Bab II LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Informasi
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Menurut O’Brien (2005, p5), sistem informasi dapat merupakan kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. Pendapat lain mengatakan bahwa sistem informasi adalah sebuah kumpulan
dari
komponen-komponen
yang
saling
berhubungan
yang
mengumpulkan (atau mengambil kembali), mengolah, menyimpan dan mendistribusikan
informasi
untuk
mendukung
pengambilan
keputusan,
koordinasi dan pengendalian di dalam sebuah organisasi. (Laudon, 2004, p8)
2.1.2 Sumber Daya Sistem Informasi Sebuah sistem informasi terdiri dari sumber daya manusia (end user dan IS specialist), perangkat keras (mesin dan media), perangkat lunak (program dan prosedur), data (data dan pengetahuan), dan jaringan (media komunikasi dan dukungan jaringan) untuk membentuk input, pemrosesan, output, penyimpanan, dan kegiatan pengendalian yang mengubah sumber daya data menjadi produk informasi.(O’Brien,2001,p11)
7
8
Gambar 2.1 Sumber Daya Sistem Informasi Sumber: O’Brien (2001, p8)
2.1.3 Tingkatan dalam Sistem Informasi Sistem informasi dibagi menjadi empat tingkat (Laudon, 2004, p39), antara lain : 1. Sistem Informasi Tingkat Operasional (Operational level System) Sistem Informasi Tingkat Operasional mendukung manajer operasional dengan menjaga aktivitas dan transaksi-transaksi umum dari organisasi, seperti penjualan, pendapatan, penggajian, keputusan kredit, dan arus material dalam perusahaan. Sistem Pemrosesan Transaksi (TPS) adalah sistem yang terkomputerisasi yang menampilkan dan merekam transaksi rutin sehari-hari yang diperlukan untuk mengendalikan bisnis. Contoh: sistem reservasi hotel, penggajian. 2. Sistem Informasi Tingkat Pengetahuan (Knowledge Level System) Sistem Informasi Tingkat Pengetahuan mendukung pengetahuan organisasi dan data karyawan. Tujuan dari level sistem ini adalah untuk membantu
9 bisnis perusahaan yang mengintegrasi pengetahuan baru ke dalam bisnis dan membantu pengendalian arus kertas kerja dalam organisasi. Dalam level sistem ini terbagi dua tipe sistem yaitu KWS (Knowledge Work System) dan OAS (Office Automation System). Sistem KWS membantu pekerja
yang
berpendidikan
dalam
menangani
penciptaan
pengintegrasian pengetahuan baru dalam suatu organisasi.
dan
Sistem OAS
dirancang untuk meningkatkan produktivitas dan pengolahan data dalam perusahaan seperti pengolahan data, e-mail, sistem penjadwalan. 3. Sistem Informasi Tingkat Manajemen (Management Level System) Sistem informasi tingkat manajemen ini memantau, mengontrol, membuat keputusan dan mengadministrasikan aktivitas manajer tingkat menengah. Dalam tingkatan ini ada dua tipe, yaitu: Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (DSS). Sistem Informasi Manajemen (SIM) ini menangani dan membantu para manajer menengah untuk menjalankan fungsinya seperti perencanaan, pengawasan, dan pengambilan keputusan dengan menyediakan ringkasan rutin dan laporan pengecualian. Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (DSS) dibuat untuk mendukung manajer dalam mengidentifikasikan masalah yang terstruktur dan semi-terstruktur, pengambilan keputusan dengan mengkombinasikan data dan analisis model. 4. Sistem Informasi Tingkat Strategi (Stategic Level System) Sistem Informasi Tingkat Strategi
ini mendukung aktivitas perencanaan
jangka panjang yang disusun oleh manajer senior. Dalam tingkatan ini, tipe
10 sistem yang digunakan dinamakan sistem pendukung bagi eksekutif (ESS) atau seringkali disebut dengan Sistem Informasi Eksekutif (EIS), yaitu sistem informasi yang disajikan kepada tingkat strategis di dalam suatu organisasi yang lebih mengarah kepada pengambilan keputusan untuk masalah yang tidak terstruktur melalui bentuk tampilan grafik, tabel, gambar dan fasilitas untuk mengkomunikasikan keputusan yang telah diambil.
EIS
Strategic Level System
Top Managers Executives
DSS MIS
Management Level System
KWS OAS
Knowledge Level System
TPS
Operational Level System
Middle Managers Executives
Knowledge Workers
Operational People
Gambar 2.2 Tingkatan sistem informasi dengan kelompok penggunaannya pada masing-masing level. Sumber : Laudon (2004, p39) Dalam level perusahaan memerlukan sistem yang berbeda-beda, oleh karena itu diperlukan sistem yang tepat untuk dapat menangani setiap level (Laudon, 2004, p41-45) sistem tersebut antara lain :
11 a. Transaction Processing System (TPS) merupakan sistem pengolahan transaksi yang menyajikan informasi mengenai aktivitas dan kegiatan seharihari yang terjadi dalam organisasi. b. Office Automation System (OAS) merupakan suatu sistem yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas dari pengolahan data dalam perusahaan, seperti word processing, electronic mail system, dan spreadsheet. c. Knowledge Worker System (KWS), sistem yang membantu karyawan dalam menangani pengintegrasian pengetahuan baru dalam suatu organisasi. d. Management Information System (MIS) merupakan sistem informasi yang menangani dan
membantu para
manajer tingkat
menengah untuk
menjalankan fungsi perencanaan skema kerja, pengontrolan, pengambilan keputusan, dan menangani masalah yang terstruktur berdasarkan informasi dan laporan sehari-hari. e. Decision Support System (DSS), berguna untuk mendukung manajer dalam mengidentifikasi masalah terstruktur dan semi terstruktur, pengambilan keputusan dengan mengkombinasikan data dan analisis model. f. Executive Information System (EIS), sistem yang digunakan untuk membantu para manajer tingkat atas dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat tidak terstruktur dengan bantuan gambar (grafik).
