BAB II LANDASAN TEORI
II. A. Kemampuan Berbahasa II. A. 1. Defenisi Kemampuan Berbahasa Bahasa adalah sistem dari komunikasi, dimana kata-kata dan berbagai bentuk kombinasi simbol tertulis lainnya, yang teratur sehingga menghasilkan sejumlah pesan (Parke, 1999). Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu pengeahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur (Setiawan, 2007). Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, mengemukakan perasaaan atau pikiran yang mengandung makna tertentu baik melalui ucapan, tulisan dan bahasa isyarat/bahasa tubuh. Setiap bahasa memiliki aturan tertentu dan komunikasi dikatakan efektif bila orang yang diajajk berkomunikasi mengerti apa yang dikemukan oleh sumber komunikasi. Kemampuan berbahasa akan berkembang sesuai dengan tahap perkembangan anak (Morgan, 1981). Banyak
ahli
bahasa yang telah
memberikan
uraiannya
tentang
pengetahuan bahasa. Bloch dan Trager (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi. Kemudian menurut
18
Universitas Sumatera Utara
Josep Broam (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang terstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sebagai alat bergaul satu sama lain. Pendapat yang lain mengatakan bahwa bahasa adalah struktur yang dikendalikan
oleh
sekumpulan
aturan
tertentu,
semacam
mesin
untuk
memproduksi makna, akan tetapi setiap orang memiliki kemampuan yang terbatas dalam menggunakannya. Bahasa menyediakan pembendaharaan kata atau tanda (vocabulary) serta perangkat aturan bahasa (grammar dan sintaks) yang harus dipatuhi jika hendak menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna. Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau berkomunikasi tertentu secara tepat dan runtut sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain (Sears, 2004). Empat komponen dari bahasa (Parke, 1999): a. Fonologi: sistem dari suara yang digunakan dalam bahasa. Fonologi dalam bahasa terdiri dari fonem. Fonem adalah bagian dari sistem fonetik bahasa. Fonem merupakan bagian terkecil dari unit bahasa yang mempunyai arti. b. Semantik: mempelajari arti dari kata dan kombinasi kata, seperti frase, klausa (anak kalimat) dan kalimat. c. Tata Bahasa (Grammar) : struktur dari bahasa, yang terdiri dari morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah bagian terkecil dari bahasa yang memiliki arti seperti morfem. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang menggambarkan bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi frase, klausa (anak kalimat) dan kalimat.
19
Universitas Sumatera Utara
d. Pragmatik: aturan dari bahasa yang digunakan dalam konteks sosial, pengetahuan yang individu miliki tentang peraturan-perauran yang mendasari penggunaan bahasa. Pragmatik tidak hanya mencakup tentang berbicara dan menulis tetapi juga berhubungan dengan bagaimana sumber komunikasi mengemukakan bahasanya sehingga dapat dimengerti orang lain. Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan orang lain. Dimana individu dapat mengerti
ucapan/bahasa
yang
disampaikan
orang
lain
dan
mampu
menunjukkan/mengucapkan bahasa pada orang lain. II. A. 2. Fungsi Bahasa Anak-anak melakukan percakapan untuk melatih
fungsi bicaranya
sekaligus melatih diri dan kepribadiannya, karena didorong oleh hasrat yang kuat untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Dalam proses belajar menguasai bahasa, terdapat periode stagnasi, dimana anak dihadapkan pada kesulitan dalam penguasaan bahasanya dan kemajuan anak sangat lambat sekali (Setiawan, 2007). Menurut Karl Buhler (dalam Setiawan 2007), ada beberapa dorongan yang menyebabkan anak ingin berbahasa, yaitu : a. Kungabe (pengumuman, maklumat, pemberitahuan). Yaitu ada dorongan yang merangsang anak untuk memberitahukan isi kehidupan batinnya, yaitu pikiran, kemauan, harapan, fantasi sendiri dan lain-lain kepada orang lain.
20
Universitas Sumatera Utara
b. Auslosung (pelepasan). Yaitu ada dorongan yang kuat pada anak untuk melepaskan kata-kata dan kalimat-kalimat, sebagai hasil dari peniruan. c. Dorstellung
(pengungkapan,
penyampaian,
pemaparan).
Anak
ingin
mengungkapkan keluar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat perhatiannya. Sis Heyster (dalam Setiawan, 2007) menyatakan bahwa fungsi bahasa itu adalah: a. Bahasa sebagai alat penyatuan isi jiwa. Misalnya ketika anak berkelahi dengan temannya dan anak tersebut melapor pada gurunya. b. Bahasa sebagai peresapan (untuk mempengaruhi orang lain) dan c. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pendapat. Misal: di dalam belajar anak kurang paham dan mempunyai pendapat yang lain, anak mengeluarkan pendapatnya serta disampaikan kepada guru. Menurut Holliday (dalam Setiawan, 2007) bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut : a. Fungsi instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai
suatu hal yang
bersifat materi seperti makanan, minuman dan sebagainya. b. Fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku. c. Fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan, pemikiran antara seseorang dan orang lain. d. Fungsi heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai, mengungkap fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
21
Universitas Sumatera Utara
e. Fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata). f. Fungsi representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain. Sedangkan
menurut
Desmon
Morris
dalam
(Setiawan,
2007)
