BAB II SISTEM KOMUNIKASI SATELIT
2.1
Latar Belakang Teknologi satelit berawal dari tulisan Arthur C. Clarke (1945) yang
berjudul Extra Terrestrial Relays, tulisan ini muncul karena adanya keterbatasan jarak untuk transmisi radio terrestrial (permukaan bumi). Pada tulisan tersebut diungkapkan tentang visinya, bahwa pada dasarnya telekomunikasi melalui radio bisa dilakukan menjangkau seluruh permukaan bumi apabila kita menempatkan tiga buah stasiun penggulang radio (relay stasion) di ruang angkasa pada jarak tertentu. Pada dasarnya komunikasi melalui satelit adalah sama dengan sistem radio microwave dengan sebuah pengulang. Dimana pengulang yang berupa satelit yang mengorbit bumi dengan jarak 36.000 km (22,300 mil) dari permukaan bumi. Untuk melakukan komunikasi ini dibutuhkan suatu sistem dengan perangkat yang tidak sederhana yang harus mempunyai kehandalan yang tinggi. Pada sistem komunikasi satelit untuk akses ke satelit dapat dilakukan dengan cara single accses dan multiple accses. Single acces yaitu penggunaan atau pemanfaatan satu transponder oleh satu stasiun bumi, contohnya SCPC (Single Channal Per Carrier). Sedangkan multiple acces adalah penggunaan satu transponder oleh beberapa stasiun bumi secara bersamaan tanpa saling menganggu satu sama lain, contohnya TDMA (Time Division Multiple Acces). Pemakaian teknologi satelit sebagai sarana telekomunikasi memberikan keuntungan, namun demikian tetap ada kekurangannya. Keuntungan pemakaian sistem komunikasi satelit diantaranya adalah : a. Cakupan layanan yang cukup luas b. Tidak tergantung oleh jarak geografis c. Instalasi network dan link yang cepat dan mudah d. Mode komunikasi point to point, muti point dan broadcast Kekurangan pada pemakaian sistem satelit yaitu a. Teknologi yang mahal dan umurnya relatif pendek b. Rentan terhadap pengaruh atmosfir c. Delay propagasi lebih besar
5
Gambar 2.1 merupakan ilustrasi sistem komunikasi satelit mengelilingi permukaan bumi dengan banyak satelit pada orbit geostationer (GEO) sehingga dapat menjangkau hampir seluruh permukaan bumi.
Stasiun Bumi
Gambar 2.1 Orbit Geosynchronous
2.2
Sistem Komunikasi Satelit Secara garis besar sistem komunikasi satelit terdiri atas 2 komponen,
ground segmen (user terminal, stasiun bumi dan jaringan) dan space segmen (power supply, kontrol temperature, telemetry, tracking dan command / TT&C) . Arsitektur sistem komunikasi satelit terlihat pada gambar 2.2
6
Gambar 2.2 Arsitektur Sistem Komunikasi Satelit Pada gambar diatas terlihat bahwa satelit berfungsi sebagai repeater antara stasiun bumi pemancar (sb TX) dengan stasiun penerima (sb RX). Master station (stasiun pengendali utama) yang berlokasi di Cibinong berfungsi untuk mengatur frekuensi pemakai pada transponder dan menjaga satelit tetap berada pada orbit geostationer dengan ketinggian 35.786 km diatas garis katulistiwa. Sebuah satelit harus beroperasi sesuai dengan usia yang telah ditentukan pada saat pembuatannya dengan Telemetry, Tracking Command dan Ranging. Telemetry merupakan pengiriman data-data mengenai satelit ke stasiun pengendali utama yang berisi kondisi satelit. Data-data tersebut dianalisa dan digunakan untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga satelit tetap pada kondisi yang baik. Tindakan yang dapat dilakukan berupa pengiriman command ke satelit untuk menanggapi kondisi satelit, manuver untuk menjaga satelit tetap pada orbitnya. Tracking merupakan tindakan yang dilakukan untuk menjaga pointing antena agar tetap mengarah ke satelit yang dituju. Hal ini dilakukan untuk membantu proses monitor posisi satelit sehingga tidak terjadi interferensi dengan satelit lain. tetapi ada juga antena yang memiliki kemampuan auto-tracking yang dapat mengikuti perpindahan posisi satelit secara otomatis.
