BAB II KAJIAN PUSTAKA. MAKNA HIDUP MENURUT LOGOTERAPI FRANKL DAN GAGAL GINJAL KRONIK.
2.1.
MAKNA HIDUP MENURUT LOGOTERAPI FRANKL. Konsep tentang makna hidup yang ada pada sekarang ini, tidak serta merta
ada dalam kajian psikologi kontemporer yang bersanding dengan teori terdahulu seperti psikologi dari Sigmund Freud, namun merupakan hasil perenungan yang sangat dalam dari seorang Frankl, melalui penderitaannya yang dialaminya bersama para penghuni kamp konsentrasi lainnya. Munculnya konsep tentang makna hidup, tidak terlepas dari pendekatan psikologi eksistensial. Pendekatan eksistensial dapat dibagi dalam dua bagian yaitu pendekatan psikologi eksistensial dan pendekatan psikoterapi eksistensial. Pertama, pendekatan eksistensial dalam psikologi berkembang di Eropa menjadi suatu gerakan tersendiri pada tahun 1940-an hampir bersamaan dengan perkembangan eksistensialisme. Psikologi eksistensial dengan cepat bertumbuh dan berpengaruh. Setelah matang dan dikenal di Amerika, psikologi eksistensial selanjutnya dengan cepat menjadi gerakan international. Buytendijk menjabarkan psikologi yang dilandaskan pada fakta primordial dari keberadaan manusia dan yang menyajikan analisa atas struktur-struktur dunia pribadi yang bermakna yang menjadi sasaran dari segenap aktivitas.1
1
Henryk Misiak & Virginia Staudt Sexson, Psikologi Fenomenalogi, Eksistensial dan Humanistik, terj, Koeswara, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), 92-93.
11
Istilah analisa eksistensial pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf Jerman yang bernama Martin Heidegger (1889-1979). Dalam bukunya yang sangat terkenal, Time and being (1960), dia menuliskan bahwa metode analisa eksistensial sebagaimana yang dipraktikkan dalam bukunya sangat cocok untuk mengungkapkan eksistensi manusia sebagaimana manusia itu bereksistensi. Pendekatan ini sebetulnya bersifat filsafati dan akar-akar metodologisnya berasal dari metode fenomenalogi yang dikembangkan oleh Husserl (1859-1938).2 Eksistensialisme merupakan suatu bidang filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan menggunakan metode fenomenalogis. Para eksistensialis seperti Heidegger dan Mereau-Ponty menggunakan reduksi fenomenalogis dan eidetik untuk mengungkap eksistensi dan pengalaman manusia, tetapi mereka menolak reduksi transendental, yakni bahwa kesadaran pada dasarnya merupakan hasil penciptaan (pemaknaan) manusia dan ia hidup dalam dunia yang telah diciptakan atau dimaknakan (Lebenswelt).3 Salah satu hasil analisa atas eksistensial manusia oleh para eksistensialis yaitu eksistensi adalah pemberian makna, hal ini sesuai dengan hakikat kesadaran manusia sebagai manusia itu sendiri yakni insan intensionalitas yang selalu mengarah ke luar dirinya dan melampaui dirinya (transendensi). Manusia tidak bersifat imanen (terkurung dalam dirinya sendiri), melainkan transenden (keluar atau melampaui dirinya sendiri). Melalui transendensi, dunia di luar dirinya lalu menjadi bagian dari dirinya. Manusia tidak pernah puas dengan lingkungannya yang sudah ada yang diberikan alam pada dirinya. Realitas yang semula objektif, lalu diberi makna subjektif, sesuai dengan 2
Zainal Abidin, Analisis Eksistensial Untuk Psikologi & Psikiatri, (Bandung: Refika Aditama, 2002), 2. 3 Ibid., 9.
12
kebutuhannya. Realitas yang semula liar dan tidak terkendali, menjadi dunia yang dapat dijinakkan dan dikendalikan. Realitas yang semula menyakitkan dan tidak menyenangkan diupayakan untuk menjadi dunia yang menyehatkan dan menyenangkan. Kedua, psikoterapi dalam eksistensialisme bukan merupakan satu kesatuan yang utuh dari prosedur-prosedur atau teknik-teknik untuk menolong orang menemukan satu kehidupan yang lebih baik. Beberapa terapis lebih suka memaknai pengubahan teknik-analisa dari assosiasi bebas, sedangkan beberapa orang lainnya menggunakan beberapa teknik yang berpusat pada klien (Client Center) atau pendekatan tatap muka (face to face approach). Psikoterapi eksistensial menolak determinasi yang tidak disadari dari psikoanalisa klasik. Salah satu pendekatan psikoterapi eksistensial yang banyak dibahas dan paling dikenal di Amerika Serikat adalah Logoterapi. Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Frankl (1905-1997). Kata “logos” dalam bahasa Junani diartikan sebagai “makna” sedangkan “terapi” adalah penyembuhan atau pengobatan.4 Logoterapi selalu mengarahkan hidup manusia ke masa depan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang mengakui adanya dimensi spiritual pada manusia disamping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan yang bermakna yang didambakannya. Berdasarkan uraian di atas maka bab ini akan memaparkan secara lengkap teori Frankl dalam menemukan makna hidup. Penguraian bab ini akan di mulai 4
Viktor, E. Frankl , LOGOTERAPI, Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi, (Yogjakarta: Kreasi Wacana), 109.
13
dengan Biografi
Frankl, Konsep Dasar
Logoterapi
(Kebebasan
Untuk
Berkehendak, Kehendak Untuk Bermakna, dan Makna Hidup). Makna Penderitaan, Makna Cinta, Makna Pekerjaan, Logoterapi Sebagai Filsafat Manusia,
Teori
Kepribadian
Manusia
Menurut
Pandangan
Logoterapi,
Penghayatan Hidup Tanpa Makna, Dan Penghayatan Hidup Bermakna, selanjutnya paparan tentang Gagal Ginjal Kronik Yang Hidup Lebih Lama Dari Prognosis Medis.
2.1.1. BIOGRAFI FRANKL. Frankl lahir tanggal 26 Maret 1905, di Wina ibukota Austria yang sejak dahulu terkenal sebagai induk budaya Eropa, tempat kelahiran tokoh-tokoh seni dan ilmu pengetahuan termasyur. Nama lengkapnya adalah Viktor Emil Frankl. Ayahnya bernama Gabriel Frankl dan ibunya bernama Elsa Frankl. Ayahnya adalah seorang Yahudi yang saleh. Frankl adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Ia dibesarkan dalam keluarga yang cukup religius dan berpendidikan. Frankl menikah dengan Tilly Grosser pada bulan September 1942. Ayah Frankl pernah menjadi mahasiswa kedokteran, tetapi terpaksa harus menghentikan kuliahnya karena kekurangan biaya. Setelah berhenti kuliah, ayah Frankl kemudian bekerja dibagian sekretariat parlemen kerajaan Austria sebagai penulis steno selama sepuluh tahun dan akhirnya menjadi pegawai tetap di Departemen Sosial sampai pensiun. Sebagai pejabat Departemen Sosial, ayah Frankl banyak menaruh perhatian pada masalah kesejahteraan pemuda. Betapa gembirannya hatinya, waktu anaknya Frankl memilih kuliah kedokteran, bidang kuliah dambaannya
14
yang kandas karena kekurangan biaya. Besar harapannya cita-cita untuk menjadi dokter terpenuhi melalui anaknya. Setelah lulus menjadi dokter, Frankl mengambil keahlian dalam bidang Neuro-Psikiatri (Ahli Penyakit Saraf dan Jiwa) dan berhasil meraih gelar dokter dalam ilmu kedokteran (M.D), dan kemudian doktor dalam ilmu filsafat (Ph.D) dari almamaternya universitas Wina. Minat Frankl terhadap masalah kejiwaan terlihat sejak dia muda. Dia menceritakan sejak umur 4 tahun sering bertanya-tanya apakah arti kehidupan kalau ia sudah mati. Pikiran ini terus menerus muncul seakan-akan memaksanya untuk mencari jawaban tuntas. Waktu berusia 14 tahun sudah senang mempelajari filsafat alam antara lain, karya Wilhelm Oswald dan Gustav Theodore Fechner. Ketika seorang guru di kelas mengatakan bahwa kehidupan manusia sama sekali tidak ada artinya karena sesudah mati manusia hanya akan terurai menjadi unsurunsur kimia dalam tanah. Frankl langsung mengajukan protes: kalau begitu apa artinya kebaikan dan keburukan yang telah dilakukan manusia? Apakah tidak ada artinya? waktu itu Frankl pernah menyusun sebuah makalah sekolah yang mengungkapkan keyakinan adanya
asas
keseimbangan universal
dalam
mikrokosmos dan makrokosmos5. Pada usia 15 tahun Frankl ikut sekolah malam untuk orang-orang dewasa dan mengambil pelajaran “Psikologi Terapan” dan “Psikologi Experiment” kemudian mengikuti kursus psikoanalisa yang diberikan oleh Paul Schilder dan Eduard Hitschmann yang keduanya adalah pengikut setia Sigmund Freud. Tahun 1922 saat Frankl berusia 17 tahun, Frankl diminta oleh pengelola sekolah malam untuk memberikan pelajaran mengenai arti kehidupan. 5
H.D. Bastaman, LOGOTERAPI, Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Makna hidup Bermakna, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 3.
