BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pendahuluan TPM adalah konsep inovatif dari orang-orang Jepang. Asal mula dari TOM bisa dilacak pada tahun 1951 dimana pemeliharaan pencegahan
pertama kali
diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan diambil dari Amerika Serikat. Nippondenso adalah perusahaan pertama yang yang memperkenalkan penerapan pemeliharaan pencegahan secara luas di 1960an. Pemeliharaan pencegahan adalah konsep yang dimana, operator memproduksi barang menggunakan
mesin
dan
grup
pemeliharaan
didedikasikan
dengan
kerja
pemeliharaan mesin, bagaimanpun dengan automasi dari Nippondenso, pemeliharaan menjadi sebuah permasalahan ketika ada banyak personel pemeliharaan yang dibutuhkan.
Sehingga manjemen memutuskan bahwa operator akan membawa
pemeliharaan rutin dari peralatan.
Nippondenso, yang sudah siap untuk mengikuti pemeliharaan pencegahan, juga menambahkan pemeliharaan Aotomasi yang dikerjakan oleh operator produksi. Kru pemeliharaan beralih dalam modifikasi perlengakapan untuk improfisasi secara nyata. Hal ini melaju kepada pemeliharaan pencegahaan. Modifikasi dilakukan untuk untuk bisa berkoorperasi dalam perlengkapan yang baru. Pencegahan pemeliharaan bersama dengan Maintanance Prevention melahirkan Produktif Maintanance.
2.2 Definisi Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan, mengurangi/menghilangkan kerusakan mendadak (breakdown) dan melakukan perawatan mandiri oleh operator (Autonomous Maintenance by Operator). Total Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu filosofi yang bertujuan memaksimalkan efektifitas dari fasilitas yang digunakan di dalam industri, yang tidak hanya dialamatkan pada perawatan saja tapi pada semua aspek dari operasi dan instalasi dari fasilitas produksi termasuk juga di dalamnya peningkatan motivasi dari orang-orang yang bekerja dalam perusahaan itu. Komponen dari TPM secara umum terdiri atas 3 bagian, yaitu: Total Approach Semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga semua fasilitas yang ada dalam pelaksanaan TPM. Productive Action
Sikap proaktif dari seluruh karyawan terhadap kondisi dan operasi dari fasilitas produksi. Maintenance Pelaksanaan perawatan dan peningkatan efektivitas dari fasilitas dan kesatuan operasi produksi. Total Productive Maintenance (TPM) adalah konsep pemeliharaan yang melibatkan semua karyawan. Tujuannya adalah mencapai efektifitas pada keseluruhan sistem produksi melalui partisipasi dan kegiatan pemeliharaan produktif. Dalam program TPM ditekankan keterlibatan semua orang, sementara semua fokus kegiatan pun dicurahkan bagi mereka. TPM mirip dengan Total Quality Control (TQC), dimana keterlibatan semua karyawan adalah kunci sukses dalam mengembangkan kualitas usaha guna memenuhi kebutuhan pelanggan. Pengembangan program TPM pun pada prinsipnya sama dengan pengembangan TQC, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagai contoh, kemacetan mesin atau kerewelan mesin bisa dibandingkan dengan cacat produksi yang terjadi pada jalur produksi. Seperti juga mutu yang lebih baik dibangun pada sumbernya, yaitu proses produksi dan bukan melalui inspeksi, pemeliharaan produktif lebih disukai daripada pemeliharaan setelah terjadi kerusakan. (Kiyoshi Suzaki, 1987 : 132) Pada awal masa perkembangan TPM berfokus pada perawatan (pendukung proses produksi suatu perusahaan), sehingga JIPM memberikan definisi yang komplit ke dalam lima elemen : (Seiichi Nakajima, 1988 : 10) 1. TPM, berusaha memaksimasi efektifitas peralatan keseluruhan (Overall Equipment Effectiveness).
