BAB II SISTEM KOMUNIKASI VSAT
2.1
Umum Sistem
komunikasi VSAT adalah salah satu aplikasi dari sistem
komunikasi satelit, yaitu sistem komunikasi yang menggunakan satelit sebagai repeater nya. VSAT adalah kepanjangan dari Very Small Aperture Terminal, yaitu sejenis antena pada bumi yang berfungsi sebagai terminal, berbentuk bulat dan biasanya berdiameter antara 0,6 m sampai dengan 3,8 m [1]. Sistem komunikasi VSAT ini adalah salah satu sistem alternatif yang dapat digunakan untuk komunikasi daerah-daerah terpencil. Beberapa keuntungan VSAT adalah sebagai berikut: •
Mempunyai keandalan hingga 99,5 %
•
Harga instalasinya relatif lebih murah
•
Daerah cakupannya ( coverage ) lebih luas, sehingga cocok untuk digunakan hingga ke pelosok-pelosok.
2.2
Dasar Sistem Komunikasi Satelit Sistem komunikasi satelit adalah sistem komunikasi yang sudah lama
dikembangkan, namun tetap menjadi salah satu komunikasi yang penting di masa
.
Universitas Sumatera Utara
sekarang ini. Banyak jaringan internasional masih tetap menggunakan satelit sebagai media telekomunikasinya [2]. Satelit ini diluncurkan ke atas bumi yang akan digunakan sebagai repeater untuk menjamin terbentuknya komunikasi LOS ( Line Of Sight ) di antara transmitter dan receiver. 2.2.1 Orbit Satelit Orbit satelit adalah lintasan yang dilalui oleh satelit yang berada di luar angkasa untuk berputar. Berdasarkan orbit ini, satelit dapat dibagi ke dalam empat bagian, yaitu High Eliptical Orbiting Satellite (HEO), Middle Earth Orbiting Satellite (MEO), Low Earth Orbiting Satellite (LEO), dan Geostationery Satellite (GEO) [3]. High Eliptical Orbitinng Satellite (HEO) adalah satelit yang berorbit pada ketinggian 18.000 s/d 35.000 km di atas permukaan bumi. Satelit HEO ini didisain untuk negara ataupun daerah-daerah yang mempunyai garis lintang utara maupun selatan yang besar. Middle Earth Orbiting Satellite (MEO) adalah satelit yang berorbit pada ketinggian 8.000 s/d 18.000 km di atas permukaan bumi. Satelit ini berorbit di antara orbit LEO dan GEO. Jika dibandingkan dengan LEO, satelit MEO ini mempunyai delay yang lebih besar karena jarak yang ditempuh lebih jauh untuk transmisi sinyal. Namun, satelit MEO ini membutuhkan lebih sedikit jumlah satelit untuk me-coverage suatu daerah dibandingkan LEO.
.
Universitas Sumatera Utara
Low Earth Orbiting Satellite (LEO) adalah satelit yang berorbit pada ketinggian 160 s/d 1.600 km di atas permukaan bumi. Satelit ini biasanya berukuran kecil dan mudah untuk diluncurkan. Jaringan dari satelit LEO ini biasanya digunakan untuk keperluan facsimile, e-mail, broadcast data, ataupun untuk komunikasi terestrial. Karena jaraknya yang dekat dengan bumi, maka kecepatan orbit satelit ini harus lebih cepat dibandingkan satelit HEO dan MEO. Geostationery Orbiting Satellite (GEO) adalah satelit yang berorbit pada ketinggian 36.000 km di atas permukaan bumi. Satelit ini berputar sinkron dengan perputaran bumi pada porosnya. Sehingga jika dipandang dari bumi, satelit ini terlihat tetap. Satelit GEO ini banyak dimanfaatkan untuk kegiatan komersil, pendidikan, militer dan lain-lain. 2.2.2
Alokasi Frekuensi Pada sistem komunikasi satelit, frekuensi yang digunakan bermacam-
macam, yang terbagi dalam beberapa alokasi frekuensi. Secara umum, pembagian frekuensi kerja satelit dapat dilihat pada Tabel 2.1 [3]. Tabel 2.1 Alokasi Band Frekuensi Pada Komunikasi Satelit Range Frekuensi ( GHz )
Band
Layanan
0,1-0,3
VHF
Messaging
0,3-1,0
UHF
Military, navigation mobile
1,0-2,0
L
Mobile, radio broadcast
2,0-4,0
S
Mobile navigation
4,0-8,0
C
Fixed
8,0-12,0
X
Military
12,0-18,0
Ku
Fixed video broadcast
18,0-27,0
K
Fixed
27,0-40,0
Ka
Fixed, audio broadcast, intersatellite
> 40,0
Mm waves
Intersatellite
.