15
Dalam pelajaran itu selalu menekankan bahwa kehidupan tidak memberi jawaban atas pertanyaan kita tentang arti hidup, tetapi sebaliknya menyerahkan kepada kita untuk menemukan jawaban nya dengan jalan menetapkan sendiri apa yang bermakna bagi kita. Keikutsertaan Frankl dengan kursus-kursus ini menimbulkan minat besar pada dirinya untuk belajar psikoanalisa, sehingga dia sering menulis surat kepada Sigmund Freud, pelopor dan pendiri psikoanalisa. Psikoanalisa adalah aliran psikologi yang banyak sekali mempelajari alam tidak sadar (the unconcius mind), dan dampaknya dalam kehidupan manusia. Sigmund Freud membalas surat-surat itu sehingga selama sekitar dua tahun berlangsung korespondensi pribadi dengan tokoh termasyur itu. Hasil korespondensi itu, untuk pertama kalinya Frankl menulis mengenai “ekspresi wajah” dimuat dalam
International Journal of Psychology atas permintaan
Sigmund Freud sendiri. Hubungan dengan Freud terhenti ketika Frankl tidak menyetujui teori asas-asas psikoanalisa yang dianggapnya deterministik dan beriorentasi pada unsur psikoseksual. Ia kemudian bergabung dengan Alfred Adler, seorang murid Sigmund Freud yang menentang pandangan gurunya dan mengembangkan aliran sendiri yang dinamakan psikologi individual. Dalam kelompok ini sekali pun Frankl adalah anggota termuda, tetapi pemikiran-pemikirannya yang kritis dan mendalam sangat dihargai anggotaanggota lainnya. Tahun 1925 karyanya “Psychotherapie und Weltanschauung” dimuat dalam International Zeitschrift Fuer Individual Psychologie, jurnal ilmiah
16
kelompok Adler. Setahun kemudian Frankl diminta membawakan makalah pada kongres Internasional Psikologi Individual di Dusseldorft, Jerman. Hubungan dengan Adler mulai renggang setelah Frankl dekat dengan Rudolf Adler dan Oswald Schwartz, dua orang anggota assosiasi psikologi individual yang kritis dan sering mengkritik beberapa pandangan Adler. Lebihlebih setelah arah minat Frankl mulai cenderung kepada fenomologi dan eksistensialisme dan menerbitkan majalah sendiri “Man in Daily Life.” Akhirnya Frankl dipecat dari assosiasi karena dianggap tidak loyal dan pandangannya dinilai menyimpang dari kerangka pemikiran psikologi individual yang telah ditegakkan oleh Adler. Peristiwa pemecatan Frankl ini terjadi hampir bersamaan dengan dipecatnya Alfred Adler oleh Sigmund Freud dari kelompok psikoanalisa. Tahun 1929, sebelum Perang Dunia ke II, Frankl telah dikenal sebagai dokter muda pendiri “Pusat Bimbingan Remaja” di kota Wina. Dalam lembaga ini para dokter dan konselor memberi bantuan bimbingan dan pengarahan kepada para remaja yang mengalami bermacam-macam kesulitan pribadi. Ternyata pusat bimbingan remaja ini dinilai cukup berhasil pada waktu itu, sehingga di kota-kota lain berdiri lembaga-lembaga serupa yang pola dan tata kerjanya mengadopsi pusat bimbingan remaja yang dikelola Frankl. Dia pun dianggap telah menguasai psikoterapi, sehingga pihak universitas mengizinkan Frankl untuk melakukan psikoterapi sekali pun belum menyelesaikan pendidikan spesialisasinya. Dari pengalaman-pengalaman dengan pasien ini Frankl mengamati adanya perubahan sumber sindrom yaitu dari “Repressed Sex” dan “Sexually Frustrated” (Freud) menjadi “Feeling of Inferiority” (Adler) menjadi “Feeling of Meaningless
17
and Emptiness” yang semua nya memerlukan paradigma dan pendekatan baru.6 Mulai tahun 1930-an Frankl aktif mengungkapkan pandangan-pandangannya sendiri dan mensosialisasikan konsep-konsep baru seperti “Existential Vacum” “Self Transcendence” dan ”Logotherapie”.7 Tahun 1937 setelah menyelesaikan pendidikan spesialisnya, Frankl membuka praktik pribadi sebagai neuro-psikiater dan mengamalkan pendekatan logoterapi. Beberapa bulan kemudian Hitler dengan pasukan Nazinya menguasai Austria dan menduduki kota Wina dan mulai melakukan berbagai pembatasan dan teror kepada warga Yahudi. Menyadari situasi makin rawan dari ancaman dimasukkan ke kamp konsentrasi Frankl mempercepat penyelesaian bukunya tentang makna hidup dan tinjauan baru atas berbagai gangguan dan penyakit jiwa. Naskah ini semula akan dikirimkan ke penerbit, tetapi tidak memungkinkan karena situasi negara mulai tidak aman sehubungan dengan ancaman Perang Dunia ke II. Pada saat itu Frankl dan isterinya sebenarnya telah memiliki surat izin berimigrasi ke Amerika Serikat, tetapi ia masih mempertimbangkan karena tidak sampai hati meninggalkan orang tua dan sanak saudaranya yang dicintai serta pasien yang dirawatnya. Kesempatan itu akhirnya tidak digunakan sama sekali dan diberikan kepada saudara perempuannya yang segera meninggalkan Austria berimigrasi ke Australia sebelum tentara Nazi menduduki kota Wina. Sebuah peristiwa sederhana yang memperkuat niat Frankl membatalkan pengungsiannya ke luar negeri. Suatu waktu sepulang dari katedral Frankl mengunjungi ayahnya yang usinya sudah 80 tahun. Di rumah orang tuanya Frankl 6
H.D. Bastaman, LOGOTERAPI; Psikologi untuk Menemukan makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), 7 7 Ibid.
18
melihat sebongkah batu yang belum lama dipungut ayahnya dari sebuah sinagoge (rumah ibadah orang Yahudi) yang habis terbakar dan tinggal puing-puing dengan asap yang masih mengepul di sana-sini. Ketika ayah Frankl berhenti sebentar mengamati dengan pilu, di rumah ibadah yang hancur itu tiba-tiba dia melihat diantara puing-puing yang hancur berserakan itu ada sebongkah pencahan batu yang semula berasal dari sebuah lempengan
batu
besar
bertuliskan
sepuluh
perintah
Tuhan
(The
Ten
Commandement). Di atas pecahan batu itu tersisa secara utuh tulisan salah satu perintah Tuhan yang bunyinya: “Muliakan ayah-ibumu dan tinggallah di tanah air”. Peristiwa ini menyebabkan Frankl tanpa ragu-ragu memutuskan untuk tetap tinggal di kota Wina serta isterinya dan orang tua mereka untuk kemudian bersama-sama mengalami ancaman tentara Nazi yang makin brutal. Waktu Austria benar-benar dikuasai Jerman, mula-mula Frankl ditunjuk oleh pihak Nazi mengepalai bagian Saraf di Rumah Sakit S. Rothschild, sebuah rumah sakit khusus untuk warga Yahudi, sementara warga Yahudi lainnya digiring dan dikirim ke kamp konsentrasi maut: Dachau, Maidanek, Treblinka, dan Auschwitz. Pada usia 37 tahun, Frankl menjadi tahanan Nazi selama 3 tahun. Masuk dalam dunia pengalaman yang mengerikan karena kekejaman, penganiayaan, kelaparan, dan kemelaratan manusia. Frankl bersama 1500 orang bersama-sama naik kereta dari kota kelahirannya bertolak ke arah Timur Laut.8 Setiap gerbong berjumlah 80 orang. Tidak seorang pun dari antara mereka yang mengetahui kemana mereka akan pergi. 8
Viktor, E. Frankl , Man,s Search for Meaning, (New York: Published by Simon and Schuster, 1962), 3.
19
Selama beberapa hari kereta api meluncur melintasi kota-kota dan wilayah pedesaan yang terlindung dari serangan musuh. Pagi-pagi benar akhirnya kereta itu bergerak lambat dan melangsir pada rel. Penumpang-penumpang melihat dengan cemas melalui jendela-jendela, untuk mengetahui mereka sedang berada dimana. Kemudian nama stasiun itu kelihatan kemudian beberapa orang berteriak: “Auschwitz”. Sedikit demi sedikit ketika fajar menyingsing, kelihatan kawat berduri, menara-menara pengawas kamp maut Nazi yang sangat terkenal dalam bayangannya Frankl melihat sederetan mayat-mayat yang masih bergantungan. Pada tahun itu (1942) Frankl masuk ke dalam dunia pembunuhan yang teratur dan efisien yang menghabiskan nyawa orang Yahudi sebanyak 6 juta orang. Auschwitz salah satu kamp konsentrasi paling terkenal dan tercatat dalam sejarah dunia tepatnya sejarah tragedi umat manusia, pada masa Perang Dunia II. Di tempat itu telah terjadi pelecehan, penyiksaan, pembantaian, dan permusuhan. Banyak sekali manusia yang tidak berdaya (warga Yahudi) oleh sekelompok manusia yang sedang berkuasa (tentara Nazi) dimana harkat, harga diri dan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan nyawa, dan kehidupan seakan-akan tidak ada harganya sama sekali. Kematian karena sakit, kelaparan, kelelahan, perkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan serta berbagai tindakan brutal merupakan pemandangan setiap hari. Tidak jarang sekelompok tahanan Yahudi, perempuan, laki-laki, orang tua, anakanak, digiring berbaris untuk masuk ke dalam sebuah gedung kekar kelam, mencekam, kemudian dikunci dan ke dalamnya dialirkan gas beracun. Tahanantahanan yang putus asa atas penderitaan mereka dengan mudah dapat mengakhiri
20
hidup dengan jalan menubrukkan diri pada pagar kawat bervoltase tinggi sekeliling kamp dan terpanggang hidup-hidup. Ada sebuah fenomena khusus di kamp konsentrasi itu. Dalam kondisi penderitaan yang luar biasa Frankl melihat sekelompok sesama tahanan yang tingkah lakunya seperti, swine (babi), keserakahan, keberingasan, sikap mementingkan diri sendiri, dan hilangnya tanggung jawab terhadap diri sendiri dan sesama seakan-akan mendominasi diri mereka. Mereka sering melakukan pemerasan dan penganiayaan kejam terhadap sesama tahanan. Orang-orang seperti ini biasanya direkrut oleh tentara Nazi untuk menjadi capo, yaitu pengawas sesama tahanan yang terkadang lebih brutal daripada penjaga yang kejam. Para capo ini pada umumnya tergolong orang-orang yang selalu membuat masalah dan kesulitan bagi orang-orang sekitarnya, tetapi sebenarnya mereka adalah orang-orang
yang mudah putus asa serba
menggantungkan diri atas dorongan-dorongan dasar (makan, minum, seks) dan jelas mencerminkan kehampaan dan ketidakbermaknaan (meaningless) hidup. Namun dilain pihak terdapat sekelompok orang tahanan yang berlaku seperti saint (orang suci). Dalam puncak penderitaan mereka masih tetap bersedia membantu sesama tahanan, membagi jatah makanan yang serba minim kepada mereka yang lebih kelaparan, merawat orang orang sakit, dan memberikan penghiburan kepada mereka yang putus asa, serta mengantar doa tulus bagi orang orang yang tidak berdaya menanti ajal. Mereka menderita, tetapi tabah menjalaninya, serta tidak kehilangan harapan dan kehormatan diri.
