BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Makna Hidup Tokoh yang terkenal dan merupakan tokoh pelopor dari perkembangan teori makna hidup adalah Victor Frankl. Menurut Victor Frankl makna hidup merupakan proses penemuan suatu hakekat yang sangat berarti bagi individu. Pencarian makna hidup pada tiap orang berbeda, ini merupakan alasan yang mendasar dari tiap individu. Makna hidup dapat dicapai dari nilai kreatif, nilai penghayatan dan nilai bersikap. Nilai kreatif mengilhami individu untuk menghasilkan, menciptakan dan mencapai sukses di dalam suatu pekerjaan. Nilai penghayatan mencakup pengalaman positif seperti cinta dan penghargaan terhadap keindahan. Nilai bersikap membawa seseorang kepada pilihan bersikap terhadap kondisi negatif yang tidak dapat dihindari seperti ketidakadilan (Debats, 1993). Menurut Frankl makna hidup hanya ada satu di dalam setiap situasi. Individu akan dipandu oleh suara hati secara intuisi untuk menemukan makna hidup sebenarnya. Keadaan mendesak secara kuat mempengaruhi dalam mencapai makna hidup, sebagian besar bergantung pada sikap individu terhadap keadaan mereka. Jika individu tidak mengejar makna hidupnya dia mengalami vacuum existential atau meaninglessness. Hal ini sering diiringi dengan perasaan kebosanan, ketidakpedulian, perasaan tidak bermakna, kehampaan, kurangnya orientasi bertujuan, sikap apatis, serta ketidakpuasan terhadap hidup (Debats, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Tokoh lain yang adalah Maslow, menurut Maslow makna hidup merupakan sesuatu yang muncul secara intrinsik dari diri manusia sendiri. Manusia harus memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu untuk memenuhi nilai-nilai diri dalam hidupnya. Bila kebutuhan-kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka nilai-nilai itu akan menjadi energi motivasional bagi individu untuk mendedikasikan diri pada usaha memenuhi nilai-nilai tersebut. Apabila individu memilih melakukan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan nilai-nilai intrinsik dalam dirinya, maka ia akan mendapatkan makna hidup yang bernilai positif dan menyehatkan bagi perkembangan kepribadian. Makna hidup menurut Maslow tak lain adalah meta motive, meta-needs atau growth need, yaitu suatu kebutuhan yang muncul dalam diri manusia untuk meraih tujuan, melanjutkan kehidupan, dan menjadi individu yang lebih baik. Manusia harus memenuhi basic needsnya terlebih dahulu, sebelum berusaha memenuhi growth needs. Manusia yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya, tapi tidak berhasil memenuhi nilai-nilai dalam dirinya akan menjadi sakit. Manusia yang berhasil menemukan makna hidupnya akan merasa dirinya penting dan bermakna (Debats, 1993). Berdasarkan pengertian makna hidup menurut Victor Frankl dan Maslow diatas maka Battista dan Almond (dalam Debats, 1993) menyimpulkan dan menyusun teori Frankl dan Maslow kedalam suatu pendekatan filosofis dan mendefinisikan secara operasional makna hidup sebagai positive life regard. Pendekatan itu berangkat dari pemahaman akan hakekat makna hidup, dimana pertanyaan dasarnya apakah makna hidup itu merefleksikan adanya satu makna hidup yang absolut yang berkembang dari komitmen dan usaha pemenuhan yang
Universitas Sumatera Utara
secara instrinsik berasal dari sesuatu hal, misalnya berasal dari Tuhan (pandangan religius), alam (pandangan naturalisme), kebebasan dan tanggung jawab individu (pendekatan eksistensial), kapasitas menjadi manusia seutuhnya (pendekatan humanistik), atau yang lebih spesifik makna hidup berasal dari kemampuan selftrancendence manusia (pendekatan Frankl), atau berasal dari growth needs dalam diri manusia (pendekatan Maslow). Battista dan Almond juga mengungkapkan pendekatan lain untuk lebih mengerti akan makna hidup, yaitu pendekatan relativistik. Pada pendekatan ini, dua pertanyaan dasar dikemukakan untuk mendapatkan pemahaman tentang makna hidup. Pertama, apakah gambaran pengalaman individual