BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Kajian Teori 1. Penelitian dan Pengembangan Sugiyono (2009: 297) menyebutkan bahwa metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Sedangkan menurut Borg dan Gall (2008: 772) memaparkan bahwa “educational research and development (R&D) is a process used to develop and validete educational production” yang berarti penelitian dan pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan. Menurut Seels & Richey (1994) dalam Punaji Setyosari ( 2010: 223) mendefinisikan penelitian dan pengembangan sebagai berikut “ Development research, as opposed to simple instructional development has been define as systematic study of designing developing and evaluating instructional programs, prosess and products that must meet the criteria of internal consistency and effectiveness”. Berdasarkan itu, maka penelitian pengembangan didefinisikan sebagai kajian secara sistematik untuk merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi program-program, proses, dan hasil pembelajaran yang harus memenuhi kriteria konsistensi dan keefektifan secara internal. Sedangkan Putra Nusa (2012: 88) mengatakan bahwa mengembangkan Research and Development tepat digunakan untuk meneliti yang akan melakukan inovasi dengan menemukan model, produk, prosedur, metode baru dan hendak mengukur efektivitas, produktifitas, dan kualitasnya. Berbagai
pendapat
diatas
menyimpulkan
bahwa
penelitian
dan
pengembangan merupakan suatu usaha untuk menghasilkan produk tertentu atau menyempurnakan suatu produk terdahulu yang nantinya akan dimanfaatkan dalam bidang tertentu dan menguji keefektifannya. Di dalam penelitian ini akan dikembangakan sebuah media pembelajaran sejarah dalam bentuk video berbasis
14
15
corak kain sasirangan untuk meningkatkan kesadaran budaya siswa SMAN 5 Banjarmasin. 2. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti “perantara” atau “penghantar”. Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap maka dari pengetian itu dapat dikatakan bahwa guru, dosen, buku ajar, dan lingkungan adalah media (Sri Anitah, 2012: 6). Menurut AECT (Associaty Of Education and Communication Tecnology) memberi batasan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan menurut NEA (National Education Association) mengartikan media sebagai segala benda yang dapat di manipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrumen yang di pergunakan untuk kegiatan tersebut (Sukiman, 2012: 28). Selain itu, menurut Zainal Aqib (2013:50) media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada siswa. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah sarana perantara dalam proses pembelajaran (Daryanto, 2010: 04). Berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif. Pengertian tersebut diambil bersadarkan asumsi bahwa proses pendidikan/pembelajaran identik dengan sebuah proses komunikasi. Dalam proses komunikasi terdapat beberapa komponen yang didalamnya terdiri atas sumber
16
pesan, pesan, penerima pesan, media, dan umpan balik. Media adalah perantara yang menyalurkan pesan dari sumber pesan ke penerima pesan. b. Fungsi dan kegunaan media pembelajaran Ketika era ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, peserta didik dapat belajar dimana saja, kapan saja, dan apa saja sesuai dengan minat dalam gaya belajar. Dari kondisi tersebut guru tentunya tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar, namun berperan sebagai desainer pembelajaran. Pentingnya menggunaan media dalam proses pembelajaran, proses pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru dan peserta didik melalui bahasa verbal sebagai media utama penyampaian materi pelajaran. Kehadiran guru dalam kelas benar-benar menentukan adanya proses pembelajaran. Guru merancang dan memanfaatkan berbagai jenis media dan sumber belajar agar pembelajaran berlangsung efektif dan efisien. Sejalan dengan hal tersebut dalam jurnal proquest menyebutkan bahwa, “Technology has also been said to play similar role as books”. Lin and Schwartz (2003) “explore how technology can transform the obstacles of geographical and cultural distance into new opportunities for learning and personal growth”. hal ini dapat dikatakan bahwa media juga merupakan sebuah hal yang penting dan teknologi ini akan membantu pembelajaran di kelas menjadi sebuah pembelajaran yang menarik. Menurut Kemp & Dayton dalam (Sukiman, 2012: 39) media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar dengan jumlah yang besar, yaitu: a) memotivasi minat atau tindakan, b) menyajikan informasi, c) memberikan instruksi. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para peserta didik untuk bertindak. Media berfungsi untuk tujuan instruksi dimana informasi yang terdapat dalam media harus melibatkan peserta didik baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi (Sukiman, 2012: 40). Kegunaan media sebagai berikut (Daryanto, 2010: 05) : 1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra
17
3) Menimbulkan gairah belajar, berinteraksi secara langsung antara peserta didik dan sumber belajar. 4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestiknya, 5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama. 6) Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, yaitu guru (komunikator),
bahan
pelajaran,
media
pembelajaran,
peserta
didik(komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran) sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan peserta didik dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pemaparan beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa beberapa kegunaan praktis dari menggunakan media pembelajaran di dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. 2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara peerta didik dan lingkungannya, dan memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan mandiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. 3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera ruang, dan waktu c. Klasifikasi Media Pembelajaran Menurut Gagne, media di klasifikasi menjadi tujuh kelompok yaitu : benda untuk di demonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar (Daryanto, 2010:17). Keseluruhan dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang di kembangkan yaitu pelontar timulus belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi ekternal, menuntun cara berfikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan memberi umpan balik.
18
Menurut Allen (Daryanto, 2010:17) terdapat sembilan kelompok media yaitu: visual diam, flim, televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak,dan sajian lisan. Sedangkan menurut Gerlach dan Ely dalam (Daryanto, 2010:18) media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas depalan kelompok, yaitu: benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram, dan simulasi. Menurut Edgar Dale dalam Rayandra Ashar (2012: 49) mengelompokkan media pembelajaran berdasarkan pengalaman yang diperoleh pembelajar. Jenjang pengalaman itu disusun dalam bagan yang di kenal dengan nama Dale’s Cone of Experience. Dale berkeyakinan bahwa simbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap manakala diberikan dalam bentuk pengalaman konkrit. Kerucut pengalaman merupakan awal untuk memberikan alasan tentang kaitan teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Dasar dari pengalaman kerucut Dale ini penggambaran realitas secara langsung sebagai pengalaman yang kita temui pertama kalinya. Ibarat ini seperti fondasi dari kerucut pengalaman ini, dimana dalam hal ini masih sangat konkrit. Semakin keatas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar”. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba”.
19
Abstrak
kongkret
Gambar 2.1 Kerucut Gambar 2.1. Pengalaman Dale Menurut Sri Anitah (2012:76) dalam memilih media untuk pembelajaran, guru sebenarnya tidak hanya cukup mengetahui tentang kegunaan, nilai, serta landasannya tetapi juga harus mengetahui bagaimana cara menggunakan media tersebut. Adapun prinsip-prinsip dalam penggunaan media adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai bagian internal dalam sistem pembelajaran. 2. Media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai sumber dana 3. Guru hendaknya memahami tingkat hierarki (sequence) dari jenis alat dan kegunaannya. 4. Pengujian media pembelajaran hendaknya berlangsung terus, sebelum, selama, dan sesuadah pemakaiannya. 5. Penggunaan multimedia akan sangat menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran.