21
Sekali pun dalam penderitaan luar biasa integritas kepribadian mereka tetap utuh dan mereka pun berupaya agar senantiasa tetap menghargai hidup dan menghayati yang bermakna. Mereka seakan-akan menemukan makna dalam penderitaan “meaning in suffering”. Frankl
menjelaskan bahwa kedua pola
perilaku tersebut sebenarnya terdapat dalam diri manusia. Artinya setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi “saint dan swine” dan kecenderungan mana yang teraktualisasi terutama ditentukan oleh keputusan pribadi yang diambil sendiri dan bukan tergantung pada situasi dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini tersirat kebebasan manusia untuk memilih dan mengambil sikap apakah mengabaikan akal budi dan hati nuraninya dan mengumbar hawa nafsu seperti hewan atau tetap menjaga diri dari perbuatan tercela dan menunjukkan tingkah laku mulia seperti halnya insan-insan bermoral tinggi. Dalam kamp konsentrasi dengan fasilitas serba minim dan dalam keadaan sakit dan kelaparan, salah satu kegiatan rutin para tahanan adalah digiring untuk melakukan kerja paksa mengerjakan bermacam-macam pekerjaan kasar seperti memasang rel kereta api, mengubur dan membakar mayat-mayat para tahanan yang semakin banyak jumlahnya. Tentu saja dalam pengawasan ketat penjagapenjaga Nazi dan para capo. Frankl selain ditugaskan di poliklinik juga melakukan pekerjaan kasar seperti tahanan tahanan lainnya. Kegiatan Frankl lainnya adalah memberikan semacam psikoterapi, baik secara pribadi maupun secara kelompok untuk membantu sesama tahanan menemukan arti hidup dan hikmat dari penderitaan. Dengan bantuan itu perhatian mereka dialihkan dari penderitaan saat ini dan dipusatkan kembali kepada hal-hal yang bermakna baginya, misalnya kewajiban-kewajiban keluarga dan profesional yang masih
22
harus mereka penuhi, bakat-bakat yang perlu dikembangkan serta harapanharapan adanya perbaikan dikemudian hari. Melalui cara demikian, tidak jarang Frankl berhasil menyadarkan dan membatalkan niat para tahanan untuk mengakhiri hidup karena merasa putus asa dengan penderitaan mereka. Dalam penderitaan yang seakan-akan tidak berakhir selama menjadi penghuni kamp konsentrasi, Frankl telah menunjukkan dirinya sebagai ilmuwan sejati. Ia menyempatkan diri untuk mengamati berbagai reaksi mental dan pola perilaku sesama tahanan serta menghayati perasaan dan pengalamannya sendiri secara mendalam ketika baru masuk tahanan, selama menjadi tahanan, dan saat baru dibebaskan. Dalam kamp konsentrasi dengan kondisi yang sangat buruk itu Frankl mengamati dan membuktikan kebenaran teorinya mengenai hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning), sebagai motivasi asasi dalam kehidupan manusia. Frankl mengamati bahwa tahanan-tahanan yang berhasil menemukan dan mengembangkan makna dalam hidup mereka ternyata mampu bertahan menjalani penderitaan bahkan walaupun sampai harus menyongsong ajal, mereka menghadapi kematian dalam perasaan bermakna dan tabah. Menurut Frankl makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, tidak saja dalam keadaan normal dan menyenangkan, tetapi juga dalam penderitaan, seperti dalam keadaan sakit, bersalah, dan kematian. Ketika perang berakhir, Frankl kembali ke Wina sebagai kepala bagian Neurology dan Psikiatri dari Rumah Sakit dan profesor dalam bidang Neurology dan psikiatri pada University of Vienna Medical School. Kemudian pada tanggal 3 september 1997 Frankl pendiri logoterapi meninggal dunia di kota Wina.
23
2.1.2. KONSEP DASAR LOGOTERAPI. Struktur kepribadian manusia dibentuk oleh beberapa konsep dasar sebagai landasan filosofis. Setiap aliran dalam psikologi memiliki landasan filsafat kemanusiaan yang mendasari seluruh ajaran, teori, dan penerapannya. Dalam hal ini logoterapi pun memiliki filsafat manusia yang merangkum dan melandasi asas-asas, ajaran, dan tujuan logoterapi yaitu The Freedom of Will (kebebasan berkehendak), The Will to Meaning (kehendak untuk bermakna), dan The Meaning of Life (makna hidup).
2.1.2.1. Kebebasan Berkehendak (The Freedom of Will) Kebebasan berkehendak adalah merupakan karakteristik unik dari keberadaan dan pengalaman eksistensial manusia. Kebebasan yang dimaksudkan tidak berbicara mengenai “bebas dari apa” melainkan “bebas untuk apa”. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang terbatas. Manusia tidaklah bebas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis, dan sosiologis, akan tetapi manusia berkebebasan untuk mengambil sikap terhadap kondisi-kondisi tersebut. Manusia tidak dapat bebas dari keadaan, tetapi bebas mengambil sikap terhadap keadaan. Keadaan tidak sepenuhnya menentukan, mengendalikannya dan bahkan mengkondisikannya. Manusia bebas untuk tampil diatas determinasi-determinasi somatik dan psikis dari keberadaannya sehingga dia dapat memasuki dunia baru, dimensi noetik (dimensi spiritual), suatu dimensi tempat kebebasan manusia terletak dan dialami.9 Dari sana manusia sanggup mengambil sikap bukan saja terhadap dunia melainkan juga dari dirinya sendiri. Kepribadian manusia dan 9
Supaat Lathief, Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme, (Lamongan: Pustaka Ilalang, 2008), 106.
24
kebebasan berkehendak bisa berkembang apabila seseorang di dalam dirinya memiliki kekuatan atau kesanggupan hidup. Contoh nyata diambil Frankl dalam kehidupan di dalam kamp konsentrasi, yaitu menyangkut kesanggupan untuk bertahan hidup yang ditunjukkan sebagian tawanan di dalam situasi ekstrim yang dimungkinkan berkat kesanggupan mengambil jarak terhadap diri sendiri dan mengambil sikap terhadap situasi yang dihadapi. Bagaimana pun manusia bebas dan sanggup menentukan dirinya sendiri. Kebebasan terwujud dalam tindakan sengaja, cara manusia menerima setiap situasi yang tidak dapat diubah atau berjalan sesuai dengan keinginan atau harapan. Dilihat dari kacamata determenisme, manusia merupakan korban tidak bersalah dari kekuatan demonic yang bekerja di luar kontrolnya. Walaupun eksistensinya manusia dipengaruhi oleh naluri, watak yang melekat, dan lingkungan sekitar, kebebasan untuk mengambil keputusan tetap tersedia baginya.10 Inilah kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri-kebebasan eksistensial yang tidak dapat diambil dari dirinya. Manusia menjadi manusia saat dia memilih. Ada fenomena yang menarik yang ditemukan Frankl selama masa penahanannya selama 3 tahun di kamp konsentrasi, ada sebagian para tahanan berperilaku seperti babi (swine). Mereka adalah orang-orang yang telah kehilangan semua etika guna bertahan hidup. Mereka siap menggunakan segala cara, jujur atau tidak, bahkan bersikap brutal mencuri dan menghianati teman sendiri, agar bisa menyelamatkan diri. Orang-orang seperti inilah justru yang diangkat sebagai capo pada sesama tahanan lebih kejam dari perlakuan para 10
Viktor, E. Frankl , Psychotherapy And Exsistentialism, (New York: published by Simon and Schuster, 1967), 59-60.
25
penjaga. Pukulan mereka jauh lebih keras dibanding pukulan para penjaga, justru karena tugas inilah mereka dipilih. Jika tugas yang diberikan tidak segera dijalankan sesuai dengan perintah, maka mereka akan dimusnahkan. Disisi lain ada sebagian yang berperilaku seperti orang suci (saint). Mereka adalah para tahanan yang biasanya berjalan dari gubuk ke gubuk, berusaha menenangkan tahanan lain yang memberikan potongan roti terakhir dari kekurangan mereka. Mereka membuktikan bahwa “apa pun bisa dirampas dari manusia kecuali satu kebebasan terakhir dari seseorang manusia-kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan, kebebasan untuk memilih jalannya sendiri”.11 Mereka membuktikan bahwa lingkungan tidak membuat orang harus menanganinya dengan satu cara tertentu melainkan hanya menyediakan alternatifalternatif yang dapat dipilih atau diabaikan.12 Ditinjau dari sudut pandang ini, reaksi mental dari pada tahanan di kamp konsentrasi seharusnya tidak hanya dianggap sebagai ungkapan dari kondisi fisik dan sosial. Meskipun akibat kurang tidur, kurang makan dan berbagai bentuk tekanan mental yang cenderung mendorong para tahanan untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu. Analisa akhir jelas menunjukkan bahwa keputusan batinlah dan bukan hanya pengaruh kamp, yang akhirnya menentukan menjadi manusia seperti apa tahanan tersebut kemudian. Karena itu setiap manusia pada dasarnya bisa menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya baik secara mental dan spiritual. Bagaimana pun kondisinya saat itu para tahanan bisa mempertahankan martabatnya sebagai manusia, meskipun hidup di dalam kamp konsentrasi. Cara
11 12
Duane Schultz, Psikologi Pertumbuhan, (Yogjakarta: Kanisius, 2002), 148. Bernard Poduska, Teori Kepribadian, (Jakarta: Restu Agung, 2002), 7.
26
mereka
menghadapi
penderitaan
merupakan
keberhasilan
batin
yang
sesungguhnya. Kebebasan berkehendak ada dan inheren dalam diri setiap orang. Ia akan tetap di sana, bahkan ketika manusia merasa tidak memiliki apa pun selain tubuh dan kehidupannya yang telanjang, karena itu tidak salah jika kebebasan dibahasakan sebagai tanda sekaligus ungkapan martabat manusia. Berbeda dengan binatang, manusia bebas dan dapat menentukan bagi dirinya sendiri, apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Lingkungan, watak dan naluri ikut berperan dalam menentukan bagaimana kita. Manusia berpotensi menjadikan keharusan-keharusan tadi menjadi pilihan-pilihan yang dapat diambil atau diabaikan. Lebih jauh, kebebasan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab. Tanggung Jawab merupakan sisi lain dari mata uang yang sama. Joseph Fabry, salah satu pencetus gerakan logoterapi di Amerika pernah berkata, tanggungjawab tanpa kebebasan adalah tirani dan kebebasan tanpa tanggung jawab menggiring pada anarkhi yang akhirnya mengarah pada kebosanan, kecemasan dan neurosis.13 Manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Ia adalah pencipta atas dunianya. Apa pun yang terjadi atas dirinya merupakan pengalaman unik yang membedakannya dengan orang lain, hanya mungkin terjadi jika ia menghendaki dan memilihnya demikian. Masa lalu, lingkungan, sosial ekonomi maupun karakter bawaan bukan alasan untuk melepaskan tanggung jawab dari pada apa yang dapat dilakukan dari pada membenarkan situasi saat ini. Setiap orang bertanggungjawab atas keputusan 13
Joseph Fabry, Guidespots to Meaning, Discovering What Really Matters, (California: New Harbinger Publications, 1988), 79.