Universitas Sumatera Utara
Frekuensi band yang sering digunakan untuk komunikasi VSAT adalah Cband, Ku-Band, dan Ka-Band. Pada masing-masing frekuensi ini, dibagi lagi alokasi frekuensi masing-masing untuk uplink dan downlink yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Alokasi Link Frekuensi Komunikasi Satelit Band Frekuensi uplink ( GHz ) Fekuensi downlink ( GHz )
2.2.3
C
5,925 – 7,075
3,7 – 4,2
Ku
14,0 – 14,5
11,7 – 12,2
Ka
27,5 – 31,0
17,7 – 21,2
Prinsip Kerja Sistem Komunikasi Satelit Pada
pemancaran
gelombang
radio,
gelombang
elektromagnetik
dipancarkan dapat diterima oleh perangkat penerima jika komunikasi Line Of Sight ( LOS ) ada. Pada sistem komunikasi terestrial, untuk mendapatkan LOS, ditempatkan beberapa repeater pada permukaan bumi yang akan meneruskan sinyal yang dikirimkan. Tetapi jika jarak yang ditempuh jauh, dan terdapat banyak halangan baik berupa gedung maupun gunung, maka akan diperlukan jumlah repeater yang banyak, sehingga kurang efisien. Untuk mengatasi hal ini, digunakanlah satelit yang diluncurkan di atas permukaan bumi sebagai repeater yang akan meneruskan sinyal yang dikirimkan. Satu satelit saja, pancarannya sudah bisa mencakup hampir sepertiga bumi [2].
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Komunikasi Dua Stasion Bumi Melalui Satelit Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa ada dua station bumi yang saling berhubungan melalui satelit yang ada di angkasa. Komunikasi LOS terjadi karena adanya bantuan dari satelit. Pada komunikasi satelit, sistem dibagi menjadi dua bagian yaitu space segment dan earth segment. Space segment adalah bagian pada saat sinyal di transmisikan ke dalam bentuk gelombang radio sampai ke satelit. Earth segment adalah bagian dimana terdapat station penerima / pemancar pada bumi. Pada saat sebuah station bumi mengirimkan sinyal ke satelit, maka sinyal tersebut akan diterima oleh transponder yang ada pada satelit. Transponder ini akan mengalokasikan frekuensi yang dikirimkan oleh station pengirim. Sinyal yang dikirimkan oleh station pengirim masih dalam frekuensi yang tinggi. Pada
.
Universitas Sumatera Utara
transponder, sinyal ini akan diturunkan dan akan dikirimkan lagi ke station penerima bumi. 2.2.4 Contoh Satelit Satelit komersil pertama yang diluncurkan adalah INTELSAT pada tahun 1965 oleh Amerika. Sejak peluncuran satelit ini, banyak satelit lain yang diluncurkan sebagai dampak perkembangan teknologi. Jadi, sekarang di atas bumi terdapat lebih dari 200 satelit yang mengorbit di atas permukaan bumi [1]. Indonesia adalah negara ketiga di dunia yang mengoperasikan sistem satelit domestik, yaitu pada tahun 1976 meluncurkan satelit PALAPA A. Contoh satelit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Contoh Satelit di Indonesia
.
Universitas Sumatera Utara
2.3
Arsitektur Sistem Komunikasi VSAT Secara umum, sistem komunikasi VSAT terdiri dari beberapa komponen-
komponen utama yang menyusunnya, yaitu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 [1].