12 2.2
Sistem Informasi Pemasaran
2.2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. (Kotler & Armstrong, 2001,p7)
2.2.2 Konsep Pemasaran Konsep pemasaran adalah sebuah filosofi bisnis yang menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. (Kotler, 2003, p19) Konsep pemasaran telah diekspresikan dengan cara yang beraneka ragam, yaitu : “Penuhilah kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”, “Temukan keinginan dan penuhilah”, “Cintailah pelanggan, bukan produk”, “Lakukan dengan cara anda” (Burger King), “Andalah sang bos” (United Airlines), “Utamakan orang-orang” (British Airways), “Bermitra untuk mendapatkan laba” (Miliken & Company). Konsep pemasaran masyarakat menegaskan bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan minat dari pasar sasaran dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing dengan tetap memelihara atau meningkatkan kesejahteraan
13 masyarakat dan konsumen. (Kotler, 2003, p20)
Starting Point
Factory
Focus
Products
Means
Selling and promoting
Ends
Profit through sales volume
(a) The Selling concept
Target market satisfaction
Customer needs
Integrated marketing
Profits through customer
(b) The Marketing concept Gambar 2.6 Perbedaan konsep penjualan dan pemasaran Gambar 2.3 Konsep Pemasaran & Konsep Penjualan Sumber : Kotler (2003, p20)
2.2.3 Perencanaan Strategi Pemasaran Perencanaan strategi pemasaran merupakan suatu proses manajerial dalam mengembangkan dan memelihara keseimbangan antara objektif perusahaan, kemampuan atau keahlian serta sumber-sumber daya perusahaan dan mengubahnya menjadi sebuah kesempatan di dalam pasar. (Kotler, 2003, 118) Tujuan dari perencanaan strategi pemasaran adalah untuk menentukan bisnis dan produk perusahaan sehingga mereka dapat menargetkan keuntungan dan pertumbuhannya di dalam pasar. Strategi pemasaran merincikan target pasar dan bauran pemasaran yang berkaitan. Strategi pemasaran adalah “gambar besar” yang memperlihatkan halhal yang akan dilakukan perusahaan dalam pasar tertentu. Ada dua bagian yang
14 diperlukan :
Target pasar yaitu sekelompok konsumen yang agak homogen (serupa) yang akan dihimbau perusahaan.
Bauran pemasaran yaitu sejumlah variabel yang dapat dikendalikan yang digabungkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan kelompok target.
2.2.4 Bauran Pemasaran Menurut Kotler dan Amstrong (2001, p71-74), bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran taktis dan terkontrol yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya.
Gambar 2.4 Komponen Bauran Pemasaran Sumber : Kotler (2001, p82)
15 Bauran Pemasaran dikelompokkan ke dalam empat golongan besar (McLeod, 2001, p343), yaitu: 1. Produk (Product); Berkaitan dengan upaya mengembangkan produk yang tepat bagi target pasar. Penawaran ini dapat mencakup barang fisik, jasa, atau gabungan keduanya. 2. Tempat (Place); Berkenaan dengan upaya menyampaikan produk “yang tepat” ke tempat pasar target. 3. Promosi (Promotion); Menyangkut kegiatan memberitahukan pasar target tentang
adanya
produk
yang
tepat.
Promosi
mencakup
penjualan
perseorangan, penjualan massal, promosi penjualan. 4. Harga (Price); Selain menetapkan produk, tempat, dan promosi yang tepat, para manager harus memutuskan harga yang tepat. Dalam menetapkan harga mereka harus mempertimbangkan jenis persaingan dalam pasar dan biaya bauran pemasaran secara menyeluruh. Mereka juga harus berusaha mengestimasi reaksi pelanggan terhadap tingkat harga yang mungkin akan ditetapkan. Disamping itu, mereka harus mengetahui praktek yang berlangsung sekarang mengenai imbuhan harga (markups), diskon, dan berbagai syarat penjualan lain.
2.2.5 Pengertian Sistem Informasi Pemasaran Suatu sistem informasi pemasaran terdiri dari orang-orang, peralatan dan prosedur-prosedur
untuk
mengumpulkan,
mengurutkan,
menganalisis,
mengevaluasi dan mendistribusikan informasi yang sesuai kebutuhan, tepat waktu, dan akurat kepada pembuat keputusan pemasaran. (Kotler, 2003, p115)
16 Menurut McLeod (2004, p369), Pemasaran merupakan area fungsional pertama yang menunjukkan minat pada SIM (Sistem Informasi Manajemen). Segera setelah konsep SIM muncul, para pemasar menyesuaikannya ke area aplikasi mereka dan menyebutnya sistem informasi pemasaran (Marketing Information System-MKIS). MKIS terdiri dari tiga subsistem input : sistem informasi akuntansi, enelitian pemasaran, dan intelijen pemasaran. Subsistem output mengarahkan ebutuhan informasi dari empat unsur bauran pemasaran (produk, tempat, promosi, dan harga), ditambah integrasi keempatnya.
Data
Subsistem Input
Subsistem Output
Sistem Informasi Akuntansi
Subsistem produk
Sumber Internal
Subsistem tempat
Subsistem Penelitian pemasaran
Sumber Lingkungan
Informasi
Databas e
Subsistem promosi
Subsistem harga Subsistem Intelijen pemasaran
Subsistem Bauran pemasaran
Gambar 2.5 Model Sistem Informasi Pemasaran Sumber : McLeod (2001, p450)
Pemakai
17 2.3
Sistem Informasi Eksekutif
2.3.1 Pengertian Eksekutif Menurut Watson et al (1997, p40), arti dari eksekutif berbeda dari satu organisasi dengan organisasi lain. Banyak pengertian yang memiliki beberapa karakteristik umum yang membantu kita untuk mengerti siapa eksekutif itu, apa yang mereka lakukan, dan apa yang membuat mereka berbeda dari manajer lainnya. Beberapa karakteristik tersebut, adalah : 1. Eksekutif mengatur sebuah organisasi atau subunit, mereka memikirkan akan kesejahteraan organisasi. 2. Eksekutif bertanggung jawab untuk lebih dari satu area fungsional dalam organisasi. 3. Eksekutif merencanakan rencana strategik dari organisasi dimana rencana tersebut akan diterapkan lima atau lebih dari 5 tahun ke depan. 4. Eksekutif menetapkan kebijakan dan merepresentasikan organisasi dalam interaksi dengan lingkungan eksternal. 5. Eksekutif mempunyai posisi yang sangat penting di dalam organisasi dimana tindakan dan keputusan mereka berpengaruh pada konsekuensi finansial, manusia, dan bisnis. 6. Eksekutif peduli dengan isu yang berjangkauan luas. Misalnya, isu penggunaan teknologi, peran komuniti, tenaga kerja. Menurut McLeod (2001, p423), istilah eksekutif diterapkan agak bebas. Tidak ada garis batas yang jelas yang memisahkan eksekutif dari manajer lain. Istilah ini digunakan untuk mengidentifikasi manajer pada tingkat atas dari hierarki organisasi yang berpengaruh kuat pada perusahaan. Pengaruh ini
18 dilakukan melalui penentuan perencanaan strategi dan penetapan kebijaksanaan perusahaan. Jadi, eksekutif adalah pimpinan yang berfungsi sebagai pengambil keputusan strategis dengan identifikasi masalah dan peluang yang ada, dan memantau kinerja dari manajemen tingkat menengah sampai tingkat operasional untuk mencapai tujuan organisasi.
