BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit Satelit merupakan bagian perangkat telekomunikasi space segment yang
bergerak mengitari bumi dan berada pada orbit tertentu. Satelit dapat disebut repeater karena berfungsi sebagai penguat sinyal komunikasi, sehingga sistem ini dikatakan sebagai sistem komunikasi satelit [1]. Pada umumnya sistem komunikasi satelit memiliki konfigurasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Satellite Repeater
Receive Antenna
Transmit Antenna
Receive Feed SB Receiver Low Noise Block Converter
Receiver and Demodulator
Decoding
Information Output
SB Transmit
Transmit Waveguide
High Power Amplifier
UpConverter
Modulator
Encoding
Information Input
Gambar 2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit [2]
Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa sinyal yang dikirim dari Stasiun Bumi Transmit akan diterima dan diperkuat kembali oleh satelit yang kemudian dikirimkan ke Stasiun Bumi Receive. Secara umum, sistem komunikasi satelit tersusun atas dua bagian penting yaitu segmen angkasa (space segment) dan segmen bumi (ground segment).
Universitas Sumatera Utara
Segmen angkasa merupakan satelit yang terletak di orbit bumi sedangkan segmen bumi adalah seluruh perangkat-perangkat yang ada pada sebuah stasiun bumi.
2.1.1 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Komunikasi Satelit Adapun keunggulan dari sistem komunikasi satelit dapat dijelaskan sebagai berikut [3] : 1.
Cakupan areanya yang sangat luas
2.
Bandwidth yang cukup besar
3.
Independen dari infrastruktur teresterial
4.
Instalasi jaringan yang cepat
5.
Biaya relatif rendah
6.
Karakteristik layanan yang seragam
7.
Layanan total hanya dari satu provider
8.
Layanan mobile/wireless yang independen terhadap lokasi Sementara itu, kelemahan dari sistem komunikasi satelit adalah sebagai
berikut [3] : 1.
Delay propagasi besar
2.
Rentan terhadap pengaruh atmosfir dan lainnya
3.
Up Front Cost tinggi : contoh untuk Satelit GEO : Spacecraft, Groun Segment & Launch = US $ 200 jt, Asuransi : $ 50 jt
4.
Distance Insensitive : biaya komunikasi untuk jarak pendek maupun jauh relatif sama
5.
Hanya ekonomis jika jumlah user besar dan kapasitas digunakan secara intensif
2.2
Orbit Satelit Orbit satelit adalah posisi satelit pada ketinggian tertentu yang mengelilingi
bumi dan tetap pada tempatnya disebabkan adanya gaya grafitasi bumi. Orbit satelit berdasarkan jaraknya dibagi atas tiga jenis yaitu : Low Earth Orbit (LEO), Mediun Earth Orbit (MEO) dan Geosynchronous Earth Orbit (GEO) [4].
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Low Earth Orbit (LEO) Satelit ini mengorbit pada ketinggian 500-1500 km dari permukaan bumi. Dengan ketinggian ini, satelit ini dapat digunakan untuk komunikasi suara tanpa menimbulkan delay propagasi dan power yang digunakan juga relatif kecil [4].
2.2.2 Medium Earth Orbit (MEO) Satelit ini mengorbit pada ketinggian antara 9000-20000 km dari permukaan bumi. Satelit ini memiliki cakupan yang lebih sempit dan memiliki delay yang lebih kecil dibandingkan GEO [4].
