dari pendampingan ada 5 dimensi (Sarafino et al., 1994). 1) Dukungan emosional Mencakup
ungkapan
empatik,
kepedulian,
kasih
sayang
atau
kehangatan, semangat atau dorongan dan keprihatinan terhadap orang yang bersangkutan, Misalnya umpan balik, penegasan. Dukungan bersifat emosional berupa dukungan dari orang lain yang dapat memberikan rasa aman, nyaman, dan perhatian baginya. commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Dukungan penghargaan Dukungan ini terjadi lewat ungkapan penghargaan yang positif, dorongan untuk maju atau persetujuan atas gagasan atau perasaan yang dimiliki individu, dan perbandingan positif individu dengan orang lain. Dukungan dari orang lain membentuk perasaan pada individu bahwa ia mampu, berarti dan berharga. Misalnya , orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya yang membuat individu lebih menghargai dirinya sendiri, 3) Dukungan materi Dukungan ini mencakup bantuan langsung, dan dukungan ini juga diberikan dalam bentuk alat atau bantuan nyata. 4) Dukungan informasi Dukungan ini mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saransaran,
dukungan
pemberian
informasi,
serta
memberitahukan
ketrampilan tertentu kepada orang lain yang dapat bermanfaat bagi pemecahan masalah (saran dan pengarahan). Juga umpan balik atau penilaian dari orang lain yang melibatkan informan bagi individu dalam menilai kemampuannya. 5) Dukungan jaringan Dukungan ini diperoleh melalui interaksi sehari-hari yang terjadi melalui kebetulan dimana individu mungkin menghabiskan waktu dengan orang lain dalam berbagai aktivitas sosial dan hiburan. Adanya hubungan atau kontak dengan orang lain dapat membantu individu commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk dapat mengalihkan kecemasan
yang dimilikinya dalam
menghadapi suatu masalah atau meningkatkan suasana hati yang menyenangkan
sehingga
mengurangi
stres
yang
dirasakannya.
Dukungan ini memberikan perasaan bagi individu bahwa ia diterima oleh orang lain, merupakan bagian dari suatu kelompok, dengan berbagai aktivitas minat dan aktivitas sosial serta pemikiran yang sama (Nursalam, 2007). c. Sumber-sumber Pendampingan Pendampingan dapat datang dari berbagai sumber, seperti keluarga, teman, tetangga, rekan kerja, ahli profesional, dan kenalan lainnya dari individu. Sumber pendampingan dapat memberikan dukungan berupa dukungan fisik (berupa meminjamkan uang, bantuan, dsb), saran untuk melakukan tindakan alternatif untuk menyelesaikan masalah, dan meyakinkan individu bahwa ia dipedulikan, disayangi, dan dihargai (Martin, 2002). Salah satu dari berbagai jejaring sosial yang dimiliki individu dan dapat menjadi sumber pendampingan bagi individu adalah kelompok dukungan atau group support. Kelompok dukungan dapat menjadi sumber dukungan sosial bagi penderita yang kronis. Kelompok dukungan ini biasanya mendiskusikan mengenai hal-hal yang menjadi perhatian sebagai konsekuensi atas penyakit yang diderita oleh anggotanya. Mereka biasanya memberikan informasi yang spesifik mengenai bagaimana cara individi lain sukses mengatasi masalah yang muncul karena penyakit yang diderita dan menyediakan kesempatan bagi individu untuk saling commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan respon atas masalah yang sama yang dihadapi oleh individu (Gottlieb dalam Taylor, 2006) Individu sebagai penerima pendampingan juga tergantung pada komposisi dan struktur jejaring sosial yang dimilikinya dalam hal menerima dukungan, yaitu bergantung pada hubungan yang ia miliki dengan orang-orang di keluarganya dan masyarakat. Hubungan ini sangat bervariasi, mulai dari jumlah orang yang biasa dihubungi, frekuensi kontak, komposisi (kedudukan orang itu, apakah keluarga, teman, teman kerja, keintiman, kedekatan dari hubungan personal dan keinginan untuk saling mempercayai satu sama lain). d. Efektivitas Pendampingan Pendampingan pada dasarnya adalah hal yang baik. Lingkungan yang bersifat mendukung dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks klinis dapat mendatangkan dua efek : (1) menurunkan tingkat kecemasan, dan (2) meningkatkan perasaan diterima (sense of acceptance). Saat lingkungan sangat mendukung dalam suatu waktu tertentu, tingkat kecemasan yang rendah dan rasa keberhargaan diri (self worth) menjadi bagian yang stabil dari kepribadian dan dari seorang individu, bebas dari okupsi diri yang mengecewakan, dapat mengekplorasi tujuan yang baru dan dapat berinteraksi secara bebas dengan orang lain, tempat-tempat, dan tantangan-tantangan. Paparan dengan orang-orang, tempat, tantangan-tantangan inilah yang memberikan kesempatan untuk perkembangan self efficancy pada bidang yang bersifat khusus dan self esteem pada bidang yang bersifat umum (Krause dalam Sarason et al., 1990) commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
e.
digilib.uns.ac.id
Pendampingan pada ODHA
Difinisi pendampingan pada ODHA adalah upaya terus menerus dan sistematik dalam mendampingi komunitas ODHA dalam mengatasi permasalahan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan hidup yang dialami sehingga mereka dapat mengatasi permasalahan tersebut dan mencapai perubahan hidup ke arah yang lebih baik (Yayasan putih, 2011 ). f.