Gambar 2.2 Arsitektur Sistem Komunikasi VSAT Antena adalah alat yang digunakan untuk mengubah gelombang listrik menjadi gelombang elektromagnetik dan sebaliknya. Antena ini akan digunakan untuk transmitter ( pengirim ), receiver ( penerima ) pada sistem telekomunikasi VSAT. Dalam memilih antena yang digunakan untuk sistem VSAT, perlu diperhitungkan parameter-parameter antena seperti frekuensi band yang digunakan, aperture, efficiency, beamwidth, gain, directivity. Antena yang biasanya digunakan untuk komunikasi VSAT ini adalah antena yang berbentuk lingkaran dan mempunyai reflektor di bagian tengahnya. Power Amplifier adalah alat yang digunakan untuk memberikan penguatan kepada Up Converter sebelum sinyal dimasukkan ke dalam antena sistem. Amplifier ini dapat diletakkan di dekat antena ataupun di bagian indoor unit. Sinyal yang dipantulkan dari satelit akan mengalami redaman pada daerah atmosfer bumi. Oleh karena itu, level sinyal tersebut akan mengalami
.
Universitas Sumatera Utara
pengurangan dalam beberapa mW, sehingga membutuhkan Amplifier untuk menaikkan level daya sinyal tersebut. Oleh karena itu, Low Noise Amplifier bertanggung jawab untuk menaikkan level sinyal dari satelit sebelum memasuki Down Converter. Down Converter adalah alat yang digunakan untuk mengkonversikan frekuensi dari RF ke IF, yang diterima dari Low Noise Amplifier. Sesudah itu, sinyal tersebut diteruskan ke Demodulator. Up Converter adalah alat yang digunakan untuk mengkonversikan frekuensi dari IF ke RF, yang diterima dari Modulator. Sesudah itu, sinyal tersebut akan diteruskan ke Power Amplifier. Demodulator adalah alat yang mengkonversikan sinyal IF ke dalam format digital. Sinyal digital ini akan diolah oleh komponen jaringan seperti router, switch, dan lain-lain yang akan diolah dengan sistem komputerisasi. Modulator adalah alat yang digunakan unutk mengkonversikan sinyal dalam format digital menjadi sinyal IF.
2.4
Perhitungan Link ( Link Budget ) Setiap sistem komunikasi, tidak ada yang mempunyai efisiensi yang
sempurna. Artinya disini bahwa setiap sistem pasti mempunyai rugi-rugi dan kesalahan yang tidak diinginkan. Begitu juga dengan sistem komunikasi VSAT, mempunyai rugi-rugi, yaitu berupa redaman yang terjadi terhadap sinyal yang akan diterima [2].
.
Universitas Sumatera Utara
Baik atau buruknya link dari sistem komunikasi VSAT ini, dapat dianalisa dengan menggunakan link budget. Pada link budget ini, akan dihitung beberapa parameter-parameter yang penting dari sistem dan akan dibandingkan dengan standard yang sudah ditetapkan oleh ITU-R ( Institute Telcommunication UnionRecommendation ).
2.4.1 Effective Isotropic Radiated Power ( EIRP ) Salah satu parameter yang penting dari sistem VSAT adalah EIRP. Besarnya kerapatan flux maksimal dari suatu jarak sebesar r dari sebuah antena pemancar dengan gain sebesar G, adalah seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 [5].
ΨM =
GPT ............................................................... (2.1) 4πr 2
Sebuah radiator yang isotropic dengan daya masukan yang sama, yaitu sebesar GPT akan menghasilkan kerapatan flux yang sama. Hasil ini yang akan akan disebut dengan EIRP. Bentuk persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 2.2 dan 2.3.
EIRP = GPT ................................................................. (2.2) [ EIRP] = [ PT ] + [G ]
dBW ..................................(2.3)
.
Universitas Sumatera Utara
Dimana: G = gain antena pemancar PT = daya pada antena pemancar Besarnya harga PT disini adalah nilai dari daya yang ada pada pemancar setelah dikurangi dengan rugi feeder. Feeder adalah saluran transmisi yang menghubungkan perangkat pemancar dengan antena pemancar VSAT.