2.2.3 Geosynchronous Earth orbit (GEO) Satelit ini mengorbit pada ketinggian ± 36000 km dari permukaan bumi, sehingga diperlukan waktu 0.25 detik dalam mentransmisikan sinyal. Satelit ini disebut juga Geosynchronous karena waktu yang dibutuhkan satelit untuk mengitari bumi sama dengan waktu bumi berotasi pada porosnya. Jangkauan satelit ini dapat mencapai 1/3 luas permukaan bumi. Sedangkan kekurangan dari satelit ini adalah membutuhkan power dan delay yang besar [4]. Adapun Orbit Satelit berdasarkan jaraknya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Orbit Satelit Berdasarkan Jarak [4]
Universitas Sumatera Utara
2.3
Sistem Akses Jamak Satelit (Satellite Multiple Access) Umumnya, setiap stasiun bumi dalam mengakses transponder satelit tidak
sama satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan ukuran, kapasitas maupun frekuensi operasi dalam melayani node jaringan. Sebuah stasiun bumi dapat mengakses satu atau lebih transponder satelit. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan satu carrier per transponder atau multi carrier per transponder. Akibatnya, tiap-tiap transponder satelit dapat diakses oleh satu carrier atau beberapa carrier. Sementara itu, tiap transponder adalah repeater non linear dengan daya dan bandwidth yang terbatas, sehingga diperlukan suatu teknik untuk mengakses transponder satelit ke masing-masing stasiun bumi. Teknik ini disebut dengan Satellite Multiple Access
[5]
. Ada tiga jenis teknik yang digunakan pada
sistem komunikasi satelit yaitu Frequency Division Multiple Access (FDMA), Time Division Multiple Access (TDMA) dan Code Division Multiple Access (CDMA). Sementara itu teknik multiple access yang digunakan di PSN Medan untuk jaringan VSAT IP adalah RTDMA (Random Time Division Multiple Access).
2.3.1 Frequency Division Multiple Access (FDMA) FDMA merupakan teknik multiple access yang paling sederhana dimana setiap stasiun bumi telah ditentukan frekuensi kerjanya berdasarkan bandwidth total dan dapat mengakses ke satelit dalam waktu yang bersamaan. Setiap sinyal carrier dari stasiun bumi akan dipancarkan secara simultan. Apabila transponder diduduki oleh lebih dari dua sinyal carrier, maka level sinyal carrier yang dipancarkan oleh setiap stasiun bumi mempunyai batasan level EIRP yang tidak boleh dilampaui. Teknik multiple access ini tidak memerlukan pengontrolan yang rumit dan cocok digunakan untuk pengiriman data dengan kecepatan di atas 56 Kbps [6]. Gambar 2.3 mengilustrasikan konsep FDMA.
Universitas Sumatera Utara
f1 Transponder f1
SB
f1
f1
f1
SB
SB
SB
Gambar 2.3 Konsep FDMA [7]
2.3.2 Time Division Multiple Access (TDMA) Pada TDMA, setiap stasiun bumi mendapat alokasi bandwidth yang sama tetapi diberikan alokasi waktu untuk mengakses ke satelit. Pembagian alokasi waktu dilakukan dalam selang waktu tertentu yang disebut kerangka TDMA (TDMA frame). Setiap frame dibagi atas sejumlah celah waktu (time slot). Dimana informasi dimasukkan dalam time slot yang berbeda dan dipancarkan secara priodik dengan selang waktu yang sama
[6]
. Gambar 2.4 mengilustrasikan
konsep dari TDMA. f1
f2
f3
Transponder f1
SB
f2
SB
f3
SB
Gambar 2.4 Konsep TDMA [7]
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Code Division Multiple Access (CDMA) CDMA merupakan teknik multiple access bersama ke satelit yang membagi bandwidth transponder satelit dengan memberikan kode-kode alamat tujuan dan pengenal untuk setiap data yang akan dikirimkan. Sinyal informasi memiliki kode tujuan dan pengenal masing-masing dan dipancarkan secara acak dan hanya stasiun tujuan yang dapat menerima informasi tersebut
[6]
. CDMA memiliki dua
divisi utama, Spread-Spectrum Multiple-Access (SSMA) dan Pulse-Address Multiple-Access (PAMA). SSMA memanfaatkan angle-modulation coding dan PAMA memanfaatkan amplitude-modulation coding. CDMA dapat dicirikan sebagai teknik random-access sementara FDMA dan TDMA menggunakan teknik controll-access [5]. Gambar 2.5 mengilustrasikan konsep CDMA.
Transponder ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX -------------------------------------
f1
SB
SB
f1
f1
f1
SB
SB
Gambar 2.5 Konsep CDMA [7]
2.3.4 Random Time Division Multiple Access (RTDMA) RTDMA merupakan pengembangan dari TDMA. Sistem ini dapat mengirimkan paket data secara acak/ random dan mencari slot yang kosong dimana dalam melakukan komunikasi datanya terdapat sebuah hub dan banyak remote client yang membentuk topologi jaringan star dengan mekanisme kerja setiap remote client yang mengirimkan data via satelit akan melalui hub terlebih dahulu kemudian data akan diterima oleh remote client yang lain sedangkan antar
Universitas Sumatera Utara
remote client tidak bisa langsung berkomunikasi. Adapun penggambaran mengenai sistem RTDMA dapat dilihat pada Gambar 2.6 [4].
