BAB II LANDASAN TEORI
II.1
Biaya Rayburn, L. G. yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999) menyatakan, “Biaya
mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk suatu produk, biaya menunjukkan ukuran moneter sumber daya yang digunakan, seperti bahan, tenaga kerja, dan overhead. Untuk suatu jasa, biaya merupakan pengorbanan moneter yang dilakukan untuk menyediakan jasa” (h. 4). Menurut pendapat Horngren, Datar, dan Foster (2006), “Accountants define cost as a resource sacrificed or forgone to archieve a specific objective. A cost (such as direct materials or advertising) is usually measured as the monetary amount that must be paid to acquire goods or services.” (p. 25). Yang artinya akuntan mendefinisikan biaya sebagai suatu sumber yang dikorbankan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Biaya (seperti bahan baku langsung atau periklanan) biasanya diukur sebagai jumlah moneter yang harus dibayar untuk mendapatkan barang atau jasa. Mengacu pada pendapat Carter (2006) pengertian biaya dapat dikemukakan sebagai nilai tukar, pengeluaran, atau pengorbanan untuk memperoleh manfaat. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan sumber daya ekonomi yang dikorbankan untuk memperoleh suatu manfaat atau mencapai tujuan tertentu.
7
II.1.1 Klasifikasi Biaya Mengacu pada pendapat Carter, proses klasifikasi biaya dapat dimulai dengan menghubungkan biaya pada operasi perusahaan. Dalam lingkungan manufaktur, total biaya operasi terdiri atas biaya produksi dan biaya komersial. Biaya produksi didefinisikan sebagai jumlah dari tiga unsur biaya: 1.
Bahan Baku Langsung (Direct Material) adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari barang jadi dan dimasukkan langsung dalam perhitungan biaya produk. Contohnya adalah kayu yang digunakan untuk membuat mebel dan minyak mentah yang digunakan untuk membuat bensin.
2.
Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor) adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan ke produk tertentu.
3.
Overhead Pabrik (Factory Overhead) terdiri atas semua biaya produksi yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Overhead pabrik biasanya memasukkan semua biaya manufaktur kecuali bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung, antara lain: a. Bahan Baku Tidak Langsung (Indirect Materials) adalah bahan baku yang diperlukan untuk penyelesaian suatu produk tetapi tidak diklasifikasikan sebagai bahan baku langsung karena bahan baku tersebut tidak menjadi bagian dari produk. Contohnya adalah amplas, pola kertas, lem. b. Tenaga Kerja Tidak Langsung (Indirect Labor) adalah tenaga kerja yang secara tidak langsung mempengaruhi pembentukan barang jadi. Contohnya adalah gaji pengawas, pembantu umum, karyawan bagian pemeliharaan.
8
II.1.2 Perilaku Biaya Rayburn menyatakan, “Perilaku biaya berkaitan dengan bagaimana biaya total dan biaya per unit bervariasi mengikuti perubahan kegiatan atau volume” (h. 63). Menurut Carter, beberapa jenis biaya berubah secara proporsional terhadap perubahan dalam volume produksi atau output, sementara yang lainnya tetap relatif konstan dalam jumlah. Biaya tetap dianggap sebagai biaya untuk tetap berada dalam bisnis (being in business), sementara biaya variabel adalah biaya dari melakukan bisnis (doing business). 1.
Biaya Variabel (Variable Cost) Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan. Dengan kata lain, biaya variabel menunjukkan jumlah per unit yang relatif konstan dengan berubahnya aktivitas dalam rentang yang relevan. Biaya variabel dikendalikan oleh supervisor pada tingkat operasi tertentu. Contoh dari biaya variabel adalah biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung.
2.
Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan meningkatnya aktivitas dalam rentang yang relevan. Tanggung jawab pengendalian untuk biaya tetap berada pada tingkat manajemen menengah atau manajemen eksekutif dibandingkan dengan supervisor operasi. Contoh dari biaya tetap antara lain gaji eksekutif produksi, gaji satpam dan pegawai kebersihan, pemeliharaan dan perbaikan gedung dan bangunan, sewa.
9
3.
Biaya Semivariabel (Semivariable Cost) Beberapa jenis biaya memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel, jenis biaya ini disebut biaya semivariabel. Misalnya, biaya listrik biasanya adalah biaya semivariabel. Listrik yang digunakan untuk penerangan merupakan biaya tetap karena lampu tetap diperlukan tanpa mempedulikan tingkat aktivitas, sementara listrik yang digunakan sebagai tenaga untuk mengoperasikan peralatan akan bervariasi tergantung pada penggunaan peralatan.