Pendamping sebaya
Adalah seseorang/individu yang menjadi jembatan informasi bagi komunitas ODHA. Pendamping sebaya dibentuk dari komunitas, oleh komunitas, untuk komunitas. Hal ini semata-mata untuk mempererat hubungan persahabatan, keakraban dalam komunitas, sehingga program atau kegiatan didalam komunitas dapat berjalan dengan baik dan berkembang sesuai dengan visi dan misi yang telah disepakati bersama (Yayasan Spiritia, 2012). 1) Manfaat adanya rekayasa social dalam pendampingan sebaya a) Tersedianya layanan pendampingan bagi ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS ), ADHA ( Anak Dengan HIV/AIDS ), OHIDHA ( Orang yang Hidup Dengan HIV/AIDS ) yang aman, nyaman, dan bersahabat. b) Ikatan yang terjalin lebih kuat dari pada orang diluar komunitas. c) Persamaan status, latar belakang dan masalah, sehingga dapat memberi kemudahan dan kenyamanan dalam proses pendampingan. d) Tersedianya layanan informasi yang mudah untuk diakses. e) Meningkatkan pengetahuan informasi, SDM dan pengalaman bagi anggota komunitas (Yayasan Spiritia, 2012). commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Tugas Pendampingan sebaya : a) Menjadi tempat bertanya bagi rekannya tentang masalah seputar permasalahan ODHA dan ADHA. b) Memberi dukungan moral dan semangat terhadap ODHA, ADHA, dan OHIDHA yang didampingi. c) Memberi bantuan dalam hal mendeteksi/mengidentifikasi secara dini kebutuhan ODHA dan ADHA. d) Mengarahkan/mendampingi rekannya untuk mendapatkan akses layanan kesehatan yang dibutuhkan untuk ODHA dan ADHA. e) Bekerja
sama
dengan
jaringan/sesama
pendamping
sebaya,
stakeholder, dll. f) Melakukan
koordinasi
dengan
pendamping
lainnya
dalam
menyelesaikan permasalahan ODHA, ADHA dan OHIDHA yang didampingi. 3) Syarat sebagai pendamping sebaya a) Seseorang/individu yang menjadi bagian dari komuitas/kelompok yang mempunyai hobi, permasalahan, latar belakang yang sama. b) Mempunyai komitmen untuk membantu sesama (komunitas ODHA) yang membutuhkan. c) Mempunyai pengetahuan tentang HIV/AIDS. d) Mempunyai
sikap
tertarik
dengan
permasalahan
HIV/AIDS,
menghargai orang lain terutama terhadap ODHA, ADHA, dan OHIDHA, serta memiliki motivasi dan percaya diri. commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e) Perilaku yang baik dengan anggota komunitas. f) Mempunyai ketrampilan komunikasi, pendengar yang baik dengan tanpa prasangka atau menghakimi, dll) 2. KETAATAN a. Definisi Ketaatan secara umum Definisi ketaatan adalah ketaatan penderita melaksanakan anjuran petugas kesehatan . Ketaatan menurut Sackett pada pasien sebagai “Sejauh mana perilaku individu sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan”.Ketaatan meminum obat diukur dari ketepatan jumlah tablet yang harus diminum, ketepatan cara mengkonsumsi , frekuensi minum perhari. Ketaatan sulit diukur karena tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah pasien sering kali tidak mengakui bahwa mereka tidak melakukan apa yang dianjurkan dokter. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan pasien agar dapat mengetahui ketaatan mereka dalam melaksanakan pengobatan (Yayasan Spiritia, 2012). Taylor (1991) seperti yang dikutip Bart (1994) mengatakan ketidak taatan sebagai suatu masalah medis yang berat. Derajat ketidak taatan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackeet dan Snow (1976) menemukan bahwa ketaatan terhadap sepuluh hari jadwal pengobatan sejumlah 70-80% dengan tujuan pengobatan adalah mengobati, dan 60-70% dengan tujuan pengobatannya adalah pencegahan. Kegagalan untuk mengikuti program pengobatan jangka panjang, commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang bukan dalam kondisi akut, dimana derajat ketidak taatannya rata-rata 55% dan derajat tersebut bertambah buruk sesuai waktu (Niven,2002). Menurut Dinicola dan Dimatteo (1984) yang dikutip Niven (2002) cara meningkatkan ketaatan diantaranya melalui perilaku sehat dan pengontrolan perilaku dengan faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu dan uang merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan dalam prgram-program medis, dan dukungan dari profesional kesehatan. Tablet ARV sebagai obat yang diberikan pada penderita HIV/AIDS menurut aturan harus dimunum setiap hari. Namun karena berbagai alasan misalnya, pengetahuan, sikap yang kurang baik, efek samping dari tablet ARV, motivasi petugas kesehatan yang kurang baik serta tidak adanya pendamping sering terjadi ketidak taatan penderita HIV/AIDS dalam meminum tablet ARV tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan dari pemberian tablet ARV tidak tercapai. b. Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Ketaatan Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat ketaatan menurut Suddart dan Brunner ( 2002 ) adalah : 1) Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio ekonomi dan pendidikan. 2) Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi. commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan. 4) Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan,
penerimaan,
atau
penyangkalan
terhadap
penyakit,
keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial. c.
Jenis Ketidaktaatan 1) Ketidaktaatan yang disengaja Ketaatan yang disengaja dapat disebabkan oleh : a). Keterbatasan biaya pengobatan b). Sikap apatis pasien c). Ketidakpercayaan pasien akan efektifitas obat 2) Ketidaktaatan yang tidak disengaja Ketidaktaatan yang tidak disengaja dapat disebabkan karena : a). Pasien lupa minum obat b). Ketidaktahuan akan petunjuk pengobatan c). Kesalahan dalam hal pembacaan etiket
d. Faktor yang Mempengaruhi Ketidaktaatan Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktaatan dapat digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven (2002 ) antara lain : 1) Pemahaman tentang instruksi Tak seorangpun dapat mentaati instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya. commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Kualitas Interaksi Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat ketaatan. 3) Isolasi sosial dan keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berbengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima. 4) Keyakinan, sikap dan kepribadian Becker et al., ( 1979 ) dalam Niven ( 2002 ) telah membuat suatu usulan
bahwa
model
keyakinan
kesehatan
berguna
untuk
memperkirakan adanya ketidaktaatan. e. Faktor yang Berhubungan dengan Ketidaktaatan Lima faktor yang perlu diperhatikan untuk menghindari ketidaktaatan pasien adalah : 1). Penyakit pasien 2). Individu pasien 3). Sikap dokter 4). Obat yang diberikan 5). Lingkungan pengobatan
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
f.
digilib.uns.ac.id
Akibat Ketidaktaatan
Ketidaktaatan dapat memberikan akibat pada program terapi yang sedang dijalankan, diantaranya : 1). Bertambah parahnya penyakit atau penyakit cepat kambuh lagi 2). Terjadinya resistensi 3). Keracunan g.