yang memandang kehidupannya bermakna?, dan kedua, apa sajakah kondisi-kondisi dimana individu akan mengalami hidupnya sebagai sesuatu yang bermakna? Pendekatan inilah yang diadopsi oleh Battista dan Almond sebagai alternatif baru pemahaman makna hidup agar bisa lebih diteliti secara ilmiah dengan titik fokus pada proses yang dialami oleh individu. Pendekatan relativistik ini juga menganggap bahwa tidak ada suatu makna hidup yang sifatnya paling tinggi dan identik bagi semua orang, serta adanya beragam cara untuk mencapai sense of meaningfull (Debats, 1993). Terhadap hasil studi mereka yang pada dasarnya menggunakan studi literatur, dengan metode metaperspektif terhadap istilah meaningfull life secara linguistik, filosofis dan psikologis (terutama berdasarkan teori Frankl dan Maslow). Metode metaperspektif dikembangkan pertama-tama dengan melakukan analisis fenomenologis terhadap istilah meaningfull life dalam beragam literatur yang membahas gambaran pemahaman individu terhadap hidupnya sebagai
Universitas Sumatera Utara
sesuatu yang bermakna. Mereka menemukan bahwa istilah tersebut banyak digambarkan sebagai suatu kondisi ketika seseorang berada dalam sebuah perasaan integration and relatedness, yaitu sebuah perasaan fullfillment and significance, atau lawan dari kata meaninglessness yang berarti alienation and nothingness. Dari sini mereka menyimpulkan bahwa konsep meaningfull life atau hidup bermakna sebenarnya bergantung pada konsep kehidupan itu sendiri dan sejauh mana seseorang merasa hidupnya terpenuhi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan jika seseorang memiliki makna hidup, berarti ia memiliki framework (kemampuan yang membantu individu untuk melihat kerangka acuan dalam suatu perspektif atau tujuan hidup tertentu) dan fulfillment (semampu apa individu melihat proses pemenuhan tersebut) setelah individu memiliki makna hidup maka individu akan berkomitmen terhadap nilai-nilai atau percaya terhadap keyakinan-keyakinan tersebut, serta memiliki pemahaman tentang hal-hal tersebut. Pemahaman hidup tersebut menyangkut sebuah kerangka acuan (framework), sistem, atau hubungan dimana individu mempersepsikan dirinya, baik dalam prinsip naturalisme, humanisme atau agama-agama tertentu. Dapat disimpulkan juga, ketika individu menyatakan bahwa hidupnya itu bermakna, berarti ia: a.
Secara positif berkomitmen terhadap suatu konsep makna hidup.
b.
Konsep makna hidup itu memberikannya suatu kerangka acuan atau tujuan untuk memandang kehidupannya.
c.
Ia mempersepsikan hidupnya berkaitan dengan, atau memenuhi konsep hidup itu.
Universitas Sumatera Utara
d.
Ia menghayati pemenuhan itu sebagai sebuah perasaan integration, relatedness, dan significance. Poin-poin di atas menjelaskan secara sistematis gambaran pengalaman
individual yang memandang kehidupannya bermakna. Berdasarkan pendekatan relativistik, maka pengalaman akan rasa bermakna bisa dicapai oleh individu yang memiliki nilai, tujuan, dan keyakinan dari model apapun, mulai dari religius, eksistensial, humanistik, naturalisme, sampai hedonisme. Hal ini dapat dipahami bukan karena isi dari keyakinannya yang menjadi titik tekan, tetapi lebih kepada proses
meyakini
dari
individu
sendiri
untuk
mencapai
hidup
yang
bermakna (Debats, 1993). Dengan pendekatan ini, maka hidup bermakna didefinisikan secara operasional sebagai positive life regard yaitu keyakinan seseorang tentang sejauh mana ia memandang dirinya memenuhi suatu kerangka acuan atau tujuan hidup. Atau makna hidup didefinisikan secara operasional sebagai positive life regard yang berarti: ”Individual`s belief that he is fulfilling a life-framework or life goal that provides him with a highly valued understanding of his life” (Battista & Almond, 1973: 410) Berdasarkan definisi di atas, maka Battista & Amond disusunlah Life Regard Index (LRI) yang mengukur keyakinan seseorang tentang sejauh mana ia memandang dirinya memenuhi suatu kerangka atau tujuan hidup.