Retransmission VSAT 1
Uplinks
VSAT 2
Retransmission (different delay from VSAT 1)
VSAT 3
Time
Combined Downlink Collision due to 100 % overlap
Gambar 2.6 Prinsip Kerja RTDMA [4]
Gambar 2.6 memperlihatkan urutan proses transmisi dari protokol slotted aloha, yaitu tabrakan dari paket dalam time slot yang sama dan rate transmisi dari paket setelah waktu delay acak. Dengan slotted aloha, VSAT mengirimkan paket dalam time slot yang artinya terjadi sinkronisasi tetapi tidak terjadi koordinasi dalam arti, ketika mengirimkan paket pada time slot yang diberikan tidak perduli walaupun ada VSAT lain mengirimkan paket atau tidak pada time slot yang sama.
2.4
Alokasi Band Frekuensi Satelit Pengalokasian band frekuensi untuk layanan satelit merupakan suatu proses
rumit yang memerlukan koordinasi dan perencanaan Internasional. Hal ini dilakukan di bawah naungan International Telecommunication Union (ITU). Untuk memfasilitasi perencanaan frekuensi tersebut, maka dunia membaginya menjadi tiga wilayah [8] : Wilayah 1 : Eropa, Afrika, dimana sebelumnya Uni Soviet dan Mongolia. Wilayah 2 : Amerika Utara dan Selatan maupun Greenland. Wilayah 3 : Asia (tidak termasuk wilayah 1), Australia dan Selatan Barat Pasifik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam wilayah ini, band frekuensi dialokasikan ke berbagai layanan satelit, meskipun layanan yang diberikan memungkinkan dialokasikan band frekuensi yang berbeda pada wilayah yang berbeda. Beberapa layanan yang disediakan oleh satelit adalah : 1.
Fixed Satellite Service (FSS)
2.
Broadcasting Satellite Service (BSS)
3.
Mobile Satellite Service
4.
Navigational Satellite Service
5.
Meteorological Satellite Service Adapun Tabel 2.1 merupakan pembagian band frekuensi yang umum
digunakan untuk layanan satelit. Tabel 2.1 Alokasi Band Frekuensi Satelit [8] Rentang Frekuensi
Band Frekuensi
Layanan
0.1 - 0.3
VHF
Messaging
0.3 – 1.0
UHF
Military, navigation mobile
1.0 – 2.0
L
Mobile, radio broadcast
2.0 – 4.0
S
Mobile navigation
4.0 - 8.0
C
Fixed
8.0 – 12.0
X
Military
12.0 – 18.0
Ku
Fixed video broadcast
18.0 – 27.0
K
Fixed
27.0 - 40.0
Ka
40.0 – 75
V
Intersatellite
75 – 110
W
Intersatellite
110 – 300
Mn
Intersatellite
300 – 3000
µm
Intersatellite
(GHZ)
Fixed, audio broadcast, intersatellite
Universitas Sumatera Utara
Frekuensi band yang sering digunakan untuk komunikasi VSAT adalah CBand, Ku-Band dan Ka-Band. Pada masing-masing frekuensi ini, dibagi lagi alokasi frekuensi masing-masing untuk uplink dan downlink yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 [9]. Tabel 2.2 Alokasi Link Frekuensi Komunikasi Satelit [9] Band Frekuensi
Frekuensi Uplink (GHZ)
Frekuensi Downlink (GHZ)
C
5,925 – 7,075
3,7 – 4,2
Ku
14,0 – 14,5
11,7 – 12,2
Ka
27,5 – 31,0
17,7 – 21,2
2.5
Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Sistem Komunikasi Satelit Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem komunikasi satelit adalah
sebagai berikut [10] : 1.
Efek propagasi dari atmosfer
2.
Efek Sun Outage, disebabkan oleh naiknya level noise dari sistem penerimaan karena arah antena dan datangnya sinar matahari berada pada satu garis lurus.
