BAB II LANDASAN TEORI II.1. Kinerja Keuangan Perusahaan II.1.1. Pengertian Kinerja Keuangan Perusahaan Drucker (1998) menyatakan kinerja merupakan tingkat prestasi (karya) hasil nyata yang dicapai yang kadang-kadang dipergunakan untuk menunjukkan hasil yang positif (p.590). Sedangkan menurut Helfert (1998) kinerja keuangan adalah hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen perusahaan. Kinerja keuangan merupakan ukuran tingkat keberhasilan manajemen dalam mengelola sumber daya keuangan perusahaaan dalam segala bentuknya sebagai upaya untuk menciptakan nilai bagi pemegang sahamnya (p.67). Sedangkan Prawironegoro (2006) dalam bukunya menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah hasil kegiatan operasi perusahaan yang disajikan dalam bentuk angkaangka keuangan dimana hasil kegiatan perusahaan periode sekarang dibandingkan dengan kinerja keuangan periode masa lalu, anggaran neraca dan rugi-laba, dan rata-rata kinerja keuangan perusahaan sejenis. Hasil tersebut nantinya akan menunjukkan penyimpangan baik yang menguntungkan maupun merugikan, dimana manajemen harus mencari penyebab penyimpangan dan kemudian melakukan perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan (h.47). Kegiatan tersebut disajikan dalam laporan keuangan perusahaan. Adapun tujuan daripada laporan keuangan itu sendiri adalah : 1. untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai posisi keuangan perusahaan pada suatu saat. 6
2. untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai hasil usaha perusahaan selama periode tertentu. 3. informasi keuangan yang dapat membantu pihak yang berkepentingan untuk menilai atau menginterpretasikan kondisi dan potensi suatu perusahaan. 4. informasi penting lainnya yang relevan dengan kebutuhan pokok yang berkepentingan dengan laporan keuangan yang bersangkutan. II.1.2. Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Munawir (2002) dalam bukunya menyatakan bahwa tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan pada dasarnya ada empat (h.31) yaitu : 1.
Mengetahui tingkat likuiditas perusahaan untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
2.
Mengetahui tingkat solvabilitas perusahaan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
3.
Mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas yang dapat menujukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba selama periode tertentu yang dihubungkan dengan tingkat aset maunpun investasinya.
4.
Mengetahui
tingkat
stabilitas
perusahaan
dengan
mempertimbangkan
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya serta membayar beban bunga tepat pada waktunya. Sehingga mengacu pada penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja keuangan perusahaan berguna dalam mengevaluasi perubahan-perubahan atas sumber
7
daya yang ada sehingga manajer perusahaan dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan keadaan yang terjadi. II.2. Analisis Rasio Profitabilitas II.2.1. Pengertian Analisis Rasio Profitabilitas Salah satu cara untuk menilai kinerja perusahaan adalah dengan menggunakan pengukuran laporan keuangan. Salah satu cara yang paling lazim digunakan adalah dengan menggunakan rasio keuangan dimana cara ini paling disenangi para analis karena perhitungannya sangat mudah dan sederhana serta dapat didekomposisi (dupont analysis system). Sementara para manajer menggunakan rasio untuk menganalisis dan mengevaluasi serta memperbaiki operasi perusahaan. Salah satu rasio financial yang secara tradisonal dipergunakan untuk mengevaluasi kinerja keuangan yang menjadi pusat perhatian para investor adalah dalam hal ini khususnya yang menyangkut earning power karena membandingkan manfaat dari suatu keputusan dengan sumber-sumber yang mempengaruhi benefit tersebut (rasio profitabilitas). Profitabilitas adalah kemampuan manajemen untuk memperoleh laba baik itu laba kotor, laba operasi dan laba bersih. Untuk memperoleh laba diatas rata-rata, manajemen harus mampu meningkatkan pendapatan (revenue) dan mengurangi semua beban (expenses) atas pendapatan yang berarti bahwa manajemen harus memperluas pangsa pasar dengan tingkat harga yang menguntungkan dan menghapuskan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Sementara rasio profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan perusahaan dihubungkan dengan tingkat asset dan investasinya. Rasio ini terdiri dari : 8
•
Gross Profit Margin (GPM) Rasio ini berfungsi untuk mengukur tingkat pengembalian keuntungan kotor terhadap penjualan bersihnya. Semakin tinggi rasio ini menggambarkan bahwa kemampuan perusahaan untuk menhasilkan keuntungan cukup baik, begitu juga sebaliknya. Rumus yang digunakan dalam rasio gross profit margin adalah : Gross profit margin (GPM) : Sales – Cost of Goods Sold Sales
•
Operating Profit Margin (OPM) Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian dari keuntungan operasional perusahaan terhadap nilai besih penjualan yang dihasilkan artinya setiap rupiah yang terkandung didalam net sales mengandung keuntungan operasional perusahaan dengan tingkat pengembalian tertentu. Rasio ini mempunyai rumus sebagai berikut : Operating Profit Margin (OPM) : Operating Profits Sales
•
Net Profit Margin (NPM) Rasio ini bertujuan untuk mengukur tingkat pengembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena menunjukkan adanya peningkatan dalam operasional perusahaan, begitu juga sebaliknya.Adapun rasio ini mempunyai rumus : Net Profit Margin (NPM) = Net Profit After Taxes Sales