Cara untuk mengetahui Ketidaktaatan
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui ketidaktaatan, yaitu : 1) Melihat hasil terapi secara berkala 2) Memonitor pasien kembali datang untuk mengambil obat pada periode selanjutnya setelah obat itu habis 3) Melihat jumlah sisa obat 4) Langsung bertanya kepada pasien mengenai kepatuhannya terhadap pengobatan. h. Mengukur Tingkat Ketaatan Tingkat ketidaktaatan seseorang dalam menjalankan terapi dapat diukur dengan beberapa metode : 1) Metode pengukuran langsung (pengukuran konsentrasi obat atau metabolitnya dalam darah atau urin) 2) Metode pengukuran tidak langsung meliputi wawancara dengan pasien, penilaian hasil pemeriksaan klinis. commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
i.
digilib.uns.ac.id
Strategi untuk Meningkatkan Ketaatan Menurut Smet ( 1994 ) dalam Niven ( 2000 ) berbagai strategi telah
dicoba untuk meningkatkan ketaatan adalah : 1) Dukungan profesional kesehatan Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan ketaatan, contoh paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik dokter/perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pesien. 2) Dukungan Sosial Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan dan pendamping yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidaktaatan dapat dikurangi. 3) Perilaku sehat Modifikasi perilaku sehat diperlukan. Untuk pasien dengan hipertensi misalnya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan control secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi. 4) Pemberian informasi Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
j.
digilib.uns.ac.id
Ketaatan terhadap terapi ARV
Ketaatan adalah istilah yang menggambarkan penggunaan obat antiretroviral (ARV) persis sesuai dengan petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaannya pada waktu yang benar dan mengikuti pembatasan makanan yang berlaku, misalnya harus dipakai dengan perut kosong (Yayasan Spiritia, 2012). 1) Keharusan Taat Obat yang dipakai masuk ke dalam aliran darah, dan diangkut ke seluruh tubuh. Waktu darah melewati hati dan ginjal, sebagian obat tersebut disaring dan dibuang. Jadi jumlah obat dalam aliran darah menjadi semakin kecil, sehingga harus minum lagi. Beberapa obat diserap lebih baik, dan masuk ke aliran darah dengan tingkat lebih tinggi, bila tidak ada makanan dalam perut. Obat ini harus diminum dalam keadaan perut kosong. Sementara ada obat lain yang lebih baik masuk ke aliran darah bila perutnya penuh. Obat ini sebaiknya diminum dengan makanan (Yayasan Spiritia, 2012). Penderita harus mengetahui petunjuk untuk penggunaan masing-masing obat agar akan selalu ada cukup obat dalam aliran darah. Petunjuk ini termasuk berapa pil harus diminum, kapan dan bagaimana. Jika penderita lupa satu dosis, tidak pakai dosis penuh, atau tidak mengikuti petunjuk tentang makanan, tingkat obat dalam aliran darah dapat menjadi terlalu rendah. Tingkat obat yang rendah dapat memungkinkan
HIV tetap menggandakan dari dalam tubuh penderita.
Akibatnya semakin banyak virus dibuat, semakin mungkin akan dibat virus yang cacad dan resisten (kebal) terhadap obat (Nursalam, 2007) commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jika HIV di tubuh penderita menjadi resisten terhadap obat yang dipakai, terapinya akan mulai gagal. Kegagalan ditandai oleh peningkatan pada viral load, yang menjadi terdeteksi. Cara terbaik untuk mencegah resistensi adalah dengan ketaatan terhadap terapi (Green.C.W, 2009) 2) Tingkat ketaatan yang cukup Hasil penelitian pada tabel 2.1 dibawah ini menunjukkan bahwa walau dengan 95% ketaatan (yaitu hanya satu dari 20 dosis dilupakan atau terlambat) hanya 81% orang yang mencapai viral load tidak terdeteksi.
Tabel 2.1 Tingkat ketaatan dan persentase ODHA yang virusnya tidak terdeteksi. Tingkat ketaatan >95% 90-95% 80-90% 70-80% >70%
% Orang yang tidak terdeteksi 81% 64% 50% 25% 6%
(disarikan dengan perubahan seperlunya dari Lembaran Informasi tentang HIV/AIDS untuk ODHA yang diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, 2012)
3. AIDS a. Definisi AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS ) adalah syndrome akibat defisiensi immunitas selluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik yang berakibat fatal. Munculnya Syndrom ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjadi seketika melainkan sekitar 5 – 10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV ( Hoffmann, 2000 ). b. Etiologi AIDS Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Perancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan Internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV (Syarifuddin Djalil, 1989). Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfost T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Di dalam sel Lymfosit T virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut (Calles, 2000) Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus yang commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, Iodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag dan sel jaringan otak (Depkes RI, 2003). c. Masa Inkubasi HIV Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit (Calles, 2000). Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa window periode”. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola trasnmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini (Yayasan Spiritia, 2012). d. Epidemiologi AIDS Syndroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari Amerika Serikat pada tahun 1981. Sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan kasuscommit to user kasus AIDS meningkat dengan cepat. Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk dunia, pria, wanita, bahkan anak-anak. Menurut estimasi WHO pada tahun 2013 ini sekitar 30 – 40 juta orang terinfeksi virus HIV, 12 – 18 juta orang akan menunjukkan gejala-gejala AIDS dan setiap tahun sebanyak 1,8 juta orang akan meninggal karena AIDS. Pada saat ini laju infeksi (infection rate) pada wanita jauh lebih cepat dari pada pria. Dari seluruh infeksi, 90% akan terjadi di negara berkembang, terutama Asia (Fazidah, 2004). e. Cara Penularan Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman. Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosi T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai media yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita (Depkes RI, 2003). 1) Transmisi Seksual Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau servik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada commit to user pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang beresiko tinggi terinfeksi virus HIV. 2) Homoseksual Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital. 3) Heteroseksual Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti. 4) Transmisi Non Seksual a). Tranmisi Parentral Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melalui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara tranmisi parental ini kurang dari 1 % (Nursalam, 2007). b). Darah/Produk Darah Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat tranfusi darah adalah lebih dari 90 % (Depkes RI, 2003) 5. Transmisi Transplasental Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah (Yayasan Spiritia, 2012). f. Patogenesis Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang mengandung marker CD 4. Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reserve transcryptase ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup (Nursalam, 2007). Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang diinfeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel Lymfosit T4. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anakanak dan 60 bulan pada orang dewasa (Yayasan Spiritia, 2012). Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis (Yayasan Sptitia, 2012).