2. TPM merupakan sistem dari Preventive Maintenance (PM) dalam rentang waktu umur suatu perusahaan. 3. TPM melibatkan seluruh departemen perusahaan (perancangan, pengoperasian dan penawaran). 4. TPM melibatkan seluruh personil, mulai dari manajemen puncak hingga pekerja di lantai produksi. 5. TPM sebagai landasan mempromosikan PM melalui manajemen motivasi, dalam bentuk kegiatan kelompok kecil mandiri. Kata “Total” dalam Total Productive Maintenance mengandung tiga arti, yaitu : (Seiichi Nakajima, 1988 : 11) 1. Total Effectiveness, menunjukkan bahwa TPM bertujuan untuk efisiensi ekonomi atau mencapai keuntungan (berdasarkan point 1). 2. Total Maintenance System, meliputi maintenance prevention, maintainability improvement dan preventive maintenance (berdasarkan point 2). 3. Total Participation of All Employees, meliputi autonomous maintenance operator melalui kegiatan suatu grup kecil (small group activities) (berdasarkan point 3,4 dan 5).
2.2.1 Delapan Pilar TPM Menurut Imai (1991) TPM ditujukan untuk perbaikan atas peralatan dan lebih berorientasi pada perangkat keras (hardware) melalui tindakan preventive
maintenance terhadap masa penggunaan fasilitas produksi serta melibatkan setiap orang di seluruh bagian dan tingkatan. TPM mencakup delapan bagian yang dikenal dengan delapan pilar TPM yang terdiri dari :
1. Kesehatan dan Keselamatan Hal ini penting sekali sebagai dasar untuk mencapai zero accidents. Arti pentingnya adalah menekankan pada kebutuhan akan melindungi operator, yang akan diberikan pelatihan, yang pada awalnya hanya dibebankan untuk menyelesaikan tugas yang sederhana. Mengingat bahwa sebagian besar operator akan berpartisipasi dalam autonomous maintenance, maka harus ada penilaian terhadap risiko, gambaran risiko dan beberapa konsep keselamatan secara detail. Untuk meningkatkan kepercayaan diri operator, mereka harus dilatih tentang bagaimana menyelesaikan masalah yang akan diperkiran muncul. Mereka juga harus didukung dengan pengembangan prosedur keselamatan kerja. 7
2. Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk mengetahui pengetahuan apa yang dibutuhkan dalam TPM, bagaimana untuk mengajarkannya, dan bagaimana untuk menegaskan hal tersebut telah diserap atau dimengerti dengan baik.
3. Autonomous Maintenance Pada pilar ini diharapkan terdapat peningkatan kemampuan operator pada level dimana mereka mampu mengadakan pemeliharaan dasar pada peralatan yang mereka pakai. Dengan menggunakan pola pembersihan dan inspeksi, mereka belajar untuk mengenali operasi abnormal dan mengidentifikasi masalah yang sedang berkembang.
4. Pemeliharaan Terencana Pemeliharaan terencana untuk memperhatikan lebih dalam mengenai penyebab timbulnya masalah pada peralatan dan mengidentifikasi serta mengimplementasi jalan keluar dari masing-masing penyebab tersebut.
5. Pemeliharaan Kualitas Pilar ini menggunakan tim dari cross-functional untuk menganalisa area dari kinerja peralatan dimana variasi produk dapat direduksi. Jika terdapat masalah yang telah ditemukan, tim akan menginvestigasi apakah perubahan atau penggantian harus diimplementasikan agar terjadi peningkatan hasil.
6. Berfokus pada Peningkatan Tim yang terdiri dari lintas fungsi melakukan identifikasi terhadap masalah yang muncul kemudian mencari solusi permanen untuk masalah tersebut. Masalah yang dibahas harus dievaluasi untuk menentukan apakah keputusan yang diambil berdampak positif sehingga bermanfaat untuk menghemat biaya.
7. Sistem Pendukung Penggunaan TPM sebagai suatu teknik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang muncul. Fungsi ini untuk mendukung dari kegiatan produksi yang mencakup penyimpanan, pembayaran, fasilitas, quality control, penjadwalan, pengaturan barang dan penjualan.