•
Return On Total Assets (ROA)
9
Rasio ini merupakan hubungan antara laba bersih yang dilaporkan terhadap total aktiva di neraca. Rasio ini juga berarti merupakan suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki. Rasio ini juga menghubungkan antara keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan aktiva-aktiva yang digunakan karena secara absolut suatu perusahaan yang memperoleh laba yang meningkat belum tentu secara relatif meningkat sebelum dibandingkan dengan dengan asset yang digunakan untuk menghasilkan profit tersebut. Peningkatan laba secara absolut kemungkinan diakibatkan oleh adanya investasi baru. Semakin besar rasio ini menggambarkan bahwa perusahaan lebih efisien
dan
optimal
dalam
memanfaatkan
aktiva
yang
dimiliki
dan
sebaliknya.Adapun rumus rasio ini adalah : Return On Equity (ROA) =
Net Profit After Taxes Total Assets
•
Return On Equity (ROE) Rasio ini dilihat dari sudut pandang pemilik yang merupakan hubungan antara laba bersih dengan kekayaan bersih (ekuitas/investasi pemegang saham). Rasio ini menjadi perhatian stockholders karena berkaitan dengan modal saham yang diinvestasikan untuk dikelola pihak manajemen yang berarti rasio ini juga ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari saham sendiri yang diinvestasikan dalam bisnis. Rasio ini mempunyai arti penting untuk menilai kinerja perusahaan dalam memenuhi harapan pemegang saham. Semakin besar rasio ini semakin baik, karena menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba diukur dari modal pemilik. Rasio ini mempunyai rumus sebagai berikut : Return On Equity (ROE) =
Net Profit After Taxes Stockholders Equity
10
•
Return On Investment (ROI) Rasio ini adalah alat ukur yang sangat lazim digunakan untuk mengukur kinerja sebuah pusat investasi. Rasio ini hanya difokuskan pada tingkat pengembalian para penyandang dana, yaitu modal sendiri dan hutang, bukan seluruh aktiva. ROI pada umumnya
digunakan
untuk
membuat
perencanaan
keuangan
perusahaan
konglomerasi/perusahaan multinasional, karena mereka memiliki cabang di seluruh dunia. Ada 2 versi dari ROI yaitu : Rasio laba operasi terhadap total investasi Pada versi ini, ROI digunakan jika manajer anak perusahaan sebagai pusat investasi (investment center), dimana seluruh investasi dibiayai oleh induk perusahaan, sehingga ia tidak berhak menggunakan pembiayaan kredit jangka panjang untuk membiayai investasinya. Rasio laba bersih terhadap total investasi Pada versi ini ROI digunakan untuk manajer anak perusahaan yang memiliki hak untuk membiayai investasi dengan kredit jangka panjang. Pada hakekatnya ROI adalah penilaian 2 kemampuan manajemen, yaitu : Kemampuan manajemen memperoleh laba operasi/laba bersih Kemampuan manajemen menggunakan harta yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Dengan kata lain, ROI adalah perwujudan kemampuan manajemen dalam hal efisiensi biaya dan meluaskan pangsa pasar. Adapun rumus dari rasio ini adalah : Return On Investment (ROI) =
Net Profit After Tax Total Investasi (SHE+liabilities) 11
•
Earnings Per Share (EPS) Rasio ini berguna untuk mengukur besarnya laba dari tiap lembar saham yang diberikan kepada pemegang saham. Rasio ini mempunyai rumus yaitu : Earnings Per Share (EPS) = Earnings Available for Common stockholders Number of Share of Common stock Outstanding
•
Price/earnings (P/E) Rasio ini menunjukkan perbandingan antara harga saham di pasar yang ditawarkan dengan pendapatan yang akan diterima. Adapun rumus dari rasio ini adalah : Price/earnings (P/E) = Market Price Per Share of Common Stock Earnings Per Share (EPS)
II.2.2. Keunggulan Dan Kelemahan Analisis ROI Analisis rasio pada umumnya memiliki keterbatasan teknik diantaranya : 1.
kesulitan dalam memilih rasio yang tepat digunakan untuk kepentingan pemakainya
2.
keterbatasan yang dimiliki akuntansi laporan keuangan yang menjadi keterbatasan teknik, diantaranya yaitu : z
bahan perhitungan rasio laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias/subyektif
z
nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar
z
klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio
z
metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda oleh perusahaan yang berbeda
12
3.
jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan kesulitan dalam menghitung rasio
4.
sulit jika data yang tersedia tidak sinkron
5.
jika dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntani yang dipakai tidak sama
Rasio profitabilitas khususnya rasio ROI yang paling sering diperbandingkan dengan analisis EVA juga memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya: •
Rasio ROI dibentuk dengan menggunakan item laporan laba rugi sebagai pembagi atau penyebut sehingga rasio yang dihasilkan sensitif terhadap metode akuntansi (the choice of accounting method) yang dipergunakan yang mengakibatkan perbandingan hasil (return) antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain menjadi sulit.
•
Rasio ini menggunakan laporan keuangan yang berupa nilai uang dari periode waktu yang berbeda. Hal ini akan mengakibatkan distorsi pada perhitungan rasio ROI
•
Rasio ROI melihat masa lalu (backward looking) tidak melihat ke masa depan (forward looking).