7
Ranging dilakukan untuk mengukur jarak satelit dari stasiun pengendali utama dan mengetahui posisi satelit Pada saat pembuatan satelit, diatur band frekuensi yang akan dipakai. Jenis Band frekuensi untuk sistem komunikasi satelit adalah: C band
:4–6
K band
: 18 – 27 GHz
Ku band
: 12 – 40 GHz
Ka band
: 27 – 40 GHz
L band
: 40 – 60 GHz
S band
:2–4
W band
: 75 – 111 GHz
X band
: 7 – 12,5 GHz (X band digunakan khusus untuk radar)
GHz
GHz
Untuk satelit telkom-1 band frekuensi yang dipakai adalah C band dengan 24 transponder yaitu 12 transponder vertikal dan 12 transponder horizontal.
2.2.1
Space Segmen (Satelit) Pada dasarnya sebuah satelit adalah benda angkasa yang mengelilingi
benda angkasa lainya. Untuk dapat melaksanakan tugasnya memancarkan kembali ( relaying) sinyal-sinyal yang diterima dari bumi maka suatu satelit didukung oleh perangkat yang handal.
Gambar 2.3 Satelit Telkom-1
8
2.2.2
Ground Segmen (Stasiun Bumi) Pada dasarnya stasiun bumi adalah jaringan lanjutan untuk menuju
pemakai, seperti sentral telepon, pusat komputer ataupun televisi. Untuk terciptanya suatu komunikasi maka pada stasiun bumi dibutuhkan perangkat pendukung, seperti yang terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Konfigurasi Sistem Stasiun Bumi Informasi yang dikirim diubah menjadi bit-stream (sinyal digital) dengan menggunakan encoder (jika dalam bentuk analog), kemudian dilakukan proses modulasi oleh modulator. Pada modulator sinyal informasi memodulasi carrier dengan frekuensi 70 ± 18 MHz (frekuensi intermediate), selanjutnya diproses pada up converter untuk mengubah frekuensi IF menjadi RF pada frekuensi 6 GHz yang dibutuhkan satelit. Sinyal ini kemudian dinaikan dayanya oleh HPA agar dapat mengatasi gangguan propagasi seperti redaman hujan, redaman atmosfer dan sebagainya. Sinyal tersebut diteruskan ke satelit lewat antena. Pada satelit frekuensinya dirubah menjadi 4 GHz kemudian dipancarkan ke stasiun bumi pemerima, sinyal ini lemah maka harus diperkuat oleh LNA dan diubah frekuensinya dalam range 70 ± 18 MHz (IF) oleh down converter. Pada demodulator sinyal IF didemodulasikan menjadi informasi seperti yang dikirim.
9
2.3
Broadcast FM Modulasi adalah peristiwa penumpangan sinyal informasi/modulasi
kedalam frekuensi gelombang carrier/pembawa.sinyal informasi (suara, gambar dan data) agar dapat dikirim ke tempat lain, sinyal tersebut harus ditumpangkan pada sinyal lain. Dalam konteks radio siaran, sinyal yang menumpang adalah sinyal suara, sedangkan yang ditumpangi adalah sinyal radio yang disebut sinyal pembawa Pada siaran radio dalam pengopersiannnya menggunakan teknik modulasi, dimana sinyal yang menumpang adalah sinyal suara, sedangkan yang ditumpangi adalah sinyal radio yang disebut sinyal pembawa (carrier). Teknik modulasi yang sering dipakai adalah FM dan AM. Gelombang atau sinyal carrier adalah gelombang radio yang mempunyai frekuensi jauh lebih tinggi dari frekuensi sinyal informasi. Alokasi frekuensi sinyal carrier untuk siaran FM ditetapkan pada frekuensi 88 – 108 MHz kecuali untuk negara jepang dan rusia. Jepang menggunakan range frekuensi FM, 76 – 90 MHz. FM memiliki penerimaan siaran yang lebih jelas (fine-tunning) jangkauan siaran terbatas yaitu 75 Km, jika berada dibalik gunung atau bukit siaran ini tidak bisa ditangkap.