mengemukakan empat fungsi bahasa, yaitu : a. Pertukaran keterangan dan informasi (Information talking), b. Bahasa yang terarah pada diri sendiri, hal ini sama dengan fungi bahsa ekspresif yaitu mood talking c. Sebagai ujaran, untuk kepentingan ujaran sebagimana fungsi estetis (Exploratory talking), dan d. Tuturan yang sopan, diungkapkan melalui percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk memperlancar sosial dan menghindari pertentangan (Grooming talking). Selain dari fungsi bahasa yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelumnya, antara lain penelitian mengenai kemampuan berbahasa. Leonard Bloomfield (dalam Hidayat, 2004) menemukan teori behaviouris yang diabadikan dalam bukunya yang berjudul Language. Leonard Bloomfield (dalam Hidayat, 2004) mengatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia adalah bentukan dari alam (lingkungan), dimana manusia itu dibesarkan. Seperti kertas kosong, alam mengisi dan membentuk kemampuan manusia. Konsep Bloomfield ini dikenal dengan teori tabula rasa. Teori ini tidak
22
Universitas Sumatera Utara
bertahan lama karena popularitasnya tersaingi oleh konsep linguistik generatif dari Noam Chomsky. Hipotesis Noam Chomsky (dalam Hidayat, 2004) mengenai proses kemampuan berbahasa menggugat postulat John Locke (tokoh empirisme) yang menyatakan segala pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari rangsangan luar (pengalaman) yang ditangkap oleh indera-indera manusia, sehingga meniadakan pengetahuan apriori (pengetahuan yang langsung tertanam pada diri manusia). Noam Chomsky menyatakan bahwa bahasa sebagai sesuatu yang bersifat khas dan bawaan (tertanam) pada manusia sejak lahir. Secara khusus Chomsky dipengaruhi Descartes tentang bahasa dan pikiran yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang bahasa bisa membuka pengetahuan tentang pikiran manusia (Hidayat, 2004). Chomsky (dalam Hidayat, 2004) menyatakan bahwa kemampuan berbahasa pada diri manusia bukanlah produk (setting) alam, melainkan lebih merupakan potensi bawaan manusia sejak lahir. Teori ini sebagai hasil dari penelitian yang ia lakukan terhadap perkembangan berbahasa seorang anak. Seorang anak dapat menguasai bahasa ibunya dengan mudah dan cepat, bahkan pengetahuan itu juga diikuti oleh sense of language dari bahasa itu, yang lebih mengarah pada keterampilan dalam tata bahasa. Hal itu ia yakini sebagai kemampuan naluriah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, sehingga apabila kemampuan itu dianggap sebagai hasil pembelajaran dari alam atau dari kedua orang tua (Hidayat, 2004). Chomsky (dalam Hidayat, 2004) tidak menolak teori behaviouris secara total, ia mengakui peran serta alam dalam membentuk potensi bawaan ini. Bila
23
Universitas Sumatera Utara
bayi yang dilahirkan di Jepang dibawa dan dibesarkan di Indonesia, ia akan menguasai bahasa serta tata bahasa Indonesia, dan begitu juga dengan bayi-bayi lainnya. Oleh karena itu, Chomsky (dalam Hidayat, 2004) meyakini bahasa potensial yang ada pada setiap manusia sebagai bahasa universal. Teori linguistik Chomsky (dalam Hidayat, 2004) lebih humanis daripada teori behaviouris. Aliran behaviourisme menganggap manusia sebagai patung yang diukir oleh sang arsitek bernama lingkungan, atau bagaikan robot yang sudah diatur sedemikian rupa oleh ilmuwan penciptanya. (Hidayat, 2004). II. A. 3. Tahapan Perkembangan Berbahasa Anak Papalia, Olds dan Fieldman (2001) menjelaskan perkembangan bahasa terdiri dari tahapan sebagai berikut : a. Prelinguistic speech (0-12 bulan). Pada tahap ini anak hanya mulai mengeluarkan suara saja bukan kata-kata. Cara pertama berkomunikasi dengan orang lain adalah dengan cara menangis kemudian berkembang kearah mengeluarkan suara seperti “uhh”, “aaa” yang disebut sebagai “babbling” atau “cooing” b. Linguistic speech (1-6 tahun). Pada tahap ini anak sudah mulai menggunakan bahasa. Perkembangan pada tahap ini terbagi atas tiga, yaitu : 1) Anak mengucapkan satu kata (1-2 tahun), keinginan dan perasaan anak diungkapkan dalam satu kata yang dikenal dengan holophrase yang biasanya memiliki arti lebih dari satu, misalnya kata “…mi…” Memiliki banyak
arti,
apakah
anak
menginginkan
susu/makan,
ataukah
menginginkan mainannya.
24
Universitas Sumatera Utara
2) Anak membentuk kata menjadi frase (2-3 tahun), dimana anak mulai menggabungkan 2-3 kata untuk menyusun kalimat. Kata-kata dalam kalimat banyak yang hilang dan yang terdengar hanya kata-kata awal dan akhirnya saja ataupun hanya kata kunci dan kalimat ini menyerupai kalimat yang ada dalam telegram sehingga disebut juga dengan “telegraphic speech”. Seperti “mau…su” atau “kat…gigi”. 3) Anak menggunakan kalimat lengkap (diatas 3 tahun). Menurut Papalia, anak diatas tiga tahun sudah dapat membentuk kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata, serta dapat menggunakan beberapa jenis kata penghubung seperti “di bawah, di depan, di belakang”. c. Symbolic language Setiap anak tentu akan memiliki tahapan perkembangan bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan perkembangannya. Perkembangan bahasa anak terbagi menjadi beberapa tahapan, dimana secara keseluruhan terlihat bagaimana proses seorang anak dalam memahami bahasa. Berikut ini adalah tahapan perkembangan berbahasa anak (Hidayat, 2004): a. Usia 1 tahun: Anak berada pada tahap linguistic speech yang sangat sederhana dan satu kata bisa mewakili banyak pemikiran lengkap. Anak sudah bisa mengucapkan satu atau dua kata, tetapi hanya sepotong, dan kata itu dapat memiliki arti yang panjang. Contoh, saat anak mengatakan "bun" dengan maksud bunda, artinya
25
Universitas Sumatera Utara