Gambar 2.3 Komponen Antena Pemancar VSAT
Pada Gambar 2.3, TX adalah daya pada perangkat pemancar yang akan diteruskan terlebih dahulu ke antena VSAT. Sesudah sampai di antena, maka akan dipancarkan. Saluran transmisi yang menghubungkan antara perangkat pemancar dengan antena VSAT disebut dengan feeder, yang mempunyai rugi-rugi sebesar LFTX. Maka daya pada antena pemancar PT adalah daya pada perangkat pemancar dikurangi dengan rugi feeder. Persamaan 2.3 di atas dapat ditulis seperti pada Persamaan 2.4. [ EIRP] dB = PTX (dBW ) − LFTX (dB) + GdB ...................... (2.4)
.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Penguatan Antena ( Antenna Gain ) Pada penguatan atau gain antena yang diperhatikan adalah daya masuk ke terminal antena. Penguatan antena dapat didefinisikan sebagai perbandingan intensitas radiasi maksimum suatu antena dengan intensitas radiasi maksimum dari suatu antena pembanding, dengan daya masuk yang sama. Biasanya antena yang digunakan sebagai antena pembanding adalah antena isotropis dengan efisiensi 100 %. Bentuk umum persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 2.5 [6].
G=
ΨM .................................................................. (2.5) Ψi
Dimana ΨM = kerapatan flux antena yang ditinjau Ψi = kerapatan flux antena isotropis
Jika diketahui suatu antena penerima VSAT, dengan diameter D ( m ), efisien si η, frek u en si f ( MHz ), c = 3 x1 08 m/s, maka dapat dihitung gain dari antena VSAT tersebut dengan menggunakan Persamaan 2.6 atau Persamaan 2.7. πDf = η c ...................................................... (2.6) 2
G max
πDf G max (dBi ) = 10 log …………………………………. (2.7) c 2
.
Universitas Sumatera Utara
Untuk beberapa kasus, hubungan antara gain antena VSAT dengan diameternya, dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Hubungan Antara Diameter Antena VSAT dengan Gain
2.4.3 Rugi Ruang Bebas ( Free Space Losses ) Pada setiap transmisi dengan menggunakan udara sebagai media transmisinya, akan mengalamai redaman yang disebut dengan rugi ruang bebas. Bentuk sistemnya dapat dilihat pada Gambar 2.5 [5].
Gambar 2.5 Link Komunikasi VSAT
.
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.5 dapat dilihat
jarak yang memisahkan antara antena
pengirim dan penerima sebesar R. Dari Gambar 2.5 dapat dihitung besarnya rugi ruang bebas yang terjadi pada link , yaitu dengan menggunakan Persamaan 2.8.
LdB = 32,44 + 20 log RKm + 20 log f MHz .......................................... (2.8)
Selain menggunakan Persamaan 2.8, dapat juga digunakan Persamaan 2.9 untuk mencari rugi ruang bebas.
4πRf LdB = ......................................................... (2.9) c Dengan Persamaan 2.9, kita dapat menentukan besarnya rugi ruang bebas pada setiap frekuensi yang digunakan pada komunikasi VSAT. Umumnya frekuensi yang digunakan adalah C-Band, Ku-Band, dan Ka-Band. Untuk masingmasing frekuensi tersebut, grafik hubungan antara frekuensi dengan rugi ruang bebas dapat dilihat pada Gambar 2.6. Pada Gambar 2.6, diasumsikan bahwa satelit adalah geostationer dengan jarak 36.000 km dari station bumi VSAT [1].
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Frekuensi dengan Rugi Ruang Bebas Dengan memperhatikan Gambar 2.6, diketahui rugi ruang bebas untuk CBand berada dalam range 194 dB – 200 dB. Ini merupakan nilai yang sangat besar dan menjadi salah satu kelemahan dari sistem komunikasi VSAT yang harus dipertimbangkan untuk perancangan sistem [2].
2.4.4 Rugi Atmosfer ( Atmospheric Losses ) Rugi – rugi ini adalah rugi – rugi yang disebabkan oleh kumpulan gas yang berada pada atmosfer bumi. Gas ini dapat berupa oksigen dan uap air yang
.