2.4
Satelit Link Budget Link budget merupakan parameter penting dalam perancangan link
komunikasi satelit. Proses perhitungan daya carrier yang dipancarkan dari stasiun bumi ke stasiun bumi lain, perhitungan carrier to noise (C/N) dan pemilihan diameter antena. Untuk menghitung suatu link budget maka komponen yang harus diperhatikan adalah payload satelit, stasiun bumi dan jalur propagasi. 1. Komponen payload satelit Komponen payload satelit adalah komponen yang terdapat dalam satelit yang berfungsi untuk proses komunikasi. Secara garis besar parameter payload terdiri atas 2 bagian, yaitu Parameter sisi transmit satelit Terdiri dari EIRP satelit yang menentukan tingkat kekuatan daya pancar satelit.
10
Parameter sisi receive satelit Terdiri dari G/T yang menentukan kualitas dan SFD yang menentukan sensitifitas penerimaan sinyal di satelit. 2. Komponen stasiun bumi Komponen stasiun bumi terdiri dari beberapa parameter yaitu: Carrier data yang mencangkup tipe modulasi dan data rate Frekuensi uplink dan downlink Letak koordinat stasiun bumi (longitude dan latitute) yang mempengaruhi azimut dan elevasi dari posisi antena pada stasiun bumi. Gain antena stasiun bumi pada sisi transmit (Tx) dan receive (Rx), yang dipengaruhi oleh diameter dan efisiensi antena. 3. Komponen jalur propagasi Jalur propagasi komunikasi satelit adalah udara bebas dengan jarak sekitar 36.000 km melewati lapisan atmosfer dan ruang hampa. Jalur tersebut memiliki berbagai efek redaman yang mempengaruhi kualitas sinyal dikirim ataupun diterima. Jenis-jenis redaman propagasi adalah: Free space loss (redaman ruang bebas) Rain attenuation (redaman hujan) Atmosfer attenuation (redaman atmosfer) Pointing loss SATELLITE COMPONENT (PAYLOAD)
• EIRP satelit
• SFD • G/T • Intermod
PROPAGATION COMPONENT
• Free Space Loss
• Rain
attenuation
C/N up
C/N down
GROUND SEGMENT COMPONENT
• EIRP stasiun bumi (Power + Gain antena)
Gtx H
• Intermod • Cross polarization
Ptx
Grx
Ptx’ W
Gambar 2.5 Konfigurasi Dasar Sistem Komunikasi Satelit
L
D/ H/
11
2.4.1
Link Intermediate Data Rate (IDR) Link IDR ini merupakan perhitungan parameter-parameter data carrier
yaitu carrier (info rate) dan jenis modulasi yang dipakai (QPSK, 8PSK, 16QAM) akan menentukan besarnya C/N yang dibutuhkan untuk dapat mengirim sinyal dengan baik.