•
Rasio ini tidak memperhitungkan resiko sehingga tidak memperhitungkan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan.
•
Rasio ROI tidak mengadjust faktor yang dapat dikontrol dengan faktor yang tidak dapat dikontrol.
Sementara kelebihan dari ROI itu sendiri adalah : •
ROI merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio yang ada.
13
•
ROI cenderung mudah baik untuk dihitung, dipahami dan sangat berarti dalam arti absolut.
•
ROI merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggungjawab terhadap profitabilitas, di luar besar dan jenis usaha. Kinerja dari unit yang berbeda dapat saling dibandingkan.
•
Data ROI dapat diketahui oleh pesaing dan dapat dijadikan dasar perbandingan.
II.3.Economic Value Added (EVA) II.3.1. Sejarah EVA Dasar teoritis dari konsep EVA ini disajikan pertama kali dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan 1961 oleh dua ekonom finansial yaitu Merton H. Miller dan Franco Modigliani yang memenangkan hadiah Nobel dalam bidang ekonomi. Mereka berargumentasi bahwa laba ekonomis (economic income) merupakan sumber penciptaan nilai (value creation) di perusahaan dan bahwa rate of return/cost of capital ditentukan berdasarkan tingkat resiko yang diasumsikan oleh investor. Sayangnya keduanya tidak memberikan teknik untuk mengukur economic income dalam suatu perusahaan. Pada tahun 1991 melalui bukunya The Quest for Value, G. Bennet Steward, III, Managing Partner dari Stern Steward & Co memperkenalkan konsep EVA sebagai suatu alat pegukur kinerja dengan melihat selisih antara Net Operating Profit After Taxes (NOPAT) dengan total biaya modal.konsep ini telah dikenal sebelumnya sebagai residual income. Residual Income mengukur kinerja operasi perusahaan (NOPAT) dikurangi dengan beban atas semua hutang dan modal yang diinvestasikan. Namun
14
Steward mencoba memperbaikinya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap NOPAT. Konsep ini dianggap lebih baik karena memberikan gambaran riil kepada investor tentang kinerja keuangan perusahaan, sebab EVA lebih memfokuskan pendapatan profit ekonomi perusahaan secara nyata dengan memperhitungkan biayabiaya yang terdapat didalam investasi yang dilakukan oleh para investor dan merupakan ukuran kinerja keuangan yang paling berhubungan dengan penciptaan kesejahteraan pemegang saham. II.3.2. Pengertian EVA Ada banyak teori yang mencoba memberikan definisi akan Economic Value Added (EVA) diantaranya adalah : Knight (1998) yang secara sederhana mendefinisikan economic value added means thinking through how you will create value (p.2). Elfert (2003) menyatakan Economic Profit or Economic Value Added (EVA) is the difference between operating profit after taxes (NOPAT) and a capital charge which is based on the cost of capital times the net operating assets employed (p44). Sementara Gitmann (2006) mendefinisikan EVA is a popular measure used by many firms to determine whether an investment contributes positively to the owners’ wealth ; calculated as the difference between an investment’s net operating profit after taxes (NOPAT) and the cost of funds used to finance the investment, which is found by multiplying the dollar amount of the fund used to finance the investment by the firms WACC (p.513.). Arnold (2000) menyatakan EVA is a variant of economic profit, which is the modern term for residual income. Economic profit for a period is the amount earned by 15
business after deducting all operating expense and a charge for the oportunity cost of capital employed (p.23). Reilly dan Brown (2000) juga mendefinisikan EVA is an internal management performance measure that compares net operating profit to total cost of capital. Indicates how profitable company projects are as sign of management performance (p.831). Sedangkan Dierks menyatakan bahwa EVA is a measure of financial performance that combines the familiar concept of residual income with principles of modern corporate finance-specifically, that all capital has a cost and that earning more that the cost of capital create value for shareholders. Companies consistently generating high EVAs are top performers that are value highly by shareholders (p.271). Grinblatt (2002) mendefinisikan EVA is a simply way af accounting for the cost of using capital in computing profit. In contrast to accounting earnings which charge only for the interest paid on debt capital, EVA imposes in charge on both debt and equity capital (p.341). Sedangkan Van Horne (1998) mendefinisikan EVA is the residual income a company earns after capital costs are deducted. More specifically it is operating profit minus the required dollar amount return for the capital employed (p.213). Sementara dalam wikipedia.com/value based management menyatakan sebagai berikut : In the field of corporate finance, economic value added is a way to determine the value created, above the required return, for the shareholders of a company. Shareholders of the company will receive a positive value added when the return from the capital employed in the business operations is greater than the cost of that capital. 16
Any value obtained by employees of the company or by product users is not included in the calculations. Sehingga dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa EVA merupakan : •
EVA merupakan tujuan korporat untuk meningkatkan nilai (value) dari modal (capital) yang investor dan pemegan saham telah tanamkan dalam operasi usaha.