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Manifestasi Klinis AIDS Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut : 1). Rasa lelah dan lesu 2). Berat badan menurun secara drastis 3). Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam 4). Mencret dan kurang nafsu makan 5). Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut 6). Pembengkakan leher dan lipatan paha 7). Radang paru-paru 8). Kanker kulit (Yayasan Spiritia, 2012) Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi oportunistik : h. Manifestasi tumor diantaranya ; 1) Sarkoma kaposi; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer. 2) Limfoma ganas; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun (Nursalam, 2007). commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
i. Manifestasi Oportunistik diantaranya 1). Manifestasi pada Paru-paru a) Pneumonia Pneumocystis (PCP) Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam. b) Cytomegalo Virus (CMV) Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paruparu tetapi dapat menyebabkan pneumocytis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS. c) Mycobacterium Avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan. d) Mycobacterium Tuberculosis Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru (Depkes RI, 2003). 2). Manifestasi pada Gastroitestinal Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan (Yayasan Spiritia, 2012). 3). Manifestasi Neurologis Sekitar
10%
kasus
AIDS
menunjukkan
manifestasi
Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer (Yayasan Spiritia, 2003).
k. Pemeriksaan Laboratorium Dan Diagnosisi AIDS Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau vagina. Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratorium dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode Elisa (Enzyme Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil test Elisa positif maka dilakukan pengulangan
dan
bila
tetap
positif
setelah
pengulangan
maka
harus
dikonfirmasikan dengan test yang lebih spesifik yaitu metode Western Blot. Dasar dalam menegakkan diaknosa AIDS adalah : 1). Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan labolaturium). 2). Adanya tanda-tanda Immunodeficiency. 3). Adanya gejala infeksi oportunistik. Dalam prakteknya yang dipakai sebagai petunjuk adalah infeksi oportunistik atau sarkoma kaposi pada usia muda kemudian dilakukan uji serologis untuk mendeteksi zat HIV (Elisa, Western Blot, 1998).
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. OBAT ARV a. Pengertian Terapi Antiretroviral (ARV) Terapi antiretroviral berarti mengobati infeksi HIV dengan obatobatan. Obat tersebut (yang disebut ARV) tidak membunuh virus itu, namun dapat memperlambat pertumbuhan virus, waktu pertumbuhan virus diperlambat, begitu juga penyakit HIV. Karena HIV adalah retrovirus, maka obat-obat ini biasa disebut sebagai terapi antiretroviral (ARV). (Spiritia, 2012: 414). b. Tujuan Terapi Antiretroviral (ARV) Tujuan utama terapi antiretrovirus adalah penekanan secara maksimum dan berkelanjutan terhadap jumlah virus, pemulihan atau pemeliharaan fungsi imunologik, perbaikan kualitas hidup dan pengurangan morbiditas dan mortalitas HIV. Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan ODHA menjadi jauh lebih baik. Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi jauh lebih mudah ditangani. Infeksi penyakit opportunistik lainnya yang berat, seperti infeksi virus sitomegalo dan infeksi mikobakterium aptikal, dapat disembuhkan. Pneumonia Pneumocystis carinii pada ODHA yang hilang timbul, biasanya mengharuskan ODHA minum obat infeksi agar tidak kambuh. Namun sekarang dengan minum ARV teratur, banyak ODHA yang tidak memerlukan minum obat profilaksis terhadap pneumonia (Syafrizal, 2011). commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Klasifikasi Terapi Antiretroviral (ARV) Obat ARV terdiri dari golongan Nucleoside reverse transcriptase inhibitor, non nucleoside reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease (Spiritia, 2012). Di Amerika Serikat (2001), US Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui tiga golongan obat untuk infeksi HIV : 1) Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI) 2) Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) 3) Inhibitor protease (PI) NRTI menghambat enzim DNA polymerase dependen RNA HIV (reverse transcriptase) dan menghentikan pertumbuhan untai DNA. Contoh-contoh NRTI adalah zidovudin, didanosum, zalsitabin, stavudin dan abakavir. NNRTI menghambat transkriptasi RNA HIV-1 menjadi DNA, suatu langkah penting dalam proses replikasi virus. Obat jenis ini menurunkan jumlah HIV dalam darah (viral load) dan meningkatkan limfost CD4+. Nevirapin, delaviridin dan efavirenz adalah contoh-contoh NNRTI. PI menghambat aktivitas protease HIV dan mencegah pemutusan poliprotein HIV yang esensial untuk pematangan HIV. Yang terbentuk bukan HIV matang tetapi partikel virus imatur yang tidak menular. Contoh obat PI adalah indinavir, ritonavir, nelfinavir, sakuinavir, amprenavir dan lopinavir. Kelimabelas obat antiretroviral ini diberikan dalam dua sampai tiga kombinasi berbeda sesuai temuan riset dan petunjuk spesifik yang commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikembangkan oleh the Panel on Clinical Practice and Treatment of HIV infection yang dibuat oleh US Departemen of Health and Human ervice (DHHS) dan Kaiser Family Foundation. Pembeian dua sampai tiga ARV disebut terapi antiretrovirus yang sangat efektif (Highly Active Antiretroviral Therapy; HAART). Data mengenai efektivitas dan daya tahan HAART mengungkapkan bahwa pada banyak pasien yang telah terinfeksi virus HIV efektivitas cara ini terbatas karena resistensi obat dan kurangnya ketaatan akibat regimen yang rumit (Silvia Anderson, 2006).
Tabel 2.1 Terapi Antiretroviral yang Sangat Aktif (Hight Active Antiretroviral Therapy; HAART). No. Golongan
1
2
3
Contoh
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) Zidovudin Didanosin Zalsitabin Stavudin Lamivudin Abacavir Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin Delavirdin Efavirenz Inhibitor Protease (PI) Indinavir Ritonavir Nelvinavir Sakuinavir Amprenavir Lopinavir
ZDV, Retrovir Ddl, Videx ddC, HIVID d4T, erit Epivir Ziagen
Viramune Rescriptor Sustiva Crixivan Norvir Viracept Ivirase, Fortovase Agenerase Kaletra
Sumber Spiritia (2012) commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Pemberian Antiretroviral (ARV) Waktu memulai ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV direkomendasi pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau menunjukkan gejala yang sangat
berat,
tanpa
melihat
jumlah
CD4+.