Eb dB C 10 Log Tr …………………………………….. (2.1) No N req B Dimana, Data rate {R}
= Info rate + Overhead (bps)……………………… (2.2)
Transmission rate {Tr}=
204 R X if with reed solomon (bps)……. (2.3) FEC 188
Symbol rate (Sps)
=
Tr ……………………………….. (2.4) indeks mod ulasi
Bandwidth (Hz)
Tr 204 = 1 x x if with reed solomon ……. (2.5) n 188
Roll of factor
= 0.2 (BW occupied) 0.4 (BW allocated)
Indeks modulasi {n} = 1 (BPSK) 2 (QPSK) 3 (8PSK) 4 (16QAM) Forward Error Correction {FEC} =
2.4.2
1 2 3 5 7 , , , , 2 3 4 6 8
Penguatan Antena Stasiun Bumi (Gant)
Umumnya stasiun bumi menggunakan antenna parabola atau cassegrain. Parameter kunci pada antena adalah Gain, karena gain mempengaruhi daya carrier up link dan down link Gant (dB)
= 20,4 + 20 log f + 20 log D + 10 log ..................... (2.6)
12
Dimana : f = frekuensi (GHz) D = diameter antena (m)
= effiesiensi antena (%)
2.4.3
Elevasi Stasiun Bumi
Untuk mendapatkan gain antenna yang besar maka arah antenna pada stasiun bumi perlu diatur sedemikian rupa agar tepat mengarah ke satelit. maka dibutuhkan pengaturan sudut dari antenna pada stasiun bumi. Sudut yang dibentuk antara bidang horizontal stasiun bumi dengan yang dibentuk dari garis lurus antara stasiun bumi dan satelit itulah yang dinamakan dengan sudut elevasi stasiun bumi.
Gambar 2.6 Elevasi Stasiun Bumi RE cos x cos RE h …………....………. (2.7) Elevasi (deg) = a tan 2 2 1 cos x cos Dimana:
= latitude stasiun bumi (degree)
= longitude stasiun bumi (degree) = longitude satelit (degree)
13
=- RE = radius bumi (km) h = tinggi GSO (km)
2.4.4
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
EIRP merupakan daya maksimum gelombang sinyal mikro yang dihasilkan oleh antenna transmitter. Jika EIRP bertambah maka level penerimaan ditempat lawan juga akan bertambah, sehingga noise product dan BER akan naik dan menguranggi kapasitas carrier, sehingga untuk menaikan EIRP stasiun bumi harus mengikuti prosedur terlebih dahulu. EIRPsb (dBW)= Pt + Gtx – Feed loss ……….………………………... (2.8) Dimana : Pt
= Daya pancar HPA (dBW)
Gtx
= Penguatan antenna pemancar (dB)
2.4.5
Figure of Merit (G/T)
G/T merupakan perbandingan antara penguatan penerimaan antenna dengan noise temperature sistem penerimaan yang menunjukan kualitas suatu sistem penerimaan sinyal. G/T satelit nilainya sudah direncanakan pada awal pembuatannya sehingga memiliki nilai yang tetap. Pada satelit telkom-1 nilai G/T sebesar 0 dB/K.
Gambar 2.7 Konfigurasi Antena Receiver
14
G/T dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: G/T (dB/Ko) = GR – 10 * log Ts ......................................................... (2.9) Dimana : GR
= Gant rx – feed loss
Ts
= Tin + TLNA , Ts : Temperatur sistem
Tin
=
2.4.6
Redaman Propagasi
Tin 290 feed loss 1 feed loss
Redaman propogasi terjadi akibat penggunaan media transmisi berupa udara (atmosfer) dan melalui ruang hampa (diluar angkasa). Redaman yang terjadi dapat menyebabkan menurunya kekuatan dan kualitas sinyal sehingga terkadang sinyal yang dikirimkan ataupun yang diterima akan berada dibawah batas yang telah ditetapkan. Redaman propagasi terdiri dari: 1. Redaman ruang bebas (Free Space Loss) Redaman ruang bebas muncul akibat perambatan sinyal dari pemancar ke penerima melalui ruang hampa pada komunikasi satelit. Nilai FSL tergantung dari jarak satelit terhadap stasiun bumi dan besarnya frekuensi yang digunakan. Besarnya nilai FSL berkisar ~ 196 – 200 dB dan dapat dihitung dengan persamaan berikut: FSL (dB) = 32,45 + 20 log f + 20 log d .............................................(2.10) Dimana : F = frekuensi (MHz) d = jarak antara stasiun bumi ke satelit (km) 2. Redaman Hujan (Rain Attenuation) Redaman hujan mengakibatkan penurunan daya terima dan menaikan temperature derau dari sistem penerima. Redaman hujan ini dipengaruhi oleh frekuansi yang digunakan, curah hujan dan jarak lintasan propagasi yang melalui
15
hujan. Redaman hujan pada link satelit merupakan fungsi dari frekuensi dan elevasi stasiun bumi. Secara geometri link dari stasiun bumi ke satelit dan sebaliknya yang dipengaruhi oleh hujan seperi gambar berikut.