8. Inisialisasi Tahapan Manajemen Pilar ini merupakan rencana organisasi yang disusun oleh tim dengan mempertimbangkan setiap bagian dari produksi. Metodologi yang dipakai 8 mencakup berbagai jenis dari Value Flow Analysis, misalnya tentang bagaimana perusahaan mendapatkan ide baru untuk suatu produk, bagaimana membuat desain untuk produk baru tersebut, dan hal lainnya. Tim dibentuk dengan tujuan untuk terwujudnya peningkatan perbagian (Partial Improvement). Peningkatan perbagian merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas mesin melalui suatu proyek khusus. Adapun langkah-langkah tersebut adalah 1. Penentuan objek proyek 2. Pembentukan tim 3. Identifikasi masalah 4. Penetapan target 5. Pembuatan rencana kerja
6. Uji coba dan kajian 7. Penerapan 8. Evaluasi terhadap target 9. Standarisasi 10. Pengembangan ke objek lain yang sejenis
2.2.2 Delpan kerugian TPM dirancang untuk mencegah terjadinya berbagai kerugian dengan mengembangkan metoda pengelolaan, penggunaan dan perawatan peralatan yang pada akhirnya dapat memaksimumkan efisiensi pada sistem produksi secara keseluruhan (Apriliani, 2007). Di dalam TPM disebutkan delapan kerugian besar yang harus dihindari, yaitu : 1. Kerugian karena kerusakan mesin dan peralatan. 2. Kerugian karena pemasangan dan penyetelan mesin. 3. Kerugian karena penggantian alat pada mesin. 4. Kerugian pada saat mesin mulai beroperasi. 5. Kerugian karena mesin berhenti sesaat atau karena mesin beroperasi tanpa beban. 6. Kerugiaan karena kecepatan mesin. 7. Kerugian karena produk cacat maupun karena produk yang diproses ulang. 8. Kerugian karena mesin berhenti beroperasi. TPM merupakan konsep pemeliharaan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi sekaligus meningkatkan moral dan tanggung jawab karyawan pada masingmasing pekerjaan yang mereka lakukan. TPM merupakan siklus yang menggabungkan sistem perawatan bersifat pencegahan (preventive maintenance) dan perawatan bersifat perbaikan (corrective maintenance). Kata “Total” dalam TPM mengandung pengertian sebagai berikut
1. Total efektivitas, mengindikasikan bahwa TPM meningkatkan efektivitas pemakaian alat secara keseluruhan. 2. Total sistem pemeliharaan, termasuk program pemeliharaan pencegahan. 3. Total partisipasi, artinya kegiatan TPM mengikutsertakan seluruh jajaran pada setiap level mulai dari manajemen puncak sampai operator.
Setiap karyawan harus memiliki sikap hidup dan budaya berdasarkan prinsip 5 S sebagai modal dasar dalam menerapkan TPM. Prinsip 5 S tersebut yaitu : 1. Seiri (clearing up), yaitu memilah atau menyortir semua barang atas dua kelompok, perlu dan tidak perlu. Barang yang termasuk kelompok tidak perlu disingkirkan. 2. Seiton (organizing), yaitu memastikan bahwa ada tempat untuk semua barang dan setiap barang ada ditempatnya. Dengan demikian setiap barang siap pakai tanpa mencari-cari terlebih dahulu. 3. Seiso (cleaning), yaitu membersihkan tempat kerja (bebas dari debu dan kotoran sampah) sehingga karyawan dan mesin (man and machine) siap kerja pada kapasitas maksimum setiap dimulai. 4. Seiketsu (standardizing), yaitu secara tetap atau kontinu melaksanakan seiri, seiton dan seiso. Dengan melakukan hal tersebut seseorang akan menjadi teladan yang baik bagi orang lain diperusahaan. 5. Sitsuke (training and discipline), yaitu mendorong orang lain mengikuti contoh yang kita lakukan sehingga seiri, seiton, dan seiso dikerjakan dengan patuh.