mungkin saja, "Aku ingin digendong oleh bunda," atau "Aku ingin ikut jalan-jalan bersama bunda." b. Usia 2 tahun: Hampir sama dengan kemampuan diusia satu tahun, tetapi diusia ini anak sudah mampu menggabungkan dua kata atau lebih menjadi satu kalimat yang bermakna dan berarti. Contohnya, "Minum susu," atau "Pergi sana," hingga "Tidak susu. Putih saja" ,dimana kalimat ini bisa saja berarti anak tidak ingin minum susu tetapi air putih saja. c. Usia 3 tahun: Anak sering melakukan hal yang sangat menarik perhatian karena ia tengah memasuki tahap “membangkang”, yaitu melakukan yang dilarang dan tidak melakukan yang diizinkan. Tidak heran jika dalam perkembangan bahasanya, anak senang mengatakan sesuatu yang membuat orangtua cemas dan malu, seperti "bego", "mampus", dan kata-kata kasar lainnya. Terutama jika ditunjang dengan seringnya orangtua melarang anak mengucapkan kata-kata tersebut tanpa memberi penjelasan yang tepat. Ditambah lagi kosakata yang diperoleh anak diusia ini semakin banyak dan tidak hanya diperoleh dari orangtua. Mulai usia ini anak umumnya mengeluarkan kalimat yang terdengar janggal karena susunan kata yang tidak tepat/terbalik, sehingga apa yang diucapkannya tidak sesuai dengan maksud anak. Hal ini wajar terjadi pada balita (bawah lima tahun) sehingga orang tua tidak perlu cemas, karena ada beberapa alasan yang menyebabkan hal tersebut, yaitu (Hidayat, 2004):
26
Universitas Sumatera Utara
a. Anak pertama kali baru bisa bicara menyambungkan lebih dari satu hingga dua kata hingga membentuk sebuah kalimat yang berarti. b. Anak pertama kali baru bisa berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa yang mempunyai arti dan bisa dipahami. c. Anak banyak mempunyai kosakata untuk dijadikan sebuah kalimat yang digunakannya saat berkomunikasi. d. Anak mulai memperoleh banyak informasi kata dan kalimat baru yang menarik. e. Kemampuan mengolah kata dalam bentuk kalimat hingga menjadi sebuah bahasa diotaknya masih sangat terbatas. f. Pengalaman berbahasa anak masih sangat minim. Produk kerumitannya perkembangan
bahasa
anak
seiring
pertumbuhan
bahasa
meningkat
biasanya
dalam
dan
ditujukan
kuantitas,
keluasan
perkembangannya. pada
dan
Mempelajari
rangkaian,
percepatan
perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan bahasa sejak usia bayi dan dalam kehidupan selanjutnya. Terdapat tiga butir yang perlu dibicarakan dalam membahas perkembangan bahasa, yaitu (Patmonodewo, 2003): a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya dipahami sebagai sistem tata bahasa yang kompleks dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan berbicara terdiri dari ungkapan dalam bentuk katakata. Kemampuan berbahasa dan kemampuan berbicara sangat dekat hubungannya, tetapi keduanya berbeda.
27
Universitas Sumatera Utara
b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing). Bahasa
pengertian/reseptif
(misalnya
mendengarkan
dan
membaca)
menunjukkan kemampuan anak untuk memahami komunikasi yang ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa pernyataan/ekspresif (bicara dan tulisan) menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain. c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati. Anak akan berbicara dengan dirinya sendiri apabila sedang berkhayal, pada saat merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyesuaikan gerakan dengan bahasa mereka. Kemampuan berbahasa merupakan hasil kombinasi seluruh sistem perkembangan anak, karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap kelambatan atau kerusakan pada sistem yang lain. Kemampuan berbahasa melibatkan kemampuan motorik, psikologis, emosional dan sosial. Seperti kemampuan motorik, kemampuan anak untuk berbahasa terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan usianya (Widyani, 2001). Seorang anak memiliki perkembangan kemampuan berbahasa yang berbeda-beda, dimulai ketika usia baru lahir hingga dewasa, mulai dari yang sederhana hingga yang paling kompleks. Perkembangan kemampuan berbahasa ini akan meningkat seiring bertambahnya usia dan stimulus yang diperoleh anak (Parke, 1999). Berikut ini adalah daftar mengenai perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak, ketika anak lahir hingga usia lima tahun keatas (Parke, 1999):
28
Universitas Sumatera Utara
a. Usia baru lahir 1. Menangis 2. Menanggapi pembicaraan orang lain 3. Tertarik dengan suara manusia dan sekelilingnya b. Usia 1-6 bulan 1. Intensitas menangis menurun 2. Membuat suara-suara yang lembut 3. Tertawa kecil 4. Meniru kata-kata /suara-suara pendek, mencoba mengeluarkan suara dengan orang lain disekelilingnya 5. Peningkatan pada pengeluaran suara-suara 6. Memberikan respon terhadap perubahan-perubahan nada/suara 7. Intonasi yang berubah-ubah makin sering didengar c. Usia 6-12 bulan 1. Lebih sering berceloteh. 2. Bercelotehnya lebih sering pada keadaan yang sudah anak kenal daripada keadaan yang tidak dikenal. 3. Suaranya sedikit menyerupai dengan kata-kata. 4. Lebih menggunakan kata-kata yang merupakan bahasanya sendiri daripada kata-kata yang tidak dikenal. 5. Menghasilkan suara untuk objek-objek yang dikenal seperti permainanpermainan. 6. Berceloteh dengan kualitas yang lebih baik.
29
Universitas Sumatera Utara
7. Mulai menggunakan kata-kata seperti “bo” untuk botol dan “ma” untuk mama. 8. Sering menggunakan kata-kata “tidak” tetapi tidak selalu berarti “tidak”. 9. Menggunakan dua atau tiga kata yang berbeda untuk satu kategori. Sebagai contoh : “aus” untuk air dan susu. 10. Mampu mengucapkan satu atau dua buah kata. d. Usia 12-18 bulan 1. Menggunakan kalimat, umumnya hanya satu kalimat. 2. Berusaha keras untuk membuat dirinya mengerti. 3. Memberikan gesture simbolik. 4. Memulai mengungkapkan kata per kata. 5. Meniru kata-kata, sering kali meniru dengan kata yang baru. 6. Intensitas yang meningkat dalam menggunakan beberapa/dua buah kata. 7. Intensitas yang meningkat dalam menggunakan kata sifat untuk menunjukkan pada dirinya. Misalnya: “anak baik”. 8. Mengerti proses penamaan. e. Usia 18-24 bulan 1. Mulai belajar cara menamai, rata-rata anak mulai belajar kata-kata (500900 kata dalam enam bulan). 2. Menggunakan dua buah kata/kalimat. 3. Menunjukkan peningkatan dalam “mengerti”. 4. Mampu mengucapkan nama benda yang dilihatnya.