2.3.2 Pengertian Sistem Informasi Eksekutif Menurut Mcleod
(2001,p432) Sistem Informasi Eksekutif (executive
information system – EIS) ialah sistem yang menyediakan informasi untuk eksekutif mengenai kinerja keseluruhan perusahaan. Sedangkan menurut Laudon dan Laudon (2003, p432), Sistem Informasi Eksekutif adalah sistem informasi yang berada pada strategik level organisasi. Untuk membantu eksekutif dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan bantuan tabel dan grafik. Jadi, Sistem Informasi Eksekutif adalah sistem berbasiskan komputer yang menyediakan kebutuhan informasi bagi eksekutif dengan mudah, cepat, tepat waktu, dan akses langsung ke laporan manajemen.
2.3.3 Model Sistem Informasi Eksekutif Konfigurasi sistem informasi eksekutif berbasis komputer biasanya meliputi satu komputer personal. Dalam perusahaan besar personal komputer (PC) tersebut dihubungkan dengan mainframe, seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut :
19
Gambar 2.6 Model Sistem Informasi Eksekutif Sumber : McLeod (2001, p433)
Komputer personal eksekutif berfungsi sebagai eksekutif workstation. Konfigurasi perangkat kerasnya mencakup penyimpanan sekunder, dimana kebanyakan dalam bentuk hardisk yang menyimpan database eksekutif. Database eksekutif berisi data dan informasi yang telah diproses sebelumnya oleh komputer sentral perusahaan. Eksekutif memilih menu untuk menghasilkan tampilan layar yang telah disusun sebelumnya atau untuk melakukan sejumlah kecil pemrosesan.
20 2.3.4 Karakteristik Sistem Informasi Eksekutif SIE memiliki beberapa karakteristik (Turban, 2003, p329-331), yaitu : 1. Drill down Kemampuan drill down menyediakan detil-detil dibalik informasi yang diberikan. Misalnya seorang eksekutif memperhatikan adanya kemunduran dalam penjualan perusahaan di dalam laporan mingguan. Maka untuk menemukan penyebabnya eksekutif tersebut akan melihat penjualan pada masing-masing wilayah. Jika salah satu region terlihat bermasalah, eksekutif mungkin ingin melihat lebih detil lagi (penjualan berdasarkan produk atau karyawan). 2. Critical success factor (CSF) Faktor-faktor kritis yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Faktor-faktor seperti ini ada pada level perusahaan seperti juga pada level divisi, pabrik dan departemen. 3. Status access Dengan status akses, setiap saat seorang eksekutif dapat mengakses data atau laporan yang terakhir pada status dari faktor kunci atau faktor lainnya. 4. Trend analysis Di dalam menganalisis data, sangat penting untuk mengidentifikasi kecenderungannya. Apakah penjualan meningkat? Apakah pangsa pasar meningkat? Eksekutif suka memeriksa kecenderungan yang diwakili oleh perubahan data.
21 5. Ad hoc analysis SIE menyediakan kemampuan ad hoc analysis, yang mana eksekutif dapat membuat permintaan spesifik untuk analisis data. 6. Exception reporting Laporan pengecualian didasarkan pada konsep manajemen pengecualian, yang mana seorang eksekutif memberi perhatian hanya pada selisih yang signifikan dari standar (kinerja yang sangat baik atau sangat buruk). 7. Intelligent EIS Pengembangan terhadap Intelligent EIS dilakukan guna menghemat waktu eksekutif dalam menggunakan drill down, menemukan pengecualian dan mengidentifikasi kecenderungan. Kemampuan ini juga menjamin eksekutif tidak akan kehilangan petunjuk yang penting di dalam sejumlah besar data. 8. Integration with DSSs SIE berguna dalam mengidentifikasi masalah dan kesempatan, yang mana identifikasi semacam ini dapat difasilitasi oleh sebuah komponen intelijen. Oleh karena itu, banyak vendor software menyediakan SIE/DSS yang terintegrasi di dalam paket bisnis intelijen mereka. 9. Web-based enterprise systems Pada saat ini, SIE telah dikembangkan dengan analisis dan presentasi yang saling berhubungan dan multidimensi, akses data yang mudah, tampilan gambar yang mudah, kemampuan menggambar, hypertext, akses intranet.
22 2.3.5 Faktor Penentu Keberhasilan Sistem Informasi Eksekutif Mcleod (2001, p437-439) mengutip pendapat John Rockat dan David DeLing mengidentifikasikan delapan faktor penentu keberhasilan Sistem Informasi Eksekutif, yaitu : 1 Sponsor eksekutif yang mengerti dan berkomitmen Eksekutif tingkat puncak harus berfungsi sebagai sponsor eksekutif Sistem Informasi Eksekutif dengan mendorong penerapannya. 2 Sponsor operasi Sponsor operasi yang bekerja sama dengan eksekutif pemakai dan spesialisasi informasi untuk memastikan bahwa pekerjaan yang diberikan oleh eksekutif tingkat puncak lainnya, seperti wakil presiden eksekutif telah terlaksana. 3 Staf jasa informasi yang sesuai Harus tersedia spesialis informasi yang tidak saja mengerti teknologi informasi tetapi juga mengerti cara eksekutif menggunakan sistem itu. 4 Teknologi informasi yang sesuai Sistem harus sesederhana mungkin dan harus memberikan tepat seperti yang eksekutif inginkan, tidak lebih dan tidak kurang. 5 Manajemen data Eksekutif harus mengakui seberapa mutakhir data yang tersedia dan mampu mengikuti analisis dasar tersebut.
23 6 Kaitan yang jelas dengan tujuan bisnis Sebagian besar Sistem Informasi Eksekutif yang berhasil dirancang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah spesifik atau memenuhi kebutuhan yang dapat ditangani oleh teknologi informasi. 7 Manajemen atas penolakan organisasi Jika seorang eksekutif menolak Sistem Informasi Eksekutif, perlu dilakukan upaya untuk mendapat dukungan. Strategi yang baik adalah mengidentifikasi satu masalah tunggal yang dihadapi eksekutif itu dan kemudian segera menerapkan Sistem Informasi Eksekutif, dengan menggunakan prototyping, untuk mengatasi masalah tersebut. 8 Manajemen atas penyebaran dan evolusi sistem Pengalaman menunjukkan bahwa jika manajemen tingkat atas mulai menerima output yang sama, manajer tingkat bawah ingin mampu mengantisipasi masalah dan memecahkannya sebelum manajer tingkat atas menganggap situasinya tidak terkendali.
2.4
Alat Bantu Analisis Strategi Pemasaran
2.4.1 Analisis CSF (Critical Success Factor) Turban dan Arronsin (2005, p543), mengemukakan, ”Faktor yang harus dipertimbangkan dalam mencapai keberhasilan organisasi disebut critical success factor (CSFs)”. Lebih lanjut dalam penulisannya CSFs akan ditulis CSF. Menurut McLeod (2004, p116) CSF adalah salah satu kegiatan perusahaan yang berpengaruh kuat pada kemampuan perusahaan mencapai tujuannya.