2.3 Tujuan TPM 1. memperpanjang usia / masa pakai komponen / part / mesin.hal ini amat penting untuk menjamin kegiatan produksi tanpa hambatan dan seluruh kegiatan pendukung bisa dilaksanakan. 2. untuk menjamin ketersediaan (availability) optimum peralatan yang dipasang untuk produksi. Mendapatkan laba atas investasi ditanam, memastikan kapasitas, menjaga kualitas produksi. 3. menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan setiap saat. 4. menjamin kesehatan dan keselamatan kerja saat menggunakan sarana peralatan tersebut. 5. pemerliharaan berusaha untuk mengurangi kerusakan yang terjadi dan menjamin asset perusahaan bisa dioptimalkan secara baik. Setiap kegiatan pemeliharaan yang dilakukan harus memiliki keunggulan dalam mewujudkan keefektifitasan dan keefisienan kinerja perusahaan, yang antara lain adalah : 1. untuk mengurangi dan menghilangkan potensial kerusakan tidak terjadwal 2. menambah umur mesin dan masa pakai dengan kualitas seperti baru. 3. memperbaiki jika mesin/komponen gagal produksi 4. kondisi mesin dan komponen dijadwalkan untuk mengalami preventive maintenance.
Untuk pertimbangan biaya pemeliharaan, merupakan bagian dari aktifitas rutin yang direncanakan setiap tahunan.aktifitas pemeliharaan tersebut dikategorikan biaya yang mutlak ditanggung untuk mendukung kegiatan pemeliharaan agar kondisi mesin tetap optimal saat dipakai produksi. angka-angka budget bisa bervariasi namun range persentase yang lazim digunakan adalah 30 % dari biaya rutin tahunan.
2.4 Manfaat TPM
1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan. 2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin atau peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus. 3. Waktu pengiriman ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah dilaksanakan. 4. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik. 5. Meningkatkan motivasi kerja, karena karyawan atau pekerja merasa lebih dihargai.
2.5 Maintenance Menurut Assauri (2004), kegiatan maintenance dititikberatkan pada pemeliharaan fasilitas serta peralatan yang dapat mendukung kelancaran proses produksi, terutama dengan menekan atau mengurangi kemacetan-kemacetan menjadi sekecil mungkin bahkan tidak ada sama sekali. Maintenance merupakan aktivitas
pemeliharaan terhadap fasilitas produksi, sehingga dapat memberikan beberapa manfaat penting, antara lain : a. Mesin dan peralatan produksi dapat digunakan dalam jangka waktu relatif lebih panjang. b. Pelaksanaan proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan stabil. c. Menekan sekecil mungkin kemungkinan kerusakan-kerusakan berat terhadap mesin dan peralatan produksi yang digunakan. d. Pengendalian proses dan kualitas akan dapat dilaksanakan dengan baik. e. Perusahaan akan mampu menekan biaya pemeliharaan yang timbul akibat perbaikan-perbaikan pada kerusakan peralatan. f. Koordinasi antar bagian di pabrik dapat berjalan dengan baik.
2.5.1 Tujuan Maintenance. Dalam istilah perawatan (maintenance) disebutkan bahwa disana tercakup dua pekerjaan yaitu istilah perawatan dan perbaikan. Perawatan dimaksudkan sebagai aktifitas untuk mencegah kerusakan, sedangkan istilah perbaikan dimaksudkan sebagai tindakan untuk memperbaiki kerusakan. Pemilihan program perawatan akan mempengaruhi
kelangsungan
produktifitas
produksi.
Karena
itu
perlu
dipertimbangkan secara tepat , mengenai bentuk perawatan yang akan digunakan terutam berkaitan dengan kebutuhan produksi, waktu, biaya, keterandalan tenaga perawatan dan kondisi peralatan yang dikerjakan.
Tujuan pemeliharaan yang utama antara lain : 1) Untuk memperpanjang usia kegunaan asset, yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya. 2) Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi dan mendapatkan laba investasi yang maksimum. 3) Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. 4) Untuk menjamin persiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamatan dsb.
2.5.2 Pemeliharaan Terencana (Planned Maintenance). Planned Maintenance (pemeliharaan terencana) adalah pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Komponen Sistem Perawatan Terencana.