30
Universitas Sumatera Utara
f. Usia 24-36 bulan 1. Intensitas menurun dalam menggunakan gesture. 2. Mulai berkurang dalam berceloteh. 3. Peningkatan dalam menggunakan kata yang bermacam-macam, misalnya kata yang menggambarkan masa lalu. 4. Menggunakan tiga kata yang telah dikombinasikan. 5. Tingkat pemahaman yang lebih baik. 6. Meningkatkan penggunaan kata-kata dalam berkomunikasi. 7. Mampu mengucapkan satu kalimat yang terdiri dari beberapa buah kata. g. Usia 36-48 bulan 1. Menggunakan kata tanya/pertanyaan “ya/tidak”, pertanyaan mengapa, kalimat yang tidak menyetujui, dan kalimat perintah. 2. Menyambung kalimat dengan klausa/anak kalimat. 3. Lebih baik dalam menggunakan pengaturan kata. 4. Perbendaharaan kata meningkat sekitar seribu kata. 5. Mampu mengkoodinasikan kalimat sederhana dan menggunakan kata depan. h. Usia 48-60 bulan 1. Intensitas yang meningkat dalam hal menggunakan aturan kata pragmatik dalam berkomunikasi. 2. Menggunakan humor dan kiasan. 3. Membuat lelucon/humor dengan menggunakan beberapa kata yang tersusun menjadi kalimat.
31
Universitas Sumatera Utara
i. Usia 5 tahun dan diatasnya 1. Menggunakan kalimat yang lebih kompleks. 2. Peningkatan dalam perbendaharaan kata sampai dengan 14.000 kata. 3. Peningkatan dalam kesadaran metalinguistik. 4. Mampu mengungkapkan apa yang dirasakan anak dengan kalimat yang terdiri dari kata-kata lengkap. 5. Menggunakan beberapa macam kata sifat, kata benda, kata sambung dalam satu kalimat. 6. Menggunakan humor/lelucon sesuai tata bahasa yang benar. Tahapan perkembangan kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Parke (1999) di atas ternyata tidak jauh berbeda dengan tahapan kemampuan berbahasa seorang anak yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003). hanya terdapat beberapa tambahan kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003) dan kemampuan berbahasa dibagi kedalam dua bagian yaitu kemampuan berbahasa ekspresif dan kemampuan berbahasa reseptif. a. Usia 3-4 tahun 1. Reseptif a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “d, g, n, k, t, y”. 2. Ekspresif a) Menjawab beberapa bentuk pertanyaan sederhana b) Menyebutkan benda-benda yang terdapat di dalam rumah
32
Universitas Sumatera Utara
c) Menceritakan keadaan yang berhubungan dengan teman dan pengalaman menarik b. Usia 4,1-5 tahun 1. Reseptif a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “f, l, v” b) Mengkombinasikan enam atau lebih kata menjadi sebuah kalimat 2. Ekspresif a) Menjawab pertanyaan sederhana dan bercerita mengenai diri mereka b) Bercerita dan fokus pada satu topik c) Membuat kalimat c. Usia 5,1-6 tahun 1. Reseptif a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “r, s, z” 2. Ekspresif a) Mengenal lawan kata b) Mengklasifikasikan objek/benda Kemudian selanjutnya dalam penelitian ini tahapan kemampuan berbahasa seorang anak yang akan digunakan adalah yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003). II. A. 4. Perbedaan Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Berbicara, dan Kemampuan Berkomunikasi Seringkali kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemampuan berkomunikasi dianggap sebagai suatu hal yang sama. Terutama dalam kehidupan
33
Universitas Sumatera Utara
sehari-hari, ketiga hal ini sepertinya hampir tidak memiliki perbedaan dan batasan yang jelas satu dengan lainnya. Padahal ketiga hal ini merupakan hal yang berbeda walaupun saling berkaitan satu dengan lainnya. Berikut ini adalah perbedaan kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemampuan berkomunikasi (Gleason, 1998) : a. Kemampuan berbahasa Bahasa mempunyai karakteristik sendiri dan mempunyai suatu struktur hierarki dan pesan/bahasa dapat dibagi menjadi unit terkecil dari analisis. Bahasa anak-anak terdiri dari kalimat yang terdiri dari elemen terkecil seperti kata dan suara, kedua hal tersebut bisa dikombinasikan menjadi suatu ucapan. Bahasa yang baik yaitu bahasa yang diproduksi dan dapat dimengerti menjadi suatu kesatuan kalimat yang utuh. Jadi, kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain disekitarnya. b. Kemampuan berbicara Ketika individu berbicara maka akan menghasilkan suatu vokal yang terdiri dari suara-suara. Terdapat beberapa sistem utama ketika individu berbicara dan menghasilkan suara, yaitu: vokal, larynk, subglottal system, dimana terdiri dari paru-paru dan gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan. Subglottal system terdiri dari udara yang dibutuhkan untuk berbicara dimana dihasilkan ketika pernapasan keluar. Jadi, kemampuan berbicara adalah
kemampuan individu untuk menghasilkan suara, dimana untuk
34
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan suara ini dibutuhkan beberapa sistem utama yang terdiri dari vokal, larynk, paru-paru gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan. c. Kemampuan berkomunikasi Komunikasi itu memegang peranan yang penting, hampir setiap menit kita berkomunikasi. Sebagai contoh ketika dirumah kita berkomunikasi dengan orang tua, saudara, pembantu. Juga termasuk komunikasi dengan teman dan guru di lingkungan sekolah serta di lingkungan masyarakat/dalam berorganisasi individu juga melakukan proses berkomunikasi. Melalui berkomunikasi individu dapat menyatakan
pendapat,
mengajukan
permohonan,
meminta
pertolongan,
menawarkan solusi, menyampaikan instruksi, dan memberikan informasi kepada orang lain. Jadi, kemampuan komunikasi merupakan bagian yang penting dari kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Beberapa orang berpendapat bahwa kemampuan berkomunikasi yang efektif merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial individu. Kemampuan berkomunikasi yang baik bisa membantu menyelesaikan banyak masalah dan mendatangkan banyak keuntungan bagi individu. Sebaliknya, kegagalan dalam berkomunikasi dapat berakibat fatal. Kegagalan ini dapat menyebabkan berbagai bencana, sebagai contoh bertengkar dengan saudara, bermasalah dengan guru,
merusak
persahabatan, tidak mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya (Gleason, 1998). Perbedaan antara kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemampuan berkomunikasi yang telah dipaparkan diatas membuat batasan yang
35
Universitas Sumatera Utara
jelas mengenai ketiga hal yang hampir sama tersebut dan batasan yang jelas mengenai pengertian dari masing-masing komponen kemampuan. Oleh karena itu kemampuan berbahasa yang dianggap paling tepat dan dapat diukur dari anak pra sekolah, yaitu kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suarasuara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain. Melalui hal ini dapat dilihat sejauh mana perkembangan kemampuan berbahasa anak pra sekolah (Gleason, 1998). II. A. 5. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak Menurut Hurlock (1993) ada beberapa hal yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang individu, antara lain: 1. Intelegensi. Perilaku berbahasa pada umumnya mengikuti perkembangan kognitif seorang anak. Hal ini mencerminkan logika dari proses berpikir anak. Dimana dalam hal ini intelegensi memegang peran penting dalam mempengaruhi sejauh mana kemampuan berbahasa anak. Semakin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbahasa dikuasai sehingga semakin cepat anak berbicara. 2. Status sosial ekonomi. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah keatas. Pembicaraan antar anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk berbicara. Sehingga anak menjadi kurang dalam kemampuan berbahasa, dimana hal tersebut berarti status sosial ekonomi orang tua mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak.