II.2
Sistem Activity-Based Costing Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2005) mendefinisikan, “Activity-based costing is
a method of allocating overhead based on each product’s use of activities in making the product” (p. 831). Artinya activity-based costing adalah metode pengalokasian overhead berdasarkan kegunaan aktivitas masing-masing produk dalam proses pembuatannya. Horngren et al. menyatakan bahwa: One of the best tools for refining a costing system is activity-based costing. Activitybased costing (ABC) refines a costing system by identifying individual activities as the fundamental cost objects. An activity is an event, task, or unit of work with a specified purpose–for example, designing products, setting up machines, and distributing products. Artinya adalah salah satu alat terbaik untuk memperbaiki sistem perhitungan biaya adalah activity-based costing. Activity-based costing memperbaiki sistem perhitungan biaya dengan mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual sebagai obyek biaya fundamental. Aktivitas adalah kejadian, tugas, atau pekerjaan dengan tujuan tertentu–misalnya, merancang produk, menyetel mesin, dan mendistribusikan produk.
10
Armanto Witjaksono (2006) mendefinisikan: 1.
ABC adalah suatu proses identifikasi aktivitas yang menyebabkan biaya dan menentukan cost driver setiap aktivitas untuk setiap produk dan jasa yang berbeda.
2.
ABC adalah salah satu upaya meningkatkan akurasi informasi biaya dari sistem akuntansi biaya konvensional, di mana ABC berusaha meminimalkan fenomena peanut-butter costing.
3.
Penerapan metode ABC dimulai dengan identifikasi secara mendetail mengenai aktivitas yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa. Mengacu pada pendapat Rayburn (1999), ABC yang disebut juga kalkulasi biaya
berdasarkan transaksi (transaction-based costing), bertujuan memperbaiki keakuratan biaya produk dan jasa dengan mengakui bahwa beberapa biaya lebih tepat dibebankan atas dasar nonvolume. Selain memfokuskan pada obyek biaya seperti yang dilakukan akuntansi konvensional, ABC menyadari adanya keanekaragaman pada pelaksanaan kegiatan. ABC mencerminkan konsumsi biaya dengan mengidentifikasi penggerak yang dapat terjadi di berbagai tingkat dalam suatu organisasi. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa activitybased costing merupakan suatu metode perhitungan biaya produksi dengan cara mengakumulasikan semua biaya yang timbul ke aktivitas-aktivitas yang berhubungan dan kemudian dibebankan ke produk dengan menggunakan cost driver yang sesuai.
II.2.1 Konsep Dasar Activity-Based Costing Carter menyatakan bahwa dalam activity-based costing, dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead disebut sebagai pemicu (driver). Pemicu sumber
11
daya (resource driver) adalah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari suatu sumber daya ke berbagai aktivitas berbeda yang menggunakan sumber daya tersebut. Jika suatu sistem activity-based costing mengalokasikan biaya dari suatu sumber daya ke beberapa aktivitas berdasarkan meter persegi atau jumlah karyawan yang disediakan untuk setiap aktivitas, maka meter persegi dan jumlah karyawan disebut dengan pemicu sumber daya. Pemicu aktivitas (activity driver) adalah suatu dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari suatu aktivitas ke produk, pelanggan, atau obyek biaya final (final cost object) lainnya. Kata final mengacu pada langkah terakhir dalam alokasi biaya. Sifat dan jenis pemicu aktivitas membedakan activity-based costing dari perhitungan biaya tradisional.
II.3
Cost Driver Mulyadi (2009) mendefinisikan cost driver sebagai suatu faktor yang menjadi
penyebab timbulnya biaya aktivitas tertentu. Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000) menyatakan, “Cost driver adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau jasa” (h. 120). Mengacu pada pendapat Rayburn (1999) penggerak biaya (cost driver) adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kegiatan; mereka menyerap kebutuhan yang ditempatkan pada suatu kegiatan oleh produk atau jasa. Menurut Tunggal (2009), cost driver merupakan faktor-faktor seperti jam mesin, bed yang ditempati, jam kerja komputer, jam terbang yang menyebabkan adanya biaya overhead.
12
II.4
Klasifikasi Tingkat Aktivitas Menurut Carter, activity-based costing mengakui aktivitas, biaya aktivitas, dan
pemicu aktivitas pada tingkatan agregasi (levels of aggregation) yang berbeda dalam satu lingkungan produksi. Tingkatan tersebut adalah: 1.
Tingkat Unit Biaya tingkat unit adalah biaya yang meningkat saat satu unit diproduksi. Biaya ini adalah satu-satunya biaya yang selalu dapat dibebankan secara akurat proporsional terhadap volume. Contoh dari biaya tingkat unit meliputi biaya listrik jika mesin dengan tenaga listrik digunakan dalam memproduksi setiap unit, biaya pemanasan jika setiap unit mengalami proses pemanasan, dan tenaga kerja inspeksi jika setiap unit memerlukan inspeksi. Pemicu tingkat unit merupakan ukuran aktivitas yang bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi dan dijual. Semua pemicu tingkat unit adalah proporsional terhadap unit output dan merupakan satu-satunya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan dalam activity-based costing.