27
dan sikap yang diambilnya. Kelemahan psikoanalisa Sigmund Freud dan psikoindividual Alder adalah penekanan pada masa lalu serta naluri-naluri sexsual yang tidak disadari, juga lingkungan sosial dan inferioritas yang mendorong manusia mengabdi pada diri sendiri sebagai faktor utama pembentuk siapa aku dan melupakan tanggung jawab pribadi.
2.1.2.2. Kehendak Untuk Bermakna (The Will to Meaning). Setiap manusia menginginkan dirinya menjadi manusia yang bermartabat dan berguna bagi dirinya, keluarganya, lingkungan kerja, masyarakat di sekitar dan berharga di mata Tuhan. Kebermaknaan inilah yang membuat orang seperti, Nelson Mandela, dapat bertahan sebagai tahanan politik di Afrika Selatan di masa Aparheid selama lebih dari 25 tahun. Nelson Mandela dipenjara, direbut kemerdekaannya, disiksa secara mental melalui penghinaan, disiksa fisiknya untuk mematikan rasa percaya dirinya agar tidak lagi menjadi pejuang kemerdekaan. Namun Nelson Mandela
tidak mau kalah dengan penyiksaan
tersebut dan dia tidak mau mati dalam penjara. Kebermaknaan hidup Nelson Mandela diwujudkan dalam keinginan keluar dari penjara, dan tetap hidup membangun sebuah negara Afrika Selatan yang baru yang tidak ada diskriminasi berdasar warna kulit, kelompok etnik, dan agama. Keinginan untuk hidup bermakna memang benar-benar merupakan motivasi utama manusia. Makna dalam diri manusia adalah merupakan kekuatan dan motivasi. Perilaku manusia tidak dimotivasi oleh kehendak untuk mencari kesenangan seperti klaim Sigmund Freud dalam psikoanalisa, tidak juga oleh kehendak untuk berkuasa seperti apa yang dikatakan oleh Adler, tetapi kehendak
28
untuk bermakna. Bagi Frankl kehendak untuk bermakna merupakan motivasi utama manusia menemukan makna dan tujuan hidupnya. Makna adalah suatu dorongan fundamental yang begitu kuat yang mampu mengalahkan semua dorongan lain yang ada pada manusia. Kemauan akan makna hidup sangat berperan penting untuk kesehatan psikologis dan dalam situasi-situasi yang mengerikan (seperti yang dihadapi Frankl dalam kamp Auschwitz). Makna kehidupan tentu saja sungguh-sungguh khas (istimewa), unik bagi setiap individu. Makna hidup berbeda bagi setiap orang dan juga berbeda dari waktu ke waktu. Ketika kita berhadapan dengan situasi yang berbeda, kita akan menemukan makna yang berbeda untuk diberikan bagi kehidupan, seperti yang dilakukan Frankl ketika situasinya berubah dari situasi seorang dokter yang aman dan terhormat menjadi orang tahanan Nazi dengan nomor tahanan 119,104 di Auschwitz.14 Makna hidup sering kali terlalu disederhanakan. Salah satu distorsi yang terjadi, asumsi bahwa sebagian besar perilaku manusia digerakkan oleh nalurinya yang bekerja secara mekanistik menurut prinsip kenikmatan.15 Hakekat manusia tidak lebih dari sekumpulan naluri dan dorongan bawah sadar yang bertujuan mencari kenikmatan. Sigmund Freud dalam psikoanalisanya tidak melihat manusia dalam pergolakannya dengan nilai-nilai. Bagi Sigmund Freud dinamika pergolakan hidup dipahami jika dilihat dalam kacamata mekanisme-mekanisme yang mempengaruhi perilakunya. Karena itu bagi Sigmund Freud sangatlah penting melihat sesuatu dibalik kemauan 14
Viktor,E. Frankl , LOGOTERAPI, Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi, (Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2006), 6. 15 Dewiana &Maria Klattjen; Sigmund Freud “Dalam Paulus Budiraharjo (ed), Mengenal Teori kepribadian Mutakhir, (Yogjakarta: Kanisius, 2001), 19.
29
manusia motivasi-motivasi tindak sadarnya. Sebaliknya bagi Frankl kenikmatan merupakan efek samping atau produk sampingan dari penemuan makna hidup yang diusahakan manusia, tetapi akan rusak dan tercemar apabila dijadikan sebagai tujuan akhir. Prinsip kenikmatan bekerja dalam skala lebih luas yang disebut homeostatis. Homeostatis menunjukkan pada kecenderungan sistem untuk memelihara keseimbangan di sekitar kecenderungan pokok dan memulihkan keseimbangan apabila terganggu. Teori ini menggambarkan manusia sebagai sistem tertutup. Tidak ada proses pertukaran dengan lingkungan, ia bekerja hanya dalam batasanbatasan sendiri. Frankl menegaskan bahwa hakekat manusia hidup yang bertujuan. Tujuan itu adalah memberikan makna bagi kehidupan. Individu selalu ingin menciptakan nilai-nilai kemanusiaan bahkan memiliki orientasi dalam tuntunan penciptaan dan nilai. Menjadi manusia berarti memiliki keterarahan pada sesuatu atau seseorang yang bermakna di luar dirinya, sehingga memusatkan diri hanya pada pemulihan keseimbangan batin, sama artinya dengan melepaskan peluang untuk hidup lebih bermakna. Tekanan psikologi Sigmund Freud terhadap prinsip kenikmatan paralel juga dengan psiko individual Adler. Adler percaya bahwa manusia tidak hanya eksis tetapi juga berkembang ke arah yang lebih sempurna. Adler berpendapat bahwa manusia lahir dengan membawa perasaan tidak lengkap, lemah, dan putus asa. Ketika Adler membicarakan inferioritas dia berbicara dalam 2 kategori, yaitu kategori inferioritas fisik dan psikologik. Inferioritas bukan tanda ketidaknormalan namun pendorong ke arah kemajuan atau kesempurnaan
30
(superioritas).16 Superioritas yang dimaksudkan bukan keadaan yang objektif seperti kedudukan sosial yang tinggi, melainkan keadaan subjektif pengalaman atau perasaan diri cukup berharga. Dorongan superioritas ada sejak manusia lahir. Tiap orang memiliki tujuan yang sama, mencapai superioritas namun ditempuh dengan cara atau gaya hidup yang berbeda-beda. Gaya hidup telah terbentuk antara umur tiga hingga lima tahun dan setelah itu tidak dapat diubah lagi. Menurut Adler gaya hidup ditentukan oleh inferioritas sebagai
kompensasi
terhadap
ketidaksempurnaan
tertentu,
dorongan
kemasyarakatan sebagai anti tesis terhadap dorongan keakuan. Namun dorongan kemasyarakatan juga merupakan kompensasi inferioritas fakta bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Secara sepintas pandangan Adler memiliki beberapa kesamaan dengan Frankl. Manusia secara eksistensial didorong untuk mencari pemenuhan makna. Manusia juga didorong membuka relasi sosial baru di luar dirinya sendiri. Ketidaksetujuan Frankl dimulai ketika motif dasar yang mengendalikan perilaku manusia kembali telah disederhanakan menjadi sejenis mekanisme tarik ulur antara perasaan inferior
dan kehendak untuk bermakna. Keterbatasan fisik
maupun psikologi sebagai sumber inferioritas kompleks bukan halangan untuk menemukan makna hidup di balik keadaan yang tidak dapat diubah. Logoterapi meyakini bahwa manusia dapat menemukan makna hidupnya bahkan di tengah situasi yang tampaknya tidak bermakna. Dalam bukunya Man’s Search for Meaning, Frankl menceritakan pandangan seorang anak yang tidak memandang kecelakaan sebagai inferioritas tetapi kesempatan bagi pencapaian
16
Sumadi Suryabrata, Psykologi Kepribadian, (Jakarta: PT Grafindo,1998), 88.
31
makna. Anak tersebut mengatakan: “Saya memandang hidup saya penuh dengan makna dan tujuan, sikap saya, saya terapkan pada hari yang bersejarah tersebut telah menjadi paham hidup saya, leher saya memang patah, tetapi itu tidak akan mematahkan hidup saya … saya percaya bahwa cacat jasmani saya akan mengingatkan kemampuan saya untuk menolong orang lain, saya mengetahui tanpa penderitaan saya tidak mampu berkembang”.17 Ketidaksetujuan Frankl berikut bersumber pada keyakinannya terhadap manusia sebagai eksistensi yang unik, yang berjuang untuk memperoleh makna hidup dengan cara unik pula. Inferioritas merupakan salah satu bagian dari keunikan manusia yang turut berproses dalam pencarian makna. Inferioritas bukanlah pendorong menuju rasa superioritas atau the will to power. Superioritas atau power bukan tujuan akhir namun sarana bagi tercapainya pemenuhan makna hidup. Kehendak untuk bermakna dimungkinkan karena kapasitas manusia akan transendensi diri. Transendensi diri memampukan manusia bebas dari batas-batas masyarakat maupun waktu. Menjadi manusia menurut Frankl berarti terarah dan tertuju pada sesuatu atau orang lain di luar dirinya sendiri, sehingga dorongan sosial menurut terminologi Adler bukan kompensasi terhadap inferioritas tetapi lahir dari kehendak manusia untuk bermakna. Inilah alasan mengapa Frankl lebih suka memakai istilah kehendak untuk bermakna (the will to meaning) dibanding kebutuhan untuk bermakna (a need for meaning) atau dorongan untuk bermakna (drive to meaning). Makna hidup tidak mendorong (to push, to drive) melainkan seolah-olah menarik (to pull) dan menawarkan kesempatan bagi manusia untuk memenuhinya. 17
Viktor, E. Frankl, Man’s Search For Meaning, (New York: Published Simon and Schuster, 1962), 124.
32
Dorongan dan kebutuhan untuk bermakna hanya mengembalikan perhatiannya seseorang pada dirinya sendiri dan bukan pada pencapaian makna yang carinya di luar dirinya sendiri.