36
Universitas Sumatera Utara
3. Pendidikan orang tua. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang kemampuan berbahasa anak, sehingga dari dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi perkembangan kemampuan berbahasanya. Menurut Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa ada dua faktor yang berperan dalam pengembangan bahasa pada anak, antara lain: 1. Faktor internal, adalah fakor yang berasal dari dalam diri anak, yaitu: a. Faktor intelegensi, anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistik, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. b. Faktor jenis kelamin, anak perempuan melebihi anak laki-laki dalam aspek bahasa. Namun, perbedaan jenis kelamin ini
akan berkurang selaras
dengan bergulirnya fase perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini hilang. c. Faktor perkembangan motorik, kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatan merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik dengan cepat. d. Faktor kondisi fisik, kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak cacat, atau anak yang kondisi fisiknya lemah e. Faktor kesehatan fisik, kesehatan fisik sangat berhubungan dengan perhatian kita terhadap jenis makanan yang dikonsumsi, kesehatan indera, serta kesehatan rongga hidung yang berpengaruh besar pada daya ingat anak.
37
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor eksternal, adalah faktor yang mempengaruhi di luar diri anak, antara lain: a. Faktor keluarga, anak memperoleh tempat yang membuatnya dapat memahami bunyi bahasa yang tepat, dapat menyimak dengan baik. Keluarga yang memotivasi anak menyediakan lingkungan bahasa yang sesuai, maka anak akan lebih maju. Para psikolog menyatakan bahwa faktor lingkungan memiliki peran penting terhadap perkembangan bahasa anak. Anak-anak bervariasi selaras dengan pembawaannya, demikian pula dengan lingkungan yang ada disekitar anak dan diatas landasan lingkungan itulah kebudayaan mereka dibangun. Setiap anak memiliki sifat dan pengalaman yang khas yang tidak dimiliki oleh anak lain, karena itu terciptalah perbedaan individual diantara anak. Anak dapat mentransfer bahasa dari kelompoknya, begitu pula sebaliknya. Terkadang anak menguasai puluhan kata dan memahami maknanya dengan baik, tetapi dia tidak mampu menggunakan sejumlah kata yang membingungkan itu, anak hanya
menggunakan
beberapa
buah
kata
saat
berinteraksi
dan
berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya. b. Faktor perbedaan status sosial, anak yang secara sosial budaya berasal dari kalangan atas dan menengah lebih cepat perkembangan bahasanya dari anak yang berasal dari kalangan bawah.
38
Universitas Sumatera Utara
II. B. Anak Pra Sekolah II. B. 1. Pengertian Anak Pra Sekolah Menurut Biechler dan Snowman (1993) anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun. Usia tersebut mereka biasanya mengikuti program pendidikan pra sekolah. Anak pra sekolah di Indonesia, umumnya mengikuti program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK). Pada dasarnya program pendidikan pra sekolah yang ada di Indonesia terbagi menjagi tiga bagian, yakni program pendidikan pra sekolah formal, non formal, dan informal. Menurut teori Erik Erikson (dalam Patmonodewo, 2003) yang membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan titik berat pada perkembangan psikososial tahapan nol sampai satu tahun, berada pada tahapan orang sensorik dengan krisis emosi antara trust versus mistrust, tahapan tiga sampai enam tahun anak berada dalam tahapan dengan krisis autonomy versus shame and doubt (dua sampai tiga tahun), initiative versus guilt (empat sampai lima tahun) dan tahap usia enam sampai sebelas tahun mengalami krisis industry versus inferiority. Menurut teori Piaget (dalam Patmonodewo, 2003) yang membicarakan perkembangan kognitif, perkembangan dari tahapan sensorimotor (nol sampai dua tahun), pra operasional (dua sampai tujuh tahun), operasional konkret (tujuh sampai dua belas tahun), dan operasional formal (dua belas sampai lima belas tahun), maka perkembangan kognitif anak masa pra sekolah berada pada tahap pra operasional.
39
Universitas Sumatera Utara
Disimpulkan bahwa anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun. Mereka biasanya mengikuti program pra sekolah dan kindergarten. Umumnya di Indonesia anak pra sekolah mengikuti program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan program Taman Kanak-Kanak (TK). II. B. 2. Ciri-Ciri Anak Pra Sekolah Snowman (dalam Patmonodewo, 2000) mengemukakan ciri-ciri anak pra sekolah (3-6 tahun) yang biasanya berada di Taman Kanak-Kanak. Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak. a. Ciri fisik Anak pra sekolah umumnya sangat aktif. Mereka memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat suka melakukan kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah melakukan berbagai kegiatan, anak pra sekolah membutuhkan istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak pra sekolah lebih berkembang dari control terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu, mereka biasanya belum terampil dalam melakukan kegiatan yang agak rumit seperti mengikat tali sepatu. Anak pra sekolah
juga
sering
mengalami
kesulitan
apabila
harus
memfokuskan
perhatiannya pada objek-objek yang kecil ukurannya. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala mereka masih lunak. Selain itu, walaupun anak laki-laki lebih besar, akan tetapi anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang praktis.