2.
Tingkat Batch Biaya tingkat batch adalah biaya yang disebabkan oleh jumlah batch yang diproduksi dan dijual. Contoh dari biaya tingkat batch meliputi biaya persiapan dan kebanyakan biaya penanganan bahan baku. Jika bahan baku dipesan dari pemasok untuk batch tertentu, maka sebagian dari biaya pembelian, penerimaan, dan inspeksi barang masuk merupakan biaya tingkat batch.
13
Pemicu tingkat batch adalah ukuran aktivitas yang bervariasi dengan jumlah batch yang diproduksi dan dijual. Contoh dari pemicu tingkat batch adalah persiapan, jam persiapan, pesanan produksi, dan permintaan bahan baku. 3.
Tingkat Produk Biaya tingkat produk adalah biaya yang terjadi untuk mendukung sejumlah produk berbeda yang dihasilkan. Biaya tersebut tidak harus diperngaruhi oleh produksi dan penjualan satu batch atau satu unit lebih banyak. Contoh dari biaya tingkat produk adalah biaya desain produk, pengembangan produk, pembuatan prototipe, dan teknik produksi. Jika pekerja memerlukan tambahan pelatihan sebelum memproduksi suatu produk tertentu, atau jika beberapa mesin digunakan secara eksklusif untuk satu produk, maka biaya dari peralatan dan mesin tersebut adalah biaya tingkat produk. Pemicu tingkat produk adalah ukuran aktivitas yang bervariasi dengan bermacam-macam jumlah produk yang diproduksi dan dijual. Contoh dari pemicu tingkat produk adalah perubahan desain, jam desain, dan jumlah komponen berbeda yang diperlukan.
4.
Tingkat Pabrik Biaya tingkat pabrik adalah biaya pemeliharaan kapasitas di lokasi produksi. Contohnya adalah sewa, penyusutan, pajak properti, dan asuransi untuk bangunan pabrik. Dalam sistem activity-based costing, biaya tingkat pabrik sering dialokasikan ke output menggunakan dasar alokasi tingkat unit, meskipun faktanya biaya tingkat pabrik sangat berbeda dari biaya tingkat unit. Contoh dari ukuran tingkat unit yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tingkat pabrik
14
ke produk di activity-based costing adalah total biaya konversi (juga disebut dengan nilai tambah), jumlah unit, dan total biaya langsung.
II.5
Langkah-langkah Mengimplementasikan Activity-Based Costing Menurut pendapat Hansen dan Mowen (1999), ada dua tahap dalam
mengimplementasikan sistem activity-based costing, yaitu: a.
Prosedur Tahap Pertama Dalam prosedur tahap pertama ini terdapat empat langkah yang diperlukan untuk membebankan biaya overhead pada aktivitas, yaitu: 1. Identifikasi dan klasifikasi aktivitas Langkah pertama adalah mengidentifikasi berbagai aktivitas yang biasa dijalankan pabrik dalam melaksanakan proses produksinya. Aktivitas adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu, identifikasi aktivitas memerlukan suatu daftar dari semua jenis pekerjaan yang berbedabeda. Setelah itu, aktivitas-aktivitas yang telah teridentifikasi tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkatannya. 2. Penentuan penggerak biaya (cost driver) Setelah mengklasifikasikan berbagai macam aktivitas ke dalam empat tingkatan aktivitas, langkah selanjutnya adalah menentukan penggerak biaya untuk masing-masing aktivitas. 3. Pengelompokan biaya-biaya (cost pool) yang homogen Untuk mengurangi jumlah tarif overhead yang diperlukan dan perampingan proses, aktivitas-aktivitas dikelompokkan pada kumpulan yang sejenis berdasarkan karakteristik yang sama: (1) secara logika dan berkorelasi dan
15
(2) memiliki rasio konsumsi yang sama untuk semua produk. Biaya-biaya dikaitkan dengan setiap kumpulan sejenis ini dengan menjumlahkan biayabiaya dari setiap aktivitas yang ada pada setiap kumpulan sejenis tersebut. Kumpulan biaya overhead yang berkaitan dengan setiap kumpulan aktivitas disebut dengan kelompok biaya sejenis (homogeneous costpool). 4. Penghitungan tarif overhead kelompok (pool rate) Langkah terakhir dalam prosedur tahap pertama adalah menghitung tarif overhead untuk setiap kelompok biaya. Tarif overhead tersebut diperoleh dengan rumus biaya overhead dibagi dengan penggerak biayanya. b.