•
EVA merupakan selisih dari laba operasi bersih setelah pajak (NOPAT) dikurangi dengan biaya modal (cost of capital) Dapat juga disimpulkan bahwa Economic Value Added (EVA) sebagai alat
ukur prestasi keuangan berdasarkan nilai yang sangat berkaitan dengan harga saham yang dapat memperlihatkan secara absolut berapa nilai shareholder yang telah diciptakan (created) atau dihancurkan (destroyed) dan dapat memberikan dasar bagi terciptanya sistem kompensasi yang mampu memotivasi seluruh komponen perusahan untuk menciptakan nilai kepada pemegang saham. II.3.3. Perhitungan EVA Dalam melakukan perhitungan EVA, hanya dibutuhkan data-data dari Laporan Laba Rugi (Income Statement) dan Neraca (Balance Sheet). Karena pada akhirnya akan terlihat perbedaan antara laporan keuangan dalam hal ini laba antara system tradisional dengan metode EVA, maka sebelum lebih lanjut membahas, Young dan O’Bryrne coba menggambarkan perbedaan bentuk laporan keuangan (neraca) sistem tradisional dengan neraca yang menggunakan metode EVA seperti dalam bagan berikut ini : Tabel 2.1 Perbedaan neraca tradisonal dengan neraca EVA
17
Regular versus EVA Balance Sheet Short-term debt
Cash Receivables + Inventories + prepayments
Fixed assets
Short-term NIBL Long-term debt Other long-term Liabilities
Shareholders’ equity Regular Balance Sheet
Cash
Short-term debt
WCR
Long-term debt
Fixed assets
Other long-term Liabilities Shareholders’ equity
The EVA Balance Sheet
Keterangan : NIBL = Non Interest – Bearing Liabilities WCR = Working Capital Requirement
Langkah-langkah menghitung EVA sebagai berikut : 1. Menghitung NOPAT Surya (2002) mendefinisikan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) sebagai penjumlahan dari laba usaha, penghasilan bunga, beban/penghasilan pajak penghasilan, tax shield atas beban bunga, bagian atas laba/rugi bersih perusahaan asosiasi, laba/rugi penjualan aktiva tetap dan investasi saham, laba/rugi lain-lain terkait dengan operasional perusahaan (h.26). Tunggal (2001) menyatakan bahwa NOPAT adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya keuangan (financial cost) dan non cash bookkeeping entries seperti biaya penyusutan (h.5)
18
Perhitungan NOPAT tidak mengikutsertakan faktor nonoperasional dan laba/rugi luar biasa seperti laba/rugi dari penghentian usaha. Beberapa akun dalam laba/rugi lain-lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan operasional rutin perusahaan, dan tidak ada keterangan yang jelas dalam catatan atas laporan keuangan, tidak diikutsertakan dalam penghitungan NOPAT. Namun dalam menghitung NOPAT maupun Invested Capital, ada dua pendekatan yaitu pendekatan operasional (operating approach) dan pendekatan keuangan (financing approach). Adapun perbedaan pendekatan tersebut dicoba dijelaskan dalam tabel berikut : Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan Penghitungan Invested Capital dan NOPAT
Variable Invested Capital
Operating Approach
Financing Approach
Focus : Employed of capital Focus : Capital employed adjusted for equity equivalents
adjusted
for
equity
equivalents NOPAT
Top-down approach:
Bottom-up approach:
Gross profit Less: Operating costs Add: Equity adjustment
Attributable income Add: Equity adjustments Add: Interset after Tax
=NOPAT
=NOPAT
Sebelum dapat dipergunakan dalam menghitung EVA, harus dilakukan beberapa penyesuaian-penyesuaian. Menurut Young et al, alasan penyesuaian EVA adalah to increase correlation between EVA and share price, and to bring the accounting rate of return (RONA) closer to the economic rate of return (p.205).
19
Masih menurut Young et al, penyesuaian EVA dilakukan dengan cara-cara seperti (p.205): •
Eliminate the use of successful efforts accounting
•
Treat investments in tangibles and intangibles in the same way
•
Reverse amortization of goodwill
•
Bring profits closer to cash flows
•
Bring off-balance-sheet debt into the balance sheet
Dengan kata lain ada distorsi-distorsi akuntansi yang harus dieliminasi (equity equivalents), karena equity equivalents menyesuaikan standar nilai buku akuntansi menjadi nilai buku ekonomis yang merupakan pengukuran yang lebih benar atas kas yang diinvestasikan investor pada resiko dan return yang diharapkan dengan cara mengeliminasi distorsi-distorsi akuntansi dengan merubah sistem akrual menjadi sistem kas, dari perspektif pemberi pinjaman pada perspektif pemegang saham yang realistis dan dari successful efforts accounting menjadi full cost accounting. Distorsi dalam laporan keuangan itu sendiri disebabkan oleh masalah krusial dari hasil evaluasi data akuntansi laporan keuangan dalam penilaian kondisi keuangan perusahaan, sementara laporan keuangan yang ada disusun berdasarkan kaidah-kaidah standar akuntansi penyusunan laporan. Adapun sedikit penjelasan untuk equity equivalents tersebut adalah sebagai berikut : 1. Laba Laba bisa dalam bentuk laba ekonomis dan laba bisnis, sedangkan EVA dalam penilaiannya memakai laba ekonomis, hal ini ada perbedaan yang cukup penting, baik dalam pengertian maupun dalam perhitungannya.
