BAB II LANDASAN TEORI
A. Profitabilitas Sebagaimana dengan Bank Umum lainnya, tugas utama Bank Syariah dalam upaya pencapaian keuntungan adalah dengan mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Tingkat laba yang dihasilkan oleh bank dikenal dengan istilah profitabilitas. Menurut Brigham dan Houston (2012) profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen asset dan utang pada hasil operasi.1 Definisi profitabilitas menurut Dendawijaya (2005), profitabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efesiensi usaha dan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi perusahaan yang bersangkutan.2 Untuk itu, maka dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio profitabilitas tersebut terdiri dari Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE). 1. Return on Assets (ROA) ROA adalah rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan aspek earning atau profitabilitas. ROA berfungsi untuk mengukur
1
Eugene F. Brigham, Joel F. Houston, Dasar-dasar Manajemen Keuangan Buku 1 (edisi II), (Jakarta: Salemba Empat, 2012), hlm. 146. 2 Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 118.
44
45
efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Semakin besar ROA yang dimiliki oleh sebuah perusahaan maka semakin efesien penggunaan aktiva sehingga akan memperbesar laba. Laba yang besar akan menarik investor
karena
perusahaan memiliki tingkat kembalian yang semakin tinggi.3 Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 23./DPNP tanggal 31 Mei 2004, ROA merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva.4 ROA =
Laba Bersih x 100% Total Aktiva
Rasio ini dapat dijadikan sebagai
ukuran kesehatan keuangan.
Rasio ini sangat penting, mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal bank (Dahlan Siamat, 2005). Dalam hal ini profitabilitas yang diukur adalah profitabilitas perbankan yang mencerminkan tingkat efisiensi usaha perbankan. Biasanya apabila profitabilitas tinggi akan mencerminkan laba yang tinggi dan ini akan mempengaruhi pertumbuhan laba bank tersebut. Perubahan rasio ini dapat disebabkan antara
lain : (1) Lebih
banyak asset yang digunakan, hingga menambah operating income dalam skala yang lebih besar, (2) Adanya kemampuan manajemen untuk mengalihkan portofolio/surat berharga ke jenis yang menghasilkan income yang lebih tinggi, (3) Adanya kenaikan tingkat bunga secara umum, dan 3
Munawir. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 4. (Yogyakarta: Liberty, 2010), hlm.74. Surat Edaran Bank Indonesia No. 23./DPNP tanggal 31 Mei 2004, tentang Sistem Penilaian Kesehatan Perbankan. 4
46
(4) Adanya pemanfaatan aset-aset yang semula tidak produktif menjadi aset produktif.5 Dalam penelitian, penilaian unsur ini didasarkan pada rasio laba terhadap total asset (Return on Assets). ROA merupakan rasio keuangan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin lebih baik pula posisi bank terebut dari segi penggunaan aset. Dalam kerangka penilaian kesehatan bank, BI akan memberikan skor maksimal 100 (sehat apabila bank memiliki ROA sebesar > 1,50%.6 2. Return on Equity Return On Equity (ROE) mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Formulasi dari Return On Equity atau ROE adalah sebagai berikut:7 ROE =
Laba Setelah Pajak x 100% Modal sendiri
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi profitabilitas:8
5
Mabruroh. Manfaat dan Pengaruh Rasio Keuangan dalam Analisis Kinerja Keuangan Perbankan.(BENEFIT. Jurnal Manajemen dan Bisnis, 2004). Volume 8. No. 1. hlm. 37-51 6 Hasibuan, Malayu S. P. Dasar-dasar Perbankan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 63. 7 Munawir. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 4. (Yogyakarta: Liberty, 2010), hlm.76. 8 Munawir. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 4. (Yogyakarta: Liberty, 2010), hlm. 78.
47
a. Profit margin, yaitu perbandingan antara “net operating income” dengan “Net Sales”. b. Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha), yaitu kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu.
B. Rasio Kesehatan Bank 1. CAR (Capital Adequacy Ratio) Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian, semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi (sesuai ketentuan BI 8%) berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.9 Penetapan CAR sebagai variabel yang mempengaruhi profitabilitas didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank. Penetapan CAR pada titik tertentu dimaksudkan agar bank memiliki kemampuan modal yang cukup untuk meredam kemungkinan timbulnya risiko sebagai akibat berkembangnya ekspansi aset. Rendahnya CAR dikarenakan peningkatan ekspansi aset berisiko yang tidak diimbangi dengan penambahan modal menurunkan kesempatan bank untuk berinvestasi dan menurunkan
9
Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, (Penerbit BPFE Yogyakarta: Yogyakarta, 2002), hlm. 573.
48
kepercayaan
masyarakat
sehingga
berpengaruh
pada
penurunan
profitabilitas. Pembentukan dan peningkatan peranan aktiva bank sebagai penghasil keuntungan harus memperhatikan kepentingan pihak-pihak ketiga sebagai pemasok modal bank. Sehingga bank harus menyediakan modal minimum yang cukup.10 Manajemen bank perlu mempertahankan nilai CAR sesuai dengan ketentuan karena dengan modal yang cukup maka bank dapat melakukan ekspansi usaha dengan lebih aman dalam rangka meningkatkan profitabilitasnya. Berdasarkan ketentuan Bank for International Settlements, bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%.11 CAR suatu bank dapat dihitung dengan rumus : CAR
Modal Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Modal sendiri bank syariah terdiri dari modal inti ditambah dengan pelengkap. Pada bank syariah perhitungan ATMR sedikit berbeda dari bank konvensional. Aktiva pada bank syariah dibagi atas aktiva yang dibiayai dengan modal sendiri serta aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil. Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan hutang risikonya ditanggung modal sendiri, sedangkan yang didanai oleh rekening bagi hasil risikonya ditanggung oleh rekening bagi hasil itu sendiri.12
10
Sinungan, Muchdarsyah. Manajemen Dana Bank. (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm.