3.
Kehandalan perangkat dan sistem
4.
Redaman hujan, terutama pada Ku-Band
5.
Ketepatan arah antenna
6.
Interferensi jaringan
2.6
Sistem Komunikasi VSAT VSAT merupakan perangkat sistem komunikasi satelit ground segment
dengan antena berbentuk parabola berdiameter hingga 4 meter yang digunakan untuk melakukan pengiriman data, gambar maupun suara via satelit [11]. Teknologi VSAT tidak hanya melayani pengguna bisnis tetapi melayani pengguna personal (rumah). VSAT masuk pertama kali ke Indonesia tahun 1989 dimana muncul pula bank-bank swasta yang sangat membutuhkan sistem
Universitas Sumatera Utara
komunikasi online seperti ATM (Automated Teller Machine). Infrastruktur jaringan telekomunikasi VSAT dirasakan lebih efektif apabila dibandingkan dengan jaringan kabel. Hal ini disebabkan, jaringan kabel kurang efesien karena instalasinya memakan waktu lama dan menelan biaya besar. Disamping itu, sangat rentan terhadap gangguan dan cakupan area yang terbatas karena kendala goegrafis. VSAT juga menawarkan value added service berbasis satelit seperti : Internet, data, LAN, voice/fax dan dapat menyediakan jaringan komunikasi private/public serta layanan multimedia [11]. Pada umumnya, VSAT berada di site pengguna, dimana dalam melakukan komunikasinya dibutuhkan perangkat untuk menghubungkan komputernya dengan antena luar yang mempunyai transceiver. Tranceiver berfungsi untuk menerima dan mengirim sinyal informasi ke transponder satelit yang kemudian akan dikuatkan untuk dikirimkan kembali menuju bumi [11].
2.7
Konfigurasi Jaringan VSAT Antar stasiun VSAT terhubung dengan satelit melalui Radio Frequency
(RF). Link komunikasi dari stasiun VSAT ke satelit disebut Uplink, sedangkan dari satelit ke stasiun VSAT disebut Downlink, seperti pada Gambar 2.7 [6]. Satelit
Uplink
Downlink
Gambar 2.7 Uplink dan Downlink Stasiun VSAT ke Satelit [6]
Jaringan VSAT menggunakan satelit geostasioner, yang memiliki orbit pada bidang Equator dengan ketinggian ± 35786 km di atas permukaan bumi. Adapun satelit geostasioner dapat dilihat pada Gambar 2.8 [6].
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Satelit Geostasioner [6]
2.8
Arsitektur Jaringan VSAT Adapun arsitektur jaringan VSAT terdiri dari [12] :
1.
Ground Segment (Segmen Bumi) Adapun bagian-bagian dari segmen bumi meliputi : Hub Station / Master
Earth Station, Network Management System (NMS) dan Remote Earth Station. 2.
Space Segment (Segmen Angkasa) Adapun bagian dari segmen angkasa berupa Transponder Satelit Gambar 2.9 memperlihatkan tentang bagaimana arsitektur jaringan
VSAT tersebut.
Gambar 2.9 Arsitektur Jaringan VSAT [12]
Universitas Sumatera Utara
VSAT memiliki kemampuan untuk menerima maupun mengirimkan sinyal melalui satelit kepada VSAT lain pada jaringan tersebut. Dimana sinyal akan dikirimkan lewat satelit ke hub station yang juga berfungsi sebagai pusat monitor, atau sinyal langsung dikirimkan ke VSAT lain dan hub digunakan hanya untuk mengawasi dan mengontrol, atau juga sinyal dikirimkan dari VSAT yang satu ke VSAT lainnya secara langsung tanpa menggunakan hub.
2.9
Komponen Jaringan VSAT Adapun komponen jaringan VSAT terdiri dari Hub Station, Remote Station
dan Satelit yang dapat dijelaskan sebagai berikut [11].