20
3. Media Video Media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan
kondisi
yang
memungkinkan
pembelajar
untuk
menerima
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa guru, dosen, buku ajar, serta lingkungan adalah media (Sri Anitah, 2012:6). Selain itu menurut Djamarah (2010: 136) media merupakan sebuah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat banyak macam jenis media dalam pembelajaran, dalam penelitian ini peneliti mengembangkan media pembelajaran sejarah berbasis video corak kain sasirangan. Istilah video berasal dari bahasa latin dari kata vidi atau visium yang artinya melihat atau mempunyai daya penglihatan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, video merupakan teknologi pengirim sinyal elektronik dari suatu gambar bergerak. Menurut Munir (2013: 239) video adalah teknologi penangkapan,
perekaman,
pengolahan,
penyimpanan,
pemindahan
dan
perekonstruksi urutan gambar diam dan menyajikan adegan-adegan dalam gerak secara elektronik. Sedangkan menurut Sadiman (2012: 74) video merupakan media audio visual yang menampilkan gerak, semakin lama semakin populer dalam masyarakat. Pesan yang disajikan bisa berupa fakta (kejadian/ peristiwa penting,
berita)
maupun
fiktif
(seperti
misal
:cerita)
bisa
bersifat
informatif,edukatif maupun instruksional. Media video menurut Rudy Bretz dalam Yusuf Hadi Miarso (1986: 53) memaparkan bahwa media video merupakan media presentasi yang dapat menyampaikan lima bentuk informasi yaitu gambar, garis, simbol, suara dan gerakan. video merupakan bahan pembelajaran yang tampak dengar (audiovisual), dikatakan demikian karena unsur dengar (audio) dan unsur visual (tampak) dapat disajikan bersama-sama. Video memiliki fungsi sebagai media pandang dengan (audio visual) kelebihan penggunaan video compact diks antara lain yaitu: 1) dapat di putar berulang-ulang, 2) tayangan dapat dipercepat atau diperlambat, 3) tidak
21
memerlukan ruangan khusus, 4) pengoprasian alat relatif mudah dan murah, 5) Keping VCD (wujud dari video pembelajaran) mudah dibawa kemana-mana. Salmadino (2011: 405) menjelaskan karakteristik video
dalam pembelajaran
terbagi atas beberapa tingkatan ranah pada siswa pada siswa yaitu: 1. Ranah kognitif, pada ranah ini siswa mengamati teks ulang dramatis dalam kejadian bersejarah dan perekaman aktual dari kejadian yang lebih belakangan. Warna, suara, dan gerakan mampu menghidupkan kepribadian. Video dapat membantu buku cetak dengan memperlihatkan proses, hubungan, dan teknik. 2. Ranah afektif, pada ranah ini model peran dan pesan dramatis pada video bisa mempengaruhi sikap, karena potensinya yang besar untuk dampak emosional, video bisa bermanfaat dalam membentuk sikap personal dan sosial. 3. Ranah kemampuan motorik, pada ranah ini tampilan video bekerja dengan detail dan spesifik. Pertunjukkan kemampuan motorik bisa dengan mudah dilihat melalui media dari pada di kehidupan nyata. 4. Ranah kemampuan interpersonal, melalui pemutaran video yang dilihat bersama-sama, berbagai kelompok belajar dapat membangun kesamaan pngalaman sebagai katalis untuk diskusi. Menurut Riyana (2007:8-11), untuk mengasilkan video pembelajaran yang mampu
meningkatkan
motivasi
dalam
kegiatan
belajar
maka
harus
memperhatikan karakteristik dan kriterianya sebagai berikut: 1.
Calarity of Massage (kejelasan pesan) Melalui video siswa dapat memahami pesan pembelajaran secara lebih bermakna dan informasi dapat diterima secara utuh sehingga dengan sendirinya informasi tersebut akan tersimpan dalam memori jangka panjang dan bersifat retensi.
2.
Stand Alone (berdiri sendiri) Video yang akan dikembangkan tidak bergantung pada bahan ajar lain atau harus digunakan bersama-sam dengan bahan ajar lain
3.
User friendly (bersahabat/ akrab dengan pemakaiannya) Media video menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti dan menggunakan bahasa yang umum. Paparan informasi yang ditampilkan
22
bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keingan. 4.
Representasi isi Materi harus benar-benar representatif, misalnya materi simulasi atau demonstrasi. Pada dasarnya materi pembelajaran baik sosial maupun sains dapat dibuat media video
5.
Visualisasi dengan media Materi dikemas secara multimedia terdapat didalamnya teks, animasi, sound, dan video sesuai dengan kebutuhan materi. Materi-materi yang digunakan bersifat aplikatif, berproses, sulit terjangkau berbahaya apabila langsung di praktikkan, memiliki tingkat akurasian tinggi.
6.
Menggunakan kualitas resolusi tinggi Tampilan berupa grafis media video dibuat dengan teknologi rekayasa digital dengan resolusi tinggi tetapi support untuk setiap spech sistem komputer
7.
Dapat digunakan secara klasikal atau individual Video pembelajaran dapat digunakan oleh para siswa secara individual, tidak hanya dalam setting sekolah, tetapi juga di rumah. Dapat juga digunakan secara klasikal dengan jumlah siswa maksimal 50 orang dan dapat dipandu oleh guru atau cukup mendengarkan uraian narasi dari narator yang telah tersedia dalam program.
4. Pembelajaran Sejarah Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Menurut Gagne (2009:6) menyebutkan Belajar sebagai “ A natural prosess that leads to changes in what we know, what we can do, and how we behave” yakni belajar dipandang sebagai proses alami yang dapat membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang. Sedangkan menurut Robert Heinich dkk (2005) belajar diartikan sebagai “... developmen of new knewledge, skill, or attitutedes as individual interact with learning resources.” Yakni sebuah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terjadi
23
manakala seorang melakukan interaksi secara intensif dengan sumber-sumber belajar. Pembelajaran menurut Patricia L. Smith dan Tilman J. Ragan 1993 dalam Benny A. Pribadi (2011:9) mendefinisikan pembelajaran sebagai sebuah pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik. Ditambahkan oleh Yusufhadi Miarso (2005:144) memakai istilah pembelajaran sebagai sebuah aktivitas atau kegiatan yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pembelajar (learned centered). Kata ‘sejarah’ berasal dari beberapa bahasa di antaranya bahasa Arab (syajarotun) yaitu pohon. Seperti akar pohon yang terus berkembang dari tingkat sederhana ke tingkat yang kompleks. Dalam perkembangnya menjadi akar, keturunan asal-usul, riwayat dan silsilah. (Ahmadi,2011:65). Sejarah dapat di artikan sebagai ‘History’ dalam bahasa Inggris yang berakar dari bahasa Yunani ‘Istoria’ yang memiliki arti “belajar dengan cara bertanya-tanya” (William, Soeroto. 1984: 1). Sejarah adalah sebuah ilmu yang memiliki misi yang sangat besar untuk memperbaiki peradapan umat manusia, sejarah banyak memberikan pelajaran tentang konsep-konsep penting dalam menghadapi kehidupan yang akan datang (Susanto, 2014:8). Mata pelajaran sejarah menurut Aman (2011: 57) memiliki arti strategis dalam pembentukkan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukkan manusia indonesia yang memiliki rasa kebangsaaan dan cinta tanah air. Mata pelajaran sejarah juga merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting dalam pengembangan potensi diri dan pengembangan karakter di sekolah. Pembelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah adalah pendidikan sejarah yang dapat
menata
nalar,
membentuk
kepribadian,
mengembangkan
sikap,
menanamkan nilai-nilai, memecahkan masalah dan membekali siswa dengan keterampilan tertentu, serta memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa.
24
Hal ini sejalan dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut S.K Kochar (2008: 28-38) ada sasaran umum mata pembelajraan sejarah, yaitu: (1) Mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri, (2) memberikan gambaran yan tepat tentang konsep waktu, ruang dan masyarakat, (3) membuat masyarakat mampu mengevaluasi nilai-nilai dan hasil yang telah di capai oleh generasinya, (4) mengajarkan toleransi, (5) menanamkan sikap intelektual, (6) memperluas cakrawala intelektualitas, (7) mengajarkan prinsipprinsip moral, (8) menanamkan orientasi ke masa depan, (9) memberikan pelatihan mental, (10) melatih peserta didik menangani isu-isu kontroversial, (11) membantu mencarikan jalan keluar bagi masalah sosial dan perseorangan, (12) memperkokoh
rasa
nasionalisme,
(13)
mengembangkan
pemahaman
internasional, dan (14) mengembangkan keterampilan-keterampilan berguna. Melalui proses belajar sejarah bukan semata-mata menghapal fakta, siswa dapat mengenal kehidupan bangsanya secara lebih baik dan mempersiapkan kehidupan pribadi dan bangsanya yang lebih siap untuk jangka selanjutnya( Hamid Hasan, 1997:141). Pembelajaran sejarah berkedudukan sangat strategis dalam pendidikan nasional sebagai ‘soko guru’ dalam pembangunan bangsa. Sejarah adalah ilmu tentang asal usul dan perkembangan peristiwa yang telah terjadi. Inti pembelajaran sejarah adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap bangsa, jati diri dan budi pekerti kepada anak didik. Pembelajaran sejarah menurut Djoko Suryo (2005: 4) merupakan suatu kegiatan mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan dan berfungsi sebagai sarana untuk menanamkan kesadaran akan adanya perubahan dalam kehidupan masyarakat melalui dimensi waktu.