LS = panjang slant path yang terpengaruhhujan = sudut elevasi stasiunbumi
Ketinggianhujan(hR) LS
hR - hS
Gambar Slant Path
Ketinggianstasiunbumi (hS) PermukaanAir Laut LG
Gambar 2.8 Slant Path Alur menghitung redaman hujan adalah sebagai berikut: Menentukan ketinggian hujan efektif (hR), menggunakan persamaan:
4,0 hR (km) = 4,0 0,075 36 dimana :
= posisi lintang stasiun bumi (deg)
0 36 0
36 0
....................... (2.11)
16
Menghitung panjang slant path yang terpengaruh hujan (Ls), menggunakan persamaan:
2hR hs
Ls (km) =
Ls (km) =
1/ 2 2 2hR hs sin sin R 0
hR hs
untuk 5 0 ... (2.12)
untuk 5 0 ... (2.13)
sin
Dimana : hs = tinggi rata-rata permukaan laut dengan stasiun bumi (km)
= sudut elevasi (degree) hR = tinggi efektif hujan (Km) Menghitung proyeksi horizontal panjang slant pacth yang dipengaruhi hujan (LG), menggunakan persamaan: LG (km)
= Ls cos θ .................................................................. (2.14)
Menentukan intensitas laju curah hujan (rain rate intensity) untuk persentase 0,01 % (r0,01) sesuai lokasi stasiun bumi. Intensitas curah hujan mengacu pada pembagian daerah yang telah ditentukan ITU misalnya: Asia, Oceania dan Australia sesuai tabel berikut: Tabel 2.1 Rain Rate Daerah (Zona)
A
B
C
D
E
F
G
H
J
K
L
M
N
P
R0,01 (mm/h)
8
12
15
19
22
28
30
32
35
42
60
63
95
145
Untuk wilayah indonesia masuk dalam daerah P dengan R0,01 sebesar 145 mm/h.Menghitung faktor reduksi (r0,01) redaman hujan dengan persamaan:
17
R0,01
=
1 ...................................................................... (2.15) 1 0,0045LG
A C
C
60
o
E
C C
30
o
K
D
M
E N
P
0o
N
N
K E
30
o
F M
F D
D
K A
60
A
o
60o
90o
120o
150o
180o
150o
Gambar 2.9 Pembagian Intensitas Curah Hujan ITU Menghitung koefisien regresi redaman hujan spesifik dan berdasarkan tabel koefisien regresi, menggunakan rumus: Ah Av Ah Av * cos 2 elevasi * cos2 ….................. (2.16) α = 2
18
Ah.Bh Av.Bv (( Ah.Bh) ( Av.Bv) * cos 2 (elevasi) * cos2 ..(2.17) 2
=
Untuk wilayah Indonesia menggunakan C-Band linier polarization
untuk circular polarization = 450
untuk vertical linier polarization = 900 untuk horizontal linier polarization = 00 Tabel 2.2 Koefisien Rain Rate Koefisien Rain Rate Frekuensi
Ah
Av
Bh
Bv
2
0.000154
0.000138
0.963
0.923
4
0.00065
0.000591
1.121
1.075
6
0.00175
0.00155
1.308
1.265
7
0.00301
0.00265
1.332
1.312
8
0.00454
0.00395
1.327
1.31
9
0.0101
0.00887
1.276
1.264
12
0.0188
0.0168
1.217
1.2
15
0.0367
0.0355
1.154
1.128
20
0.0751
0.0691
1.099
1.065
Menghitung koefisien redaman hujan R (dB/km), dengan persamaan:
R (dB / km) R0,01 .......................................................... (2.18) Menghitung redaman hujan (A0,01) untuk 0,01 %, dengan persamaan: A0,01 (dB) = R x Ls x r0, 01 ................................................... (2.19) Besarnya redaman hujan (rain attenuation) berkisar ~ 0,5 – 5 dB 3. Redaman Atmosfer (Atmosfer Attenuation) Gelombang elektromagnetik akan mengalami redaman dan degrasi daya pada saat melewati atmosfer bumi yang disebabkan oleh penyerapan dan