40
Universitas Sumatera Utara
b. Ciri sosial Umumnya pada tahap ini mereka mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih tua. Selain itu permainan mereka juga bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. Sering terjadi perselisihan tetapi kemudian berbaikan kembali. Pada anak pra sekolah juga sudah menyadari peran jenis kelamin dan sextyping. c. Ciri emosional Anak pra sekolah cenderung mengekspresikan perasaan secara bebas dan terbuka. Iri hati juga sering terjadi diantara mereka dan anak pra sekolah pada umumnya sering kali merebut perhatian guru. d. Ciri kognitif Anak pra sekolah umumnya sudah terampil dalam berbahasa. Kompetensi anak juga perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, memahami dan kasih sayang. II. B. 3. Tahap Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal Menurut Mc Devita dan Ormord (dalam Rifai 1993) ada beberapa perkembangan yang dijalani oleh anak pada masa kanak-kanak awal (usia dua samapai
enam
perkembangan
tahun) bahasa,
yaitu
perkembangan
kemampuan
literasi,
fisik,
kognitif,
emosional,
intelegensi,
moral,
sosial,
perkembangan motivasi serta hubungan interpersonal.
41
Universitas Sumatera Utara
1. Perkembangan fisik a. Hilangnya kesan bayi montok dengan pertumbuhan tangan dan kaki yang memanjang, serta fisik yang semakin proporsional. b. Energi yang tidak habisnya untuk aktivitas motorik seperti berlari, berguling, memanjat dan berayun. c. Kemampuan motorik lain seperti menggunakan pensil dan gunting. 2. Perkembangan kognitif a. Perkembangan bahasa yang cepat b. Berpikir bahwa standar yang diberikan orang dewasa adalah tidak logis c. Sering berbicara sendiri d. Bermain sosiodramatik e. Sedikit pemahaman tentang bagaimana orang dewasa menginterpretasikan suatu keadaan 3. Intelegensi a. Keberhasilan dalam mengerjakan tes seperti nama-nama objek, menyusun balok, menggambar lingkaran, menggambar persegi, mengingat daftar sederhana serta mengikuti perintah sederhana b. Perhatiannya sangat singkat c. Skor tes yang bervariasi 4. Perkembangan bahasa a. Berkembangnya perbendaharaan kata dan sintaksis b. Pemahaman yang tidak komplit pada kata-kata tertentu (misalnya generalisasi), serta kebingungan tentang perbedaan kuantitas/jumlah.
42
Universitas Sumatera Utara
c. Pemahaman yang dangkal tentang arti “mendengarkan yang baik” d. Kesulitan dalam mengucapkan beberapa fonem tertentu seperti huruf “r” e. Meningkatkan kemampuan dalam membuat naratif 5. Perkembangan kemampuan literasi a. Menggunakan materi bacaan dalam aktivitas bermain b. Meningkatkan kemampuan pada pengenalan huruf dan bunyi huruf c. Mengidentifikasikan beberapa kata yang biasa digunakan 6. Perkembangan emosional a. Keinginan untuk dekat dengan orang tua ketika merasa takut, sakit dan lain sebagainya b. Keadaan emosi yang bervariasi misalnya senang, sedih, takut, marah dan lain-lain c. Mulai adanya kesadaran diri akan rasa malu dan rasa bersalah d. Pemahaman akan karakteristik yang unik, bakat dan kelemahan yang belum sempurna e. Sifat yang optimis tentang tugas-tugas akademis dan tugas-tugas fisik dapat diselesaikan 7. Emosional dan pemahaman sosial a. Timbulnya kesadaran akan mental dan emosi seseorang b. Meningkatnya kemampuan untuk mengerti perspektif orang lain, dengan tanda-tanda empati pada distress yang dialami olah orang lain c. Sedikit/tidak ada pengetahuan tentang institusi sosial
43
Universitas Sumatera Utara
d. Kesadaran bahwa perilaku dapat menimbulkan kerusakan fisik dan psikologis e. Lebih memperhatikan kebutuhan diri sendiri daripada kebutuhan orang lain 8. Perkembangan motivasi a. Sedikit pemahaman tentang alasan pada kesuksesan dan kegagalan b. Fokus hanya pada tujuan utama c. Fokus untuk memperoleh izin dari orang dewasa daripada teman sebaya untuk melakukan berbagai hal d. Terlalu percaya diri tentang kemampuan diri dan performa tertentu 9. Hubungan interpersonal a. Marah ketika keinginan tidak tercapai b. Sangat agresif terhadap teman sebaya c. Lebih agresif secara verbal daripada secara fisik d. Agresi lebih tinggi ketika mereka sudah saling kenal e. Ada hierarki dalam bermain II. B. 4. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal Havighurst
(dalam
Rifai
1993),
mengemukakan
beberapa
tugas
perkembangan masa kanak-kanak awal, yaitu : a. Toilet training. Hakikat tugas yang harus dipelajari anak yaitu buang air kecil dan buang air besar yang bisa diterima secara sosial (baik waktu maupun tempatnya). Toilet training yang berhasil dapat membentuk anak yang berhatihati, dapat menguasai dirinya, mendapatkan pandangan jauh kedepan dan
44
Universitas Sumatera Utara