20
2. Intangible assets (seperti biaya R&D) Di dalam pencatatan laporan keuangan, intangible assets seperti Researh and development (R&D) costs dibebankan pada periode tersebut, sehingga seolah-olah kontribusi dari penelitian dan pengembangan habis seluruhnya dalam periode terjadinya, padahal kenyataannya bukan demikian, karena penelitian dan pengembangan akan meningkatkan nilai perusahaan dan kontribusinya selama hasilnya masih dipakai berarti masih ada kontribusinya dengan kata lain bahwa intangible assets diperkirakan mempunyai future benefits dan diangap sebagai economic assets. 3. Pajak tangguhan (deferred tax) Pajak tangguhan (deferred tax) timbul dalam akuntansi pajak penghasilan karena terdapat future tax effects yang timbul sebagai akibat adanya perbedaan temporer antara accounting base dengan tax base, yaitu adanya perbedaan dalam pengakuan transaksi dan peristiwa yang telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT pajak. Pengakuan future tax effects dilakukan dengan mengakui adanya deferred tax assets (aktiva pajak tangguhan) dan deferred tax liabilities (kewajiban pajak tangguhan). Hal ini menurut konsep EVA harus diperbaiki dengan mengeliminasi pengaruh dari deferred tax karena pajak tangguhan merupakan cashflow dan bukan biaya yang bersifat tunai (cash cost). 4. Penggunaan metode persediaan untuk menghemat badan pajak perusahaan biasanya menggunakan metode LIFO ketika harga naik. Hal ini yang mengakibatkan mengakumulasinya biaya di periode sebelumnya dan menjadikan harga persediaan kadaluwarsa, harga persediaan biasa dibawah nilai yang sebenarnya, kemudian ketika memberi nilai barang, 21
menggunakan metode FIFO agar harga barang sesuai dengan harga baru. Penyesuaian dari metode LIFO ke FIFO dalam EVA disebut LIFO reserve. Penambahan LIFO reserve pada modal mengkonversikan penilaian LIFO ke FIFO dengan pendekatan nilai sekarang, sementara penambahan LIFO ke NOPAT menjadikan laba perusahaan lebih mendekati nilai sebenarnya. 5. Akumulasi amortisasi goodwill goodwill merupakan asset tak berwujud yang bisa terjadi apabila suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan lain dengan harga diatas fair market value atas aktiva dan hutangnya. Peruasahaan akan mengamortisasi goodwill terhadap laba akuntansi periode tertentu, yang jelas akan mengurangi besarnya laba akuntansi, sementara dalam metode EVA, goodwill dianggap investasi yang tidak dapat daimortisasi karena bukan merupakan cast cost dan tidak dapat mengurangi pajak (non tax deductible). 6. Succesfull effort to full cost perusahaan-perusahaan penghasil sumber daya alam yang menganut akuntansi successful-effort menyatakan bahwa biaya akan diberlakukan bila sumber daya tersebut berhasil memberi konstribusi, namun dalam EVA biaya harus diberlakukan meski sumber daya tersebut tidak menghasilkan. 7. Keuntungan atau penghasilan yang ditangguhkan keuntungan yang ditangguhkan mengaburkan waktu yang sebenarnya dari penerimaan tunai yang akan diperoleh oleh perusahan. Keuntungan yang ditangguhkan harus dihitung sebagai equity equivalents sebagai penambah pada capital sehingga keuntungan yang diperoleh perusahan pada periode berjalan dapat terlihat jumlah yang sebenarnya. 22
8. Other equity equivalents (reserves) cadangan berjaga-jaga mengaburkan timing sebenarnya dari penerimaan dan pengeluaran tunai. Dalam perhitungan EVA, other reserves tidak diakui sebagai unsur yang mempengaruhi accounting profit karena sifatnya tersebut dan tidak adanya unsur cash outflows. Hanya biaya yang benar-benar terjadi yang diakui sebagai unsur yang mempengaruhi accounting profit sehingga reserves (cadangan) di neraca harus dihitung sebagai equity equivalents yang menambah invested capital dan kenaikan cadangan tersebut menambah NOPAT. Dengan demikian distorsi akuntansi dapat dikurangi sehingga NOPAT dihitung berdasarkan aliran tunai yang sebenarnya terjadi. 2. Mengidentifikasikan Invested Capital Menurut Tunggal (2001) Invested Capital adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan di luar pinjaman jangka pendek tanpa bunga (non-interet bearing liabilities) seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan, dan sebagainya. Invested Capital adalah suatu ukuran dari semua kas yang ditanamkan dalam perusahaan baik berupa hutang, modal saham biasa ataupun saham preferen dan digunakan untuk modal kerja atau untuk aktivitas jangka panjang. Invested Capital yang dimaksud dalam perhitungan EVA nantinya adalah Invested Capital yang telah memperhitungkan adanya penyesuaianpenyesuaian seperti pada NOPAT. Seperti halnya juga NOPAT, Invested Capital juga dihitung dengan 2 pendekatan yaitu operating approach dan financing approach. Dalam penjelasan NOPAT diatas telah disinggung perbedaan operating dan financing approach dalam perhitungan Invested Capital. Maka kini, dapat dicontohkan 23