2.9.1 Hub Station Hub Station berfungsi mengontrol seluruh operasi jaringan komunikasi. Terdapat sebuah server Network Management System (NMS) yang berfungsi untuk memonitor dan mengontrol jaringan komunikasi yang terintegrasi dengan perangkat keras maupun perangkat lunak. Operator dapat mengakses server NMS untuk memonitor, memodifikasi dan men-download informasi konfigurasi individual ke masing-masing VSAT. Dimana NMS workstation terletak pada user data center. Stasiun ini mengatur multiple channel dari inbound dan outbound data. Pada jaringan private terdedikasi, hub ditempatkan bersama dengan fasilitas dataprocessing yang dimiki user. Pada jaringan hub yang dibagi-bagi, hub dihubungkan ke data center atau peralatan user dengan menggunakan sirkuit backhoul terrestrial. Hub Station terdiri atas Radio Frequency (RF), Intermediate Frequency (IF) dan peralatan Baseband. Peralatan RF meliputi antena, HPA (High Power Amplifier), LNA (Low Noise Amplifier) dan Up-Down Converter. Sementara peralatan IF dan Baseband meliputi IF Combiner/Devider, Modulator dan Demodulator, peralatan pemeroses untuk antar muka channel satelit dan antar muka peralatan pelanggan. Adapun bentuk dari sistem hub VSAT dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Sistem Hub VSAT [11]
2.9.2 Remote Station Remote Station merupakan perangkat yang terdapat di site pelanggan yang meliputi unit outdoor (ODU), unit indoor (IDU) dan Inter Facility Link (IFL). Adapun komponen remote VSAT dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Antenna
Circulator Rx Filter
LNA
Tx Filter
SSPA
2nd Down Converter
2nd Up Converter
1st Down Converter
1st Up Converter
Demodulator
Modulator
Gambar 2.11 Komponen Remote VSAT [11]
Universitas Sumatera Utara
a.
Outdoor Unit (ODU) Adapun bagian dari Outdoor Unit terdiri atas [11] :
1.
Antena Antena berfungsi untuk memancarkan dan menerima gelombang radio RF.
Antena yang dipakai berupa solid dish antenna yang memiliki bentuk parabola. Fungsi antena pada komunikasi VSAT adalah sebagai berikut : a.
Memancarkan gelombang radio RF dari stasiun bumi ke satelit dengan frekuensi 5,925 GHz sampai 6,425 GHz.
b.
Menerima gelombang radio RF dari satelit ke stasiun bumi dengan frekuensi 3,7 GHz sampai 4,2 GHz.
Bagian antena terdiri atas reflektor, feedhorn, lengan penyangga, LNA, SSPA dan Up-Down Converter. Ukuran piringan antena atau dish VSAT berkisar antara 0,6 – 3,8 meter. Ukuran dish sebanding dengan kemampuan antena untuk menguatkan sinyal. Adapun bentuk dari antena VSAT dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Antena VSAT [11]
Universitas Sumatera Utara
Feedhorn dipasang pada frame antena pada titik fokusnya dengan bantuan lengan penyangga. Feedhorn mengarahkan tenaga yang ditransmisikan ke arah piringan antena atau mengumpulkan tenaga dari piringan tersebut.
2.
Radio Frequency Transmitter (RFT) RFT dipasang pada frame antena dan dihubungkan secara internal ke
feedhorn. RFT terdiri atas : a.
Low Noise Amplifier (LNA) LNA befungsi memberikan penguatan terhadap sinyal yang datang dari satelit
melalui antena dengan noise yang cukup rendah dan bandwidth yang lebar (500 MHz). Lemahnya sinyal dari satelit yang diterima oleh LNA disebabkan oleh faktor berikut : -
Jauhnya letak satelit, sehingga mengalami redaman yang cukup besar disepanjang lintasannya.
-
Keterbatasan daya yang dipancarkan oleh satelit untuk mencakup wilayah yang luas.
Untuk dapat memberikan sensitivitas penerimaan sinyal yang baik, maka LNA harus memiliki noise temperatur yang rendah dan mempunyai penguatan / gain yang cukup tinggi (Gain LNA = 50 dB). LNA harus sanggup bekerja pada band frekuensi antara 3,7 GHz sampai dengan 4,2 GHz (Bandwidth-nya 500 MHz).
b.