2.1.2.3. Makna Hidup (The Meaning of Life). Keberadaan manusia merupakan keberadaan historis. Manusia selalu menempatkan dirinya dalam sejarah dan sekaligus membentuk sejarah. Kesejarahan dibentuk dan dialami manusia karena aktivitas atau kehidupan manusia memiliki tujuan dan makna. Tanpa makna kesejarahan manusia tidak terbentuk. Makna hidup melampaui intelektualitas manusia, makna tidak dicapai hanya dengan proses akal atau usaha intelektual. Untuk mencapai hidup bermakna individu harus menunjukkan komitmen yang muncul dari kedalaman dan pusat kepribadiaan dan berakar pada keberadaannya secara holistik. Dengan komitmen, individu menjawab segala macam tantangan atau permasalahan yang muncul dalam kehidupan. Dengan demikian manusia (individu) memahami dan melaksanakan kehidupan bermakna melalui apa yang diberikan kepada hidup yaitu nilai-nilai kreatif, melalui apa yang diambil dari hidup, menemukan keindahan, kebenaran dan cinta, dengan memberikan nilai-nilai dan melalui sikap yang kita berikan terhadap ketentuan mengikat yang tidak dapat diubah dengan memberikan nilai-nilai bersikap. Hidup bermakna adalah kehidupan yang menyenangkan, penuh semangat, dan gairah hidup, jauh dari rasa cemas, dan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Makna hidup bersifat personal dan unik, karena setiap individu memiliki pilihan-pilihan sendiri dalam menentukan dan menciptakan makna hidup.
33
Konsekwensinya setiap individu berbeda dalam merealisasikannya, bisa jadi individu yang satu menciptakan makna hidup dalam keindahan, kebenaran yang diperjuangkan maupun perasaan cinta. Menurut Bastaman makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the porpuse in life), dan apabila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya menimbulkan perasaan bahagia (happiness).18 Makna hidup ada dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Ungkapan seperti “makna dalam derita” (the meaning in suffering) atau “hikmah dalam musibah” (blessing in disguise) menunjukkan bahwa dalam penderitaan sekali pun makna hidup tetap dapat ditemukan. Apabila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan yang dirasakan berguna, berharga, dan berarti (meaningful) akan dialami. Sebaliknya apabila hasrat ini tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless). Menurut Frankl bahwa makna hidup selalu tersedia bagi semua orang. Hidup selalu mengandung makna dalam setiap situasi, dalam setiap ekspresi hidup, dalam tindakan bahkan dalam keputusasaan terhadap masa depan dan ancaman kematian sekali pun, hidup tetap bermakna. Ungkapan-ungkapan seperti segala sesuatu ada hikmahnya, menunjukkan bahwa segala peristiwa berpotensi melahirkan makna bagi setiap orang, apabila dia berani dan cukup siap untuk menemukannya. Seringkali apa yang ditemukan berbeda dengan apa yang
18
H. D. Bastaman, Ibid., 45.
34
diharapkan. Tetapi justru unsur kejutan inilah yang membuat hidup menjadi sebuah perjalanan yang menyenangkan. Jika hidup memberikan kepadamu ribuan alasan untuk menangis, tunjukkanlah bahwa kita selalu memiliki ribuan alasan untuk tertawa. Nietzche mengatakan: “Dia yang mengetahui untuk apa dia hidup, akan bisa mengatasi hampir semua yang terjadi atas dirinya”.19 Perkataan Nietzche di atas mengimplikasikan
individu
mampu
mengatasi
berbagai
kesulitan
dan
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan apabila kehidupan itu sendiri memiliki makna. Dari uraian di atas menjelaskan bahwa makna hidup menurut Frankl tidak dapat dijelaskan atau didefenisikan secara umum karena: 1. makna hidup itu unik dan personal,karena berbeda bagi setiap orang dan berubah setiap waktu, 2. Makna hidup berorientasi pada masa yang akan datang (future oriented).20 Makna adalah sesuatu yang transendental, sesuatu yang berada di luar “pemiliknya”.21 Frankl merumuskan ada 3 hal yang dapat di tempuh manusia untuk menemukan makna hidup. Pertama, lewat apa yang kita berikan pada dunia yaitu melalui apa yang kita kerjakan; kedua, lewat pengalaman yaitu perjumpaan manusia dengan cinta dan yang ketiga, lewat sikap kita terhadap hidup yaitu situasi yang tidak dapat kita ubah sesuai dengan keinginan dan harapan kita.22
19
Supaat I.Lathief, Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme, (Lamongan: Pustaka Ilalang, 2008), 103. 20 Viktor, E. Frankl, Man’s Search for meaning, (New York: A Touchstone, Published by Simon & Schuster, 1962), 98-99 21 Zainal Abidin, Analisis Eksitensial untuk Psikologi & Psikiatri, (Bandung: Refika Utama, 2002), 171. 22 Viktor,E.Frankl, Psychotherapy and Existentialism, (New York: A.Clarion Book published Simon and Schuster, 1967), 14-15.
35
Ketiga hal tersebut kelihatannya sederhana, namun tidak ada makna dalam pengertian universal. Makna hidup bukan sesuatu yang dipelajari tetapi ditemukan. Makna selalu bersifat unik dan individual. Aktualisasi diri tidak sama dengan makna hidup. Aktualisasi diri adalah suatu proses yang menjadikan kita seperti adanya kita, dimana kita mengembangkan dan menyadari cetak biru dari potensi dan bakat kita sendiri. Namun meski seorang sanggup sepenuhnya mengembangkan potensinya, belum tentu ia telah memenuhi makna hidupnya. Makna hidup tidak terletak dalam diri kita, melainkan berada di dunia luar. Kita tidak menciptakan atau memilihnya melainkan harus menemukannya. Dengan kata lain untuk dapat menemukan makna kita harus keluar dari persembunyian dan menyongsong tantangan di luar diri kita
2.1.2.3.1 Memaknai Penderitaan (Meaning in Suffering) Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia maupun derita, karena manusia selama hidup ini tidak selalu dalam keadaan menyenangkan. Penderitaan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, karena eksistensi manusia senantiasa berkisar antara senang dan susah, tawa dan air mata, derita dan bahagia. Terlepas dari berat-ringannya, setiap orang dalam hidupnya pasti pernah mengalami penderitaan, karena penderitaan bagian hidup manusia yang tidak terpisahkan dari manusia itu sendiri. Penderitaan dianalogikan seperti bayangan yang selalu ada sepanjang badan yang selalu mengikuti kita. Penderitaan dialami manusia lewat bermacam-macam penyakit, gagal dalam usaha, diperlakukan
36
secara tidak adil, mengalami bencana, kematian keluarga dan yang kita cintai. Hanya orang yang telah mati yang tidak mengenal penderitaan dan mengalami penderitaan. Dalam pemahaman Frankl bahwa makna hidup selalu ada dalam semua situasi, bahkan dalam kehidupan terburuk sekali pun. Menurut Frankl makna dalam sebuah penderitaan merupakan sebuah kekuatan utama dalam kehidupan manusia dalam menghadapi/menyikapi penderitaan, diperlukan satu sikap yang tepat. Suatu sikap nilai yang menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, keberanian, segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin terelakkan lagi. Itu berarti jika kita tidak dapat merubah keadaan yang tragis yang kita hadapi, ubahlah sikap kita terhadap keadaan tersebut supaya tidak jatuh kedalam keputusasaan. Orang yang sehat mentalnya akan mampu memaknai penderitaan dengan cara yang lebih positif dan tetap mengarahkan dirinya pada tujuan yang telah ditetapkan. Dalam buku Man’s Search for Meaning, Frankl menulis ”…Apa pun yang dimiliki manusia akan hilang dari tangannya, kecuali satu hal, kebebasannya sebagai manusia, kebebasannya menentukan sikap apa yang harus dipakai menghadapi situasi tertentu, yaitu kebebasan dalam memilih jalannya sendiri”.23 Pengalaman Frankl dalam kamp konsentrasi semakin membuktikan kebenaran teorinya. Para tawanan yang memiliki tujuan hidup yang kuat dan berusaha tetap mempertahankannya memiliki peluang yang paling besar untuk tetap tinggal dan iklas dari berbagai gangguan psikologis seusai perang. Namun
23
Viktor, E. Frankl , Man’s Search For Meaning, (New York: A Touchstone, Published by Simon & Schuster, 1962) di kutip C George Boeree, Personality Theories, (Maguwoharjo, Depok,Sleman,Yogjakarta: Prismasophie, 2006), 399.
37
mereka yang kehilangan tujuan dan harapan hidup menjadi mudah sakit dan mati serta mengalami gangguan psikologis seusai perang. Penderitaan dapat menjadi sumber makna yang berguna apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu lebih baik lagi. Granger Westberg dalam bukunya Good Grief, mengatakan bahwa penderitaan atau kedukaan adalah nafas hidup kita.24 Dalam hal ini semua situasi menjadi sumber makna hidup jika diawali dengan sikap yang tepat dalam menyikapinya. Hal ini sejalan dengan pemahaman Frankl manusia masih dapat memberi makna hidupnya dengan sikap dan cara dalam menghadapi nasibnya dimana ia menempatkan penderitaan atas hidupnya. Pemahaman ini menggambarkan penderitaan memberikan suatu makna manakala individu menghadapi kehidupan yang tidak dapat dihindari. Hanya apabila mana suatu keadaan sungguh-sungguh tidak dapat diubah lagi dan individu tidak memiliki peluang untuk merealisasikan nilai-nilai kretif, maka pada saat itu nilai-nilai bersikap diperlukan. Bagi Frankl hidup memiliki makna dalam setiap situasi dan semua orang memiliki kapasitas untuk menemukan makna itu dalam hidupnya. Kenyataannya manusia tidak dapat mereka-reka apa yang akan datang, segala sesuatu adalah misteri. Karena itu pertanyaan yang patut diajukan bukanlah apa dan mengapa itu terjadi tetapi bagaimana kita hidup dan meyakini apa pun yang terjadi. Bukan apa yang kita harapkan dari hidup tetapi apa yang dapat diharapkan hidup dari kita. Bukan apa yang dapat kita lakukan agar hidup berjalan sesuai dengan harapan kita tetapi bagaimana kita bersikap ketika kenyataan bertentangan dengan harapan kita. Kemampuan untuk mengambil sikap terhadap setiap kemungkinan yang 24
Granger Westberg, Good Grief, (Philadelphia: Fortress Press, 1971), 11-12, dikutip Totok Wiryasaputra, dalam buku, Mengapa Berduka, (Yogjakarta: Kanisius, 2007), 25.
38
ditawarkan hidup merupakan kualitas insan yang bersumber dari dimensi spiritual yang inheren dalam diri manusia. Menurut Bastaman (1996) ada beberapa tahap yang dilalui seseorang dalam penemuan makna dalam suatu penderitaan, yakni: 1. Tahap derita, yaitu pengalaman tragis dan penghayatan hidup tanpa makna. Suatu peristiwa yang tragis dalam hidup seseorang dapat menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis, bosan, dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengambil prakarsa. 2. Tahap penerimaan diri, individu mulai menerima apa yang terjadi pada hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap. Munculnya kesadaran diri biasanya didorong oleh berbagai ragam faktor. Misalnya karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, doa, ibadah, dan belajar dari orang lain, dan lain-lain. 3. Tahap penemuan makna hidup. Tahap ini ditandai dengan penyadaran individu akan nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam hidupnya. Hal-hal yang dianggap berharga dan penting itu mungkin saja berupa nilai-nilai kreatif, nilainilai penghayatan, dan nilai-nilai bersikap. 4. Tahap realisasi (keikatan diri, kegiatan terarah, dan pemenuhan makna hidup). Pada tahap ini, individu akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self commitment) dan melakukan kegiatan nyata yang lebih terarah guna memenuhi makna hidupnya.