Gambar 2.2. Komponen Sistem Perawatan Terencana Keuntungan dilakukan planned maintenance antara lain: 1) Pengurangan pemeliharaan darurat, ini tidak diragukan lagi merupakan alasan utama untuk merencanakan pekerjaan pemeliharaan. 2) Pengurangan waktu idle, hal ini tidaklah sama dengan pengurangan waktu reparasi pemeliharaan darurat. Waktu yang digunakan untuk pembelian suku cadang, baik dibeli dari luar atau dibuat lokal, mengakibatkan waktu idle meskipun pekerjaan darurat tersebut ,misalnya hanya memasang bagian mesin yang tidak lama. 3) Menaikkan ketersediaan (Availability) untuk produksi, hal ini erat hubungannya dengan pengurangan waktu idle pada mesin atau pelayanan. 4) Meningkatkan penggunaan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan produksi. 5) Pengurangan penggantian suku cadang.
6) Meningkatkan efisiensi mesin / peralatan. Pemeliharaan terencana (planned maintenance) terdiri dari 3 macam : 1.
Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance) Preventive maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan pada selang
waktu yang ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan dan dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bagian-bagian lain tidak memenuhi kondisi yang bisa diterima. Ruang lingkup pekerjaan preventive termasuk inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan. Secara umum tujuan dari preventive maintenance adalah : a) Meminimumkan downtime serta meningkatkan efektifitas mesin / peralatan dan menjaga agar mesin dapat berfungsi tanpa adanya gangguan. b) Meningkatkan efisiensi dan umur ekonomis mesin / peralatan. Kegiatan preventive maintenance dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu :
I.
Routine Preventive Maintenance. Routine preventive maintenance adalah semua aktivitas yang berkaitan
dengan pembersihan dan aktivitas rutin yang dilakukan oleh operator mesin. Dengan adanya keterlibatan operator mesin terhadap kegiatan ini dapat mengurangi keterlibatan personel maintenance dalam mengerjakan tugas harian ini. II.
Mayor Preventive Maintenance. Aktivitas mayor preventive maintenance dilakukan sepenuhnya oleh
personel maintenance karena aktivitas yang dilakukan lebih membutuhkan banyak
waktu, membutuhkan kemampuan memperbaiki mesin, dibandingkan dengan aktivitas rutin yang biasanya menyebabkan mesin dimatikan sesuai dengan jadwal pemeliharaan. 2.
Corrective maintenance . Corrective maintenance (pemeliharaan perbaikan) adalah pemeliharaan yang
dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian termasuk penyetelan dan reparasi yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima7. Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik. Pemeliharaan ini bertujuan untuk mengubah mesin sehingga operator yang menggunakan mesin tersebut menjadi lebih mudah dan dapat memperkecil breakdown mesin.
3.
Pemeliharaan Perbaikan (Predictive Maintenance) Predictive maintenance adalah pemeliharaan pencegahan yang diarahkan
untuk mencegah kegagalan (failure) suatu sarana, dan dilaksakan dengan memeriksa mesin mesin tersebut pada selang waktu yang teratur dan ditentukan sebelumnya, pelaksanaan tingkat reparasi selanjutnya tergantung pada apa yang ditemukan selama pemeriksaan. Bentuk pemeliharaan terencana yang paling maju ini disebut pemeliharaan prediktif, dan merupakan teknik penggantian komponen pada waktu yang sudah
ditentukan sebelum terjadi kerusakan, baik kerusakan total ataupun titik dimana pengurangan mutu telah menyebabkan mesin bekerja dibawah standart yang ditetapkan oleh pemakainya. Bagaimanapun baiknya suatu mesin dirancang, tidak bisa dihindari lagi, pasti terjadi sejumlah keausan dan memburuknya kualitas mesin. Sesudah mengoptimumkan desain untuk mesin dengan metode perancangan pengurangan pemeliharaan, tetap saja kita masih mengetahui bahwa bagian bagin mesin akan aus, berkurang kualitasnya dan akhirnya rusak dengan tingkat yang dapat diramalkan jika dipakai dalam kondisi penggunaan normal konstan
4. Pemeliharaan Tak Terencana (Unplanned Maintenance) Pada unplanned maintenance hanya ada satu jenis pemeliharaan yang dapat dilakukan yaitu emergency maintenance. Emergency maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan seketika ketika mesin mengalami kerusakan yang tidak terdeteksi sebelumnya. Emergency maintenance dilakukan untuk mencegah akibat serius yang terjadi jika tidak dilakukan penanganan segera. Adanya berbagai jenis pemeliharaan diatas, diharapkan dapat menjadi alternatif untuk melakukan pemeliharaan sesuai dengan kondisi yang dialami perusahaan. Sebaiknya pemeliharaan yang baik adalah pemeliharaan yang tidak mengganggu jadwal produksi atau dijadwalkan sebelum kerusakan mesin terjadi sehingga tidak mengganggu produktivitas mesin.