dapat berdiri sendiri. Tentang toilet training ini Havighurst berpendapat : “Toilet training is the first moral training that child receives. The stamp of the first moral training probably persist in the child’s later character.” b. Belajar membedakan jenis kelamin, serta dapat bekerja sama dengan jenis kelamin lain. Melalui observasi, maka anak akan melihat tingkah laku yang berbeda jenis kelamin satu dengan yang lain dan melalui latihan-latihan mereka akan bertingkah laku seperti anak laki-laki atau anak perempuan. Anak juga akan sadar dan tertarik soal-soal seks pada manusia dan usaha kerja sama dengan adanya perbedaan kenyataan seksnya dan seks yang lain. c. Belajar mencapai stabilitas fisiologis. Manusia pada waktu lahir, sangatlah labil jika dibandingkan dengan fisiologis orang dewasa, anak akan cepat sekali merasakan perubahan dari panas ke dingin. Oleh karena itu anak harus belajar menjaga keseimbangan terhadap perubahan-perubahan itu, akan tetapi hal tersebut memerlukan waktu sekitar lima tahun. d. Pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan-kenyataan yang bersifat sosial dan yang bersifat fisik. Pada waktu lahir anak mengalami kehancuran-kehancuran dan ketidakkeruan dalam dunianya. Lama-kelamaan anak akan belajar mengamati benda dan membuat generalisasi serta mengarahkan pada satu nama, misalnya bulat, binatang, manusia. e. Belajar untuk menghubungkan diri sendiri secara emosional dengan orang lain, sanak saudara dan orang lain. Melalui gerak-gerik anak, anak dinyatakan sedang belajar mencari pengalaman dari orang lain;interaksi anak dengan
45
Universitas Sumatera Utara
orang lain menjadikannya mampu meniru dan dapat mengidentifikasikan diri terhadap orang lain sesuai dengan keinginannya. f. Belajar membedakan baik dan buruk yang berarti mengembangkan kata hati (hati nurani). Belajar mengembangkan kata hati, berarti supaya anak dapat hidup dalam masyarakat anak harus mengetahui apa yang benar dan yang salah, teladan, hukuman dan ganjaran. Anak harus mengetahui jika berbuat salah akan mendapat ganjaran atau hukuman dan jika berbuat baik akan mendapat respon berupa pujian. Selain tugas-tugas perkembangan di atas, Rifai (1993) menambahkan bahwa terdapat tugas perkembangan yang bersifat biososial pada masa kanakkanak awal meliputi : a. Belajar sikap dasar terhadap tanggung jawab, kewajiban dan kenyataan. b. Belajar kesadaran akan otonomi (kemandirian). Menurut Hurlock (1993) masa bayi dan awal masa kanak-kanak mempunyai beberapa tugas perkembangan yaitu : a. Belajar memakan makanan padat b. Belajar berjalan c. Belajar bebahasa/berbicara d. Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh e. Mempelajari perbedaan seks dan tata caranya f. Mempersiapkan diri untuk membaca g. Belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani
46
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya ada beberapa tugas dalam belajar berbahasa pada awal masa kanak-kanak, yaitu (Hurlock, 1993) : a. Pengucapan kata-kata. Anak-anak sulit belajar mengucapkan bunyi tertentu dan kombinasi bunyi, seperti uruf mati “z”, “w”, “d”, “s” dan “g” dan kombinasi huruf mati “sy”, “ng”, “kh”. Mendengarkan radio dan televisi dapat membantu belajar mengucapkan kata-kata yang benar. b. Menambah kosa kata. Kosa kata anak-anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru untuk kata-kata lama. Dalam menambah kosa kata anak-anak muda belajar kata-kata umum seperti “baik” dan “buruk”, “memberi” dan “menerima” dan juga banyak kata-kata dengan pengunaan khusus seperti bilangan dan nama-nama warna. c. Membentuk kalimat. Kalimat biasanya terdiri dari tiga atau empat kata sudah mulai disusun oleh anak usia dua tahun dan biasanya oleh anak usia tiga tahun. Kalimat ini banyak yang tidak lengkap terutama terdiri dari kata benda dan kurang kata kerja, kata depan dan kata penghubung. Sesudah usia tiga tahun, anak membentuk kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata.
II. C. Dinamika Kemampuan Berbahasa pada Anak Pra Sekolah Teori ekologi dari Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2004) menyatakan bahwa ada lima tahapan lingkungan yang mempengaruhi hubungan interpersonal seorang individu, termasuk seorang anak. Bronfenbrenner menyebutnya sebagai lima tahapan sistem lingkungan. Pertama adalah mikrosistem, dalam lingkungan yang pertama ini individu paling banyak menghabiskan waktunya. Yang termasuk
47
Universitas Sumatera Utara
dalam lingkungan ini adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga di sekitar lingkungan individu bertempat tinggal. Tanpa lingkungan mikrosistem ini, individu tidak mungkin dapat berinteraksi dengan lingkungan diluarnya karena lingkungan mikrosistam inilah yang pertama akan dihadapi individu sebelum berinteraksi secara langsung dengan lingkungan lain diluar diri individu. Menurut Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2004) dalam lingkungan mikrosistem ini seorang anak bukanlah individu yang secara pasif menerima setiap pengalaman yang dialaminya, tetapi anak secara aktif berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan mikrosistem dan membentuk pengalamanpengalaman baru. Lingkungan yang kedua adalah mesosistem, yang merupakan penghubung antara mikrosistem dan eksosistem. Sebagai contoh hubungan antara pengalaman anak dalam keluarga dan pengalaman anak dalam bersekolah. Contoh lainnya adalah lingkungan penghubung antara lingkungan keluarga dan teman sebaya anak. Penelitian yang dilakukan oleh Epstein (dalam Santrock, 2004) dalam hal antara hubungan pengalaman anak dalam keluarga dan pengalaman anak dalam bersekolah menunjukkan adanya pengaruh kedua hal tersebut dalam pembentukan sikap dan prestasi anak ketika anak akan memasuki jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama. Anak yang lebih diberi kesempatan dalam hal berkomunikasi dan pengambilan keputusan, baik itu di rumah ataupun dalam lingkungan kelas di sekolahnya, menunjukkan tingkat inisiatif dan keinginan untuk belajar yang lebih tinggi.