Obat
ini
juga
direkomendasikan pada pasien asimtomatik dengan jumlah limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3. Pasien dengan jumlah limfosit CD4+ antara 200-350 sel/mm3 dapat ditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien asimtomatik dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000/ml terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000/ml. (Spiritia, 2012). Penggunaan ARV juga rawan resistensi. Bila hal itu terjadi, obat ARV tidak akan lagi berbengaruh pada tubuh ODHA yang bersangkutan. Resiko resisten tidak hanya bisa terjadi pada proses penghentian obat, tetapi juga pada kesalahan pemakaian. Karenanya, Departemen Kesehatan mengharuskan pemakaian minimal 3 kombinasi obat. Kombinasi yang digunakan juga berbeda-beda untuk setiap ODHA, tergantung pada kondisi tubuhnya. (Spiritia, 2012).
commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2,2 Pemberian Obat ARV yang Beredar di Indonesia. Nama Generik
Nama Dagang
Jumlah pil Harian
Dosis
Aturan Makan
NRTI Duviral
Tablet, kandungan Zidovudin 300 mg, Lamifudin 150 mg, 2X/hari 1 pil 150 mg, 2X/hari 1 pil 300 mg, 2X/hari
Lamividin (3TC) Retrovir Idovudin (ZDV, AZT) Adovir Avirzid Stavir Zerit
Berat badan ≥60 kg: 1 pil 40 mg, 2X/hari. Berat badan < 60 kg: 1 pil 30 mg, 2X/hari Berat badan ≥ 60 kg: 2 tablet 200 mg, 1X/hari. Berat badan < 60 kg: 2 tablet 125 mg, 1X/hari
Stavudin (d4T)
Videx Didanosin (ddl)
2
2
Sesudah makan
-
2 2
2
Pakai 2 jam sebelum atau 1 jam sesudah makan
NNRTI 1 kapsul 600 mg, 1X/hari
Efavirenz (EFV, EFZ) Stocrin
Nevirapine (VVP)
Viramune
1 tablet 200 mg, 2X/hari
1
2
Malam hari, hindari makanan berlemak -
Inhibitor Protease (PI) Nelfinavir (NFV)
Nelvex Viracept
5 tablet 250 mg, 2X/hari
10
Pakai dengan makanan
(Sumber : Spiritia, 2012)
commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan profilaksis pada orang yang terpapar cairan tubuh yang mengandung virus HIV (post-esposure prophylaxis) dan pencegahan penularan dari ibu ke bayi. Program pencegahan dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV penting untuk mendapat perhatian lebih besar mengingat sudah ada beberapa bayi di Indonesia yang tertular HIV dari ibunya. Efektivitas efektivitas penularan HIV dari ibu ke anak adalah sebesar 10-30 %. Artinya dari 100 ibu hamil yang terinveksi HIV, ada 10 sampai 30 bayi yang tertular. Ebagian penularan terjadi pada waktu proses persalinan dan sebagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melalui air susu ibu ( Syafrizal dalam Djoerban, 2006:1806). e. Efek amping Antiretroviral (ARV) Efek samping adalah dampak dari obat yang tidak diinginkan, biasanya dampaknya merugikan bagi tubuh pengguna obat tersebut, Mulai dari yang ringan seperti sakit kepala ringan sampai pada kerusakan pada organ dalam tubuh seperti kerusakan hati. Efek samping dapat dirasakan setelah pemakaian obat tersebut dan dapat bertahan selama beberapa hari, bahkan terkadang masih bisa diraasakan walaupun obat sudah tidak digunakan lagi. Ebagian besar pemakai obat ARV akan mengalami beberapa efek samping. (Spiritia, 2012).
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Faktor-faktor yang mempengaruhi tubuh merespon efek samping, antara lain : 1) Jumlah obat yang digunakan, semakain banyak akan semakin parah efeknya. 2) Besar kecilnya ukuran tubuh, jika tubuh lebih kecil dari rata-rata maka kemungkinan mengalami efek samping yang lebih banyak. 3) Kemampuan tubuh untuk menguraikan obat, sehingga membuat kadar obat dalam darah menjadi tinggi dapat mengakibatkan banyak efek samping. Daftar efek samping akibat obat yang dipakai dapat dilihat dalam kemasan obat tersebut, tidak semua efek yang tercantum dirasakan oleh penggunanya. Efek samping yang paling umum dialami, antara lain.(Spiritia, 2012). a) Kelelahan ODHA sering melaporkan kadang-kadang merasa lelah. Mengetahui penyebab lelah dan menanganinya adalah penting. b) Anemia Obat ARV seperti durival dapat menyebabkan anemia. Dengan melakukan tes darah rutin dapat mengetahui ada tidaknyaa anemia, gejalanya badan menjadi cepat lelah. Konsultasikan hal ini pada dokter untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan karena anemia dapat diobati, tapi tidak boleh dianggap enteng. commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) Gangguan Pencernaan Beberapa obat ARV dapat mengakibatkan perut terasa nyeri, mual, kembung, bahkan bisa berakibat muntah dan diare. Pengobatan yang lazim dipakai di rumah termasuk : makan sedikit tapi sering, makan sup dan makanan yang lunak, minuman jahe dan sering berolahraga. Jika mengalami diare, harus banyak minum untuk menghindari dehidrasi. d) Gangguan pada kulit Beberapa obat menyebabkan benjolan (ruam) yang terasa gatal. Kulit biasanya akan menjadi kering, maka sebaiknya gunakan pelembab. Jika ruam yang timbul sangat banyak di sekujur tubuh, sebaiknya konsultasikan dengan dokter. e) Gangguan saraf kecil Sering kesemutan pada telapak kaki atau tangan bisa diindikasikan sebagai gejala gangguan saraf kecil. Mengkonsumsi vitamin B dapat mengurangi rasa kesemutan tersebut, tapi tidak ada salahnya untuk memeriksakan diri ke ahli saraf kerena jika dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan kerusakan saraf yang lebih parah. f) Masalah tulang Baru diketahui pada orang HIV. Mineral tulang dapat hilang dan tulang menjadi rapuh. Kehilangan aliran darah dapat menyebabkan masalah pinggul. Pastikan konsumsi cukup zat kalsium dalam makanan dan suplemen. commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g) Lipodistrofi Banyak ODHA yang kehilangan lemak pada bagian lengan, kaki, terutama pada wajah (pipi terlihat cekung). Tentunya jika ada tumpukan lemak, maka ada peningkatan kadar gula dan kolesterol dalam darah yang dapat mengakibatkan stroke maupun serangan jantung. Tabel 2.3 Efek samping berdasarkan jenis Obat ARV Nama Generik
Nama Dagang
Efek Samping
Golongan NRTI Lamivudin (3TC)
Zidovudin (ZDV, AZT)
Retrovir Adovi Avirzid
Stavudin (d4T)
Stavir Zerit
Didanosin (ddl)
Videx
Umum : mual/diare; sakit kepala; neutropenia; kelelahan; ruam; sakit perut. Parah : pancreatitis (jarang) Umum : mual/muntah; sakit kepala; neutropenia; kelelahan; anoreksia; SGOT/SGPT tinggi; miopati dan miotosis (jarang). Parah : Anemia Umum : mual/muntah/diare; sakit kepala; kelelahan; ruam; SGPT/SGOT tinggi. Parah : neuropati perifer; pancreatitis; amilase tinggi. Umum : mual/muntah/diare; sakit kepala; ruam; halusinasi. Parah : pancreatitis; neuropati perifer; amylase tinggi.