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan redaman kepada sinyal. Karakteristik dari rugi-rugi ini tergantung kepada frekuensi, sudut elevasi dan ketinggian di atas permukaan laut. Untuk frekuensi di bawah 10 GHz, besarnya rugi atmosfer ini dapat diabaikan. Tetapi jika menggunakan frekuensi di atas 10 GHz, dengan sudut elevasi yang kecil, maka rugi ini perlu diperhitungkan. Tabel 2.4 menunjukkan nilai dari rugi atmosfer untuk sistem yang mempunyai sudut elevasi 100 [1] [7].
Tabel 2.4 Rugi Atmosfer dengan Sudut Elevasi 100 Rugi Atmosfer ( dB ) Frekuensi ( f ) dalam GHz 0.25
2
0.33
5 < f < 10
0.53
10 < f < 13
0.73
13 < f
2.4.5 Efek Hujan ( Rain Effects ) Efek hujan adalah atenuasi atau redaman yang ditimbulkan oleh karena adanya hujan turun. Untuk menghitung besarnya redaman karena hujan, dapat digunakan Persamaan 2.10 [4].
Ar = aLrrb ................................................................ (2.10)
.
Universitas Sumatera Utara
Dimana: 4,21x10 −5 f
a=
4,09 x10
b=
1,41 f 2,63 f
−2
−0 , 0779 − 0 , 272
f
2 , 42
untuk 54 ≤ f
,
0 , 699
,
untuk 54 < f ≤ 180 GHz
,
untuk f ≤ 25
,
untuk 25 < f ≤ 164 GHz
rr = curah hujan, dapat diambil data dari BMG L = pengukuran jarak lintasan hujan Ar = Atenuasi ( redaman ) yang disebabkan hujan Untuk menghitung L dapat digunakan Persamaan 2.11.
L=
LO .................................................... (2.11) LO (rr − 6,2) 1+ 2636
Dimana LO =
HO − HG sin θ
θ = sudut elevasi dari station bumi H g = ketinggian station satelit ( Km) H O = kons tan ta yaitu tergantung kepada garis l int ang station bumi ( LET ) H O = 4,8 untuk LET < 30 0 H O = 7,8 − 0,1LET untuk LET ≥ 30 0
Bentuk hubungan antara atenuasi yang disebabkan hujan, dengan frekuensi, dengan curah hujan, dapat dilihat pada Gambar 2.7.
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Hubungan Atenuasi Hujan, Frekuensi dan Curah Hujan
2.4.6 Rugi Tracking ( Tracking Losses ) Ketika sebuah link satelit dibangun, kondisi yang diharapkan secara teori adalah bahwa posisi dari station bumi diatur sedemikian rupa sehingga mendapatkan gain yang maksimum. Tetapi pada prakteknya, akan terdapat selisih sudut dalam beberapa derajat yang terjadi dalam penjejakan satelit yang akan menimbulkan penurunan gain beberapa dB. Untuk beberapa keadaan dengan menggunakan frekuensi C-Band dan KuBand, dapat dilihat pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 [8]. Tabel 2.5 Karakteristik Station Bumi C-Band dengan Efisiensi 70 % Diameter
TX
RX
Uplink
Downlink
Antena
Gain
Gain
Losses
Losses
1,2
35,6
32,1
0
0
FIXED
1,8
39,2
35,6
0
0
FIXED
2,4
41,7
38,1
0,4
0,2
FIXED
3,6
45,6
42,1
0,7
0,4
FIXED
7
51
47,4
0,9
0,9
MANUAL
11
54,9
51,4
0,5
0,5
STEP TRACK
Tracking
.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Karakteristik Station Bumi Ku-Band dengan Efisiensi 60 % Diameter
TX
RX
Uplink
Downlink
Antena
Gain
Gain
Losses
Losses
1,2
42,6
40,5
0,4
0,2
FIXED
1,8
46,1
44
0,7
0,5
FIXED
2,4
48,7
46,6
1,1
0,8
FIXED
3,7
52,5
50,3
1,2
0,9
MANUAL
5,6
56,1
53,9
0,8
0,7
MANUAL
7
58
55,8
0,5
0,5
STEP TRACK
8
59,2
57
0,5
0,5
STEP TRACK
Tracking
2.4.7 Pola Pancaran Pola pancaran adalah bentuk dari pancaran ( beam ) satelit ke daerah cakupannya ( coverage ). Pola pancaran ini adalah besaran vektor, yaitu besaran yang mempunyai arah [1]. Jika kita ingin menggambarkan pola pancaran pada satelit, maka sebenarnya adalah dengan menggunakan tiga dimensi. Tetapi pada umumnya cukup dengan dua dimensi saja, yaitu dua penampangnya saja yang saling tegak lurus berpotongan pada poros main lobe. Bentuknya dapat dilihat pada Gambar 2.8.