39
5. Tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna, kebahagian) keberhasilan dalam menemukan dan memenuhi makna hidup akan menyebabkan seseorang merasakan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan rasa bahagia.
2.1.2.3.2. Memaknai Cinta Cinta adalah sebuah tema yang tidak ada akhir/batas untuk dibicarakan. Cinta hanyalah cara untuk mencapai keberadaan orang lain pada bagian yang paling dalam dari kepribadiannya. Tidak seorangpun dapat menyadari adanya sesuatu yang sangat esensial dari keberadaan orang lain jika dia tidak mencintainya. Dalam bertindak secara spiritual dalam cinta dia dapat melihat ciri-ciri dan bentuk esensial pada orang yang dicintai atau lebih dari itu, dia melihat apa yang potensial dari dalam dirinya yang belum teraktualisasikan tetapi harus diaktualisasikan. Karena itu dengan cinta seseorang yang sedang mencintai dapat menjadikan orang yang dicintainya mengaktualkan potensi-potensinya. Dalam cinta terjadi sebuah penerimaan akan keberadaan yang dicintai. Frankl mengatakan mencintai melambangkan masuknya ke dalam hubungan dengan orang lain sebagai mahluk spiritualitas. Hubungan yang dekat dengan aspek-aspek spiritual seorang teman merupakan bentuk persekutuan puncak yang dapat dicapai. Orang yang dicintai tidak lagi menggerakkan dalam fisiknya dan tidak juga dikemudikan oleh emosinya tetapi bergerak dalam inti spiritualnya. Cinta merupakan masuknya dalam hubungan langsung dengan kepribadian yang dicintai dengan keunikan dan kesatuan orang yang dicintai.
40
Dalam logoterapi cinta tidak digambarkan sebagai keinginan-keinginan seksual dan insting belaka yang dalam perspektif ini disebut sebagai sublimasi cinta secara primer adalah fenomena sebagaimana seks. Normalnya, seks adalah bentuk ekspresi cinta. Cinta tidak dapat dipahami sebagai sesuatu efek samping saja dari seks namun seks adalah satu cara pengungkapan pengalaman kebersamaan dari puncak kebersamaan. Mengutip pemikiran Abraham Maslow, kita tidak dapat dikacaukan oleh seks, yang dapat dipandang sebagai kebutuhan fisiologis semata-mata. Selanjutnya Abraham Maslow mengatakan bahwa bahwa cinta tidak sinonim dengan seks, cinta adalah hubungan sehat antara sepasang manusia yang melibatkan perasaan saling menghargai, menghormati, dan mempercayai. Dicintai dan diterima adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaliknya tanpa cinta menimbulkan kesia-siaan, kekosongan dan kemarahan.25 Selanjutnya Carl Rogers mengatakan bahwa cinta adalah “keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati”.26
2.1.2.3.3. Memaknai Kerja. Menurut Frankl, manusia adalah yang bertanggungjawab dan harus mengaktualisasikan potensi dalam hidupnya. Makna hidup bukanlah untuk dipertanyakan tetapi untuk dijawab. Jawaban tidak hanya diberikan lewat katakata tetapi yang utama adalah yang bisa memberikan makna kepada kehidupan seseorang
25 26
biasanya
terkandung
dalam
pekerjaan
seseorang.
Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press, 2007), 245. Frankl , G. Goble, Mazhab ketiga, (Yogjakarta: Kanisius, 1987), 74
41
Dalam
pemahamannya, pekerjaan merepresentasikan keunikan keberadan individu dalam hubungannya dengan masyarakat dan karenanya memperoleh makna dan nilai. Makna dan nilai berhubungan dengan pekerjaan seseorang sebagai kontribusinya terhadap masyarakat dan bukan pekerjaannya yang sesungguhnya yang dinilai. Dalam kasus-kasus dimana pekerjaan yang dimiliki seseorang tidak membawanya kepada pemenuhan diri, maka bukan pekerjaannya yang akan diubah, melainkan sikap orang tersebut dalam pekerjaannya. Dalam hal ini sesungguhnya bekerja adalah lebih dari sekedar mencari nafkah. Maka kerja jauh lebih dalam dari sekedar itu semua. Bekerja adalah perwujudan misi atau keberadaan kita dalam tubuh manusia itu. Sebagai makhluk spiritual memiliki tugas atau maksud keberadaan kita di dunia. Jadi bekerja adalah kegiatan utama di dunia dan sebagian penting dari perjalanan hidup untuk mencapai misi hidup. Pekerjaan yang dicintai dan ditekuni sepenuh hati dapat memberi perasaan istimewa dan dapat memberi arti bagi kehidupan. Dalam kegiatan bekerja, berkarya, menciptakan, dan melaksanakan tugas dan kewajiban, manusia mampu menemukan arti hidupnya dan menghayati kehidupannya secara bermakna. Bekerja dapat menimbulkan makna hidup secara nyata dan dapat dialami sendiri, apabila manusia telah lama tidak berhasil mendapatkan pekerjaan. Dalam hal ini pekerjaan hanyalah sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup. Makna hidup tidak terletak pada pekerjaan tetapi tergantung pada pribadi yang bersangkutan. Dalam hal ini penemuan makna hidup berasal dari sikap dasar positif dan mencintai pekerjaan serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaannya.
42
2.1.3. LOGOTERAPI SEBAGAI TEORI KEPRIBADIAN MANUSIA. Landasan teori kepribadian logoterapi bercorak eksistensial-humanistik. Artinya logoterapi mengakui manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan berkehendak, sadar diri, dan mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sesuai dengan julukan kehormatan bagi manusia sebagai “the self determining being”. Selain itu manusia mempunyai kualitas-kualitas insani (human qualities), yakni berbagai potensi, kemampuan, bakat, dan sifat yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lain, seperti kesadaran diri, transendensi diri, memahami, dan mengembangkan diri, kebebasan memilih, kemampuan menilai diri dan orang lain, spiritualitas, humo, dan tertawa, etika dan rasa estetika, nilai dan makna, dan sebagainya. Logoterapi sesuai dengan artinya “logos” yang berarti “makna” (meaning) mengakui adanya dimensi spiritualitas di samping dimensi ragawi dan kejiwaan serta meyakini bahwa kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama manusia. Dalam hal ini makna hidup adalah tema sentral logoterapi dan hidup yang bermakna adalah motivasi, tujuan, dan dambaan yang harus diraih oleh setiap orang. Dengan demikian terdapat satu faktor tunggal sebagai inti seluruh teori kepribadian model logoterapi yakni makna hidup. Teori kepribadian ini tidak berorientasi pada masa lalu (past oriented) seperti halnya dengan psikodinamik27 atau kini dan disini (here and now) seperti pandangan behavioral,28 melainkan beriorentasi pada masa mendatang (future oriented) karena makna hidup harus ditemukan dan hidup yang bermakna harus
27
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), 314. 28 Ibid., 317.
43
benar-benar secara sadar dan disengaja dijadikan tujuan hidup, diraih, dan diperjuangkan. Setiap orang mendambakan kebahagian dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagian itu tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna dan hasil dari hidup bermakna itu adalah kebahagiaan. Di lain pihak mereka yang tidak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna.
2.1.3.1. Penghayatan Hidup Tanpa Makna (Kehampaan Eksistensial) Hasrat untuk hidup bermakna tidak dapat dipenuhi karena kurang disadari bahwa dalam kehidupan itu sendiri dan pengalaman masing-masing orang terkandung
makna
hidup
yang
dapat
ditemukan
dan
dikembangkan.
Ketidakberhasilan menemukan makna hidup dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna, hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tidak berarti, bosan, dan apatis. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan untuk mengambil prakarsa. Penghayatan-pengahayatan seperti itu tidak terungkap secara nyata, tetapi menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa, (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure), termasuk kenikmatan seksual (the will to sex), bekerja (the will to
44
work) dan mengumpulkan uang (the will to money).29 Dengan kata lain dalam perilaku dan kehendak yang berlebihan itu biasanya tersirat penghayatanpenghayatan hidup tanpa makna. Dalam pengamatan yang dilakukan secara teliti, Frankl mencatat gejala utama yang sering muncul pada diri para tawanan dalam kamp-kamp konsentrasi adalah ketidakberdayaan, keputusasaan, dan keinginan yang kuat untuk bunuh diri karena hidup tidak lagi memiliki makna. Situasi demikian oleh Frankl disebut dengan kehampaan eksistensial (exsistential emptiness), suatu situasi yang ditimbulkan oleh kegagalan dan frustrasi dalam memenuhi keinginan pada makna disebut frustrasi eksistensial (existential frustration).30 Hanya terdapat beberapa orang saja dari tawanan tersebut terhindar dari frustrasi eksistensial dan kehampaan seksistensial, yakni mereka yang mampu menemukan makna hidup dalam penderitaan yang mereka alami dan makna kematian yang mereka hadapi dan setiap saat akan menjemputnya. Disamping hilangnya minat, kurangnya inisiatif tidak adanya motivasi terhadap kehidupan, frustrasi eksistensial menurut pengamatan Frankl juga ditandai oleh perasaan-perasaan absurd (mustahil, tidak masuk akal) dan kehampaan. Frustrasi eksistensial tidaklah tampak secara jelas kepermukaan namun dapat diketahui melalui pengamatan terhadap beberapa manifestasi seperti neurosis kolektif, pengangguran, dan pensiunan, serta penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Jadi frustrasi (kehampaan) eksistensial tidak hanya menimpa para
29
Viktor, E. Frankl , Psychoterapy And Exsistensialm, (New York: Published by Simon & Schuster, 1967), 120-121. 30 ibid., 122.