B. Life Regard Index (LRI) Battista & Almond (1973) mengembangkan LRI untuk mengukur sejauh mana keyakinan seseorang bahwa ia memenuhi kerangka atau tujuan hidup tertentu. Instrument ini terdiri dari 28 item berupa 5-point scale, dan dibagi ke
Universitas Sumatera Utara
dalam dua subskala secara merata: framework dan fulfilment. Definisi kedua subskala ini dituliskan sebagai berikut: “The Framework Scale (FR) measures the ability of an individual to see his life within some perspective of contlext and to have derived a set of life goals, purpose in life, or life-view from them. The Fulfillment Scale (FU) measures the degree to which an individual sees himself as having fulfilled or as being in the process of fulfilling his framework or life-goals.” Individu yang memandang hidupnya secara positif dengan kata lain memiliki positive life regard atau merasa hidupnya bermakna mengembangkan dua aspek yang membantunya mencapai rasa kebermaknaan. Pertama, ia mampu melihat hidupnya dalam suatu kerangka acuan tertentu berdasaarkan suatu perspektif atau tujuan hidup tertentu (framework). Kedua, ia memandang bahwa tujuan hidupnya telah terpenuhi atau setidaknya berada dalam proses pemenuhan (fulfillment). Semakin tinggi skor pada framework maka individu semakin positif (merasa mampu) melihat hidupnya dalam suatu kerangka acuan berdasarkan perspektif atau tujuan hidup tertentu. Semakin tinggi skor pada fulfilment maka individu semakin positif (semampu apa) memandang bahwa tujuan hidupnya telah terpenuhi atau setidaknya berada dalam proses pemenuhan. Semakin tinggi skor individu dalam LRI maka individu semakin positif dalam memandang hidupnya sebagai sesuatu yang bermakna.
C. Penelitian Yang Mendukung Sampai saat ini LRI (Life Regard Index) masih dipergunakan karena skala ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan skala lain yang mengukur tentang
Universitas Sumatera Utara
makna hidup seperti PIL (Purpose in Life Test) yang dikembangkan oleh Crumbaugh dan Maholick berdasarkan teori Frankl dan POI (Personal Orientation Inventory) dari Shostrom yang dikembangkan beradasarkan teori Maslow.
Muncul kritik tajam terhadap kedua alat ini menyangkut masalah
validitas, social desirability, dan bias yang terkandung di dalamnya (Debats, 1993). POI dianggap kurang tepat mengukur makna hidup yang independen dan mengandung bias karena didasarkan pada orientasi nilai. Alat ini dikembangkan berdasarkan konsep self-actualization dari Maslow untuk membedakan individu yang telah teraktualisasi dan belum teraktualisasi. Namun kriteria pembedaannya didasarkan pada keyakinan dan orientasi nilai, bukan berdasarkan pengalaman akan life-validation. Asumsi dasar teori Maslow adalah individu yang telah teraktualisasi akan mengalami life-validation. PIL mungkin adalah alat ukur yang sangat sering dugunakan dalam berbagai penelitian dalam konteks psikologi klinis. Alat ini mendapat perhatian yang besar karena menggunakan definisi makna hidup dari logoterapi Victor Frankl yang populer. Namun, hanya sedikit yang berusaha secara empiris melakukan studi psikometris, kekurangannya adalah dari 20 item berupa 7-point scale, 5 item mengukur kemampuan individu untuk memandang hidupnya dengan framework tertentu, 9 item mengukur kepuasan hidup, dan 1 item mengukur keduannya. Terlihat bahwa distribusi item tidak merata. Cara penyampaian item sangat langsung, dan social desirability dalam menjawab tes ini sangat tinggi, walaupun PIL memiliki reliabilitas yang memuaskan, namun validitasnya dipertanyakan karena bercampurnya konsep yang berbeda misalnya, makan hidup, ketakutan akan kematian dan kebebasan (Debats, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Batistta & Almond (Debats, 1993) menjelaskan bahwa tingkat social desirability yang tersirat dalam LRI sangat rendah, sehingga dapat membedakan kelompok dengan positive atau negative life regard tanpa pengaruh social desirability yang besar dan signifikan. Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan: Meaning in Life for Finnish Student. Journal of Social Psychology. Washington 1996 yang diteliti oleh Lindeman Marjanna, dan Verkasalo Markku, yang menggunakan LRI. Penelitian ini dilakukan terhadap 308 mahasiswa dari 4 jurusan yaitu, mahasiswa psikologi, mahasiswa pemadam kebakaran, perawat, dan pekerja sosial penelitian ini menggunakan LRI dalam mengukur makna hidupnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara self-esteem dengan makna hidup. Spirituality in Practice: Relationships Between Meaning in Life, Commitment and Motivation. Journal of Management, Sprituality and Religion. Oleh J.J. de Klerk, A.B. Boshoff, dan R. Van Wyk. Penelitian ini dilakukan kepada beberapa bidang pekerjaan, dengan menggunakan skala LRI dan skala untuk mengukur komitmen dan motivasi kerja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang positif antara makna hidup dengan komitmen dan motivasi seseorang.
Universitas Sumatera Utara