113. 11
Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 41. 12 Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi, (Penerbit BPFE Yogyakarta: Yogyakarta, 2002), hlm. 575.
49
2. FDR (Financing Deposit to Ratio) FDR (Financing Deposit to Ratio) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan dengan dana yang diterima bank. Kebutuhan likuiditas setiap bank berbeda-beda tergantung antara lain pada kekhususan usaha bank, besarnya bank dan sebagainya.13 Dalam perbankan syariah tidak dikenal istilah kredit (loan) namun pembiayaan atau
financing.
Pada umumnya konsep yang sama
ditunjukkan pada bank syariah dalam mengukur likuiditas yaitu dengan menggunakan Financing to Deposit Ratio. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
FDR
Total Pembiayaan x 100% Total Dana Pihak Ketiga
Financing (pembiayaan) dalam industri perbankan syariah adalah penyaluran dana kepada pihak ketiga, bukan bank, dan bukan Bank Indonesia dengan menggunakan beberapa jenis akad. Adapun dana pihak ketiga dalam bank syariah berupa: a.
Titipan
(wadiah)
simpanan
yang
dijamin
keamanan
dan
pengembaliannya tapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan. b.
Partisipasi modal berbagi hasil dari berbagai risiko untuk investasi umum.
13
Antonio, Syafi'i.Bank Syariah Dari Teori Kepraktik. (Jakarta : Gema Insani. Press, 2001) hlm. 170.
50
c.
Investasi khusus dimana bank hanya berlaku sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee dan investor sepenuhnya mengambil risiko atas investasi itu. Untuk dapat memperoleh FDR yang optimum bank tetap harus
menjaga NPF. Peningkatan FDR dapat berarti penyaluran dana ke pembiayaan semakin besar, sehingga laba akan meningkat. Apabila FDR suatu bank berada di atas atau di bawah 85% - 110%, maka bank dalam hal ini dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Oleh karena itu, pihak manajemen harus dapat mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan yang nantinya dapat menambah pendapatan bank baik dalam bentuk bonus maupun bagi hasil, yang berarti profit bank syariah juga akan meningkat (Fitri Amalia, Mustofa Edwin, 2007). Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Financing Deposit to Ratio suatu bank adalah sekitar 80%. Namun, batas toleransi antara 85% dan 100%.14
14
Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 117.
51
3. NPF (Non Performing Financing) Perkembangan
pemberian
pembiayaan
yang
paling
tidak
mengembirakan bagi pihak bank adalah apabila pembiayaan yang diberikannya ternyata menjadi bermasalah. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok pembiayaan beserta bagi hasil yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian pembiayaan.15 NPF (Non Performing Financing) adalah tingkat pengembalian pembiayaan yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPF merupakan tingkat pembiayaan macet pada bank tersebut. NPF diketahui dengan cara menghitung Pembiayaan Non Lancar Terhadap Total Pembiayaan. Apabila semakin rendah NPF maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan, sebaliknya bila tingkat NPF tinggi bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Rasio NPF ini dalam rumus sebagai berikut: NPF
Pembiayaan Non Lancar Total Pembiayaan
Implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya pembiayaan bermasalah tersebut dapat berupa berikut ini:16
15
Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 81. 16 Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 82-83.
52
a. Hilangnya kesempatan untuk memperoleh income (pendapatan) dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank. b. Rasio kualitas aktiva produktif atau yang lebih dikenal dengan BDR (bad debt ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang memburuk. c. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akan sangat berpengaruh terhadap CAR (Capital Adequacy Ratio). d. Return On Assets (ROA) mengalami penurunan. e. Sebagai akibat dari komplikasi butir b, c, dan d tersebut di atas adalah menurunnya nilai tingkat kesehatan bank berdasarkan perhitungan menurut metode CAMEL. 4. BOPO (Biaya Operasional per Pendapatan Operasional) BOPO menurut kamus keuangan adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Berbagai angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan terhadap angka-angka dalam neraca. Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional
53
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi.17 Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi. Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, melakukan efisiensi operasi, yakni untuk mengetahui apakah bank dalam operasinya yang berhubungan dengan usaha pokok bank dilakukan dengan benar dalam arti sesuai yang diharapkan manajemen dan pemegang saham. Efisiensi operasi juga untuk mempengaruhi kinerja bank, yakni untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna. Menurut ketentuan Bank Indonesia efisiensi operasi diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional atau disingkat BOPO. Rasio BOPO menunjukkan efisiensi bank dalam menjalankan usaha pokoknya terutama kredit berdasarkan jumlah dana yang berhasil dikumpulkan oleh bank. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana (misalnya dana masyarakat), maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan
hasil
bunga.
17
Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 120.
54
Rasio biaya operasional (BOPO) adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank selain bunga dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya tenaga kerja, biaya pemasaran dan biaya operasional lainnya). Pendapatan operasi merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit. Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan usahanya, sehingga menunjukkan kenaikan pada pendapatan operasionalnya Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan lembaga keuangan/bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:18
BOPO
18
Biaya (Beban) Operasional Pendapatan Operasional
Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2009), hm. 79.