45
tahanan dalam kamp konsentrasi saja, tetapi sudah merupakan masalah universal yang dialami individu masyarakat modern. Walaupun penghayatan hidup tanpa makna ini bukan merupakan suatu penyakit tetapi dalam keadaan intensif dan berlarut-larut tidak diatasi dapat memanifestasikan/menjelmakan neurosis noogenik, karakter totaliter, dan karakter konformis.31 Neurosis noogenik, adalah merupakan suatu gangguan perasaan yang menghambat prestasi dan penyesuaian diri seseorang. Gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan-keluhan serba bosan, hampa, penuh keputusaan, kehilangan minat, dan inisiatif, serta merasa bahwa hidup ini tidak ada artinya sama sekali. Kehidupan sehari-hari dirasakan sangat rutin, tugas sehari-hari dianggap menjenuhkan dan menyakitkan hati. Kegairahan kerja dan kesediaan untuk bekerja menghilang, disertai perasaan seakan-akan dirinya tidak pernah mencapai kemajuan apapun dalam hidupnya, bahkan potensi-potensi yang pernah dicapai dan dirasakan tidak ada harganya sama sekali. Sikap acuh tak acuh berkembang dan rasa tanggungjawab terhadap diri sendiri dan lingkungan secara menghilang. Lingkungan dan keadaan di luar dirinya benar-benar dianggap membatasi dan serba menentukan dirinya dan dia tidak berdaya menghadapinya. Kelahirannya di duniapun dipertanyakan. Sikap terhadap kematian ambivalent, disatu pihak merasa takut dan tidak siap untuk mati, tetapi dipihak lain sering beranggapan bahwa bunuh diri merupakan jalan terbaik untuk keluar dari
31
Supaat Lathief, Psikologi Fenomologi Eksistensialism, (Lamongan: Pustaka Ilalang,
2008), 112.
46
kehidupan yang serba hampa, dan motto
hidupnya “Aku salah dan kamu pun
tidak benar”.32 Karakter totaliter, adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan untuk memaksakan tujuan, kepentingan dan kehendak sendiri dan tidak bersedia menerima masukan dari orang lain. Penolakan pada berbagai masukan orang lain dapat berbentuk penolakan langsung atau kelihatan menampung tetapi kemudian mengabaikan. Namun sebaliknya apabila sesuai kepentingannya, masukan itu diam-diam akan dimanfaatkan dan dinyatakan sebagai pemikiran pribadi. Sangat peka terhadap kritik dan biasanya akan menunjukkan reaksi menyerang kembali secara keras dan emosional. Kekecewaan dan kehampaan eksistensial yang berawal dari gagalnya menemukan makna hidup dan memenuhi hasrat untuk hidup bermakna menimbulkan perasaan tidak nyaman dan ketidakpastian yang cukup intensif dan mengancam harga dirinya. Menganggap lingkungan lingkungan sekitar tidak dapat dijadikan pegangan sebagai sumber rasa aman kepada dirinya maka akhirnya mengabaikan lingkungan dan menjadikan dirinya menjadi andalan. Hal ini dilakukan dengan menetapkan secara ekslusif dan fanatik nilainilai tertentu (ideologi, profesionalisme), kegiatan (proyek, sosial), kepentingan (bisnis, karier) dan keinginannya (kaya raya, popularitas) yang ditetapkan sendiri dan dengan ketat dijaganya dari pengaruh dan kritik orang lain, dan motto hidup pribadi totaliter adalah ”Aku benar dan kamu salah”. 33 Karakter konformis, adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu berusaha mengikuti dan menyesuaikan diri kepada tuntutan 32
H.D.Bastaman, LOGOTERAPI Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Hidup bermakna, (Jakarta: Grafindo Persada, 2007), 81. 33 Ibid., 84
47
lingkungan sekitarnya serta bersedia untuk mengabaikan keinginan dan kepentingan dirinya sendiri. Karakter konformis berawal dari kekecewaan dan kehampaan hidup sebagai akibat tidak berhasilnya memenuhi motivasi utama yaitu hasrat untuk hidup bermakna. Kondisi ini jelas menimbulkan penghayatan tidak aman serta tidak nyaman serta ketidakpastian dalam kehidupannya. Dan akhirnya berusaha untuk menyeimbangkan kembali dirinya dengan cara menjadikan norma, nilai-nilai, dan tuntutan lingkungan sebagai andalan dan pedoman hidupnya. Dia selalu tunduk dan taat pada tuntutan lingkungan dan bersedia mengabaikan kepentingan, kehendak, dan pemikiran sendiri. Dia merasa tidak nyaman apabila berbeda dengan kebanyakan orang serta sensitif dan cemas terhadap penilaian orang dan motto hidup karakter konformis adalah “Aku salah dan kamu benar, aku ikut dengan kamu”.34
2.1.3.2. Penghayatan Hidup Bermakna. Berlainan dengan penghayatan hidup tidak bermakna, mereka yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan seharihari. Tujuan hidup baik tujuan jangka pendek dan jangka panjang jelas bagi mereka, dengan demikian kegiatan-kegiatan mereka pun menjadi terarah dan merasakan sendiri kemajuan-kemajuan yang telah mereka capai. Hari demi hari mereka menemukan pengalaman baru dan hal-hal menarik yang semuanya menambah kekayaan pengalaman hidup mereka.
34
Ibid., 84.
48
Mereka mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam arti memahami pembatasan-pembatasan lingkungan, tetapi dalam pembatasan itu mereka dapat menentukan sendiri apa yang paling baik mereka lakukan serta menyadari pula bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri. Betapa pun buruk keadaannya. Tindak bunuh diri sebagai jalan keluar dari penderitaan berat sekali pun, sama sekali tidak pernah terlintas dalam pemikiran mereka. Mereka benar-benar menghargai hidup dan kehidupan itu senantiasa menawarkan makna yang harus mereka penuhi. Bagi mereka kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan pribadi dan menemukan makna hidup merupakan hal yang sangat berharga dan tinggi nilainya serta merupakan tantangan untuk memenuhinya serta bertanggungjawab. Mereka mampu mencintai dan menerima cinta kasih orang lain, serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu hal yang menjadikan hidup bermakna. Mereka yang benar-benar mengetahui untuk apa mereka hidup dan bagaimana mereka menjalani hidup35. Dalam tataran logoterapi pribadi yang hidupnya bermakna dianggap sebagai gambaran kepribadian yang ideal.
2.2.
GAGAL GINJAL KRONIK
2.2.1. GINJAL. Ginjal adalah bagian tubuh yang sangat penting. Fungsi ginjal sebagai penyaring darah dari sisa-sisa metabolisme menjadikan keberadaannya tidak bisa tergantikan oleh organ tubuh lainnya. Kerusakan atau gangguan pada gagal ginjal
35
Bersumber dari ucapan Nietzhe” He knows a why for living, will surmount almost very how.” Ungkapan ini sangat disenangi Viktor, E. Frankl yang dianggapnya sebagai motto untuk seluruh kegiatan psikoterapinya di dalam kamp konsentrasi.
49
menimbulkan masalah pada kemampuan atau kekuatan tubuh. Akibatnya, aktivitas kerja terganggu dan tubuh jadi mudah lelah dan lemas. Ginjal merupakan peran kunci dalam tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah dan mengeluarkan produksi-produksi sisa namun juga dengan menyeimbangkan tingkat elektrolit di dalam tubuh, mengontrol tekanan darah dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal memiliki kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari elektrolit seperti sodium dan potasium, dan keseimbangan asam basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea, dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa dalam darah dapat diukur: Blood Urea Nitrogen (BUN) dan Creatinie (Cr). Ginjal adalah sumber erythropoietin di dalam tubuh, suatu hormone yang menstimulasi sumsum tulang untuk membuat sel-sel darah merah (sel-sel khusus di dalam ginjal yang memonitor konsentrasi oksigen dalam darah).36 Jika tingkat oksigen jatuh, tingkat erythropoietin naik dan tubuh mulai membuat lebih banyak sel-sel darah merah. Fungsi ginjal sangatlah vital. Ginjal menyaring darah dan menjaga keseimbangan kimiawi dalam tubuh. Kerja organ yang berbentuk seperti kacang merah dan berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan dapat terganggu oleh berbagai hal, mulai dari infeksi saluran kemih hingga penyakit ginjal kronik. Ginjal berlokasi ke arah perut ke arah belakang. Normalnya satu pada setiap sisi dari tulang belakang.
36
Jack Colvy, Gagal Ginjal, (Yogjakarta: DAFA Publishing, 2010), 10.
50
Ginjal memperoleh penyediaan darah melalui arteri renal secara langsung dari aorta dan mengirim darah kembali ke jantung melalui vena renal ke vena cava. Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor di dalam ginjal memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urine. Ketika kebutuhan akan air di dalam tubuh telah tercukupi urine akan jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem itu dikontrol oleh rennin, sebuah hormon yang diproduksi dalam ginjal yang adalah bagian dari sistem regulasi cairan dan tekanan darah dari tubuh. Ginjal bisa gagal melakukan fungsinya akibat gangguan pada pembuluh darah atau di unit penyaringnya. Beberapa gangguan yang dapat terjadi:37 1.
Gangguan pada pembuluh darah. Penyakit dapat merusak pembuluh-pembuluh darah dalam ginjal akibatnya, darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih sedikit dan tekanan dalam ginjal tidak bisa dikendalikan.
2.
Gangguan pada unit penyaring Berkurangnya suplai darah atau tekanan yang terganggu dapat menggangu unit penyaring sehingga bisa mengganggu kemampuan unit ini untuk membuang zat-zat yang tidak terpakai lagi. Akibatnya, ginjal tidak bisa mempertahankan keseimbangan antara cairan dan zat-zat kimia di dalam tubuh sehingga zat-zat buangan tadi bisa kembali masuk lagi ke dalam darah, atau mungkin zat kimia yang penting dan protein akan ikut keluar bersama urine.
37
Ibid., 11- 12.
51
Penyakit ginjal memang tidak menular, tetapi bisa mengakibatkan kematian dan dibutuhkan biaya mahal untuk pengobatan yang terus berlangsung seumur hidup pasien.38
2.2.2. LETAK GINJAL Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal
bersifat
retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang
peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan di kiri tulang belakang di bawah hati dan limpa. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Pada bagian atas ginjal terdapat kelenjar adrenal disebut juga kelenjar suprarenal. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak parirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
2.2.3. FUNGSI GINJAL Beberapa fungsi ginjal telah diuraikan di atas. Secara khusus fungsi ginjal dapat disarikan dalam enam poin berikut:39 1.
Mengatur keseimbangan pH darah
2.
Meregulasi tekanan darah. Ginjal menghasilkan enzim rennin yang bertugas mengontrol tekanan darah dan keseimbangan elekrolisis. Rennin mengubah protein dalam darah menjadi hormone angiotensis. Selanjutnya angiotensis 38
Ibid.,12. . Ibid., 16
39
52
akan diubah menjadi aldosterone yang mengabsorbsi sodium dan air kedalam darah. 3.
Memproses vitamin D sehingga dapat distimulasi oleh tulang.
4.