Golongan NNRTI Efavirenz (EFV, EFZ)
Nevirapine (NVP)
Umum : mual/diare; sakit kepala; ruam; SGPT/SGOT tinggi. Stocrin Parah : gejala system saraf pusat; sindrom Stevens -Johnson (jarang) Umum : mual/diare; sakit kepala; Viramune kelelahan; ruam. Neviral Parah : ruam parah/sindrom StevensJohnsons; SGOT/SGPT tinggi; hepatitis.
Inhibitor Protease (PI) Nelfinavir (NVF)
Umum : mual/diare; sakit perut; ruam; gas. (Sumber : Spiritia, 2012). commit to user
Nelvex Viracept
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Resistensi Antiretroviral (ARV) Obat ARV perlu diminum sesuai petunjuk dokter baik dosis maupun waktunya. Mengingat HIV adalah virus yang selalu bermutasi, maka jika tidak dipatuhi aturan pemakaiannya, HIV yang berada di dalam tubuh bisa menjadi resisten terhadap obat itu. Dengan kata lain, obat yang dikonsumsi tidak bisa lagi memperlambat laju penyakit HIV menuju ke tahap AIDS, sehingga perlu diganti dengan obat lain yang mungkin lebih mahal atau lebih sulit diperoleh. (Spiritia, 2012). HIV juga menjadi resisten, bila tingkat kadar obat dalam darah tersebut terlalu rendah untuk menghentikan reproduksi virus. Selagi HIV terus berproduksi, jenis-jenis virus yang mampu reproduksi tanpa terpengaruh obat (jenis yang resisten terhadap obat) menjadi lebih unggul dari pada jenis yang sensitive terhadap obat dan akan menjadi dasar bagi populasi HIV yang baru di dalam tubuh.(Spiritia, 2012). Resistensi HIV terjadi apabila ada mutasi atau perubahan pada struktur genetic HIV, sehingga HIV menjadi kuat melawan obat antiretroviral (ARV) tertentu. Dengan kata lain, terjadinya perubahan genetic yang memungkinkan HIV terus melakukan replikasi walaupun pasien menjalani terapi antiretroviral. Idealnya, setiap sel baru hasil proses replikasi yang terjadi di dalam tubuh sama persis seperti sel awal yang direplikasi. Tapi kadang-kadang terjadi kesalahan kecil di dalam sebuah sel yang kemudian terbawa pada sel baru. Sampai pada suatu saat, sel-sel yang mengandung kesalahan-kesalahan kecil ini menjadi banyak. commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perubahan kecil di dalam komposisi genetic sel disebut “mutasi”. Mutasi sering terjadi pada HIV karena cepatnya proses replikasi sel berlangsung dan ketidak hadirannya mekanisme untuk memperbaiki kesalahankesalahan ini. (Spiritia, 2012). Mutasi menyebabkan HIV menjadi mampu melawan obat ARV, Dengan kata lain, telah terjadi resistensi HIV. Biasanya mutasi terjadi di dalam sel dalam kondisi tertentu atau disebabkan faktor tertentu. Misalnya stress akibat lingkungan, paparan terhadap toksin (racun di dalam tubuh), paparan terhadap berbagai obat secara berulang-ulang. Tapi sering kali, resistensi timbul akibat ketidak taatan terhadap ARV atau terputusnya terapi ARV. Terputusnya terapi ini bisa disebabkan karena pasien merasa lebih fit sehingga beranggapan tidak perlu meneruskan terapinya, atau bisa juga karena penyediaan obat terhenti. Alaupun kebanyakan replikasi HIV dapat dicegah oleh obat ARV, beberapa virus tetap mengalami mutasi sehingga mengakibatkan berlipat gandanya salah satu lini (strain) yang resisten ini, maka obat ARV menjadi berkurang efektifitasnya.(Spiritia, 2012). Di negara-negara maju, di mana banyak pilihan obat ARV, hal ini bisa mengakibatkan sulitnya mencari kombinasi obat ARV yang tepat. Berkat tersedianya ARV, banyak orang terkena HIV bisa hidup lebih lama. Tetapi dengan mereka hidup lebih lama dengan HIV, kemungkinan untuk virus bermutasi atau menjadi kuat melawan obat ARV juga menjadi lebih commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
besar. Resistensi HIV merupakan masalah yang sering terjadi, yang banyak berpengaruh pada pasiennya yang menjalani terapi antiretroviral. Di Indonesia, sesuai pendekatan Kesehatan Masyarakat yang dianjurkan oleh WHO dalam hal pemakaian obat ARV di negara berkembang jika terapi lini pertama dirasakan mulai “gagal” (bukan disebabkan oleh ketidak patuhan terhadap terapi antiretroviral), maka rejimen pengobatan akan akan dialihkan ke lini-2, dengan mengganti semua obat yang dipakai untuk mengobati HIV lini-1. Di negara-negara maju, jika telah terjadi resistensi HIV, dokter biasanya melakukan tes resistensi HIV (berupa tes darah) untuk mengetahui obat ARV yang mana kiranya yang paling efisien untuk melawan virus yang telah bermutasi dan yang mana perlu dihindari. Ada dua macam tes resistensi yang tersedia, yaitu (Spiritia, 2012) : 1) Genotypic Testing Tes ini meneliti HIV yang ada di dalam darah pasien dan memeriksa apakah telah terjadi mutasi. Jika dokter mengetahui bahwa mutasi genetik tertentu telah terjadi, maka ia bisa mengetahui virus telah menjadi resisten terhadap obat ARV yang mana atau jenis obat ARV yang mana secara spisifik. Jenis tes ini cepat hasilnya dan terjangkau harganya (di negara maju). 