25
Adapun indikator-indikator terkait dengan pembelajaran sejarah menurut Djoko Suryo (2005:3) adalah: 1) pembelajaran sejarah memiliki tujuan substansi, dan sasaran pada segi-segi yang bersifat normatif, 2) nilai dan makna sejarah diarahkan pada kepentingan tujuan pendidikan, 3) aplikasi pembelajaran sejarah bersifat pragmatif, disesuaikan dengan tujuan, makna dan nilai dalam pendidikan, 4) pembelajaran sejarah secara normatif harus relevan dengan rumusan tujuan pendidikan nasional, 5) pembelajaran sejarah tidak hanya menyampaikan pengetahuan fakta pengalaman kolektif dari masa lampau, tetapi harus memberikan latihan berfikir kritis dalam memetik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajari. Melalui sejarah dapat dilakukan
pewarisan nilai-nilai dari generasi
terdahulu ke generasi masa kini. Pewarisan nilai-nilai dari generasi ini dapat dilakukan dengan peggalian dan penyampaian sejarah dalam pembelajaran sejarah. Menurut Taufik Abdullah (2005: 15) menjelaskan pengertian Sejarah sebagai sebuah konteks pembelajaran di sekolah yang tidak hanya sebatas sejarah yang dibatasi oleh keruangan yang bersifat administratif belaka, seperti sejarah provinsi, sejarah kabupaten, sejarah kecamatan atau sejarah desa. Menurutnya, Sejarah hanyalah sebuah sejarah yang berasal dari suatu tempat, ‘loyality’, yang batasannya ditentukan oleh ‘perjanjian’ yang diajukan penulis sejarah. Suhartono (2010: 89) juga mengatakan bahwa sejarah merupakan jenis sejarah yang secara spasial membahas peristiwa-peristiwa yang terbatas pada suatu daerah yang kecil dari desa sampai pada tingkat provinsi dan mempunyai nilai kemanusiaan yang khas dengan kemanusiaan yang khas pula. Selain itu Sugeng Priyadi mengatakan bahwa sejarah mempunyai ciri khas sebagai kesatuan etnis dan kultur yang menjadi salah satu dimensi sejarah nasional. Pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa
sejarah
merupakan
sebuah
pembelajaran
yang
menggambarkan pola kehidupan masyarakat. Sejarah juga mengajarkan nilai-nilai kemanusian yang khas di suatu daerah tertentu.
26
5. Kain Sasirangan a. Pengertian, sejarah, dan fungsi Kain Sasirangan Kain sasirangan merupakan kain khas yang dimiliki oleh suku Banjar di daerah Kalimantan Selatan. Kain ini adalah kain sakral yang turun temurun dipergunakan oleh masyarakat Banjar dalam upacara adat atau upacara penyembuhan terhadap orang sakit. sasirangan sendiri berasal dari kata “sa” yang berarti satu dan “sirang” yang berarti jelujur. Sesuai dengan proses pembuatannya, Di jelujur, di simpul jelujurnya kemudian di celup untuk pewarnaannya. Jadi Kata sasirangan berasal dari kata menyirang yang berarti menjelujur, karena dikerjakan dengan cara menjelujur kemudian diikat dengan tali raffia dan selanjutnya dicelup dalam pewarna, hingga kini sasirangan masih dibuat secara manual. Sasirangan merupakan kain sakral warisan abad XII saat Lambung Mangkurat menjadi patih Negara Dipa. Menurut Hikayat Banjar, Putri Junjung Buih ketika itu meminta Lambung Mangkurat membuatkan sebuah mahligai megah yang harus selesai dikerjakan dalam tempo satu hari oleh 40 orang tukang pria yang masih bujangan. Selain itu, Putri Junjung Buih juga meminta Lambung Mangkurat membuatkan sehelai kain langgundi yang selesai ditenun dan dihiasi dalam tempo satu hari oleh 40 orang wanita yang masih perawan. Semua permintaan Putri Junjung Buih itu dapat dipenuhi dengan mudah oleh Lambung Mangkurat. Paparan ini menyiratkan bahwa di kota Amuntai ketika itu banyak berdiam para tukang pria yang masih bujang, dan para penenun wanita yang masih perawan. Jika tidak, maka sudah barang tentu Lambung Mangkurat tidak akan mampu memenuhi semua permintaan Putri Junjung Buih. Pada hari yang telah disepakati, naiklah Putri Junjung Buih ke alam manusia meninggalkan tempat persemayamannya selama ini yang terletak di dasar Sungai Tabalong. Ketika itulah warga negara Kerajaan Negara Dipa melihat Putri Junjung Buih tampil dengan anggunnya. Pakaian kebesaran yang dikenakannya ketika itu tidak lain adalah kain langgundi warna kuning hasil tenunan 40 orang penenun wanita yang masih perawan (Ras, 1968 : Baris 725735, Hikajat Bandjar)
27
Awalnya sasirangan dikenal sebagai kain untuk “batatamba” atau penyembuhan orang sakit yang harus dipesan khusus terlebih dahulu (pamintaan) sehingga pembuatan kain sasirangan seringkali mengikuti kehendak pemesannya. Oleh karena itu, masyarakat Banjar seringkali menyebut sasirangan sebagai kain pamintaan yang artinya permintaan. Selain untuk kesembuhan orang yang tertimpa penyakit, kain ini juga merupakan kain sakral, yang biasa dipakai pada upacara-upacara adat. Kain sasirangan merupakan kain yang awal mulanya dipakai untuk pengobatan. Awalnya di kenal dengan sebutan “Kain Pamintaan” yang umumnya dibuat apabila ada permintaan untuk suatu kesembuhan dari suatu penyakit (Seman, 2007:01). Konon, diyakini tidak ada obat lain yang mujarab bagi para pengidap penyakit pingitan ini selain dari pada mengenakan kain sasirangan di kepala (ikat kepala,selendang), di perut (bebat), atau bahkan menjadikannya sebagai selimut atau sarung (Zainuddin, 2005). Pada zaman dahulu, kain sasirangan diberi warna sesuai dengan tujuan pembuatannya, yakni sebagai sarana pelengkap dalam terapi pengobatan suatu jenis penyakit tertentu yang diderita oleh seseorang. Arti warna dari kain sasisangan : 1. Kain sasirangan warna kuning merupakan tanda simbolik bahwa pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit kuning (bahasa Banjar kana wisa) 2. Kain sasirangan warna merah merupakan tanda simbolik bahwa pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit sakit kepala, dan sulit tidur (imsonia) 3. Kain sasirangan warna hijau merupakan tanda simbolik bahwa pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit lumpuh (stroke) 4. Kain sasirangan warna hitam merupakan tanda simbolik bahwa pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit demam dan kulit gatal-gatal 5. Kain sasirangan warna ungu merupakan tanda simbolik bahwa pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit sakit perut (diare, disentri, dan kolera) 6. Kain sasirangan warna coklat merupakan tanda simbolik bahwa pemakainya sedang dalam proses mengobati penyakit tekanan jiwa (stress)
28