penyesuaian-penyesuaian baik untuk NOPAT maupun Invested Capital seperti dalam tabel 2.3 Penyesuaian untuk Capital dan NOPAT berikut ini :
Equity Equivalent Adjustments for Calculating EVA
Add Equity Equivalents
Add Increases in Equity Equivalents
To Capital for:
to NOPAT for:
Deferred tax reserve
Increase in deferred tax reserve
LIFO reserve
Increase in LIFO reserve
Cumulative goodwill amortization
Goodwill amortization
Unrecorded goodwill (Net) capitalized intangibles
Increase in (net) capitalized intangibles
Full-cost reserve
Increase in full-cost reserve
Cumulative unusual loss (gain) after taxes
Unusual loss (gain) after taxes
Other reserves for such things as
Increase in other reserve
bad debts serve, inventory obsolescence reserve warranties reserve deferred income reserve
3. Menentukan Capital Cost Rate (WACC/Weighted Average Cost of Capital) Young et al. menyatakan bahwa cost of capital for any investment, whether in a
24
project, a business division, or an entire company, is the rate of return a capital provider would expect to receive if the capital were invested elsewhere, in a project, asset, or company of a comparable risk. In other words, the cost of capital is an opportunity cost (p. 162). Menurut Sugiyarso (2005) biaya modal adalah uang yang harus dikeluarkan atau harus dibiayai untuk mendapatkan modal baik yang berasal dari hutang, saham preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan jangka panjang (h.86). Sedangkan menurut Riyanto (1995) konsep biaya modal itu dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya riil dari penggunaan modal dari masing-masing sumber dana untuk kemudian menentukan biaya modal rata-rata (average cost of capital) dari keseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan yang merupakan tingkat biaya penggunaan modal perusahaan. Adapun unsur-unsur dari biaya modal (cost of capital) adalah: 1. Biaya hutang (cost of debt) Menurut Sartono (1994) biaya hutang perusahaan adalah sebesar tingkat keuntungan yang diminta (require rate of return) oleh investor (h.222). Biaya hutang umumnya sudah disesuaikan dengan faktor pajak. Sedangkan Weston dan Brigham (1990) menyatakan bahwa biaya hutang setelah pajak adalah biaya yang digunakan untuk menghitung biaya rata-rata tertimbang dari modal. Biaya hutang ini terkait dengan hutang baru yang telah memperhitungkan dampak penghematan pajak akibat adanya beban bunga (h.106). Rumus dari cost of debt adalah Rumus ; kd* = kd ( 1- T ) Keterangan ; 25
kd* : biaya hutang setelah pajak kd : tingkat bunga atas hutang T : tarif pajak marginal dari perusahaan 2. Biaya saham preferen (cost of preferred stock) Weston dan Copeland (1997) menyatakan bahwa saham preferen adalah gabungan hutang dan saham biasa. Seperti halnya dengan hutang, saham preferen membebani kewajiban tetap kepada perusahaan untuk melakukan pembayaran secara periodik (h.69). Menurut Riyanto (2001) biaya penggunaan dana yang berasal dari penjualan saham preferen dapat dihitung dengan membagi dividen per lembar saham preferen (Dp) dengan harga neto (net price) yang diperoleh dari penjualan selembar saham prefern baru (Pn) (h.197). Adapun rumus dari cost of preferred stock adalah ; Dp Biaya saham preferen = Pn Keterangan : Dp
: Saham preferen
Pn
: Harga saham preferen
3. Biaya modal saham (cost of equity) Menurut Keown et.al., (2000) terdapat dua metode dalam mengestimasi tingkat pengembalian yang diharapkan pemegang saham biasa yang digunakan dalam penentuan biaya modal ekuitas (h.386). 1. model pertumbuhan dividen (dividen growth model)
26
harga saham maupun tingkat pengembalian yang diharapkan atas saham biasa tergantung juga pada dividen yang diharapkan atas saham. Tingkat pengembalian yang diharapkan atas saham biasa dapat dirumuskan : D1 ks = Po Keterangan : ks = Pengembalian yang diharapkan atas saham biasa Dt = Dividen yang diharapkan akan dibayar pada akhir tahun t Po = Harga saham saat ini g = Growth (kenaikan nilai modal (capital gains) Adapun Dt diperoleh melalui rumus berikut: Dt
: Do
x (1+g)
Keterangan : Do = Dividen yang dibayarkan 2. Model Penentuan Harga Aktiva Modal (CAPM / Capital Asset Pricing Method) menurut Keown et al, CAPM is a statement of a relationship between expected returns and risk in which in risk is captured by the systematic risk (beta) for the risky assets (p.388). Adapun rumus untuk metode ini adalah : Kc = krf + β (km – krf) Keterangan : Kc
: the investor’s expected rate of return from investing in common stock
Krf
: the risk free rate
β
: the systematic risk of common stock’s returns relative to market 27
km
: expected rate of return for the market or expectedrate of return for the average security
Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut. Untuk menghitung beta dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi dimana menurut Husnan (2001) rumusnya adalah (h.115) nΣx.y - ΣxΣy β= nΣx2 – (Σx)2 Keterangan n : jumlah observasi x : tingkat keuntungan portfolio pasar (Rm) y : tingkat keuntungan suatu saham (Ri) Sedangkan tingkat keuntungan saham (Ri) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Pt - Pt-1 Return =