24 Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam CSF, yaitu : 1. Informasi yang bersifat kritis (Critical Information) Adalah informasi yang berhubungan dengan CSF. Informasi ini dapat diperoleh dari data internal, eksternal, database, dan dikembangkan sendiri secara khusus atau dapat dibeli dari penyedia informasi publik. 2. Asumsi kritis (Critical Asumtion Set) Adalah anggapan yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan dan faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan tercapai. 3. Keputusan kritis (Critical Decision) Adalah sekumpulan keputusan yang bersifat kritis, digunakan sebagai dasar membangun sistem pengendali keputusan (DSS).
2.4.2 Lima Kekuatan Saing Porter David (2006, p130-135) mengutip Professor Harvard Michael E.Porter, hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan, yaitu : 1. Persaingan di antara perusahaan sejenis Kekuatan ini paling berpengaruh dibandingkan dengan empat kekuatan lainnya. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan dapat berhasil hanya jika strategi itu memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan strategi yang dijalankan oleh perusahaan pesaing. Perubahan strategi di sebuah perusahaan dapat diimbangi serangan balasan, seperti menurunkan harga, meningkatkan kualitas, menambah feature, menyediakan jasa, memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan.
25 2. Kemungkinan masuknya pesaing baru Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke industri tertentu, intensitas persaingan antar perusahaan meningkat. Tetapi, hambatan untuk masuk, dapat mencakup kebutuhan untuk mencapai skala ekonomi dengan cepat, kebutuhan untuk mendapatkan teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya pengalaman, tingginya kesetiaan pelanggan, kuatnya preferensi merek, besarnya kebutuhan akan modal, kurangnya jalur distribusi yang memadai, peraturan pemerintah, tarif, kurangnya akses terhadap bahan mentah, kepemilikan paten, lokasi yang kurang menguntungkan, serangan balasan dari perusahaan yang sudah mapan, dan potensi kejenuhan pasar. Walaupun banyak hambatan, perusahaan baru kadang-kadang masuk ke dalam industri dengan produk yang lebih tinggi mutunya, harga yang lebih rendah, dan tenaga pemasaran yang banyak. Oleh karena itu, tugas perencana strategi adalah mengidentifikasi perusahaan baru yang potensial masuk pasar, memonitor
strategi
perusahaan
baru
yang
menjadi
pesaing,
dan
memanfaatkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. 3. Potensi pengembangan produk substitusi Dalam berbagai industri, perusahaan bersaing ketat dengan produsen produk pengganti. contohnya, produsen tempat dari plastik bersaing dengan produsen tempat dari gelas, karton, dan aluminium. Adanya produk pengganti membuat batasan harga maksimal, sebelum konsumen pindah ke produk pengganti tersebut. Tekanan persaingan akibat adanya produk pengganti semakin bertambah ketika harga produk pengganti relatif murah dan biaya konsumen untuk
26 beralih ke produk pun rendah. Kekuatan kompetitif produk pengganti paling mudah diukur dari seberapa besar pangsa pasar yang direbutnya dan rencana perusahaan produk pengganti tersebut untuk meningkatkan kapasitas serta penetrasi pasar. 4. Kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok Kekuatan tawar pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industi, terutama ketika jumlah pemasok banyak, ketika hanya ada sedikit bahan baku pengganti yang baik, atau ketika biaya mengganti bahan baku amat tinggi. Seringkali demi kepentingan bersama, pemasok dan produsen saling membantu dengan memberikan harga yang terjangkau, mutu yang lebih baik, pengembangan palayanan baru, penyerahan barang tepat waktu, dan mengurangi biaya inventarisasi, sehingga meningkatkan kemampuan maraih laba jangka panjang bagi semua pihak yang terkait. 5. Kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen Ketika pelanggan terkonsentrasi atau jumlahnya besar, atau membeli dalam jumlah banyak, kekuatan tawarnya merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing mungkin menawarkan garansi yang lebih panjang atau pelayanan khusus untuk memperoleh loyalitas pelanggan ketika kekuatan tawar dari konsumen luar biasa. Kekuatan tawar konsumen juga lebih besar ketika produk yang dibeli bersifat standar atau tidak berbeda. Ketika demikian halnya, konsumen sering dapat melakukan negosiasi atau menekan harga jual, jaminan, dan paket aksesori sampai tingkat tertentu.
27
Potensi pengembangan produk subtitusi
Kekuatan tawar-menawar penjual/ pemasok
Persaingan Antar perusahaan sejenis
Kekuatan tawar-menawar pembeli / konsumen
Kemungkinan masuknya pesaing baru
Gambar 2.7 Model Lima Kekuatan Porter Sumber : David (2006,p131)
2.4.3 Analisis SWOT Menurut Kotler (2003,p102) analisis SWOT merupakan evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini dibagi ke dalam dua bagian yaitu analisis lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) dan analisis lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan). Menurut Pearce dan Robinson (2000, p202-204), analisis SWOT adalah analisis yang berdasarkan pada anggapan bahwa suatu strategi yang efektif berasal dari sumber daya internal suatu perusahaan (Strengths and Weaknesses), dan sumber daya eksternal suatu perusahaan (Opportunities and Threats) -
Strength (kekuatan) Suatu keunggulan sumber daya yang relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar yang dilayani atau hendak dilayani oleh perusahaan kekuasaan yang
28 dimiliki oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan pesaing. -
Weakness (kelemahan) Keterbatasan atau kekurangana dalam sumber daya, ketrampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif perusahaan. Keterbatasan dalam fasilitas, sumber daya keuangan, kemampuan manajemen, ketrampilan pemasaran merupakan sumber dari kelemahan.
-
Opportunity (peluang) Adalah suatu daerah kebutuhan pemebeli dimana perusahaan dapat beroperasi secara menguntungkan dan untuk merebut lebih banyak konsumen dibandingkan dengan para pesaing.
-
Threat (Ancaman) Tantangan dan ancaman yang dihadapi oleh suatu perusahaan dari para pesaing dalam merebut konsumen. Analisis SWOT dapat digunakan dengan
berbagai cara untuk
meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka/paduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi alternatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.
2.4.3.1 Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS) Menurut Rangkuti (2006, p24), setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan di identifikasi suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength dan Weakness perusahaan. Tahapnya adalah
29 sebagai berikut : a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam Kolom 1. b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00) c. Hitung rating (dalam kolom 3) Untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variable yang bersifat negatif, kebalikannya. Contohnya, jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata industri, nilainya adalah 4. d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh factor pembobotan dalam pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
30 pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
2.4.3.2 Matriks Faktor Strategi Eksternal (EFAS) Menurut Rangkuti (2006, p22), sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal EFAS (External Factors Analysis Summary). Berikut ini adalah cara-cara penentuan Faktor Strategis Eksternal (EFAS) a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai 10 peluang dan ancaman). b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2,mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh
31 faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
2.4.3.3 Model Matriks Internal Eksternal (IE) Menurut
Rangkuti (2006,
p42),
Matriks
internal eksternal
ini
dikembangkan dari model General Electrik (GE Model). Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail.