Layaknya seperti kain batik, kain sasirangan merupakan bagian yang tak terpisahkan bagi masyarkat Banjarmasin. Beberapa diantara para ahli dan para budayawan menyebutkan bahwa kain sasirangan dapat disebut sebagai kain batiknya masyarakat Banjar. Pengertian kata batik dapat ditemukan dalam kamus Belanda (Dewi, 2010:2) “Van Dale Nieuw Handwoordenboek der Nederlandse Taal yang menjelaskan bahwa battiken isIndonesische methode om weefsels in figuren te verven (cara orang Indonesia untuk memberi warna pada kain dalam bentuk motif-motif atau gambar-gambar). Menurut Lily Trurangan (2014:45) Kesenian batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Batik bisa mengacu kepada dua hal, yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan alam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Kemudian yang kedua adalah merupakan kain atau busana yang dibuat dengan teknik termasuk menggunakan motif-motif tertentu yang memilki kekhasan. Batik Indonesia dengan keseluruhan teknik, teknologi serta pengembangan motif dan budaya yang terkait oleh UNESCO telah di tetapkan sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009. Seni batik Nusantara juga banyak di adopsi dari agama-agama yang ada di Nusantara seperti Hindu, Budha, maupun Islam. b. Macam-macam corak Kain Sasirangan Kain sasirangan Sasirangan adalah kain khas suku Banjar di Kalimantan Selatan. Keunikan kain ini tampak pada ragam motifnya yang kaya dan beragam. Didalam corak kain sasirangan terkandung banyak nilai keluhuran yang memuat kearifan lokal masyarakat Banjar yang dapat di pelajari oleh setiap siswa untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya lokal. Kain sasirangan layaknya kain batik, merupakan warisan pengetahuan dan kesenian yang dimiliki oleh manusia pra sejarah Indonesia. Dari corak kain sasirangan ini terdapat banyak makna nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Banjar yang mencerminkan kehidupan masayrakat yang arif dan penuh khitmat. Motif atau corak tradisional kain sasirangan yang dikenal dengan istilah Motif Klasik ini sejak dahulu sudah memiliki beberapa macam motif dan corak
29
serta makna dibalik nama motif tersebut. Beberapa motif (Syamsiar Seman 2007:38) diantaranya yakni : 1) Motif kain Sasirangan Gigi Haruan Motif kain Sasirangan yang bernama motif “Gigi Haruan” ini diambil dari nama ikan Haruan atau ikan gabus, salah satu ikan makanan favorit orang banjar. Ikan ini yang biasanya berwarna hitam dan memiliki gigi-gigi yang runcing dan tajam. Sehingga gigi ikan haruan inilah diambil sebagai salah satu motif batik sasirangan yang bermakna “ketajaman berpikir” 2) Motif kain Sasirangan Kambang Sakaki Motif kain Sasirangan Kambang Sakaki yang bermakna sekuntum bunga yang melambangkan “keindahkan” yang banyak dipergunakan sebagai ornamen khas Banjar, seperti ukiran arsitektur rumah adat Banjar. 3) Motif kain Sasirangan Kambang Kacang Motif
kain
Sasirangan
Kambang
Kacang
mengartikan
“simbol
keakraban”. Hal ini disebabkan karena kambang kacang ini sejenis tanaman yang buahnya selalu digemari oleh semua orang banjar, biasanya dicampur dengan sayuran lain seperti labu dan kacang hijau. Sehingga sayuran ini sangat akrab dengan dapur. 4) Motif kain Sasirangan Hiris Gagatas Motif kain Sasirangan Gagatas disebut juga rincung gagatas yang artinya bungas (cantik), tidak akan bosan apabila dipandang. Pada umumnya kue khas Banjar dipotong beberapa bagian dalam bentuk Gagatas ini. 5) Motif kain Sasirangan Daun Jaruju Motif kain Sasirangan Motif Daun Jaruju bermakna sebagai “penolak bala”. Karena jenis daun Jaruju ini berduri, sehingga sering dimanfaatkan sebagai pengusir tikus. Biasanya orang – orang dahulu meletakkan daun jaruju ini di sudut rumah agar tikus tidak bisa masuk ke rumah. 6) Motif kain Sasirangan Tampuk Manggis
30
Motif kain Sasirangan manggis diambil dari filosofi buah manggis yaitu “kejujuran”, karena setiap jumlah isi buah manggis pasti selalu sama dengan apa yang ditampilkan tampuk buah manggis tersebut. Misalnya tampuk yang ada di kulit luar buah manggis tersebut ada 5, maka sudah dapat dipastikan isi dalam buah manggis tersebut berjumlah lima buah. Nah hal inilah kenapa motif Batik Sasirangan juga mengambil filosofi tampuk manggis, karena apa yang telah terucapkan sama dengan apa yang terlintas dalam hati. 7) Motif kain Sasirangan Bintang Motif kain Sasirangan Bintang bermakna bahwa bintang adalah salah satu tanda kebesaran Yang Maha Kuasa, kita sebagai manusia tak akan sanggup untuk dapat menghitung berapa sesungguhnya jumlah bintang yang ada di alam semesta ini. 8) Motif kain Sasirangan Kulat Karikit Motif kain Sasirangan Kulat Karikit adalah tumbuhan jenis cendawan yang hidup menempel pada batang atau dahan pohon, jadi termasuk tumbuhan yang menumpang, tetapi tidak merugikan tumbuhan yang ditumpangi seperti halnya parasit benalu. Kulat karikit hidup mandiri, cari makan sendiri. Sehingga dapat dimaknai sebagai “hidup mandiri”, tahan derita. Bentuk gambarnya mirip dengan motif gigi haruan, tetapi lebih kecil dan juga biasanya tersusun secara vertikal. 9) Motif kain Sasirangan Kangkung Kaumbakan Motif kain Sasirangan Kangkung Kaumbakan artinya adalah kangkung yang terkena ombak, maksudnya adalah tanaman kangkung yang hidup menjalar di air apabila airnya bergelombang atau ombak air, batang kangkung tidak putus. Sehingga bermakna “tahan cobaan” atau “ujian”. 10)
Motif kain Sasirangan Ombak Sinampur Karang Motif kain Sasirangan Sinampur Karang artinya ombak yang menerjang
karang, ombak ini bisa dikiaskan sebagai “gelombang perjuangan dalam hidup manusia”.
31
11)
Motif kain Sasirangan Bayam Raja Motif kain Sasirangan Bayam Raja adalah atribut seseorang yang
dihormati dan bermatabat. Karenanya motif ini mengandung makna leluhur yang “bermartabat dan dihormati”. Bentuknya dengan garis-garis yang melengkung patah-patah, biasanya tersusun secara vertikal menjadi garis pembatas dengan motif-motif lain, sehingga bayam raja banyak dalam kain sasirangan. 12)
Motif kain Sasirangan Hiris Pundak Motif kain Sasirangan Hiris Pudak adalah sebuah tanaman sebutan orang
banjar, yang biasa kita kenal dengan tanaman pandan. Tanaman pandan ini sering ditanam di pekarangan rumah, karena sering digunakan sebagai pengharum ketika memasak nasi. Akan tetapi tanaman pandan di daerah Banjarmasin airnya banyak dimanfaatkan orang sebagai pewarna kue. Juga sebagai campuran bunga rampai (bunga khas banjar) yang biasanya digunakan ketika melakukan acara adat banjar seperti acara perkawinan ataupun acara-acara lain. 13)
Motif kain Sasirangan Ular Lidi Motif kain Sasirangan Ular lidi dalam salah satu dongeng orang Banjar
dianggap sebagai simbol kecerdikan kerena ular lidi yang kecil itu gagah dan cerdik namun berbisa. Bentuk gambarnya mirip hiris pudak, tetapi berganda dua dan tidak patah-patah, tetapi melengkung dengan garis vertikal dan bervariasi. 14)
Motif kain Sasirangan Ramak Sahang Motif kain Sasirangan Ramak Sahang adalah salah satu jenis rempah
rempah yang biasa kita kenal merica. Sedangkan ramak (bahasa Banjar) artinya hancur, jadi ramak sahang artinya merica hancur. Motif ini hampir mirip dengan motif hiris pudak yang berganda dua, tapi gambarnya terputus-putus tidak senyawa. 15)
Motif kain Sasirangan Galombang Motif kain Sasirangan Galombang bermakna mengarungi gelombang
kehidupan manusia. Seperti filosofi “roda yang berputar” kadang keadaan kehidupan seseorang berada pada posisi dibawah, atau bahkan kebalikannya.