19
penghamburan oleh partikel-partikel atmosfer bumi. Redaman akan semakin besar apabila frekuensi pembawa diperbesar hingga panjang gelombangnya mendekati ukuran partikel. Besarnya Attmosfer Attenuation berkisar ~ 0,02 dB 4. Pointing Loss Pointing error pada stasiun bumi merupakan sudut antara sumbu sorotan utama (main beam) antenna dengan arah satelit yang sebenarnya. Pointing error dapat menyebabkan adanya pointing loss sehingga gain antenna kearah satelit berkurang. Semakin besar pointing error maka gain antenna juga semakin berkurang. Pointing error dipengaruhi oleh diameter antena dan besarnya frekuensi yang digunakan. Loss tracking disebabkan oleh perpindahan satelit dan angin. Depointing
Tx Antenna
P
G
Rx Antenna
L G
Gambar 2.10 Sketsa Pointing Error
Gambar 2.11 Lobe Antena 3dB
P
20
Berikut adalah persamaan untuk menghitung pointing loss: 2
Loss (dB) = 12 T ..................................................................... (2.20) 3 dB
3 dB
70 ....................................................................................... (2.21) d
Dimana : 0 T = pergerakan satelit dalam box keeping = 0,05
= panjang gelombang, = kecepatan cahaya (C) x frekuensi C = 3 x 108 m/s2 5. Loss Propagasi Loss propagasi tergantung jarak satelit ke stasiun bumi dan frekuensi kerja yang dipergunakan dalam link satelit. disamping itu juga dipegaruhi atmosfer dan redaman hujan. Loss propagasi (dB) = Free space loss + Rain Att + Atmosfer Att + Pointing loss................................................(2.22)
2.4.7
Saturated Flux Density (SFD) SFD merupakan rapat daya maksimum yang diterima oleh antenna satelit
dari stasiun bumi yang menghasilkan nilai EIRPsaturasi dari sistem satelit. nilai SFD ditentukan dari referensi satelit dalam pengoperasian satelit. SFD ini mempengaruhi tingkat sensitifitas dari satelit, semakin besar nilai SFD maka semakin sensitifitas satelitnya akan semakin berkurang, begitu juga sebaliknya. SFD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: SFD (dBW/m2)=
EIRPsaturasi satelit ...………………………… (2.23) 4. .d 2
Dimana: d = jarak antara stasiun bumi ke satelit (km)
21
2.4.8
Power Flux Density (PFD) Rapat daya densitas menunjukan besar daya yang dipancarkan suatu
terminal dari bumi yang dapat diterima satelit. Untuk menghitung PFD dapat menggunakan rumus berikut: PFD(dBW/m2) = EIRPsb + Spreding loss +Rain Att + Atmosfer Att...(2.24) Dimana : Spreding loss = 10 * log (4 d 2) = 162.12
2.4.9
Programmable Attenuation Device (PAD) PAD merupakan redaman transponder yang ditambahkan pada rapat daya
densitas (PFD) yang diterima satelit, sistem satelit secara otomatis meredam rapat daya yang diterima. Fungsi PAD untuk mengoptimalkan sinyal yang diterima satelit dan mengatur sensitifitas satelit terhadap rapat daya yang diterima sehingga tidak terjadi interferensi. Nilai PAD untuk satelit Telkom-1 adalah 10 dB.