2) Pheonotypic Testing Tes ini berbeda dengan Genotypic Testing karena tes ini mengambil virus dan memaparkannya terhadap obat ARV dengan commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konsentrasi yang berbeda-beda untuk memastikan obat ARV yang mana yang efektif. Metode ini dipakai pada tahap dini pengembangan sebuah obat itu dibolehkan dikonsumsi oleh manusia. Tes ini lambat prosesnya dan mahal harganya sehingga hanya sedikit orang yang bisa memanfaatkannya. Seperti disebut di atas, tes resistensi HIV bisa membantu dokter merancang jenis terapi yang cocok untuk pasien yang terpapar pada berbagai macam kombinasi obat ARV. Namun dewasa ini banyak terjadi kasus dimana orang yang baru saja didiagnosa mengidap HIV ternyata sudah terinfeksi oleh virus yang resistensi. Dengan kata lain, pasien tertular oleh virus yang sudah dalam keadaan resisten terhadap obat ARV tertentu. Tentu saja hal ini merupakan masalah, baik di negara-negara berkembang dimana pilihan obat ARV tidak banyak maupun di negaranegara maju karena membuat sulit memilih terapi mana yang paling baik, mengingat bahwa kombinasi obat ARV tertentu yang biasanya diberikan kepada orang yang baru saja terinfeksi HIV menjadi tidak bisa diberikan kepada orang yang virusnya sudah resisten terhadap obat ARV tertentu ini. Padahal, seperti diketahui, bagaimana seseorang pasien mendapatkan pengobatan pada tahap awal infeksi sangat mempengaruhi jalan penyakitnya atau prognosisnya, (Spiritia, 2012).
commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Keberhasilan Terapi Antiretroviral (ARV) Keberhasilan terapi dapat dilihat dari tanda-tanda klinisnpasien yang membaik setelah terapi, salah satunya infeksi opportunistik tidak terjadi. Ukuran jumlah sel CD4+ menjadi predictor terkuat terjadinya komplikasi HIV. Jumlah CD4+ yang menurun diasosiasikan sebagai perbaikan yang lambat dalam terapi, meski pada kenyataannya pasien yang memulai terapi pada saat CD4+ rendah, akan menunjukkan perbaikan yang lambat. Namun jumlah CD4+ dibawah 100 sel/mm3 menunjukkan resiko yang signifikan untuk terjadinya penyakit HIV yang progresif. Maka, kegagalan imunologik dikatakan terjadi jika jumlah CD4+ kurang dari angka tersebut. Selain itu, uji viral load merupakan cara yang informatif dan sensitive untuk mengidentifikasikan kegagalan terapi. Pengobatan dikatakan sukses secara virulogik jika tingkat RNA plasma HIV-1 berada di bawah 400 kopi/ml setelah 6 bulan terapi. Jika gagal, maka dapat dipertimbangkan untuk mengganti regimen atau masuk ke terapi lini kedua. (Syafrizal dalam Zubari, 2006). h. Farmakokinetika obat ARV Bila obat ARV diminum obat diserap oleh tubuh dan masuk ke aliran darah melalui beberapa cara yang berbeda, tergantung dengan cara penggunaan obat tersebut : 1) Obat berbentuk pil diserap melalui lapisan perut setelah ditelan, dan mulai aktif dalam beberapa menit, walaupun umumnya kepekatan baru commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencapai tingkat tertinggi (puncak) dalam darah setelah satu atau dua jam. 2) Obat yang disuntik atau dimasukkan dengan cara infus langsung ke aliran darah bekerja jauh lebih cepat, kadang kala dalam beberapa detik. Namun obat yang dipakai dengan cara apapun akan mencapai tingkat yang tinggi dalam darah, kemudian tingkat akan mulai turun sebagaimana obat diuraikan, umumnya waktu darah disaring oleh hati atau ginjal. Aktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak ini tergantung pada obat, kadang tergantun pada isi perut (beberapa obat diserap lebih cepat atau lebih lambat tergantung pada isinya atau kosongnya perut). Dan jelas, setiap orang berbeda : ada yang menyerap atau menguraikan obat lebih cepat, ada yang lebih lambat. Obat yang dipakai selalu diserap lebih cepat dari pada tubuh kita dapat menguraikannya. Jadi kepekatan tertinggi tercapai dalam waktu yang relatif singkat, dan kemudian membutuhkan waktu yang lebih lama untuk keluar dari tubuh. Grafik 1 menggambarkan proses tersebut
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Grafik 1 ....... (Sumber : Yayasan Spiritia, 2012)
Seperti ditunjukkan pada grafik, ada tingkat minimal keefektifan obat dalam darah. Bila tingkat obat dalam darah di bawah tingkat ini, virus masih dapat bereplikasi, tetapi virus yang resisten terhadap obat yang dipakai lebih mungkin unggul. Jadi, asal dipakai dosis berikut sebelum tingkat obat dalam darah turun di bawah tingkat minimal itu, virus akan tetap dikendalikan, seperti ditunjukkan pada Grafik 2 dan 3.
Grafik 2 commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Grafik 3 Namun bila terlambat memakai satu dosis, tingkat obat dalam darah dapat turun di bawah tingkat minimal itu, dan hal ini memberi kesempatan pada virus untuk mulai replikasi lagi. Hal ini ditunjukkan oleh Grafik 4.
Untuk kebanyakan jenis obat dan kebanyakan orang, tingkat obat tidak akan turun di bawah tingkat efektif. Jadi umumnya ada kelonggaran satu atau dua jam. Namun semua jenis obat berbeda, dan jelas semua orang berbeda; ada yang menyerap dan/atau menguraikan obat lebih cepat, ada yang lebih lambat. Jadi commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebaiknya kita mengurangi risiko dengan menggunakan dosis sesuai dengan jadwal. Kalau lupa memakai satu dosis, risiko jauh lebih tinggi. Grafik 5 menunjukkan dampak dari kehilangan satu dosis. Jelas ada waktu yang lebih lama untuk virus replikasi tanpa dikendalikan oleh obat.