32
16)
Motif kain Sasirangan Daun Katu Motif kain Sasirangan Daun Katu adalah tanaman yang sering ditanam di
pekarang rumah, tanaman ini memiliki manfaat selain digunakan sebagai sayuran bisa juga di manfaatkan oleh ibu-ibu yang lagi menyusui anak, karena manfaat apabila mengkonsumsi sayuran ini dapat melancarkan air susu ibu (ASI). Sehingga daun katu juga dijadikan sebagai salah satu motif sasirangan. 17)
Motif kain Sasirangan Mayang Maurai Motif kain Sasirangan Mayang Maurai artinya mayang terurai, mayang ini
biasanya dipakai ketika melakukan acara mandi-mandi (tradisi adat Banjar) yang biasanya dilakukan sehari sebelum pengantin disandingkan. Atau juga bisa dilakukan acara mandi 7 bulanan pada saat seorang wanita yang hamil 7 bulan. 18)
Motif kain Sasirangan Naga Balimbur Motif kain Sasirangan Naga Balimbur diambil dari sebuah dongeng orang
Banjar yang termasuk dalam folkore, yang menceritakan tentang naga sedang mandi di tengah sungai pada waktu pagi hari. Dengan riangnya sang naga itu mandi sambil berjemur dengan cahaya matahari yang bersinar dengan cerah. Keadaan itu menggambarkan sebagai suatu suasana yang menyenangkan atau mengembirakan. 19)
Motif kain Sasirangan Banawati Motif kain Sasirangan Banawati adalah istilah yang lain dari motif bintang
bertabur atau bintang behambur (bahasa Banjar). Bintang bertabur ini diaplikasikan dalam bentuk kecil-kecil dengan bentuk komposisi yang bebas. Hiasan bintang bahambur tidak saja ada pada kain sasirangan, tetapi juga ada pada dinding air guci dengan warna putih perak atau kuning emas, karena bermakna keagungan. 20)
Motif kain Sasirangan Dara Manginang Motif kain Sasirangan Dara manginang atau dengan istilah Banjar “Galuh
Manginang” adalah seorang gadis Banjar dahulu yang baru makan sirih, sehingga air liurnya yang merah karena gambir sampai meleleh keluar bibir. Akan tetapi kebiasaan ini sekarang sudah jarang sekali dijumpai di masyarakat Banjar. Karena pergeseran zaman ke masyarakat modern. Oleh sebab itulah momen seperti
33
diabadikan sebagai salah satu motif batik sasirangan. Sebagai penginggat masyarakat Banjar bahwa dulu nenek moyang mereka dulu sering menginang. Motif ini biasanya lebih dominan berwarna merah menyala. 21)
Motif kain Sasirangan Turun Dayang Motif kain Sasirangan Turun Dayang tidak jauh berbeda dengan dara
manginang, maka motif turun dayang ini juga sering berkomposisi yang abstrak atau tidak jelas. Tetapi turun dayang bisa dengan tata tiga warna utama, yaitu merah, kuning dan hijau. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia. Inilah sejatinya pendidikan nilai. Salah satu nilai yang selalu digencarkan dalam pendidikan adalah pendidikan nilai budaya. Pendidikan yang sesungguhnya adalah suatu usaha pembinaan pribadi manusia untuk mencapai tujuan akhirnya (perilaku hubungan dengan Tuhan dan dirinya sendiri) dan sekaligus untuk kepentingan masyarakat. Secara singkat pendidikan nilai menurut Zaim (2009: 23) didefinisikan sebagai suatu proses dimana seseorang menemukan maknanya sebagai pribadi pada saat dimana nilai-nilai tertentu memberikan arti pada jalan hidupnya. Setiap masyarakat mempertahankan konsepnya melalui nilai budaya dan sistem budaya dengan mempertahankan fungsi, satuan, batas, bentuk, lingkungan, hubungan, proses, masukan, keluaran, dan pertukaran (Sariyantun, 2013:231). Sistem nilai, termasuk nilai budaya merupakan pedoman yang dianut oleh setiap anggota masyarakat terutama dalam bersikap dan berprilaku dan juga menjadi patokan untuk menilai dan mencermati bagaimana individu atau kelompok bertindak dan berprilaku. Nilai-nilai yang diyakini bersama dan terinternalisasi dalam diri individu sehingga terhayati dalam setiap perilaku, disebut juga sebagai kearifan lokal (sariyatun, 2013:231). Secara substansial kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku masyarakat setempat (Nurjaya, 2006: 2-4). Pemaknaan dari corak kain sasirangan dalam semiologi, yakni ilmu mengenai penelaahan dan pemaknaan terhadap simbol-simbol (Nawiroh Vera, 2014: 4). Kain sasirangan yang merupakan hasil dari local genius masyarakat
34
banjar memiliki nilai dan arti yang berkaiatan dengan kelangsungan hidup dan keberlanjutan budaya dari masyarakat banjar itu sendiri. Jadi dari 21 macam corak dari kain sasirangan yang ada peneliti mengambil 2 macam corak yakni corak “gigi haruan” yang memiliki arti ketajaman berfikir serta corak “Tampuk manggis” yang memiliki arti kejujuran. Dua corak ini memiliki nilai yang dirasa cocok untuk dapat di terapkan dalam pembelajaran sejarah sebagai sebuah nilai yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran budaya siswa. 6. Kesadaran Budaya Kesadaran secara harfiah berasal dari kata sadar yang artinya merasa, tahu, dan mengerti. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Kesadaran merupakan keadaan mengerti, sadar, atau merasa sadar yang timbul karena suatu hal yang dialami oleh seseorang. Dalam Cambridge Internasional Dictionary of English (1995) terdapat definisi tentang kesadaran. Kesadaran diartikan sebagai kondisi terjaga atau mampu mengerti apa yang sedang terjadi. (The condition of being awake or able to understand what is happening). (Nias, Online.2011). sedangkan dalam istilah psikologi menurut Alfian (1979) menjelaskan bahwa kesadaran didefinisikan sebagai tingkat kesiagaan individu terhadap rangsangan eksternal dan internal, dengan kata lain kesiagaan terhadap peristiwa-peristiwa lingkungan, suasana tubuh, memori dan fikiran. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa kunci penting dalam kesadaran terletak pada kesiagaan dan stimulus. Secara umum disebutkan bahwa kebudayaan
berasal dari bahasa
Sansekerta ‘Buddhayah’ yang artinya merupakan bentuk jamak dari konsep ‘Budhi’ dan ‘Dhaya’ (akal). Manusia adalah pemilik ‘budhi’ yang artinya kemampuan berfikir dan mencipta, sedangkan ‘ dhaya’ merupakan sesuatu dalam diri manusia yang hakiki dan melekat dalam diri manusia yang berwujud sebagai kemampuan atau kekuatan (Adhe Putra, 2014:5). Sedangkan Ki hajar Dewantara (2014:5) memaparkan tentang konsep budaya asli milik Indonesia yakni ‘cipta’, ‘rasa’ dan ‘karsa’. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan , tindakan , hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar” (Koentjaraningrat, 1981:180). Kebudayaan keseluruhan pengetahuann, kepercayaan, seni, moral,
35
hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai bagian dari anggota masyarakat (E.B. Taylor, 1871:21). Menurut Koentjaraningrat (1981:186) kebudayaan memiliki tiga wujud dan tujuh unsur yaitu: 3 wujud kebudayaan, terdiri atas : a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma , peraturan , dan sebagainya b. Sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat c. Kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia. 7 Unsur kebudayaan, terdiri atas : a. sistem organisasi social, b. sistem kesenian, c. sistem bahasa, d. sistem pengetahuan, e. sistem mata pencaharian, f. sistem religi, g. sistem teknologi. Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk manusia itu sendiri. Sekalipun manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Budaya merupakan suatu hal yang dihasilkan masyarakat dari kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya mengkristal atau mendarah daging. Budaya dan masyarakat memang tidak bisa dipisahkan. Masyarakat
menghasilkan
suatu
kebudayaan
melalui
proses
sosialisasi.
Kebudayaan selalu mengikuti keberadaan masyarakat, Sebagai mahluk budaya, manusia berada pada siklus tidak ada satupun masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan dan tidak akan pernah tercipta suatu wujud kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Namun, meskipun budaya diciptakan oleh masyarakat, budaya tersebut dapat pula mengendalikan masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat haruslah pandai dalam mengatur arah gerak dari kebudayaannya.