Solid State Power Amplifier (SSPA) SSPA berfungsi untuk memperkuat daya sehingga sinyal dapat dipancarkan
pada jarak yang jauh. SSPA ini merupakan penguat akhir dalam rangkaian sisi pancar (transmite side) yang merupakan penguat daya frekuensi sangat tinggi dalam orde Giga Hertz. Tujuannya adalah untuk memperkuat sinyal RF pancar pada band frekuensi 5,925 GHz sampai 6,425 GHz dari Ground Communication Equipment (GCE) pada suatu level tertentu yang jika digabungkan dengan gain antena akan
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan daya pancar (EIRP) yang dikehendaki ke satelit. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam mengoperasikan penguat daya frekuensi tinggi, diantaranya : -
Besar daya output yang dihasilkan
-
Lebar band frekuensi yang harus dicakup
-
Pengaruh intermodulasi yang muncul
-
Input dan output Back-off
c.
Up/Down Converter Perangkat ini dikemas dalam satu kemasan tetapi memiliki dua fungsi yaitu
sebagai up converter dan down converter. Up Converter berfungsi untuk mengkonversi sinyal IF atau sinyal frekuensi menengah dengan frekuensi center-nya sebesar 70 MHz menjadi sinyal RF Up link (5,925 – 6,425). Gambar 2.13 memperlihatkan diagram up converter.
Sinyal IF
UP Dari Modem CONVERTER
Sinyal RF Ke SSPA
Gambar 2.13 Up Converter [11]
Down converter berfungsi untuk mengkonversi sinyal RF Down link (3,7 MHz – 4,2 MHz) menjadi sinyal Intermediate Frequency dengan frekuensi center sebesar 70 MHz. Adapun Gambar 2.14 memperlihatkan diagram dari down converter. Sinyal RF Dari LNA
Sinyal IF DOWN CONVERTER Ke Modem
Gambar 2.14 Down Converter [11]
Universitas Sumatera Utara
b.
Indoor Unit (IDU) Modem VSAT merupakan perangkat IDU yang berfungsi sebagai modulator
dan demodulator. Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi kedalam sinyal IF pembawa yang dihasilkan oleh syntheisiser. Frekuensi IF besarnya mulai dari 52 MHz sampai 88 MHz dengan frekuensi center 70 MHz. Sedangkan demodulasi adalah proses memisahkan sinyal informasi digital dari sinyal IF dan meneruskannya ke perangkat teresterial yang ada. Teknik modulasi yang dipakai dalam modem satelit yaitu sistem Phase shift Keying (PSK). Adapun Gambar 2.15 memperlihatkan contoh dari modem satelit.
Gambar 2.15 Modem Satelit [11]
c.
Inter Facility Link (IFL) IFL merupakan media penghubung antara ODU dan IDU. Fisiknya biasanya
berupa kabel dengan jenis koaksial dan biasanya menggunakan konektor jenis BNC (Bayonet Neill-Concelman).
2.9.3 Satelit Satelit merupakan perangkat space segment yang berfungsi sebagai repeater dalam melakukan komunikasinya dengan perangkat ground segment yang mengorbit pada ketinggian 36.000 km diatas permukaan bumi dengan orbit Geostasioner. Adapun Gambar 2.16 memperlihatkan bentuk dari sebagian satelit yang ada di Indonesia [12].
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16 Gambaran Visual Satelit Indonesia [12]
Fungsi Transponder yang terdapat pada satelit adalah sebagai berikut : 1.
Penerima sinyal
2.
Translasi frekuensi
3.
Penguatan Jumlah transponder menentukan kapasitas satelit. Dimana setiap
transponder terdiri atas polarisasi vertikal dan horizontal. Umumnya tiap transponder memiliki bandwith 40 MHz, untuk operasi lebar bidang frekuensi sebesar 36 MHz sementara 4 MHz berada di kiri maupun kanan satelit yang merupakan frekuensi gap (guard band frequency) untuk pengaman agar tidak terjadi interferensi antar transponder. Di dunia Internasional, Ku-Band adalah band frekuensi yang populer. KuBand dapat mendukung trafik dengan ukuran antena yang lebih kecil dibandingkan C-Band. Tapi Ku-Band tidak tahan terhadap curah hujan tinggi sehingga tidak sesuai untuk digunakan di daerah Asia Tenggara. Adapun keunggulan dan kekurangan masing-masing band frekuensi tersebut secara rinci yang dijelaskan pada Tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Band Frekuensi Satelit [12] Frekuensi
Keunggulan
· World wide availability C-Band · Teknologi yang termurah · Tahan dari redaman hujan · Kapasitas relatif besar Ku-Band · Antena berukuran relatif lebih kecil (0,6 – 1,8 m)
Kekurangan · Antena berukuran relatif lebih besar · Rentan terhadap interferensi dari satelit tetangga dan terrestrial microwave · Rentan dari redaman hujan ·Availability terbatas (faktor regional)
2.10 Topologi Jaringan VSAT Topologi VSAT ditentukan dari trafik jaringan VSAT yang digunakan dimana untuk setiap lokasi yang berbeda digunakan topologi yang berbeda pula. Topologi jaringan VSAT dapat berupa star atau mesh [10].