32 KEKUATAN INTERNAL BISNIS Tinggi (3,00-4,00)
DAYA TARIK INDUSTRI
Tinggi (3,00-4,00)
Sedang (2,00-2,99)
1
Rata-rata (2,00-2,99) 2
GROWTH Konsentrasi melalui integrasi vertikal 4
7
Turnaround 6 RETRENCHMENT Captive Company atau Divestment
STABILITY Tak ada perubahan Profit Strategi 8
GROWTH Difersifikasi Konsentrik
RETRENCHMENT
GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal
Hati-hati
Rendah (1,00-1,99)
3
GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horisontal 5
STABILITY
Lemah (1,00-1,99)
9 GROWTH Difersifikasi Konglomerat
RETRENCHMENT Bangkrut atau Likuidasi
Gambar 2.8 Matriks Internal Eksternal Sumber : Rangkuti (2006, p42)
Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi umum, yaitu: a. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2, dan 50 atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8). b. Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. c. Retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.
33 2.4.3.4 Diagram SWOT Setelah didapat hasil tabel bobot skor dari masing-masing IFAS dan EFAS, langkah selanjutnya adalah memasukkan angka total bobot skor tersebut ke dalam diagram analisis SWOT berikut ini :
BERBAGAI PELUANG 4. Mendukung Strategi Turnaround
1. Mendukung Strategi Agresif
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
3. Mendukung Strategi Defensif
2. Mendukung Strategi Diversifikasi BERBAGAI ANCAMAN
Gambar 2.9 Diagram SWOT Sumber: Rangkuti (2006, p19) Keterangan : Kuadran 1 : ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada, strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy) Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan segi internal, strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar)
34 Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategy perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4 : ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
2.4.3.5 Matriks SWOT Menurut Rangkuti (2006, p31), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi.
IFAS
Strengths (S)
Weaknesses (W)
Strategi SO
Strategi WO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi ST
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
EFAS Opportunities (O)
Treaths (T)
Gambar 2.10 Matriks SWOT Sumber : Rangkuti (2006, p31)
35 Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas. -
Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
-
Strategi ST Strategi ini dibuat berdasarkan pemanfaatan kekuatan yang ada untuk menghindari ancaman yang ada.
-
Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
-
Strategi WT Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
2.5
Analisis dan Perancangan Sistem Informasi
2.5.1 Pengertian Analisis Sistem Informasi Menurut Whitten (2001, p165) analisis sistem informasi adalah tahapantahapan dalam suatu proyek pengembangan sistem informasi yang secara pokok terpusatkan pada masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan bisnis, yang bebas dari teknologi apapun yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan suatu masalah.
36 Menurut McLeod (2001, p190) analisis sistem informasi adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk merancang sistem yang baru atau diperbaharui. Di dalam tahap analisis sistem informasi terdapat beberapa langkah dasar yang harus dilakukan oleh sistem analis adalah sebagai berikut (McLeod, 2001,p192) : a. Mempelajari sistem yang sedang berjalan. b. Membentuk tim-tim untuk mengerjakan proyek. c. Mendefinisikan informasi yang dibutuhkan. d. Mendefinisikan kriteria kinerja sistem. e. Menyiapkan rancangan sistem yang baru. f. Menerima atau menolak rancangan sistem yang baru.
2.5.2 Pengertian Perancangan Sistem Informasi Menurut Mcleod (2001, p192) perancangan sistem informasi adalah penentuan proses data yang diperlukan oleh sistem baru. Perancangan sistem informasi memiliki dua tujuan utama, yaitu :
Memenuhi kebutuhan pemakai
Memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang lengkap dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Menurut Whitten (2001, p166) perancangan sistem informasi merupakan
pelengkap dalam teknik pemecahan masalah kembali komponen-komponen menjadi sebuah sistem yang utuh. Beberapa komponen tersebut memiliki
37 kemungkinan untuk ditambah, dihapus atau diganti agar kinerja sistem meningkat. Jadi, perancangan sistem informasi adalah suatu sistem yang dirancang untuk memproses suatu data sehingga sistem tersebut dapat memenuhi kebutuhan pemakai.
2.5.3 Konsep Object Oriented Analysis dan Design ( OOA&D ) 2.5.3.1 Object – Oriented Dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1970-an, perusahaan–perusahaan menekankan proses saat mengembangkan sistem informasi dan menggunakan alat – alat pembuatan model proses seperti bagan arus ( flowchart ) dan diagram arus data ( Data Flow Diagram ). Selama tahun 1970–an dan 1980–an, penekanan bergeser ke data, dengan menggunakan diagram hubungan entitas ( Entity Relationship Diagram – ERD ) dan kamus data. Selama tahun 1990-an kecenderungan berubah ke mengkombinasikan proses dan data menjadi object ( McLeod, 2001, p330 ). Keuntungan Object-Oriented menurut Mathiassen et al ( 2000, p5-6 ) adalah : 1. Merupakan konsep umum yang dapat digunakan untuk memodelkan hampir semua fenomena yang ada di dunia dengan menggunakan bahasa alami.
Noun menjadi object atau class
Verb menjadi behavior
Adjective menjadi attributes
38 2. Menyediakan informasi yang jelas mengenai context dari sistem 3. Mengurangi biaya maintenance atau development
2.5.3.2 Pengertian Object Oriented Analysis dan Design ( OOA&D ) Object-Oriented Analisys and Design (OOA&D) berusaha untuk menggabungkan data dan proses menjadi suatu gagasan tunggal yang disebut objects. OOA&D memperkenalkan object diagram.yang mendokumentasikan sistem dipandang dari segi objects dan interaksinya ( Whitten et al, 2001, p97 ). Menurut Mathiassen et al ( 2000, pp14-15 ) terdapat 4 aktivitas utama dalam OOA&D, yaitu Problem Domain Analysis, Application Domain Analysis, Architectural Design, dan Component Design.