Dampak dari makan Tingkat obat dalam darah dapat dipengaruhi oleh makan, Beberapa obat lebih mudah diserap bila ada makanan di perut, sementara ada yang lain yang harus dipakai tanpa makan. Contohnya, ddl harus diminum dengan perut kosong, karena obat ini dihancurkan oleh asam yang dibuat oleh lambung saat mencernakan makan. Bila dipakai dengan makan, tingkat obat dalam darah tidak mencapai tingkat yang dibutuhkan untuk menekan virus, seperti ditunjukkan pada Grafik 6.
commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kaitan dengan efek samping Bila tingkat obat dalam darah melebihi tingkat tertentu, akan lebih mungkin mengalami efek samping akibat overdosis. Seperti dibahas sebelumnya, berapa cepatnya obat diserap dan diuraikan dapat dipengaruhi oleh isi perut. Sebagai contoh, efavirenz diserap lebih cepat bila ada lemak dalam perut, dan hal ini dapat menyebabkan jumlah obat dalam darah menjadi terlalu tinggi, dengan akibat samping (halusinasi, mimpi jelas) dapat lebih mengganggu. Oleh kerena itu, diusulkan efavirenz dipakai dua jam setelah makan, sebaiknya pas sebelum tidur. Dampak ini digambarkan pada Grafik 7.
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Masa paro Semua jenis obat mempunyai ‘masa paro’ yang berbeda. Masa paro menunjukkan berapa cepatnya obat diuraikan dari aliran darah, semakain cepat semakin pendek masa paronya. Garis tebal pada grafik 8 menunjukkan obat dengan masa paro yang pendek (misal indinavir); obat jenis ini mungkin harus diminum lebih sering (indinavir harus dipakai setiap 8 jam). Ementara garis tipis menunjukkan obat dengan masa paro yang panjang (misal efavirenz); obat dengan masa paro lama mungkin dapat dipakai sekali sehari.
commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
i.
digilib.uns.ac.id
Hubungan Pendampingan dengan ketaatan minum obat ARV Motivasi dari pendamping merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi ketaatan. Motivasi mereka terutama berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu berorientasi dengan program pengobatannya (Nursalam et al., 2007). Jika pendamping memberikan motivasi untuk meminum tablet ARV bagi penderita HIV/AIDS maka minum tablet ARV akan lebih mudah tercapai. Namun jika pendamping kurang atau tidak sama sekali bisa mengakibatkan penderita HIV/AIDS tidak minum ARV. Hal ini disebabkan karena dukungan sosial sangat berpengaruh terhadap praktek/ tindakan seseorang, terutama penderita HIV/AIDS yang berada dalam fisiologi khusus.
commit to user
52
perpustakaan.uns.ac.id
j.
digilib.uns.ac.id
Cara pendamping mendukung dan untuk taat minum ARV : 1) Mengenal dan memahami kesulitan yang dihadapi ODHA. 2) Memberi dukungan dan semangat. 3) Mamakai intervensi yang cocok untuk mendorong ketaatan. 4) Pendekatan terus menerus dengan berbagai cara. 5) Diberi konseling pada setiap kesempatan.
k. Cara mendorong ketaatan Ketaatan minum ARV harus dimulai dari paling awal, sebelum terapi dimulai. Sebelum dimulai pemakaian ARV, pendamping harus menanyakan terlebih dahulu kepada orang yang beresiko tinggi yaitu : 1) Apakah sudah terungkap status HIV? 2) Apakah ada dukungan di rumah atau melalui teman? 3) Apakah ada pendukung pengobatan? 4) Apakah keadaan hidup stabil? 5) Apakah dia memahami ARV, harapannya dan efek sampingnya? Setelah ODHA siap memakai ARV pendamping menanyakan halhal sebagai berikut : a) Apakah dia mengerti kebutuhan akan pemantauan yang ketat? b) Apakah dia mempunyai rencana bagaimana memakai ARV dan tidak melupakan satu dosis pun? c) Apakah dia paham harus memakai terapi utuk seumur hidup, walau tidak ada gejala atau dia merasa sehat? to ketidaktaatan? user d) Apakah di mengerticommit dampak
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e) Apakah dia siap memeriksakan dirinya ke dokter secara berkala? l. Pemantauan ketaatan minum ARV oleh pendamping. Dalam memantau ketaatan minum ARV pendamping menanyakan kepada ODHA hal-hal sebagai berikut : 1) Berapa pil harus diminum? 2) Bentuknya apa? 3) Seberapa sering harus diminum? 4) Apakah ada kelonggaran jadwal? 5) Apakah ada aturan untuk meminumnya dengan/tanpa makanan? 6) Apa yang harus dilakukan bila ODHA lupa dosis? 7) Bagaimana ODHA dapat memadukan penggunaannya dalam kegiatannya sehari-hari? 8) Apa yang harus dilakukan bila ODHA merasa sakit setelah meminumnya? m. Bantuan praktis dari pendamping untuk ODHA agar taat minum ARV: 1) Jam weker. 2) HP/SMS 3) “Biasakan “ pada hidup sehari-hari ( misal acara TV, radio, makan ) 4) Kotak pil 5) Uji coba dengan permen 6) Libatkan ODHA yang sudah memakai ARV. commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pikir Pendampingan
Cara pendampingan : 1. Mengenal dan memahami kesulitan yang dihadapi ODHA. 2. Memberi dukungan dan semangat. 3. Memakai intervensi yang cocok untuk mendorong kepatuhan. 4. Pendekatan terus menerus dengan berbagai cara. 5. Memberi konseling pada setiap kesempatan
Ketaatan minum ARV
Faktor Internal : 1. Jenis kelamin 2. Usia 3. Pendidikan 4. Biaya finansial
Faktor Eksternal : 1. Efek samping obat 2. Petugas Kesehatan
Gambar: Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Terdapat hubungan yang positif antara pendamping dengan ketaatan minum obat ARV bagi penderita HIV/AIDS di Kabupaten Nganjuk Jawa Timur.
commit to user
55