2.10.1 Topologi Star Pada topologi star, setiap VSAT tidak dapat saling berkomunikasi secara langsung dengan VSAT lainnya, melainkan harus melalui stasiun bumi pusat yang disebut hub station. Umumnya, hub station memiliki diameter antena 6 sampai 11 meter dan berfungsi untuk mengontrol, memonitor dan berkomunikasi dengan setiap VSAT yang tersebar secara geografis. Oleh sebab itu, topologi ini cocok digunakan untuk aplikasi yang berbasis data terpusat dimana organisasi atau perusahaan besar seperti bank dengan kebutuhan pemrosesan data secara terpusat. Adapun bentuk dari topologi star dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Universitas Sumatera Utara
VSAT VSAT
VSAT
HUB
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT VSAT
Gambar 2.17 Topologi Star [10]
2.10.2 Topologi Mesh Pada topologi mesh, setiap VSAT dapat berkomunikasi secara langsung dengan VSAT lainnya tanpa harus melalui hub station terlebih dahulu. Dalam hal ini, hub station hanya berfungsi memonitor dan mengontrol jaringan saja. Topologi ini cocok digunakan untuk aplikasi telephony, disebabkan menggunakan link komunikasinya bersifat point to point berkecepatan tinggi. Adapun bentuk dari topologi mesh dapat dilihat pada Gambar 2.18.
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
Gambar 2.18 Topologi Mesh [10]
Universitas Sumatera Utara
2.10.3 Perbandingan Topologi Star dan Mesh Topologi star memiliki sifat-sifat sebagai berikut [10] : -
Delay propagasi lebih besar
-
Investasi besar untuk central hub
-
VSAT antena lebih kecil (1,8 meter)
-
Biaya instalasi VSAT lebih murah
-
Cocok untuk aplikasi data interaktif Sedangkan topologi mesh memiliki sifat-sifat sebagai berikut [10]:
-
Propagasi delay lebih kecil (250 ms)
-
Dapat digunakan pada PAMA/DAMA
-
Investasi central hub lebih murah
-
Antena VSAT berukuran lebih besar
-
Biaya instalasi besar
-
Cocok untuk komunikasi data dengan trafik tinggi
2.11 Jenis-Jenis Jasa VSAT Adapun jenis-jenis jasa yang ada pada teknologi VSAT adalah sebagai berikut [13] : 1.
VSAT Link Merupakan jenis komunikasi yang langsung (point-to-point) berhubungan
antara dua buah stasiun bumi tanpa ada stasiun pusat sebagai pengontrol. 2.
VSAT Net Dapat digunakan untuk berhubungan antara terminal VSAT (remote) yang
satu ke terminal VSAT yang lainnya dengan menggunakan stasiun pusat bumi atau disebut stasiun hub. 3.
VSAT Frame Relay VSAT ini biasanya disebut juga dengan Sky Frame menggunakan topologi
poin- to-multipoint menggunakan media akses frame relay. 4.
VSAT Teleport Prinsipnya sama dengan sky frame. Topologi yang digunakan point-to-
multipoint yang juga menggunakan media akses frame relay.
Universitas Sumatera Utara
5.
VSAT IP Sebagai layanan jasa telekomunikasi, dimana VSAT ini menerapkan
teknologi TDM/TDMA dengan IP sebagai protokol komunikasi.