Dt +
Pt-1
Pt-1
Keterangan : Pt : Harga saham pada periode t Pt-1: Harga saham pada periode t-1 Dt : Dividen yang dibayarkan pada periode t
28
Sedangkan tingkat keuntungan portofolio pasar (Rm) dapat dihitung
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut: IHSGt - IHSGt-1 Rm = IHSGt-1 Keterangan : IHSGt : Harga penutupan IHSG akhir hari transaksi IHSGt-1 : Harga penutupan IHSG akhir hari transaksi bulan lalu 4. Biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital/WACC) Secara matematik menurut Keown et.al., (2000) perhitungan WACC dapat dituliskan sebagai berikut (h.391) : Weighted
After tax
average cost of = cost of capital
Proportion x
debt
of
Cost +
debt financing
of Equity
Proportion x
of equity financing
4. Menghitung EVA perusahaan Rumus EVA pada dasarnya adalah sebagai berikut : EVA = NOPAT - ( WACC x Invested Capital) Nilai EVA menunjukkan seberapa besar perusahaan memberikan nilai lebih kepada pemegang saham. Namun banyak modifikasi-modifikasi dalam rumus EVA seperti yang ada dalam wikipedia.com/value based management/economic value added the basic formula is:
where
29
, called the Return on Invested Capital (ROIC). is the firm's return on capital, NOPAT is the Net Operating Profit After Tax, c is the Weighted Average Cost of Capital (WACC) and K is capital employed. Adapun perhitungan EVA secara ringkas dapat digambarkan seperti dalam tabel 2.4 ini : A SHORT-CUT APROACH TO CALCULATING ECONOMIC VALUE ADDED a) Operating Income + Interest income + Equity income (or – equity loss) + Other investment income -
Income taxes
-
Tax shield on interest expense
= Net operating profit after tax (NOPAT) b) Short-term debt +
Long-term debt (including bonds)
+ Shareholders’ equity (including minority interest, deferred taxes, and provisions) =
Invested capital (IC) Average IC = (IC Beg + IC End) - 2
c) NOPAT -
Capital charges (Average IC* Cost of Capital)
= EVA
30
Ada tiga hal yang membedakan EVA dengan tolok ukur keuangan yang lain yaitu: a. EVA tidak dibatasi oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga penggunanya bisa menyesuaikan dengan kondisi spesifik. b. EVA dapat mendukung setiap keputusan dalam sebuah perusahaan mulai dari investasi modal, kompensasi karyawan dan kinerja unit bisnis. c. Struktur EVA yang relatif sederhana membuatnya dapat digunakan oleh bagian engineering, environmental dan personil lain sebagai alat yang umum untuk mengkomunikasikan aspek yang berbeda dari kinerja keuangan. EVA dapat ditingkatkan dengan cara sebagai berikut 1. rate of return (r) diperoleh dengan adanya perbaikan capital yang ada (margin operasi bertambah tanpa investasi modal lagi) misalnya dengan memotong biayabiaya, bekerja dengan biaya produksi dan pemasaran yang lebih rendah agar dapat diperoleh margin laba yang lebih besar. 2. penambahan modal yang diinvestasikan dalam proyek-proyek yang memperoleh rate of return (r) lebih besar daripada cost of capital (c). Ada tiga macam pengukuran EVA : 1. EVA > 0 berarti terjadi proses nilai tambah perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan, yang berarti bahwa tingkat pengembangan yang dihasilkan melebihi tingkat biaya modal dan itngkat pengembalian yang diminta oleh investor atas investasi yang dilakukan. 2. EVA = 0 menunjukkan posisi impas perusahaan dimana tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh perusahaan sama dengan tingkat biaya modal. 3. EVA < 0 berarti total biaya modal perusahaan lebih besar daripada laba operasi setelah pajak yang diperolehnya sehingga kinerja keuangannya tidak baik sehingga 31
tidak terjadi pertumbuhan nilai atau dengan kata lain tingkat pengembalian lebih kecil dari tingkat biaya modal atau tingkat pengembalian yang diharapkan. II.3.4. Keunggulan Dan Kelemahan EVA Economic Value Added (EVA) merupakan salah satu alat pengukur tingkat kinerja keuangan perusahaan yang dapat menunjukkan adanya penciptaan nilai bagi pemilik modal atau tidak. Namun begitu EVA juga memiliki beberapa kelemahan dan keunggulan, diantaranya : Kelebihan ataupun keuntungan dalam penggunaan EVA dibandingkan dengan alat ukur kinerja perusahaan yang menggunakan rasio finansial yang lain diantaranya: 1. Perhitungan EVA relatif lebih mudah dan sederhana, meskipun perhitungan biaya modal memerlukan data yang lebih banyak dan analisis yang lebih mendalam. 2. Penilaian kinerja dengan menggunakan EVA, menyebabkan kepentingan manajemen sesuai dengan kepentingan para pemegang saham. Dengan adanya EVA, para manajer akan memilih investasi yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan. 3. EVA memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan memperhitungkan biaya
modal
sebagai
konsekuensi
bagi
suatu
investasi.