Membuang racun dan produk buangan/limbah dari darah. Racun di dalam darah diantaranya urea dan uric acid. Jika kandungan kedua racun ini terlalu berlebihan, akan mengganggu metabolisme tubuh.
5.
Menjaga kebersihan darah dengan meregulasi saluran cairan (air dan garam) di dalam tubuh.
6.
Memproduksi hormone erytropoiethin yang bertugas memproduksi sel darah merah di tulang.
2.3.
JENIS GAGAL GINJAL. Gagal ginjal adalah sebuah penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga kesimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti zodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine. Penyakit gagal ginjal dapat dibagi menjadi dua macam, yakni Gagal Ginjal Akut (GGA) dan Gagal Ginjal Kronik (GGK). Gagal ginjal akut biasanya terjadi secara tiba-tiba. Pada kasus ini fungsi ginjal mengalami penurunan secara mendadak. Meskipun begitu apabila ditangani dengan baik penderita
gagal ginjal akut dapat sembuh dengan sempurna.
Beberapa penyebab GGA antara lain adalah penyakit glomerulonephiritis akut, pendarahan ataupun sumbatan saluran kemih karena batu, tumor atau kebekuan darah.
53
Berbeda dengan GGA, Gagal ginjal Kronik terjadi perlahan-lahan bisa dalam hitungan bulan, bahkan dalam hitungan tahun. Sifatnya GGK tidak dapat disembuhkan. Memburuknya fungsi ginjal bisa dihambat apabila penderita melakukan pengobatan secara teratur. Penyebab gagal ginjal beragam seperti diabetes mellitus, hipertensi, batu ginjal, obat-obatan, penyakit glomerulonephritis kronik. Apabila fungsi ginjal telah menurun hingga mencapai kurang dari 10%, maka kondisi ini disebut gagal ginjal terminal (GGT).40 Gagal ginjal kronik ini terjadi karena racun-racun sisa metabolism tubuh yang seharusnya dibuang oleh ginjal menjadi tertimbun di dalam tubuh. Jika kondisi ini terus berlanjut, kematian dapat terjadi dengan singkat. 41
2.3.1. GAGAL GINJAL AKUT (GGA) Gagal ginjal akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah. GGA bisa merupakan akibat dari berbagai keadaan seperti berkurangnya aliran darah ke ginjal, penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal atau trauma pada ginjal. Ada beberapa keadaan yang menjadi penyebab utama gagal ginjal akut antara lain:42 1.
Berkurangnya aliran darah ke ginjal. Penyebab keadaan itu adalah berkurangnya darah akibat pendarahan, dehidrasi atau cidera fisik yang menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah, daya pompa jantung menurun, tekanan darah yang sangat rendah dan kegagalan hati. 40
Jack Colby, Gagal Ginjal, (Yogjakarta: DAFA Phublishing, 2010), 36. Ibid., 36 42 Ibid., 38 41
54
2.
Penyumbatan aliran kemih. Pembesaran prostat, tumor yang menekan saluran kemih, trauma pada ginjal, reaksi alergi, zat-zat racun keadaan yang mempengaruhi unit penyaringan ginjal, penyumbatan arteri atau vena di ginjal, kristal, protein atau bahan lainnya dalam ginjal. Gejala-gejala yang terjadi pada penyakit gagal ginjal akut antara lain adalah pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki, berkurangnya produksi air kemih, nokturia (berkemih di malam hari), kejang, pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan), berkurangnya rasa terutama di tangan atau kaki, mual, muntah, perubahan mental atau suasana hati.
2.3.2. GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil. Itu merupakan proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya usia. Namun hal ini tidak menyebabkan kelainan atau gejala karena masih dalam batas-batas wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh. Tetapi karena berbagai sebab dapat terjadi kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi secara progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari ringan sampai berat. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik atau Chronic renal Failure (CRF). Penyebab GGK dapat dibagi dalam tiga bagian 43: 1. Penyebab pre-renal. Penyebab pre-renal berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal kekurangan suplai darah. Kurangnya suplai darah mengakibatkan kekurangan oksigen yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan jaringan
43
Ibid., 46-47
55
ginjal. Sederhananya, penyebab pre-renal adalah berkurangnya daya pompa jantung, adanya sumbatan/hambatan aliran darah pada arteri besar yang ke arah ginjal dan lain-lain. 2. Penyebab renal. Penyebab renal berupa gangguan kerusakan yang mengenai jaringan ginjal sendiri seperti kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, sistem kekebalan tubuh, peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah dalam ginjal yang merusak aliran ginjal. 3. Penyebab post-renal Penyebab post –renal berupa gangguan /hambatan aliran keluar (output) urine sehingga terjadi aliran balik urine ke arah ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Sederhananya, penyebab post-renal antara lain adalah adanya sumbatan atau penyempitan pada saluran pengeluaran urine antara ginjal sampai ujung saluran kencing, adanya batu pada ureter sampa uretra, penyempitan akibat saluran tertekuk, penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor dan lain-lain. Secara umum gejala-gejala ginjal kronik terjadi oliguri (kencing berkurang), lemas, tidak nafsu makan, mual, muntah, bengkak, gatal, sesak nafas, dan pucat/ anemia. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat kenaikan kretinin darah, Hb turun dan proteinuria selalu positif. Apabila gejala semakin berat dimana fungsi ginjal yang tersisa sudah minimal sehingga usaha-usaha pengobatan konservatif berupa diet, pembatasan minum dan obat-obatan tidak memberi pertolongan yang diharapkan lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal. Pada pasien gagal ginjal terminal diukur dengan klieren kreatinin
56
tidak lebih 5 ml/ mt, maka diperlukan terapi pengganti yaitu hemodiadialisa atau dengan transplantasi (cangkok) ginjal.
2.4.
HEMODIALISA (Cuci Darah) Hemodialisa merupakan usaha yang harus dijalani oleh pasien gagal ginjal
akut dan gagal ginjal kronik (terminal), dimana keadaan tersebut ginjal sudah tidak sanggup lagi memproses/mengolah sisa-sisa metabolisme dan air yang tertimbun. Pasien gagal ginjal terminal harus menjalani hemodialisa
seumur
hidup secara teratur dua sampai tiga kali seminggu, dengan empat sampai lima jam setiap kali hemodialisa. Komplikasi akut hemodialisa adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisa berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipertensi, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil. Komplikasi yang jarang terjadi adalah diekuilibrium,
reaksi
dialiser,
aritmia,
tampanado
jantung,
pendarahan
imtrakkranial, kejang, hemodialisa, emboli udara, neutropenia. Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel
buatan
(artificial)
dengan
kompartemen
yang
dialisat.
Kompartemen dialisat dialiri cairan hemodialisa yang bebas pirogen,berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung metabolisme nitrogen.
57
Cairan hemodialisa dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama dikedua kompartemen (difusi). Tindakan ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi zat-zat sisa metabolisme yang berbahaya/beracun bagi tubuh pasien serta menghilangkan garam dan membantu tubuh untuk menjaga keseimbangan zat-zat kimia seperti kalium, natrium dan khlorida. Pasien hemodialisa harus mendapatkan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi yang kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Asupan protein diharapkan 1-2 gram/kg BB/hari dengan 50 % terdiri atas protein dengan nilai tinggi.44 Batasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikomsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah air kencing yang ada ditambah dengan insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-12-/meg/hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.45 Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selalu mendorong pasien untuk minum. Apabila asupan cairan berlebihan maka selama periode diantara hemodialisa akan terjadi kenaikan berat badan yang besar. Darah yang mengandung produksi sisa seperti urea dan kreatinin, mengalir ke dalam kompartemen dialier atau ginjal buatan, tampak akan bertemu dengan hemodialisa, yang tidak mengandung urea atau kreatinin. Ditetapkan gradien maksimum sehingga zat ini mengalir dari darah ke dialisa. Aliran berulang darah melalui dialiser pada rentang kecepatan 200 sampai 400 ml/menit lebih dari 4 44
Sylvia A.Price & Lorraine M.Wilson, PATOLOFISIOLOGI, Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, (Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2003), 966. 45 Ibid., 966.
58
sampai 5 jam mengurangi produk sisa, ini menjadi keadaan yang lebih normal. Supaya jumlah dan tekanan darah yang mengalir ke dialiser memadai maka perlu dibuat suatu akses khusus. Akses khusus ini pada umumnya adalah vena lengan yang sudah dibuatkan fistula dengan arteri radialis atau ulnaris. Terdapat suntikan aliran darah arteri ke vena sehingga vena akan melebar dan mengalami epitelisasi. Fistula seperti ini dapat bertahan bertahun-tahun dan komplikasinya hampir tidak ada. Tindakan hemodialisa adalah terapi untuk mempertahankan hidup bagi pasien gagal ginjal. Mengapa? Hemodialisa atau cuci darah bukanlah untuk menyembuhkan penyakit gagal ginjal, karena gagal ginjal tidak dapat disembuhkan melalui hemodialisa. Penderita gagal ginjal kronik dapat bertahan/memperpanjang hidupnya melalui hemodialisa menurut ilmu medis. Hemodialisa yang dilaksanakan penderita gagal ginjal kronik akan mempengaruhi kepribadiannya baik secara fisik, psikis, spritualitas dan sosial. Secara fisik kulit mereka pucat, kering dan hitam bahkan ada benjolan-benjolan pada bekas suntikan jarum dalam melaksanakan hemodialisa. Detakan darah mereka lebih cepat dibanding sebelum cuci darah karena urat vena dan urat arteri di satukan untuk mempermudah pelaksanaan cuci darah. Secara psikis mereka kadang-kadang
merasa rendah diri dari teman-
teman, boleh karena keadaan tubuh mereka dan juga karena terbatas kemanamana oleh karena sudah tergantung pada mesin pencuci darah. Terbatas dalam tenaga, terbatas dalam makan dan minum, dan terbatas dalam pekerjaan karena tenaga mereka telah berkurang dibanding dari sebelum gagal ginjal kronik.
59
Secara sosial mereka juga harus memikirkan dana dan juga tergantung pada keluarga. Secara spiritualitas, secara umum mereka ada semakin dekat dengan Tuhan dan ada juga masih bertanya-tanya tentang keberadaan Tuhan. Dengan hemodialisa, patuh pada diet yang telah ditetapkan oleh medis, pasien dapat merawat kesehatannya dan hidup lebih lama dari prognosis medis. Dengan hidup lebih lama maka pasien gagal ginjal dapat memaknai hidupnya, karena makna hidup selalu tersedia bagi setiap orang, baik dalam keadaan menderita sekali pun. Makna hidup tidak diberikan oleh orang lain tetapi makna hidup dapat ditemukan dalam setiap warna kehidupan, hanya bagaimana kita menemukannya.
60