48
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan yang ketiga adalah ekosistem. Pengalaman yang diperoleh anak dalam lingkungan ini akan dihubungkan dengan peran anak tersebut dalam lingkungan. Peran anak yang berbeda dari tiap tahap lingkungan akan membantu anak dalam memahami tahap perkembangannya. Lingkungan yang selanjutnya adalah makrosistem, dalam tahap lingkungan ini budaya memegang peran penting, termasuk didalamnya peran anak dalam budaya suku bangsa (etnis) dan kondisi sosial ekonomi dalam tahap perkembangan seorang anak (Santrock, 2004). Konteks yang lebih luas dalam tahap lingkungan ini misalnya dimana seorang siswa dan guru bertempat tinggal, termasuk didalamnya nilai-nilai dan budaya yang dianut dalam lingkungan tersebut. Sebagai contoh, budaya dalam negara-negara Islam, misalnya Iran, peran laki-laki sangat mendominasi dalam sistem pendidikan sedangkan dalam budaya di negara Amerika Serikat, semua jenis kelamin baik laki-laki ataupun perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam dunia pendidikan. Ada pula pengaruh perbedaan kondisi sosiokultural lingkungan yang mempengaruhi kemampuan seorang anak untuk belajar (Santrock, 2004). Lingkungan yang terakhir dan merupakan lingkungan yang paling luar adalah kronosistem yang merupakan kondisi sosiohistorikal dari perkembangan seorang anak. Seorang anak dalam lingkungan ini adalah sebagai generasi pertama yang harus diperhatikan, yang pertama berkembang dalam sistem komputerisasi yang begitu pesat, dan generasi pertama yang harus diperhatikan dalam segala hal (Santrock, 2004).
49
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mc Devita dan Ormord (dalam Rifai 1993), ada beberapa perkembangan yang dijalani oleh anak pada masa kanak-kanak awal (usia dua samapai
enam
perkembangan
tahun) bahasa,
yaitu
perkembangan
kemampuan
literasi,
fisik,
kognitif,
emosional,
intelegensi,
moral,
sosial,
perkembangan motivasi serta hubungan interpersonal. Seorang anak sudah dapat melihat sejak lahir. Seorang anak sudah dapat berkomunikasi sejak lahir dengan menangis, ekspresi muka dan gerakan-gerakan. Oleh karena itu, sejak lair sebaiknya para orang tua diberi keterampilan untuk mengembangkan perkembangan anak, dengan membantu orang tua agar lebih tanggap dan melakukan komunikasi. Apabila anak berinteraksi dengan lingkungan berarti sekaligus anak dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Dengan demikian hubungan anak dengan lingkungan bersifat timbal balik, baik yang bersifat perkembangan psikologis maupun pertumbuhan dan perkembangan fisik. Anak pra sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian besar dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebagian dari mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik (Patmonodewo, 2000). Selanjutnya anak akan memasuki tahap perkembangan bahasa yang lebih tinggi yaitu pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataankenyataan yang bersifat sosial dan yang bersifat fisik. Pada waktu lahir anak mengalami kehancuran-kehancuran dan ketidakkeruan dalam dunianya. Lamakelamaan anak akan belajar mengamati benda dan membuat generalisasi serta mengarahkan pada satu nama, misalnya bulat, binatang, manusia (Rifai, 1993).
50
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ann Kesis (dalam Beth, 1997) bahasa menggunakan banyak sekali aktivitas motor dan otak, sehingga intervensi guna meningkatkan keterampilan berbahasa adalah sangat kritis dan akan memperluas kemampuan mental anak. Perkembangan kognitif dan sosial dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih dalam kandungan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Beth, 1997). Saat anak-anak berusia dua tahun, kebanyakan bentuk komunikasi pra bicara yang tadinya sangat bermanfaat dalam masa bayi telah ditinggalkan. Anakanak tidak lagi mengoceh dan tangis anak sudah sangat berkurang. Anak mungkin menggunakan isyarat, terutama sebagai pelengkap bagi pembicaraan, untuk menekankan arti kata-kata yang diucapkan dan bukan sebagai pengganti bicara. Tetapi anak-anak terus berkomunikasi dengan orang lain dengan ungkapanungkapan emosi yang secara keseluruhan lebih diterima secara sosial dan tidak terlalu dianggap seperti bayi (Hurlock, 1993). Selama masa awal kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, belajar berbahasa merupakan sarana pokok dalam bersosialisasi. Anak-anak yang lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok daripada anak yang kemampuan berkomunikasinya terbatas. Anak-anak yang mengikuti kegiatan pra sekolah akan mengalami rintangan dalam hal sosial maupun pendidikan kecuali bila ia pandai
51
Universitas Sumatera Utara
bicara seperti teman-teman sekelasnya. Kedua belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlukan sebagai bayi dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan (Hurlock, 1993). Ada beberapa teori yang membahas mengenai kemampuan berbahasa seorang anak, salah satu diantaranya adalah teori interaksionisme. Teori interaksionisme merupakan teori modern mengenai perkembangan bahasa. Teori ini menyatakan bahwa bahasa dipelajari dalam konteks bahasa sehari-hari, tetapi diasumsikan sebagai persiapan secara biologis manusia untuk belajar berbicara. Gabungan dari faktor biologis dan lingkungan memainkan peran yang penting dalam pandangan teori ini. Peran dari agen sosialisasi seperti orang tua dalam tahap perkembangan bahasa anak merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Perkembangan kemampuan bahasa yang normal merupakan hasil dari peran serta/keterlibatan orang tua dan pemahaman anak, ketika orang tua berbicara pada anak sebagai perhargaan bahwa seberapa besar anak sudah mengetahui dan memahami, orang tua membantu meningkatkan pemahaman anak mengenai pesan-pesan baru (Parke, 1999). Berikut ini merupakan bagan kerangka berpikir penelitian yang digunakan dalam merumuskan dan melaksanakan penelitian gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan.
52
Universitas Sumatera Utara
Bagan Dinamika Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah
Anak Pra Sekolah
Kemampuan Berbahasa
Stimulus
Tahap perkembangan masa kanak-kanak awal
Tugas perkembangan masa kanak-kanak awal
Lima sistem lingkungan (kronosistem, makrosistem, ekosistem, mesosistem, mikrosistem)
Faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa anak
Internal - intelegensi - perkembangan motorik - jenis kelamin - kondisi fisik - dan lain-lain
Eksternal - keluarga - status sosial
Keterangan: =
variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti =
responden
=
korelasi (yang diteliti)
=
salah satu faktor yang mendukung (tidak diteliti)
53
Universitas Sumatera Utara