EVA
yang
memperhitungkan biaya modal mengakui bahwa biaya modal atas ekuitas adalah lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat biaya modal atas hutang. 4. Dengan menggunakan EVA tidak diperlukan perbandingan antara perusahaan dengan perusahaan sejenis yang mempunyai tingkat resiko yang hampir sama. Akibatnya EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri sebagaimana konsep penilaian dengan 32
menggunakan analisis rasio karena dalam prakteknya data pembanding ini sering tidak tersedia. 5. Dalam EVA tidak diperlukan adanya suatu analisis kecenderungan sehingga dalam 1 tahun anggaran dapat diketahui apakah di dalam perusahaan telah terjadi penciptaan nilai tambah atau tidak. Kelemahan EVA antara lain : 1. EVA belum tentu secara praktis dapat diterapkan dengan mudah meskipun secara konseptual EVA memiliki keunggulan. Proses penghitungan EVA memerlukan estimasi akan adanya biaya modal dan estimasi ini terutama untuk perusahaan yang go public sulit dilakukan dengan tepat. 2. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu. Padahal faktor lain terkadang justru lebih dominan lebih mendalam memperkirakan biaya modal atas hutang umumnya karena besarnya biaya biasa diperoleh dari tingkat bunga yang harus dibayar jika perusahaan melakukan pinjaman. 3. Konsep sangat tergantung pada kondisi internal dalam perhitungan EVA secara divisi. Dalam kenyataan seringkali perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internal. 4. EVA hanya menunjukkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu, padahal nilai perusahaan adalah akumulasi nilai tambah ekonomi selama umur perusahaan. Sehingga bisa saja suatu perusahaan memiliki EVA pada tahun yang berlaku adalah positif tetapi nilai perusahaan tersebut rendah karena EVA di masa mendatangnya adalah negatif. 33
5. Perhitungan EVA tetap medasarkan pada laporan keuangan khususnya laba perusahaan, sementara laporan keuangan itu sendiri tetap dapat “dikelola” untuk dapat memberikan gambaran yang sesuai dengan keinginan pengelola (window dressing/earning management). 6. EVA hanya mengukur hasil akhir, konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat referensi konsumen. II.4. Market Value Added (MVA) Untuk dapat lebih memahami Market Value Added maka perlu untuk mengetahui terlebih dulu pengertian dari market value added tersebut diantaranya : Elfert (2003) mendefinisikan market value added is the difference between the book value of the total invested capital and the market value of the various forms of capital. It requires a variety of adjustments to recorded values and a careful judgement about how representative current share values are (p.445). Gallagher (2000) menyatakan bahwa market value added is the market value of the firm, debt plus equity, minus the total amount of capital invested in firm (p.96). Sedangkan Colvin (2000) mengatakan bahwa market value added is the difference between the total capital investors have put into a company and the money they can now take out (p.208). Sementara dalam Wikipedia.com/value based management/market value added memberikan definisi Market Value Added (MVA) is the difference between the current market value of a firm and the capital contributed by investors. If MVA is positive, the firm has added value. If it is negative the firm has destroyed value. The amount of value added needs to be greater than the firm's investors could have achieved investing in the
34
market portfolio, adjusted for the leverage (beta coefficient) of the firm relative to the market.
The formula for MVA is: MVA = V - K where •
MVA is market value added
•
V is the market value of the firm, including the value of the firm's equity and debt
•
K is the capital invested in the firm MVA mirip dengan market to book (M/B). MVA memfokuskan pada total
market value, sedangkan M/B memfokuskan pada per share stock price. Selain itu market value added digunakan lebih kepada tujuan manajemen keuangan yaitu memaksimalkan kesejahteraan para investor karena MVA lebih didesain untuk menjawab pertanyaan mendasar dari para penanam modal, yaitu “apakah manajemen telah melakukan panambahan atau pengurangan terhadap nilai dari modal yang telah diberikan para pemberi pinjaman maupun para pemegang saham”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa MVA merupakan metode yang mengukur seberapa besar nilai tambah yang berhasil diberikan perusahaan kepada para penyandang dana. Konsep ini perlu penilaian pasar sehingga MVA hanya dapat dihitung atau diaplikasikan pada perusahaan publik (listed) di pasar modal (dalam hal ini BEJ (BURSA EFEK JAKARTA)). MVA merupakan ukuran kumulatif kinerja keuangan yang menunjukkan seberapa besar nilai tambah terhadap modal yang ditanam investor selama perusahaan berdiri.MVA yang positif berarti menunjukkan pihak manajemen telah mampu 35
meningkatkan kekayaan pemegang saham dengan melakukan penambahan nilai atas modal yang dipercayakan dalam perusahaan tersebut sehingga terjadi penciptaan kesejahteraan investor, sementara MVA yang negatif mengakibatkan berkurangnya nilai modal pemegang saham sehingga memaksimalkan nilai MVA seharusnya menjadi tujuan utama perusahaan dalam meningkatkan kekayaan pemegang saham. Keuntungan dari penggunaan MVA adalah bahwa para manajer dapat dengan penuh percaya diri memaksimalkan MVA saat ini sehingga kelebihan pengembalian (excess return) juga akan maksimal. Sementara kelemahan dari MVA adalah : 1. MVA mengabaikan kesempatan biaya oportunitas dari modal yang diinvestasikan pada perusahaan. 2. MVA adalah sebuah indikator “sekali bidik” yang mengukur perbedaan nilai pasar dan modal yang diinvestasikan pada tanggal tertentu.
36