5. Perawatan Mandiri (Autonomous maintenance).
Perawatan mandiri adalah kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator dengan sasaran utama untuk mengembangkan pola hubungan antara manusia, mesin, dan tempat kerja yang bermutu. Perawatan mandiri ini juga dirancang untuk melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri. Kegiatan tersebut, seperti pembersihan, pelumasan, pengencangan mur / baut, pengecekan harian, pendeteksian penyimpangan dan reparasi sederhana. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan operator yang mampu mendeteksi berbagai sinyal dari kerugian (Loss). Selain itu juga bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang rapi dan bersih, sehingga setiap penyimpangan dari kondisi normal dapat dideteksi dalam waktu sekejap. Dalam perawatan mandiri ada 6 langkah yaitu. 1)
Pembersihan Awal a. Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini adalah Menyingkirkan item / barang yang tidak diprlukan dan jarang digunakan, yang dapat mengganggu kinerja alat dan menguragi kualitas. b. Menghilangkan debu dan kotoran dari peralatan dan sekelilingnya. c. Mengenali pengaruh kontaminasi yang membahayakan keselamatan , kualitas kerja dan peralatan. d. Mengungkapkan permasalahan, seperti kerusakan kecil, sumber kontaminasi, dan area yang sulit untuk dibersihkan. e. Mengamati dan memperbaiki kerusakan pada peralatan.
2) Pencegahan sumber kontaminasi dan tempat yang sulit dibersihkan. Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini adalah : a. Mengendalikan dan melihat kembali berbagai sumber kontaminasi dan bagian-bagian yang sulit dibersihkan yang telah didaftar dan dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap keselamatan kerja, kualitas, dan peralatan b. Mengambil
langkah
langkah
untuk
perbaikan
dalam
rangka
menyelesaikan pembersihan peralatan dalam waktu yang sudah ditentukan. c. Mempelajari tentang keselamatan kerja dan kualitas, dan prinsip proses produksi melalui tindakan tindakan perbaikan terhadap sumber-sumber kontaminasi.
3) Pengembangan Standat Pembersihan dan Pelumasan. Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini adalah : a. Mengadakan program pendidikan untuk pelumasan kepada operator. b. Mengembangkan inspeksi pelumasan secara menyeluruh. c. Memeriksa semua titik dan permukaan lokasi pelumasan. d. Mengamati dan memperbaiki
bagian-bagian yang rusak pada
peralatan, yang berkaitan dengan pelumasan. e. Meningkatkan metode kerja dan peralatan agar dapat menyelesaikan pelumasan / pembersihan dalam waktu yang ditentukan
4) Inspeksi Menyeluruh. Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini adalah : a. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan untuk settiap kategori, seperti electical, power transmision dll. b. Menciptakan inspeksi menyeluruh pada bagian bagian yang rusak.
5) Pengembangan Standar Perawatan Mandiri. Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini adalah : a. Menetapkan
standar
dan
jadwal
perawatan
mandiri
untuk
supaya
dapat
menyelesaikan . b. Membersihkan, melumasi dan menginspeksi peralatan c.