Problemdomain analysis
Model
Requirements for use
Applicationdom ain analysis
Component design Specifications of components
Specifications of architecture
Architectural design
Gambar 2.11 Aktivitas Utama dalam OOA& D Sumber : Mathiassen et al (2000, p15 & p332)
39 2.5.3.3 Problem Domain Analysis Pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian informasi – informasi yang harus ada pada suatu sistem untuk menghasilkan sebuah model sistem. Problem Domain merupakan bagian dari keadaan yang akan diatur, dipantau, dan dikontrol oleh sistem (Mathiassen et al, 2000, p6). Sumber dari aktivitas ini adalah system definition, yaitu deskripsi singkat dan jelas dari sistem terkomputerisasi dengan menggunakan bahasa alami ( Mathiassen et al, 2000, p24 ). Terdapat tiga subaktivitas yang harus dilakukan untuk membuat system definition, yaitu usaha untuk mendapatkan pandangan menyeluruh dari situasi, membuat, dan mengevaluasi ide – ide untuk pendesainan sistem, dan diakhiri dengan memformulasi dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada ( Mathiassen et al, 2000, p25 ). Rich Picture dapat memperjelas pandangan user mengenai situasi, permasalahan, dan mendapatkan pandangan keseluruhan situasi dengan cepat, Rich Picture adalah gambar informal yang mempresentasikan pemahaman ilustrator mengenai situasi ( Mathiassen et al, 2000, p26 ). Mathiassen ( 2000, pp39-40 ) menulis bahwa di dalam system definition terdapat enam elemen kriteria FACTOR, yaitu : 1. Functionality : fungsi – fungsi sistem yang mendukung tugas – tugas Application Domain. 2. Application Domain : bagian dari organisasi yang mengatur, memonitor atau mengontrol suatu Problem Domain. 3. Conditions : kondisi dimana suatu sistem dikembangkan dan digunakan.
40 4. Technology : teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan teknologi saat sistem dijalankan. 5. Objects : object – object utama di dalam Problem Domain 6. Responsibility : tanggung jawab seluruh sistem dalam hubungannya dengan konteks.
Mathiassen ( 2000, pp46-47 ) di dalam bukunya menulis bahwa terdapat tiga subaktivitas dalam Problem Domain Analysis, yaitu :
Gambar 2.12 Aktivitas dalam Problem Domain Analysis Sumber : Mathiassen et al (2000,p46)
1. Classes Merupakan tahapan dilakukannya pemilihan class dan event dari system definitions untuk menghasilkan event table. Class adalah deskripsi dari kumpulan object yang mempunyai structure, berhavioral pattern dan attibutes
41 yang sama. Object adalah suatu entitas yang memiliki identity, state, dan behavior ( Mathiassen et al, 2000, p4 ). Pada tahap analisis, biasanya sebuah class cukup dideskripsikan dengan namanya saja, tetapi juga dapat ditambahkan detail attributes dan operation. Event adalah kejadian bersifat instan yang melibatkan satu atau lebih object ( Mathiassen et al, 2000, p51 ).
Gambar 2.13 Notasi dasar dari class Sumber : Mathiassen et al (p337-339)
Menurut Mathiassen et al (2000, pp53-55 ) untuk menjalankan aktivitas classes dapat dimulai dengan mengidentifikasikan kandidat / calon yang mungkin untuk classes dan events dalam model Problem Domain. Setelah itu, evaluasi dan pilih secara kritis classes dan events yang benar - benar relevan dengan konteks sistem. 2. Structure Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan hubungan struktural antara class dan object. Sumber dari tahap ini adalah Class Diagram, yaitu diagram yang menyediakan gambar ikhtisar Problem Domain yang bertalian secara logis dengan menggambarkan seluruh hubungan stuktural antara classes dan objects di dalam model ( Mathiassen et al, 2000, pp69-70 ).
42 Menurut Mathiassen et al ( 2000, pp72-77 ) terdapat dua tipe structure dalam Object-Oriented, yaitu :
Gambar 2.14 Class Diagram Sumber : Mathiassen et al (p337-339)
1. Class structure, mengekspresikan hubungan konseptual yang statis antar class. Hubungan statis ini tidak akan berubah, kecuali terjadi perubahan pada deskripsinya. Class structure dibagi menjadi dua macam, yaitu : a. Generalization Structure, merupakan hubungan antara dua atau lebih subclass dengan satu atau lebih superclass ( Mathiassen et al, 2000, p72 ). Sebuah class yang umum ( superclass ) mendeskripsikan properti umum kepada group dari special class ( subclass ). Atau dengan kata lain, terjadi penurunan attributes dan behavior dari superclass, tetapi subclass juga
43 diperkenankan untuk memiliki attributes dan behavior tambahan. Secara ilmu bahasa, generalization structure diekspresikan dengan formula “is a”.
Gambar 2.15 Generalization Structure Sumber : Mathiassen et al (2000, p73)
b. Cluster, merupakan kumpulan dari class yang berhubungan ( Mathiassen et al, 2000, p74 ). Cluster digambarkan dengan notasi file folder yang melingkupi class – class yang saling berhubungan di dalamnya. Class – class dalam satu cluster biasanya memiliki hubungan berupa generalization atau aggregation. Sedangkan hubungan class dengan cluster yang berbeda biasanya berupa association structure.
Gambar 2.16 Notasi Class Structure Sumber : Mathiassen et al (2000, p337)
44
Gambar 2.17 Cluster Structure Sumber : Mathiassen et al (2000,p75)
2. Object structure, mengekspresikan hubungan dinamis dan konkret antar object. Hubungan ini dapat berubah secara dinamis tanpa mempengaruhi perubahan pada deskripsinya. Biasanya terdapat multiplicity yang menspesifkasikan jumlah dari object yang berealisasi. Multiplicity dapat berupa string of numbers dan penyebaran internal dengan koma, seperti “0,3,7,9..,13,19..*”, “*” disebut many; dan 0..*. Ada 2 macam object structure yaitu : a. Aggregation Structure, mendefinisikan hubungan antara dua atau lebih object. Sebuah superior object ( whole ) memiliki beberapa object ( parts ) ( Mathiassen et al, 2000, p72). Secara ilmu bahasa, aggregation structure dieskpresikan dengan formulasi “has a”, “a-part-of”, atau “is-owned-by”. Terdapat tiga tipe aggregation structure ( Mathiassen et al, 2000, p79 ) yaitu:
Whole part, dimana whole merupakan jumlah dari parts, sehingga jika salah satu parts dihilangkan maka secara tidak langsung telah mengubah whole.
45
Container-content, dimana whole adalah kontainer ( tempat tampung ) dari parts-nya, sehingga bila terdapat penambahan atau pengurangan terhadap isinya ( parts ), tidak akan mengubah pengertian whole-nya.