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Pola Radiasi / Pancaran Antena Main lobe = lobe utama , yaitu daerah pancaran terbesar Side lobe = lobe sisi, yaitu daerah pancaran sampingan. Back lobe = lobe belakang, yaitu daerah pancaran belakang HPBW = Half Power Beam Width FNBW = First Null Beam Width
Pada Gambar 2.8 terdapat istilah HPBW dan FNBW. HPBW adalah titik dimana besarnya daya adalah setengah dari daya maksimalnya. FNBW adalah titik pertama dimana dayanya bernilai nol [7].
Gambar 2.9 Half Power BandWidth
.
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.9 terlihat bahwa jika medan listrik bernilai satu per akar dua, maka dayanya adalah setengah. Oleh sebab itu dikatakan dengan half power bandwidth. Pada Gambar 2.9 juga terlihat bahwa daya bervariasi pada nilai satu dan setengah. Di luar dari HPBW, maka nilai dayanya menjadi setengah atau lebih kecil. Jadi, HPBW dapat disebut juga sebagai titik bagi. Untuk menghitung besarnya beamwidth, maka lebih mudah dengan menentukan titik null pertama, yaitu disebut dengan First Null BandWidth ( FNBW ) [7].
2.4.8 Derau Suhu Sistem ( System Noise Temperature ) Derau suhu sistem dari station bumi adalah penjumlahan dari derau suhu penerima, derau suhu antena termasuk feeder dan waveguide dan derau suhu dari langit. Besarnya derau suhu ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.12 [8]. 1 Tsystem = Tant / L + (1 − )TO + Te ..................................... (2.12) L
Dimana L = rugi feeder Te = derau suhu penerima TO = suhu standard, yaitu 2900 K. Tant = derau suhu dari antena, biasanya diikutsertakan oleh pabrik pembuatnya. Derau suhu antena adalah bagian yang sangat kompleks, karena dipengaruhi oleh penguatan, background noise, suhu langit, derau suhu atmosfer, sudut elevasi, dan derau suhu dari matahari. Untuk hubungan antara sudut elevasi dengan derau suhu antena, dapat dilihat pada Gambar 2.10.
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Hubungan Sudut Elevasi dengan Derau Suhu Antena
2.4.9 Kepekaan Sistem ( Figure of Merit ) Figure of Merit ini sering juga disebut dengan Gain-to-Noise Temperature Ratio. Parameter ini sering digunakan pada setiap komunikasi dengan menggunakan ruang bebas. Parameter ini akan memberikan pertimbangan kepada para pengembang sistem komunikasi satelit untuk mendapatkan sinyal yang bagus dan baik, karena sinyal yang diterima pada station bumi adalah mempunyai level daya yang sangat kecil. Bentuk umum persamaannya adalah seperti pada Persamaan 2.13 [8].
G = GdB − 10 log Tsys ................................................. (2.13) T
Dimana
G = gain antena penerima Tsys = derau suhu sistem
.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghitung Tsys dapat digunakan Persamaan 2.12. Untuk menunjukkan hubungan antara diameter dengan G/T, dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Grafik Hubungan Antara Diameter dengan G/T
2.4.10 Carrier To Noise Parameter SNR ini adalah parameter yang paling penting dan sangat berpengaruh terhadap perencanaan sistem komunikasi VSAT. Link budget digunakan untuk mendapatkan SNR. Secara umum, persamaannya adalah seperti ditunjukkan pada Persamaan 2.14.