36
Kesadaran budaya merupakan sikap positif manusia dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Kesadaran budaya sangatlah dibutuhkan dalam mengelola perbedaan-perbedaan budaya yang ada. Hal ini dikarenakan oleh seringnya perbedaan budaya yang menimbulkan konflik-konflik di dalam masyarakat. Menurut Fatchiah (2011: 6) menjelaskan bahwa kesadaran budaya merupakan sikap dimana seseorang menghargai, memahami, dan mengerti adanya perbedaan-perbedaan dalam budaya tersebut. Kesadaran budaya (Cultural awareness) adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Selanjutnya, seseorang dapat menilai apakah hal tersebut normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya lain. Oleh karena itu perlu untuk memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya dan mampu untuk menghormatinya. (Vacc et al, 2003). Selain itu dalam jurnal counseling and development (JDC: 1995) menyebutkan, “cultural awareness was defined by scales related to knowlegde and practice of culture traits (which refers to aculturation) and ethnic loyality reflected the individual's preference for one culture orientation over the other (which refers to ecthnic identity)”. Wunderle (2006) menyebutkan bahwa kesadaran budaya (cultural awareness) sebagai suatu kemampuan mengakui dan memahami pengaruh budaya terhadap nilai-nilai dan perilaku manusia. Fowers & Davidov (Thompkins et al, 2006) mengemukakan bahwa proses untuk menjadi sadar terhadap nilai yang dimiliki, kebiasaan dan keterbatasan meliputi eksplorasi diri pada budaya hingga seseorang belajar bahwa perspektifnya terbatas, memihak, dan relatif pada latar belakang diri sendiri. Terbentuknya kesadaran budaya pada individu merupakan suatu hal yang terjadi begitu saja. Akan tetapi melalui berbagai hal dan melibatkan beragam faktor diantaranya adalah persepsi dan emosi maka kesadaran (awareness) akan terbentuk. Penting bagi kita memiliki kesadaran budaya agar dapat memiliki kemampuan untuk memahami budaya dan faktor-faktor penting yang dapat
37
mengembangkan nilai-nilai budaya sehingga dapat terbentuk karakter bangsa. kesadaran budaya adalah upaya berkenaan dengan pemahaman terkait kebudayaan yang secara tidak langsung merupakan suatu sikap yang perlu dimiliki seseorang terutama pelajar dalam menghadapi arus kebudayaan global. Tingkat kesadaran budaya dapat dibagi menjadi 5 tingkatan menurut Wunderle (2006): a. Data dan Informasi. Dalam tingkat ini penting untuk memiliki data dan informasi tentang keberagaman budaya yang berbeda. Dengan adanya data dan informasi dapat membantu kelancaran proses komunikasi. a. Pertimbangan Budaya. Pertimbangan budaya ini akan membantu kita untuk memperkuat proses komunikasi dan interaksi yang terjadi. b. Pengetahuan Budaya. Pengetahuan budaya tersebut tidak hanya pengetahuan mengenai kebudayaan orang lain, tapi penting juga untuk mengetahui kebudayaan sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan terhadap budaya dapat dilakukan dengan latihan-latihan khusus. Tujuannya agar mengetahui sejarah dari suatu budaya. c. Pemahaman Budaya. Pemahaman budaya ini sangat penting dilakukan. Tujuannya untuk lebih mengarahkan pada kesadaran mendalam pada kekhususan budaya yang memberikan pemahaman hingga pada proses berpikir, faktor-faktor yang memotivasi, dan isu lain yang secara langsung mendukung proses pengambilan suatu keputusan. d. Kompetisi Budaya. Kompetisi budaya berfungsi untuk dapat menentukkan dan mengambil keputusan serta kecerdasan budaya. Kompetisi budaya merupakan pemahaman terhadap kelenturan budaya. Dan hal ini penting karena dengan kecerdasan budaya yang memfokuskan pemahaman pada pencernaan dan pengambilan keputusan pada situasi tertentu. Berdasarkan hal di atas,
pentingnya nilai-nilai yang menjadi faktor
penting dalam kehidupan manusia akan turut mempengaruhi kesadaran budaya (terhadap nilai-nilai yang dianut) seseorang dan memaknainya. Penting bagi kita untuk memiliki kesadaran budaya (cultural awareness) agar dapat memiliki
38
kemampuan untuk memahami budaya dan faktor-faktor penting yang dapat mengembangkan nilai-nilai budaya sehingga dapat terbentuk karakter bangsa. 7. Desain Pengembangan Desain instruksional merupakan keseluruhan proses analisis kebutuhan, tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar. desain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya. Desain Instruksional adalah suatu proses sistematis, efektif, dan efisien dalam menciptakan system instruksional untuk memecahkan masalah belajar atau peningkatan kinerja peserta didik melalui serangkaian
kegiatan
pengidentifikasian
masalah,
pengembangan,
dan
pengevaluasian. Pengembangan desain tersebut dapat menggunakan berbagai macam model-model desain instruksional. Dalam hal ini penulis akan memaparkan empat jenis model pengembangan, yakni Dick & Carey, ADDIE, ASSURE & SAFE. a.
Model Dick & Carey Model Dick & Carey adalah model desain Instruksional yang
dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip desain Instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus ditempuh secara berurutan. Desain instruksional model Dick & Carey harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Menurut model ini, sebelum merumuskan tujuan khusus yaitu performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemapuan awal siswa terlebih dahulu. Pentingnya mengapa harus
39
dirumuskan terlebih dahulu karena kemampuan khusus harus berpijak dari kemampuan dasar atau kemampuan awal. Setelah dirumuskan tujuan khusus yang harus dicapai selanjutnya dirumuskan tes dalam bentuk Criterion Reference Test, yang artinya tes tersebut bertujuan untuk mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus. Setelah itu dikembangkan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan khusus, yakni scenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, lalu dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari model Dick & Carey adalah evaluasi, evaluasi disini dibagi menjadi dua yakni, evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfungsi untuk menilai efektifitas program dan evaluasi sumatif berfungsi untuk menentukan kedudukan setiap siswa dalam penguasaan materi pelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut selanjutnya dilakukan umpan balik dalam merevisi program pembelajaran (Sanjaya, 2008:75). Untuk lebih jelasnya langkah-langkah model Dick & Carey, dipaparkan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran. 2. Melaksanakan analisis pembelajaran 3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa 4. Merumuskan tujuan performansi 5. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan 6. Mengembangkan strategi pembelajaran 7. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran 8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif 9. Merevisi bahan pembelajaran 10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif. b.