Union-member, dimana whole merupakan union /
gabungan yang
terorganisir dari anggotanya (parts), sehingga jika terdapat penambahan atau pengurangan anggota, tidak akan mengubah union-nya. Terdapat batasan jumlah anggota terendah, karena tidak mungkin sebuah union tanpa anggota. b. Association
Structure, mendefinisikan hubungan antara dua atau lebih
object, tetapi berbeda dengan aggregation ( Mathiassen et al, 2000, p76 ). Hubungan antar class-class pada aggregation mempunyai pertalian yang kuat sedangkan pada association tidak kuat. Secara ilmu bahasa, association structure diekspresikan dengan formulasi “knows” atau “associated-with”
Ket : a-d adalah multiplicity Gambar 2.18 Notasi Object Structure Sumber : Mathiassen et al (2000, p337)
Gambar 2.19 Association Structure Sumber : Mathiassen et al (2000, p77)
46 3. Behavior, tujuan dari aktivitas ini adalah untuk memodelkan keadaan problem domain yang dinamis dengan memperluas definisi class, yang terdapat dalam class diagram, yaitu dengan menambahkan behavioral pattern dan attributes untuk setiap class. Sumber dari tahap ini adalah event table dan class diagram yang telah dihasilkan dari tahap – tahap sebelumnya. Sedangkan hasil akhirnya adalah behavioral pattern yang diekspresikan secara grafis dalam statechart diagram ( Mathiassen et al, 2000, p80-p90 ). Dalam class activity, behavior dipandang sebagai kumpulan events yang tidak berurutan yang meliputi suatu object. Sedangkan dalam behavior activity, behavior secara lebih tepat dideskripsikan dengan menambah waktu terjadinya events. Object behavior diidentifikasikan dengan event trace, yaitu serangkaian events yang berurutan yang meliputi suatu object. Event trace antara satu object mungkin berbeda dengan object lain meskipun kedua object tersebut berada dalam class yang sama. Hal ini disebabkan karena sifat event trace yang unik untuk object tertentu. Deskripsi dari event trace yang mungkin untuk seluruh object dalam sebuah class disebut behavioral pattern ( Mathiassen et al, 2000, p90 ). Dalam memodelkan Problem Domain, dilakukan pengidentifikasian requirements untuk data – data yang akan disimpan oleh sistem. Untuk menspesifikasikan data tersebut digunakan attributes, yaitu deskripsi properti dari class atau events ( Mathiassen et al, 2000, p92 ).
47 Menurut Mathiassen et al ( 2000, p93 ) behavioral pattern memiliki struktur kontrol sebagai berikut :
Sequence adalah suatu set events yang akan terjadi satu per satu ( secara berurutan ). Notasinya : “+”.
Selection adalah satu event yang terjadi dari suatu set events. Notasinya : “|”.
Iteration adalah satu event yang terjadi berulang – ulang kali. Notasinya : “*”. Jika menghadapi situasi behavior patterns yang kompleks, akan sulit
sekali untuk mengekspresikannya dalam notasi – notasi umum sehingga untuk pengekspresiannya lebih cenderung menggunakan Statechart Diagram.
Gambar 2.20 Notasi Dasar Statechart Diagram Sumber : Mathiassen et al (2000, p341)
48
Gambar 2.21 Struktur Kontrol Statechart Diagram Sumber : Mathiassen et al (2000, p95)
2.5.3.4 Application Domain Analysis Tahap ini mendefinisikan requirements dari suatu sistem. Application Domain merupakan bagian yang mengatur, memantau, atau mengontrol Problem Domain (Mathiassen et al, 2000, p6). Atau dengan kata lain, berhubungan dengan aktivitas yang dikerjakan / dijalankan oleh sistem. Prinsip dari Application Domain Analysis adalah bekerja sama dengan user untuk menentukan usage, function, dan interface. Sumber dari aktivitas ini adalah system definition dan model dari tahap sebelumnya.
49
Gambar 2.22 Aktivitas dalam Application Domain Analysis Sumber : Mathiassen et al (2000, p117)
Menurut Mathiassen et al ( 2000, p117 ) terdapat tiga subjektivitas dalam Application Domain Analysis, yaitu : 1. Usage Hasil akhir dari aktivitas ini adalah membuat deskripsi dari actors dan use cases, dimana relasinya diekspresikan dengan menggunakan actor table atau Use Case Diagram. Actor merupakan abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem ( Mathiassen et al, 2000, p119 ). Sedangkan use case adalah pola interaksi antara sistem dengan actors dalam application domain ( Mathiassen et al, 2000, p120 ). Hubungan antara actor dan use case adalah association 2. Function Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk menentukan kemampuan pemrosesan dari suatu sistem sehingga menghasilkan suatu function list beserta spesifikasi untuk function yang kompleks. Function memfokuskan pada apa
50 yang bisa dilakukan oleh sistem untuk membantu actor. Dengan kata lain, function merupakan fasilitas untuk membuat sebuah model berguna bagi actor ( Mathiassen et al, 2000, p138 ). Menurut Mathiassen et al ( 2000, p138 ) terdapat empat tipe utama dari function, dimana masing – masing tipe mengekspresikan hubungan antara model dan konteks sistem. Keempat tipe tersebut antara lain update function, signal function, read function, dan compute function. 3. Interface Tujuan dari aktivitas ini adalah menentukan antar muka (interface) dari sistem yang sedang dikembangkan. Interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan function tersedia bagi actor (Mathiassen et al, 2000, p151). Adanya interface memungkinkan actor untuk berinteraksi dengan sistem. Sumber aktivitas berasal dari Class Diagram, Use Case, dan Function List.
Menurut Mathiassen et al ( 2000, p152 ) terdapat dua macam interface : 1. User Interface, menghubungkan human actor (manusia) dengan sistem. Dalam merancang user interface dibutuhkan feedback dari user. Terdapat empat User Interface Pattern, yaitu : menu selection (diekspresikan sebagai daftar pilihan pada user interface), form filling (pola klasik untuk entri data), command language ( dibutuhkan daya ingat user untuk mengoperasikan sistem ), dan direct manipulation ( memungkinkan manipulasi langsung dengan representasi objects ) ( Mathiassen et al, 2000, p154-p155 ). 2. System Interface, menghubungkan system actor ( sistem lain ) dengan sistem yang sedang di-develop. Sistem lain bisa berupa : external device ( misal :
51 sensor, switch, dll ) dan sistem komputer yang kompleks sehingga dibutuhkan suatu protokol komunikasi. Biasanya interface ini tidak dipakai untuk sistem administratif tetapi lebih sering untuk monitoring and controlling system ( Mathiassen et al, 2000, p163-p164 )
2.5.3.5 Architectural Design Pada tahap ini, akan dilakukan penstrukturan sistem berdasarkan bagian – bagiannya dan pemenuhan beberapa criteria desain. Tahap ini juga merupakan suatu
framework
bagi
aktivitas
pengembangan
selanjutnya.
Aktivitas
architectural design bertujuan untuk menstrukturkan suatu sistem yang terkomputerisasi. Hasil yang diperoleh berupa struktur dari komponen – komponen dan proses – proses sistem. Tahap Architectural Design memiliki tiga sub aktivitas yaitu ( Mathiassen et al, 2000, p173 ) :
Gambar 2.23 Aktivitas dalam Architectural Design Sumber : Mathiassen et al (2000, p176)
52 1. Criteria Criteria adalah suatu prioritas dan arsitektur ( Mathiassen et al, 2000, p176 ). Tujuan aktivitas criteria adalah untuk menentukan prioritas desain. Hasil yang diperoleh dari tahap ini adalah kumpulan criteria untuk desain yang telah diprioritaskan.