2.4.10 Input Back-Off dan Output Back-Off IBO dan OBO menunjukan penempatan titik kerja dibawah titik saturasi, yang masih berada pada kelilinieran daerah kerja dari penguat transponder satelit. untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah ini: P.out 0 dB
Single carrier
-4 dB
Multi carrier
INPUT BACK OFF
Linear Region
-8 dB
0 dB
Gambar 2.12 Kurva Karakteristik Amplifier
P.in
22
Pada umumnya input-output suatu penguatan transponder satelit mempunyai karakteristik yang linier sampai pada batas tertentu dan selanjutnya akan mempunyai karakteristik linier yang merupakan batas daerah saturasi dari penguat tersebut. IBOcxr / OBOcxr
merupakan IBO/OBO dari setiap carrier pada saat
amplifier dibebani/dalam kondisi multi carrier. IBOcxr dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini : IBOcxr (dB) = SFD + PAD – PFD ………………………………….. (2.25) OBOcxr (dB)= IBOcxr – (IBOagg – OBOagg)……….…………..……... (2.26) Dimana : PAD
= Programmable attenuation device (dB)
PFD
= Power flux density (dBW/m2)
IBOagg = IBO aggremen (dB) OBOagg = OBO aggremen (dB)
2.4.11 Carrier to Interference (C/I) Intermodulasi terjadi akibat pencampuran dua signal atau lebih dalam perangkat aktif. Biasanya disebabkan oleh carrier digital dengan bandwidth lebar dan salah penempatan carrier. Adjacent Satelit Inteferensi (ASI) merupakan gangguan yang terjadi pada satelit atau stasiun bumi remote yang sumber gangguannya berasal dari satelit lain. ASI disebabkan oleh kesalahan pointing, angina kencang, specifikasi antenna kurang bagus. Interferensi cross pol disebabkan oleh kesalahan sudut polarizer atau horn antena dan kesalahan posisi satelit. 1 1 1 1 1 C 1 C C C C C dB I TOT I Inter mod sat I Inter mod SB I ASI up I ASI dn I Xpoll
…………….. (2.27)
1
23
2.4.12 Carrier to Noise (C/N) Carrier to noise merupakan perbandingan antara daya sinyal pembawa dengan derau yang diterima. Dalam sistem komunikasi satelit terdapat C/N uplink dan C/N down link sesuai persamaan berikut: C/Nup (dB) = EIRPstasiun bumi – loss propagasiuplink + G/Tsatelit – K – B.. (2.28) C/Ndn (dB) = EIRPsatelit – loss propagasidnlink + G/Tstasiun bumi – K – B.. (2.29) Dimana : K = konstanta boltzman (1,38 x 10-23 J/K = -228,6 dBW Hz/K) B = bandwith occupation (Hz) Setelah mengetahui nilai C/N uplink dan down link maka untuk mengetahui kualitas sinyal secara keseluruhan harus dihitung nilai C/N totalnya. Persamaan untuk mencari nilai C/N total adalah penjumlahan secara paralel dimana C/N dalam dB harus diubah ke bentuk decimal terlebih dahulu.
C C C C dB N UP N DN I N TOT 1
1
1
1
………….…………..(2.30)
Agar komunikasi dapat berlangsung maka ditransmisikan harus berada di atas ambang. Perbedaan dalam dB antara ambang (minimum) dengan yang diharapkan disebut link margin. Besarnya link margin dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
C C Link margin (dB)= ……………………….. (2.31) N TOT N REQUIRED