C G ...................... (2.14) = EIRP − FSLdB − (rugi − rugi lain) + N Tsys − k
Dimana EIRP dapat dihitung dari Persamaan 2.4
.
Universitas Sumatera Utara
FSL adalah rugi ruang bebas, di dapat dari Persamaan 2.8 atau Persamaan 2.9 G = Gain antena penerima Tsys diperoleh dari Persamaan 2.12 K = konstanta Boltzmann’s = -228,6 dBW Rugi-rugi lain dapat berupa rugi atmosfer, atenuasi hujan, rugi tracking dan rugi feeder. Perhitungan akhir dari C/N adalah untuk mencari total C/N pada sistem yang ditinjau, yaitu untuk downlink dan uplink. Untuk mencari nilai dari C/N total, dapat digunakan Persamaan 2.15.
C = N Total
2.5
1 1 + C N Uplink
1 C N Downlink
.............................. (2.15)
Metode Akses Setiap satelit mempunyai transponder. Transponder adalah singkatan dari
transmitter dan responder. Pada transponder ini, akan dilewatkan range frekuensi yang diinginkan, mirip dengan band pass filter. Pada transponder ini, terdapat juga converter untuk mengubah frekuensi dari yang tinggi menjadi rendah dan sebaliknya. Pada transponder ini juga terdapat amplifier yang berfungsi untuk menguatkan sinyal. Sinyal yang datang akan dikuatkan dan dimasukkan ke dalam multiplexer dan dikembalikan lagi ke bumi. Susunan dasar transponder dapat dilihat pada Gambar 2.15 [4].
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Susunan Dasar Transponder Pada beberapa aplikasi sistem VSAT, jumlah station bumi yang ada adalah sangat banyak, sehingga dibutuhkan suatu metode untuk menjaga agar akses ke satelit dapat lancar dan teratur. Untuk keperluan itu, metode akses digunakan dalam menentukan akses yang akan dilewatkan melaui transponder tersebut.
Gambar 2.16 Prinsip Metode Akses Pada Sistem Komunikasi VSAT Misalkan ada sebuah satelit dengan bandwidth sebesar B dengan kanal sebanyak n, seperti ditunjukkan Gambar 2.16. Ketika transponder digunakan pada
.
Universitas Sumatera Utara
waktu ti, setiap kanal memberikan penguatan kepada gelombang pembawa fi dari station bumi ESi, maka ada kemungkinan terjadi interferensi jika tidak ada metode yang digunakan untuk mengakses satelit ini. Jadi untuk mengatasi hal ini, digunakanlah metode akses. Ada tiga bentuk metode akses yang sering digunakan yaitu Frequency Division Multiple Access ( FDMA ), Time Division Multiple Acces ( TDMA ), dan Code Division Multiple Access ( CDMA ) [4].
2.5.1 Frequency Division Multiple Access ( FDMA ) Prinsip kerja FDMA adalah dengan membagi-bagi bandwidth ke dalam beberapa kanal yang akan digunakan oleh bagian-bagian dari spektrum frekuensi totalnya. Bentuk sistemnya dapat dilihat pada Gambar 2.17 [4].
Gambar 2.17 Konsep FDMA pada Komunikasi VSAT
.
Universitas Sumatera Utara
Pada sistem komunikasi VSAT yang menggunakan metode akses FDMA, setiap station bumi mengirimkan sinyal ke satelit pada frekuensi pembawa fi yang berbeda-beda. Setiap gelombang pembawa dibatasi oleh band frekuensi yang disebut dengan guard band atau safety zone, berfungsi untuk mencegah terjadinya overlapping.
Gambar 2.18 Pembagian Frekuensi FDMA dengan Menggunakan guardband
Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.18, guarband diletakkan di antara gelombang pembawa yang satu dengan yang lainnya. Banyaknya pembagian frekuensi yang diizinkan adalah tergantung kepada lebarnya bandwidth dari transponder satelit yang tersedia. Beberapa kerugian FDMA adalah borosnya penggunaan bandwidth yang digunakan untuk guarband. Kerugian yang kedua adalah pada proses pangendalian frekuensi gelombang pembawa yang dipancarkan ke satelit. Sedangkan keuntungannya adalah sistem FDMA mempunyai cost yang rendah dibandingkan dengan metode akses yang lainnya.