Model ASSURE Assure merupakan kepanjangan dari Analize learners, State objectives,
Select methods, Utilize media and materials, Require learned and participation, Evaluate and revision. Model Assure dirancang untuk membantu para pendidik merencanakan mata pelajaran yang secara efektif memadukan penggunaan
40
teknologi dan media di ruang kelas. Langkah-langkah model Assure menurut Smaldino, et al (2012:110) sebagai berikut: a. Langkah pertama, dalam merencanakan mata pelajaran adalah mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik peserta didik yang disesuaikan dengan hasil belajar. b. Langkah kedua, menyatakan standart dan tujuan belajar sespesifik mungkin. c. Langkah ketiga, setelah melakukan analisis terhadap peserta didik dan menyatakan standart dan tujuan belajar, berikutnya adalah pemilihan strategi, teknologi, media, dan materi yang sesuai dengan kebutuhan. d. Langkah keempat, penggunaan teknologi dan media kepada peserta didik untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar. e. Langkah kelima, mengharuskan partisipasi peserta didik. Sebaiknya terdapat aktivitas yang memungkinkan peserta didik menerapkan pengetahuan baru atau kemampuan baru dan menerima umpan balik mengenai kesesuaian usaha mereka sebelum secara formal dinilai. f. Langkah keenam, ini merupakan langkah terakhir, yaitu mengevaluasi dan merevisi. Setelah melaksanakan pembelajaran, maka hal yang paling penting adalah melaksanakan evaluasi kepada siswa. Evaluasi sebaiknya tidak hanya memeriksa tingkat di mana para peserta didik telah mencapai tujuan belajar, tetapi juga memeriksa keseluruhan proses pengajaran dan hasil dari penggunaan teknologi dan media. Model
Assure
memberikan
pendekatan
yang
sistematis
untuk
menganalisis karateristik para siswa yang memengaruhi kemampuan mereka untuk belajar. Analisis tersebut menyediakan informasi yang memungkinkan para pendidik secara strategis merencanakan pembelajaran yang disesuaikan agar memenuhi kebutuhan para peserta didik. c. Model ADDIE Istilah ADDIE merupakan singkatan dari Analyze, Design, Develop, Implement dan Evaluation. ADDIE telah banyak diterapkan dalam lingkungan belajar yang telah dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Berdasarkan landasan filosofi pendidikan penerapan ADDIE harus bersifat student center,
41
inovatif, otentik dan inspriratif. Konsep pengembangannya sudah diterapkan sejak terbentuknya komunitas sosial. Pembuatan sebuah produk pembelajaran dengan menggunakan ADDIE merupakan sebuah kegiatan yang menggunakan perangkat yang efektif. ADDIE yang membantu menyelesaikan permasalah pembelajaran yang komplek dan juga mengembagkan produk-produk pendidikan dan pembelajaran (Branch, 2009:2) Masing-masing langkah dideskripsikan sebagai berikut: 1. Analisis Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan dihasilkan adalah berupa karakteristik atau profil calon peserta didik, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan. 2. Desain Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) di atas kertas harus ada terlebih dahulu. Pada tahap desain ini diperlukan: pertama merumuskan
tujuan
pembelajaran
yang
SMART
(spesific,
measurable,
applicable, realistic, dan Times). Selanjutnya menyusun tes yang didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan tadi. Kemudian menentukan strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat dipilih dan tentukan yang paling relevan. Di samping itu, perlu dipertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam suatu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci. 3. Pengembangan Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print atau desain yang dibuat menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan,
42
misal diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan. 4. Implementasi Implementasi
adalah
langkah
nyata
untuk
menerapkan
sistem
pembelajaran yang dibuat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan dipersiapkan sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu maka software tersebut harus sudah diinstall. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan
atau
setting
tertentu
tersebut
juga
harus
ditata.
Barulah
diimplementasikan sesuai skenario atau desain awal. 5. Evaluasi Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input terhadap rancangan yang sedang dibuat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk yang dikembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok kecil dan lain-lain. d. SAFE Menurut Atwi Suparman dalam buku yang berjudul “Desain Instruksional Modern”, dijelaskan beberapa model-model desain instruksional, yang salah satunya adalah SAFE. SAFE merupakan kepanjangan dari System Approach For Education. Langkah-langkah dari SAFE adalah sebagai berikut: 1. Tahap I, Analisis Sistem
43
a)
Menilai kebutuhan;
b) Menentukan tujuan misi; c)
Menentukan persyaratan misi;
d) Menentukan hambatan; e)
Menentukan profil misi dan persyaratan dan hambatan;
f)
Melakukan analisis fungsional tentang persyaratan dan hambatan;
g) Melakukan analisis tugas dan persyaratan dan hambatan; h) Melakukan analisis metode & alat dan persyaratan dan hambatan; i)
Membuat keputusan final tentang meneruskan atau berhenti.
2. Tahap II, Sintesis Sistem a)
Mengidentifikasi strategi perencanaan masalah;
b) Mendesain pengelolaan/rencana pelaksanaan untuk setiap alternative; c)
Menganalisis alternative dari segi keefektifan dan efisiensi biaya;
d) Memilih rencana pengelolaan dan pelaksanaan yang mempunyai keefektifan biaya yang optimal; e) Menyusun rencana validasi atau tes lapangan (metode/media) sesuai kebutuhan; f)
Implementasi/pengelolaan penggunaan rencana pelaksanaan;
g) Mengevaluasi penampilan (proses dan produk); h) Merevisi untuk mencapai prestasi yang dipersyaratkan (Suparman, 2012: 93-94). Dari beberapa model pengembangan di atas, penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE yang dirasa cocok dan mudah untuk di aplikasikan dalam penelitian mengenai pengembangan media pembelajaran sejarah berbasis video corak kain sasirangan untuk meningkatkan kesadaran budaya siswa SMAN 5 Banjarmasin. B. Penelitian Relevan Beberapa penelitian yang telah berhasil dilaksanakan dan relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian: a. Reka Sabrina. (2013). “Pengembangan pembelajaran Sejarah Berbasis Media Animasi untuk Meningkatkan kesadaran budaya siswa SMPN 1 Surakarta”.
44
Penelitian ini memuat tentang pengembangan model pembelajaran Sejarah dengan menggunakan media animasi untuk meningkatkan kesadaran budaya siswa SMPN 1 Surakarta pada pembelajaran IPS. Hasil penelitian tersebut yakni Model yang di kembangkan di validasi oleh ahli strategi pembelajaran dan materi 4,18 (baik), ahli media 3,71 (baik), guru 4,36 (sangat baik), dan siswa 4,21 (sangat baik), hal tersebut menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dinyatakan layak untuk dapat digunakan dalam pembelajaran sejarah di sekolah tersebut. b. Zulaikha. (2009) “Pengaruh Penggunaan Media Gambar Animasi Terhadap Hasil Belajar IPS di MIN Grobongan”. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar yang sangat signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hal itu dapat dilihat dari hasil perhitungan t hitung sebesar 7,15 sedangkan t tabel sebesar 2,39 pada df (degree of freedom) 58. Jika t hintung > t tabel maka Ho ditolak berarti ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran IPS dengan media gambar animasi dan media gambar mati. c. Andi Kristanto. (2010). “Pengembangan Media Komputer Pembelajaran Multimedia Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Sistem Tata Surya Bagi Siswa Kelas 2 Semester 1 di SMAN 22 Surabaya”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji coba terhadap siswa diperoleh prosentasi >90% sehingga hal ini menunjukkan bahwa media pembelajaran efektif untuk dimanfaatkan. d. Nunuk Suryani, jurnal yang berjudul “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD terhadap pencapaian kompetensi belajar sejarah ( Studi eksperimen di SMA Negeri 1 Karanganyar dan SMA Negeri Karangpandan Tahun pelajaran 2006/2007 )”. Kesimpulannya, terdapat pengaruh interaksi anatara pendekatan pembelajaran dengan minat belajar terhadap kompetensi belajar sejarah. e. M. Iqbal Ibrahim. 2014. Tesis berjudul “Model Pembelajaran Sejarah Berbasis Nilai-nilai Kearifan Lokal Tradisi Petik Laut Untuk Meningkatkan Solidaritas Sosial Siswa Di SMA Negeri 1 Kencong Kabupaten Jember”. Hasil penelitian
45
nya yakni pada hasil uji validasi model diperoleh nilai 4,18 (baik), validasi RPP diperoleh nilai 4,33 (baik), validasi soal dengan nilai 4,00 (baik) dan validasi bahan ajar/materi diperoleh nilai 4,00 (baik). Pada Uji T diperoleh nilai 2,576 dengan signifikansi 0,013 < 0,025 , artinya terdapat pengaruh yang signifikan terhadap model yang dikembangkan. Dan pada tahan uji T penilaian sikap solidaritas sosial sebesar 5,942. sebelum dan sesudah perlakuan kelas eksperiment tidak sama. Dengan demikian model pembelajaran sejarah yang dikembangkan efektif dan dapat meningkatkan prestasi dan sikap solidaritas sosial. C. Kerangka Berfikir Pada
kegiatan
pembelajaran
tentunya
dibutuhkan
suatu
model
pembelajaran agar kegiatan belajar mengajar berjalan dengan lancar. Terdapat berbagai macam pendekatan dan metode yang dapat digunakan dalam membuat model pembelajaran agar pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan. Selain metode dan model pembelajaran guru juga harus mampu menjadi fasilitator yang handal bagi siswa agar dapat tercipta suasana belajar yang kondusif, aktif dan mudah diterima oleh siswa. Guru perlu memfasilitasi sebuah alat bantu untuk menyampaikan materi pembelajaran agar siswa lebih termotivasi dan memiliki minat yang tinggi dalam kegiatan belajar mengajar. Melalui video pembelajaran guru mengarahkan siswa untuk dapat melihat dan mendengar materi pembelajaran yang agak sulit bila hanya dijelaskan dengan metode ceramah. Pemutaran video yang memuat tentang pembelajaran sejarah tentunya lebih menarik perhatian dan minat siswa dalam memahami materi pembelajaran. Masalah yang ditemukan yaitu masih banyak para pendidik yang menguasai materi pembelajaran, namun tidak menampilkan materi pembelajaran dengan cara yang menarik atau dengan kata lain monoton hanya dalam metode ceramah pasif. Pembelajaran sejarah memiliki banyak materi yang sangat luas cakupannya dan dalam hal ini cakupan tersebut dapat dibatasi dengan penggunaan media agar lebih terfokus dalam penyampaian materinya. Guru seharusnya harus mampu memaksimalkan dan mengeksplor kemampuan siswa.