Meningkatkan
metode
kerja
dan
peralatan
menyelesaikan rutinitas pembersihan, pelumasan, dan inspeksi dalam waktu yang sudah ditentukan. d. Pelaksanaan perawatan mandiri dan kegiatan peningkatan yang berkesinambungan
2.6 Enam Kerugian Utama (Six Big Losses). Tujuan dari perhitungan six big losses ini adalah untuk mengetahui nilai efektifitas keseluruhan (Overall Equipment Effectiveness / OEE). Dari nilai OEE ini dapat diambil langkah langkah untuk memperbaiki atau mempertahankan nilai tersebut.. keenam kerugian tersebut dapat digolongkan menjadi tiga macam , yaitu.:
1. Downtime Losses, terdiri dari : a) Breakdown Losses / Equipment Failure yaitu kerusakan mesin / peralatan yang tiba-tiba atau kerusakan yang tidak diinginkan, tentu saja akan menyebabkan kerugian, karena kerusakan mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi dan menghasilkan output. Hal ini akan mengakibatkan waktu yang terbuang sia sia dan kerugian material serta produk cacat yang dihasilkan semakin banyak.
b) Setup and Adjustment Losses / kerugian karena pemasangan dan penyetelan adalah semua waktu setup termasuk waktu penyesuaian (Adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan kegiatan pengganti satu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk produksi selanjutnya
2. Speed Losses, terdiri dari : a) Idling and Minor Stoppage Losses disebabkan oleh kejadian kejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin, dan idle time dari mesin. Kenyataannya , kerugian ini tidak dapat dideteksi secara langsung tanpa adanya alat pelacak. Ketika operator tidak dapat memperbaiki, pemberhentian yang bersifat minor stoppages dalam waktu yang telah ditentukan , dapat dianggap sebagai suatu breakdown. b) Reduce Speed Losses yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja optimal (penurunan kecepatan operasi) terjadi jika kecepatan actual operasi mesin /
peralatan lebih kecil dari kecepatan optimal atau kecepatan mesin yang dirancang.
3. Defect Losss, terdiri dari : Process Defect yaitu kerugian yang disebabkan kerena adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang. Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, biaya tambahan untuk pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk mengolah dan mengerjakan kembali ataupun memerbaiki produk yang cacat. Walaupun waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki produk cacat hanya sedikit, kondisi ini dapat menimbulkan masalah yang lebih besar.
2.6.1
Diagram pareto
Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari Italia, bernama Vlivredo Pareto pada tahun 1897 dan kemudian digunakan oleh Dr. M. Juran dalam bidang pengendalian mutu. Alat Bantu ini biasa digunakan untuk menganalisa suatu fenomena, gaar dapat diketahui hal-hal yang prioritas dari fenomena tersebut. Pada suatu diagram pareto akan dapat diketahui, factor yang paling prioritas dibandingkan dengan minimal 4 factor lainnya, karena factor tersebut berada pada urutan terdepan, terbanyak ataupun tertinggi pada deretan sejumlah factor yang dianalisa. Melalui 2 diagram pareto yang diperbandingkan, akan dapat dilihat perubahan seluruh / sebagian factor-faktor yang diteliti.
2 6.2 Overall Equipment Effectiveness (OEE) Tujuan dari TPM adalah mengeliminasi total dari semua losses dengan menggunakan tolok ukur Overall Equipment Effectiveness (Davis, 1995). Efektiffitas fasilitas mempunyai hubungan langsung terhadap competitiveness dan profitability dari satu usaha dan memaksimalkan efektifitas, berarti bahwa tingkat pengembalian terbaik dihasilkan oleh setiap asset yang dimiliki oleh usaha tersebut. OEE akan sangat berguna jika dilakukan pengumpulan dan perhitungan secara reguler. Melacak kecenderungan OEE akan memberikan petunjuk yang jelas untuk improvement. Membangun informasi OEE kepada pihak lain adalah hal yang sangat krusial, akan membangkitkan rasa peduli dan memotivasi untuk meningkatkan yang sudah dicapai. Beberapa data yang dikumpulkan melalui OEE dapat memberikan banyak jawaban dan informasi tentang mesin misalnya : Apakah kita semakin membaik ? Seberapa besar kita memanfaatkan peralatan ? Bagaimana kualitas bulan lalu ? Sebelum mengaplikasikan OEE, harus ditentukan terlebih dahulu data mesin dan produk apa yang akan diukur sebagai acuan untuk menghitung OEE. Acuan yang bisa dipakai sebagai kerangka dasar adalah Six Big Losses yang dikelompokkan dalam
1. Availability Ratio. Availability
Ratio
merupakan
suatu
rasio
yang
menggamberkan
pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi masin / peralatan. Denagn demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah : Availability =
OperationT ime x 100% LoadingTime
=
LoadingTime DownTime x 100% LoadingTime
Loading time adalah waktu yang tersedia (available time) perhari atau perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (Planned Downtime). Loading Time = Total Available Time – Planned Downtime. Operation Time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non-operation time). Dengan kata lain, Operation time adalah waktu operasi yang tersedia setelah waktu-waktu downtime mesin dikeluarkan dari total available time yang direncanakan.