.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Time Division Multiple Access ( TDMA ) Metode akses ini membagi penggunaan kanal dengan membuat time slot untuk masing-masing station bumi.Setiap station bumi mempunyai waktu tersendiri untuk mengakses satelit [4].
Gambar 2.19 Konsep TDMA pada Komunikasi VSAT
Pada Gambar 2.19, terlihat bahwa setiap station bumi mempunyai data yang sudah dipaketkan masing-masing yaitu Ii. Dan untuk masing-masing station bumi tersedia slot waktu sebesar Tbi. Nilai i disini adalah 1,2,3,4,........,n. Setiap station bumi menggunakan frekuensi pembawa yang sama. Untuk menjamin sinkronisasi yang benar, maka pada setiap antara slot waktu diletakkan guardtime, yaitu waktu dimana transmisi tidak ada.
.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Code Division Multiple Acces ( CDMA ) Prinsip dari CDMA adalah dengan menggunakan spektrum yang tersebar. Artinya disini bahwa semua bandwidth yang tersedia digunakan oleh station bumi. Namun yang membedakan station bumi yang satu dengan yang lainnya adalah terletak pada penyisipan kode pada gelombang pembawa uplink [4].
Gambar 2.20 Konsep CDMA pada Komunikasi VSAT (a) spektrum pembawa dari user (b) spektrum tersebar uplink (c) spektrum akhir Pada Gambar 2.20, terlihat bahwa gelombang pembawa dari station bumi diubah karena sudah menggunakan semua spektrum yang ada. Pada masingmasing gelombang pembawa disisipkan kode unik yang akan memberikan petunjuk untuk satelit dalam proses pengaksesan satelit.
.
Universitas Sumatera Utara
2.6
Konfigurasi Dan Spesifikasi Link Pada bagian ini akan dibahas suatu analisa berupa perhitungan dari sebuah
linkVSAT point to point. Analisa ini merupakan kalkulasi link satelit yang terdiri dari dua bagian dasar yaitu pengaruh up-link dan pengaruh down-link. Adapun konfigurasi dari komunikasi VSAT point to point dapat dilihat pada Gambar 2.21 [2].
Gambar 2.21 Konfigurasi Komunikasi VSAT Point to Point
2.6.1 Persamaan Up-Link Persamaan up-link untuk transmisi ke satelit dapat ditulis secara langsung dengan mensubstitusikan nilai-nilai ke dalam persamaan dasar link : C/N up = EIRP up – FSL up – LABS + G/TSAT + 228,6 dB-Hz.............(2.16) Dimana : EIRP up
: EIRP stasiun bumi
FSL up
: Rugi-rugi ruang bebas up-link
.
Universitas Sumatera Utara
LABS
: Rugi-rugi Absorbsi 0,33 ( C-band )
G/TSAT
: G/T
228,6
: Konstanta Boltzman
Satelit 1 dB/K ( C-band )
2.6.2 Persamaan Down-Link Bagian persamaan down-link bisa diperoleh dengan mensubstitusikan lagi nilai-nilai ke dalam persamaan dasar link. Persamaanya sebagai berikut : C/NDN = EIRPSAT - FSLDN – LABS + G/TSB + 228,6 dB-Hz ..............( 2.17 ) Dari persamaan 2.17 di atas dapat diterangkan bahwa : EIRPSAT
: EIRP satelit C-band ( 38 dBW )
FSLDN
: Rugi-rugi Ruang Bebas Down-link
LABS
: Rugi-rugi Absorbsi 0,33 ( C-band )
2.6.3 Persamaan Link Total Perhitungan akhir dari C/N adalah untuk mencari total C/N pada sistem yang ditinjau, yaitu untuk downlink dan uplink. Untuk mencari nilai dari C/N total, dapat digunakan Persamaan 2.18.
C = N Total
1 1 + C N Uplink
1 C N Downlink
............................................( 2.18 )
.
Universitas Sumatera Utara