Tabel 2.1 Beberapa Criteria dalam Perancangan CRITERIA PENGUKURAN DARI Usable
Kemampuan adapatasi sistem terhadap konteks organisasi, hubungan kerja dan teknikal Suatu pencegahan melawan akses yang tidak terotorisasi terhadap fasilitas-fasilitas yang ada Penggunaan yang ekonomis terhadap fasilitas technical platform Pemenuhan terhadap persyaratanpersyaratan Pemenuhan terhadap persyaratanpersyaratan Besarnya usaha untuk melokasikan dan memperbaiki kecacatan sistem Besarnya usaha untuk memastikan bahwa sistem menampilkan fungsi-fungsi yang telah ditentukan Besarnya usaha untuk memodifikasi sistem
Secure
Efficient Correct Reliable Maintanable Testable
Flexible Comprehensible
Reusable Portable Interoperable
Usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengertian yang masuk akal terhadap sistem Potensi penggunaan bagian-bagian sistem dalam sistem lain yang terhubung Besarnya usaha untuk memindahkan sistem ke technical platform Besarnya usaha untuk menggabungkan suatu sistem ke sistem lain Sumber : Mathiassen et al (2000, p178)
53 2. Components Components Architecture adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari komponen – komponen yang saling terhubung. Component adalah kumpulan dari bagian – bagian program yang membentuk system dan memiliki tanggung jawab yang telah terdefinisikan dengan jelas ( Mathiassen et al, 2000, p190 ). Menurut Mathiassen et al ( 2000, pp193-198), terdapat beberapa pola umum yang dapat digunakan untuk mendesain suatu component architecture yaitu :
The Layered Architecture Pattern Arsitektur ini terdiri dari beberapa component yang didesain sebagai layers. Desain dari setiap component menggambarkan tanggung jawabnya masing-masing serta interface bagian atas maupun bagian bawah. Interface bagian atas akan menggambarkan operasi yang tersedia untuk layer dibawahnya.
The Generic Architecture Pattern Model komponen mengandung model dari sistem object, yang dapat berupa layer yang paling bawah, kemudian diikuti dengan layer sistem function, dan yang paling atas merupakan component interface. Layer interface dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu user interface dan system interface.
54
Gambar 2.24 The Generic Architecture Pattern Sumber : Mathiassen et al (2000, p196)
The Client Server Architecture Pattern Komponen dari arsitektur sebuah server dan beberapa clients. Server memiliki kumpulan operasi yang tersedia bagi client. Server bertanggung jawab untuk menyediakan hal-hal yang umum bagi client-nya, seperti database atau sumber daya lain yang bisa digunakan bersama. Server menyediakan operasinya bagi client melalui suatu jaringan. Client bertanggung jawab untuk menyediakan interface lokal bagi para user (Mathiassen et al, 2000, p197).
Gambar 2.25 The Client-Server Architecture Pattern Sumber : Mathiassen et al (2000, p197)
55 3. Process Tahap ini menentukan bagaimana suatu proses system didistribusi dan dikoordinasikan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendefinisikan struktur fisikal dari suatu sistem. Hasil yang akan diperoleh berupa sebuah deployment diagram. Processor adalah suatu bagian peralatan yang dapat mengeksekusi sebuah program ( Mathiassen et al, 2000, pp211-212 ).
2.5.3.6 Component Design Tujuannya adalah untuk menentukan implementasi dari kebutuhan di dalam kerangka arsitektur. Yang menjadi titik awal dari tahap ini adalah architectural specification dan system requirement yang akan menghasilkan connected component specification. Menurut Mathiassen et al ( 2000, p232 ), terdapat dua subaktivitas dalam component design, yaitu :
Gambar 2.26 Subaktivitas dalam Component Design Sumber : Mathiassen et al (2000, p232)
56 1. Design of Components Merupakan tahapan untuk merancang komponen sistem, yaitu :
Model Component Model component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem domain ( Mathiassen et al, 2000, p236 ). Tujuan dari model component design adalah untuk menggambarkan model dari problem domain. Model tersebut merupakan hasil dari kegiatan ini yang digambarkan oleh class diagram yang telah direvisi dari hasil kegiatan analisis
Function Component Function component adalah bagian sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional ( Mathiassen et al, 2000, p252 ). Tujuannya adalah agar user interface dan komponen – komponen sistem lainnya dapat mengakses model. Sedangkan tujuan dari function component design adalah menentukan implementasi functions. Hasil dari kegiatan ini adalah class diagram dengan operations dan spesifikasi dari operations kompleks.
2. Connecting Components Tujuan dari aktivitas ini adalah menghubungkan komponen – komponen sistem yang akan menghasilkan class diagram dari komponen – komponen tersebut. Jadi pada aktivitas ini, hubungan antara komponen – komponen dirancang untuk mendapatkan desain yang fleksibel dan comprehensible. Untuk itu dibutuhkan evaluasi dari coupling dan cohesion.
57 Coupling adalah ukuran tentang seberapa dekat dua classes dan components dihubungkan (Mathiassen et al, 2000, p272). Cohesion adalah ukuran tentang seberapa baik sebuah class atau component terikat bersama (Mathiassen et al, 2000, p273 ). Prinsipnya adalah : ”highly cohesive classes dan loosely coupled components ”.
2.5.3.7 Diagram Dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Menurut Mathiassen ( 2000, p334 ), ada delapan diagram yang digunakan untuk menggambarkan empat tahap atau aktifitas utama dalam analisis dan perancangan berorientasi objek adalah sebagai berikut : 1. Rich picture menggambarkan sebuah pandangan menyeluruh dari people, object, process, sructure, dan problem domain, system problem dan application domain. 2. Class diagram menggambarkan kumpulan dari class dan hubungan struktural yang saling timbal balik. 3. Statechart diagram menggambarkan behavioral yang digunakan pada semua object dalam sebuah class khusus dan diuraikan oleh state dan transisi lainnya. 4. Use case diagram, menggambarkan hubungan antara actor dengan use case. Setiap use case menunjukkan beberapa sequence yang memungkinkan dalam interaksi diantara actor dan system. 5. Sequence diagram memperlihatkan interaksi diantara object yang diatur dalam rangkaian waktu.
58 6. Navigation diagram adalah sebuah statechart diagram khusus yang memfokuskan pada keseluruhan user interface yang dinamis. Navigation diagram menggambarkan semua windows user interface dan hubungan dinamisnya. 7. Deployment diagram menguraikan sebuah konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan object yang dihubungkan ke processor. Deployment diagram menggambarkan komponen sistem program, external device, dan hubungan struktural timbal balik. 8. Window diagram adalah sebuah konstruksi dari sebuah window tunggal dan deskripsi dari kegunaannya.