Prosedur Tahap Kedua Pada tahap ini, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung pada tahap pertama dan ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi setiap produk. Jadi, pembebanan overhead dari setiap kelompok biaya kepada setiap produk dihitung sebagai berikut: Overhead yang dibebankan (pada suatu produk)
II.6
=
Tarif Kelompok
X
Unit penggerak yang dikonsumsi produk
Kelebihan dan Kekurangan Activity-Based Costing Kelebihan sistem activity-based costing menurut Tunggal, A. W. (2003):
1.
Suatu pengkajian ABC dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu dan juga sekaligus fokus pada mengurangi biaya.
16
2.
Biaya produk yang lebih realistik khususnya tersedia dalam pabrik berteknologi produksi yang maju (Advanced Manufacturing Technology) di mana overhead pendukung merupakan suatu proporsi yang signifikan dari biaya total.
3.
Semakin banyak overhead yang ditelusuri ke produk. Dalam pabrik modern, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang. Activity-based costing memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga melakukan kalkulasi biaya produk di luar dasar lantai pabrik yang tradisional.
4.
Activity-based costing mengakui bahwa aktivitas lah yang menyebabkan biaya, bukan produk, dan produk lah yang mengkonsumsi aktivitas.
5.
Activity-based costing memfokus perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasikan aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
6.
Activity-based costing mengakui kompleksitas dari diversitas dari produksi yang modern dengan menggunakan banyak pemacu biaya. Banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi daripada berbasis volume produk. Kekurangan sistem activity-based costing menurut Tunggal, A. W. adalah:
1.
Diperlukan banyak aktivitas untuk menjalankan pabrik, sehingga tidaklah mungkin memonitor semua aktivitas tersebut. Solusinya adalah menggabungkan aktivitas-aktivitas tersebut. Perlu diingat bahwa kalau jumlah aktivitas dalam suatu sistem biaya menurun, ketepatan sistem akan menurun pula.
2.
Suatu sistem activity-based costing yang lengkap dengan berbagai kelompok biaya dengan pemacu biaya yang banyak tidak dapat disangkal lebih kompleks daripada sistem tradisional. Dengan demikian sistem activity-based costing lebih mahal diadministrasikan.
17
II.7
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tradisional Kelebihan yang dimiliki oleh sistem akuntansi biaya tradisional dalam
menghitung harga pokok produksi adalah cara perhitungannya yang sederhana. Akan tetapi di samping kelebihannya itu, sistem ini juga memiliki kelemahan. Menurut Tunggal, sistem tradisional dapat mengakibatkan informasi biaya produksi yang terdistorsi. Mengacu pada pendapat Zulfikarnashrullah (2008), terdapat beberapa faktor sumber distorsi sistem biaya tradisional, yaitu: 1. Beberapa biaya dialokasikan ke produk padahal sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan produk yang dihasilkan. 2. Biaya yang sebenarnya mempunyai hubungan dengan produk yang dihasilkan diabaikan. 3. Penetapan biaya produk terbatas pada suatu himpunan output perusahaan, sementara itu perusahaan menghasilkan multiproduk.
II.8
Perbedaan Sistem Tradisional dan Sistem Activity-Based Costing Menurut Carter, perbedaan antara sistem activity-based costing dan sistem
tradisional adalah semua sistem activity-based costing adalah sistem perhitungan biaya dua tahap, sementara sistem tradisional bisa merupakan sistem perhitungan satu atau dua tahap. Sistem tradisional menggunakan dua tahap hanya jika departemen atau pusat biaya lain dibuat. Biaya sumber daya dialokasikan ke pusat biaya di tahap pertama, kemudian biaya dialokasikan dari pusat biaya ke produk di tahap kedua. Beberapa sistem tradisional hanya terdiri dari satu tahap karena sistem tersebut tidak
18
menggunakan pusat biaya yang terpisah, tetapi tidak ada sistem activity-based costing yang hanya terdiri dari satu tahap. Mursyidi (2008) menyatakan, “Perbedaan yang mendasar antara sistem kalkulasi harga pokok tradisional dan sistem ABC adalah dalam hal orientasi dasar perhitungan. Dalam sistem tradisional hanya mendasarkan pada unit produk, sedangkan dalam sistem ABC menggunakan dasar unit produk atau atas dasar non-unit activity drivers.” (h. 286). Menurut Tunggal, sistem activity-based costing fokus pada biaya, mutu, dan faktor waktu. Sistem tradisional berfokus pada kinerja keuangan jangka pendek seperti laba, sehingga bila sistem ini digunakan, angka-angkanya tidak dapat dipercaya untuk penetapan harga dan untuk mengidentifikasi produk yang menguntungkan. Perbedaan lainnya adalah activity-based costing menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan besarnya setiap overhead dari produk yang mengkonsumsinya. Sistem tradisional mengalokasi overhead berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif. Oleh karena itu sistem tradisional tidak menyerap konsumsi overhead yang benar menurut produk individual.
19