2.
Performance Ratio. Performance ratio merupakan suatu ratio yang menggambarkan kemampuan
dari peralatan dalam menghasilkan barang. Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency adalah : a) Ideal cycle time (waktu siklus ideal).
b) Processed amount (jumlah produk yang diproses ) c) Operation time (waktu operasi mesin) Formula pengukuran rasio ini adalah : Performance Efficiency =
Pr ocessedAmo untXTheori ticalCycle Time OperationT ime
3. Quality Ratio atau Rate of Quality Product. Quality ratio atau rate of quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio adalah Rate Of Quality Product =
Pr ocessedAmo unt DefectAmount x 100% Pr ocessedAmo unt
4. Speed Losses. Faktor-faktor yang dikategorikan dalam speed losses adalah idling and minor stoppages dan reduced speed losses.
1. Idling And Minor Stoppages. Untuk mengetahui persentase dari faktor idling and minor stoppages dalam mempengaruhi efektifitas mesin, maka digunakan rumus : Idling And Minor Stoppages =
Non Pr oductiveTime x 100% LoadingTime
Berdasrkan data delay mesin yang diperoleh, maka faktor yang termasuk non productive time adalah machine cleaning. Dengan menggunakan rumus diatas,
persentase idling and minor stoppages untuk bulan Januari 2009 dihitung sebagai berikut : Idling And Minor Stoppages =
Non Pr oductiveTime x 100% LoadingTime
2.7 Peningkatan Ketrampilan Operator Produksi dan TPM Dies. Sasarannya adalah meningkatkan ketrampilan merawat mesin pada bagian produksi dan perwatan untuk : Menunjang penerapan focused Improvement, Perawatan mandiri, perawatan terencana dan pilar lain yang berkaitan dengan lapangan. Memenuhi tututan ketrampilan operasi dan perawatan mesin yang semakin meningkat. Ketrampilan adalah kemampuan seorang untuk melaksanakan pekerjaannya dengan mengunakan pengetahuan dan pengalamannya secara benar
dan secara
refleks dalam berbagai peristiwa selama waktu yang cukup panjang.
2.8 Quality TPM Dies. Membuat kondisi mesin yang prima dan tidak memproduksi produk cacat. Produk cacat dicegah melalui pengecekan dan pengukuran kondisi mesin secara periodik dan memverifikasi apakah ukuran ttersebut dalam toleransi yang diperbolehkan. Potensi produk cacat diprediksikan dengan memeriksa tren dan mencegah melalui berbagai kegiatan sebelumnya
2.9 Fishbone Diagram. Diagram Fishbone sering juga disebut diagram ishikawa, berdasarkan nama penciptanya yang merupakan seorang statistikan control kualitas, Dr. Kaoru Ishikawa. Fishbone diagram atau couse effect diagram, adalah suatu diagram yang menggambarkan permasalahan utama yang dibahas dengan menunjukan penyebabpenyebab apa saja yang menimbulkan terjadinya permasalahan utama. Permasalahan utama ditulis pada garis horizotal yang dianggap sebagai garis utama dari fishbone diagram. Penyebab utama dari permasalahan ditulis pada garis yang secara langsung menuju garis horizontal, kemudian setiap penyebab utama dianalisa sehingga diperoleh penyebab-penyebab permasalahan sekunder. Penyebab sekunder ditulis pada garis yang secara langsung menuju pada garis penyebab utama. Fishbone diagram mengambarkan penyebab-penyebab permasalahan yang mungkin terjadi. Biasanya penyebab utama terdiri dari 5 kategori yaitu : man, material, machine, method dan environment.
Gambar 2.3. Diagram Sebab Akibat