46
Penggunaan media dengan visualisasi bisa menggugah semangat dan motivasi siswa dalam mencari tahu lebih banyak dan berfikir secara lebih kritis. Media pembelajaran haruslah mudah digunakan bagi penggunanya. Selain itu, harus memiliki keunikan yang mampu menarik serta merangsang peserta didik agar mudah alam mencerna dan memahami materi pembelajaran. Materi pembelajarannya juga harus sesuai dengan kebutuhan pengguna, sesuai dengan kurikulum dan mengandung banyak manfaat bagi peserta didik. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model prosedural yang diadaptasi dari model pengembangan desain instruksional menurut ADDIE. model ADDIE digambarkan dalam bagan sebagai berikut: Berikut ini merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:
47
KBM
Pembelajaran konvesional
Kondisi awal
PENGEMBANGAN (Ceramah, power point)
Kenyataan Pemb. Sejarah
Media pembelajaran sejarah berbasis video corak kain sasirangan Kajian Teori
Tradisi Sej. Masyarakat Indonesia masa Pra Sejarah
Evaluasi (Validasi & Revisi)
Budaya masyarakat Banjar tercermin dalam nilai yang terkandung pada corak kain sasirangan
Valid/Layak
Instrumen penelitian
Tidak Valid
Produk Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Video Corak Kain Sasirangan
KESADARAN BUDAYA
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
D. Model Hipotetik Berdasarkan kajian teori dan pengamatan di lapangan, diajukan hipotesis berupa video pembelajaran sejarah untuk meningkatkan kesadaran budaya siswa SMAN 5 Banjarmasin dengan menggunakan model prosedural yang diadaptasi dari model pengembangan pembelajaran desain instruksional ADDIE. Model ADDIE merupakan model yang mudah diterapkan dimana proses yang digunakan bersifat sistematis dengan kerangka kerja yang jelas menghasilkan produk yang efektif, kreatif, dan efisien (Angel Learning.2008). model ADDIE merupakan salah satu model desain sistem pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-tahapan dasar sistem pembelajaran yang sederhana dan
48
mudah di pelajari, terdiri dari 5 fase yaitu (Alan Januszewski & Michael Molenda, 2008): a. Analysis / Analisis Analisis merupakan langkah pertama dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah analisis melalui dua tahap yaitu: 1) Analisis Kinerja. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program pembelajaran atau perbaikan manajemen. 2) Analisis kebutuhan . analisis ini merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuankemampuan atau kompetensi yang perlu di pelajai oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila program pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang sedang dihadapi. b. Design / Desain Langkah ini merupakan: 1) inti dari langkah analisis kerja mempelajari masalah kemudia menemukan alternatif solusi yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis kebutuhan. 2) langkah penting yang perlu dilakukan untuk menentukan pengalaman belajar yang perlu dimiliki oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran, dan 3) langkah yang harus mampu menjawab pertanyaan, apakah program pembelajaran dapat mengatasi masalah kesenjangan kemampuan siswa? Kesenjangan kemampuan disini adalah perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa dengan kemampuan yang seharusnya dimiliki siswa. c. Development / Pengembangan Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam pengimplementasian model desain sistem ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program. Dalam melakukan langkah pengembangan ada dua tujuan penting yang perlu dicapai, antara lain adalah: 1) memproduksi, membeli atau merevisi bahan ajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah di
49
rumuskan sebelumnya, 2) memilih media atau mengkombinasi media terbaik yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. d. Implementation / Implementasi Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dalam model desain sistem pembelajaran ADDIE. Tujuan utama dari langkah ini antara lain: 1) Membimbing siswa untuk mencapai tujuan atau kompetensi, 2) Menjamin terjadinya pemecahan masalah/solusi untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa, 3) Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, siswa perlu memiliki kompetensi-pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan. e. Evaluation / Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Evaluasi adalh sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu: 1) Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, 2) Peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran, 3) keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti program pembelajaran. Analysis
Design
Development
Implementation
Gambar 2.3. Model ADDIE
Evaluation
50
ANALISIS Melakukan Penelitian Pendahualuan Studi Pustaka dan Observasi Lapangan
Analisis Pembelajaran
Analisis Kebutuhan Guru
Analisis Kebutuhan Siswa
Identifikasi Proses pembelajaran Sejarah di Lapangan
DESAIN Menghimpun materi, SK, KD, Indikator
Mengumpulkan gambar-gambar dan foto yang berhubungan dengan kain sasirangan
Pengembangan
Skenario Pembelajaran
Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah
Menghimpun Materi berdasarkan SK, KD, yang di muat kedalam gambar gambar tentang kain sasirangan
Validasi Praktisi
Revisi
Validasi Ahli Media
Implementasi
Uji coba kelompok kecil tahap I Revisi II Uji coba kelompok kecil tahap II
Mulai
Media Pembelajaran Sejarah Berbasis video corak kain sasirangan
Revisi III Uji coba kelompok besar Revisi IV Mampu diterima guru dan siswa
Evaluasi
Kelas Eksperiment Uji efektivitas Kelas Kontrol
Media video Pembelajaran Sejarah lokal Berbasis Corak Kain Sasirangan untuk Meningkatkan Kesadaran Budaya Siswa SMAN 5 Banjarmasin
Gambar 2.4. Model Hipotetik dengan menggunakan desain pengembangan ADDIE
51
INPUT
PROSES
OUTPUT
Tahap pelaksanaan Pembelajaran:
MATERI
Tahapan Keg. awal
Kegiatan Guru 1. 2. 3.
Kompoten Media: 1.
2.
Gambar-gambar Tradisi masyarakat Indonesia Masa Pra Aksara, Tradisi dan budaya masyarakat Banjar (Kain Sasirangan) Audio
Keg. Inti
Penyampaian tujuan memotivasi siswa, memberikan arahan tentang pembelajaran menggunakan video
1. Eksplorasi : penyampaikan sekilas tentang materi yang akan disampaikan dan membantu terjadi interaksi antar siswa, dan antar siswa dan guru. 2. Elaborasi : penerapkan model dan metode pembelajaran memberikan penjelasan singka mengenai kehidupan masyarakat indonesia masapra akrasa dansekaligus memberikan penjelasan mengenai kebudyaan masyrakat banjar dalam pembuatan kain sasirangan serta memberikan kesimpulan
Instrumen musik panting
Kegiatan Siswa 1.
memperhatikan penjelasan guru
1. Eksplorasi
:
Memperhatikan dan mengamati media yang ditampilkan oleh guru dan mencatat hal yang penting. 2. Elaborasi : Dalam kelompok membaca, menganalisis dan menulis jawaban dari pertanyaan yang telah diberikan guru dalam laporan kelompok 3. Konfirmasi : Mempresentasikan hasil temanya dan bertanya mengenai hal yang tidak dimengerti
3. Konfirmasi
Bahan Evaluasi
1) menanyakan tentang halhal yang belum dipahami siswa. Serta membantu siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar materi yang telah disampaikan.
1. Tes Prestasi 2. Kuesioner
Keg. penutup
1. Dilakukan penilaian melaui tes, dan tindak lanjut dari materi ini diberikan tugs pendalaman materi
Gambar 2.5. Bagan Hipotetik Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Video Corak Kain Sasirangan
Kesadaran Budaya