2.12 Link Budget Pada Jaringan VSAT Dalam sistem komunikasi satelit, link budget menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan instalasi jaringan VSAT. Secara sederhana, link budget adalah jumlah total kerugian (losses) antara media pengirim (transmitter) dengan satelit dan kembali lagi ke penerima (receiver). Losses ini memberi penguatan negatif pada setiap media, apakah itu transmitter, satelit maupun juga pada receiver. Berikut ini akan dijelaskan komponen penting dalam perhitungan link budget sebagai berikut [1].
2.12.1 Sudut Pandang Antena (Look Angles) Dalam mengarahkan antena baik itu Stasiun Bumi (Hub) maupun VSAT (Remote Station) ke satelit diperlukan look angles (keterarahan sudut pandang antena). Look angles ini terdiri atas sudut azimuth (A), sudut elevasi (E) dan polarisasi offset berdasarkan data posisi lintang antena (θi), posisi bujur antena (θL) serta bujur satelit (θS). Polarisasi offset adalah derajat arah dudukan feedhorn pada sisi Tx antena yang menentukan keterarahan sinyal dari sebuah antena terhadap arah polarisasi pada satelit tujuan, polasisasi offset ini dapat dirumuskan sebagai berikut [1] : b.
Untuk Site Longitude < Satellite Longitude Polarisasi Offset = (sudut azimuth – 1/10 site latitude)
c.
Untuk Site Longitude > Satellite Longitude Polarisasi Offset = - (3600 - sudut azimuth) + 1/10 site latitude) Sedangkan untuk sudut azimuth didefenisikan sebagai sudut pada suatu
titik yang diukur searah jarum jam dari posisi utara memotong bidang horisontal TMP dan bidang TSO (dapat dilihat pada Gambar 2.19 dan 2.20), yaitu melawati stasuin bumi / VSAT, satelit dan pusat bumi. Besarnya sudut azimuth adalah
Universitas Sumatera Utara
berkisar antara 00 – 3600 tergantung pada lokasi stasiun bumi/ VSAT, sedangkan besarnya sudut elevasi berkisar antara 00 – 900 tergantung dari posisi satelit [1]. Dimana : A
= Sudut Azimuth
E
= Sudut Elevasi
r
= Jari-jari orbit geostasioner satelit (Km)
Re = Jari-jari ekuator bumi (Km)
θi
= Posisi lintang stasiun bumi / VSAT (derajat utara)
θS = Posisi bujur satelit (derajat) θL = Posisi bujur stasiun bumi / VSAT (derajat) N
Kutub Utara Posisi Bujur Stasiun Bumi θL
Zenith
Posisi Bujur Satelit θS
T
Stasiun Bumi
A= Azimuth
Selatan
E= Elevasi
O
θi
θS-θL Re M
r
Ekuator
P Point
S Satelit
Gambar 2.19 Posisi Sudut Azimuth dan Elevasi Antena Hub / Remote [1]
Berdasarkan Gambar 2.19, maka diperoleh suatu persamaan untuk menyelesaikan perhitungan keterarahan (look angles) dari antena stasiun bumi / VSAT. 𝑀𝑃
A0 = tan -1 �
𝑀𝑇
�
Universitas Sumatera Utara
𝑀𝑂 tan(θS − θL )
= tan -1 � = tan
-1
𝑅𝑒 tan θi
�
𝑅 � 𝑒�cos θ � tan(θS − θL ) i � � 𝑅𝑒 tan θi tan(θS − θL )
= tan -1 �
sin θi
(2.1)
�
Sedangkan untuk perhitungan sudut elevasi, maka berdasarkan Gambar 2.18 dapat dibuat sebuah proyeksi untuk segitiga TSO yang memudahkan dalam perhitungan sudut elevasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.20. T
δ
ω Re
γ
S
B
O
r
Gambar 2.20 Segitiga Pengganti untuk Perhitungan Sudut Elevasi [1]
Berdasarkan Gambar 2.20 maka didapatkan suatu persamaan untuk menghitung sudut elevasi (E) yaitu : E
= (𝜔 + 𝛿 − 900 )
= �(900 − 𝛾) + 𝛿 − 900 �
= (𝛿 − 𝛾 )
(2.2)
Sedangkan sudut 𝛾 sendiri dapat dihitung berdasarkan segitiga TPO
berikut :
γ
𝑅
= cos -1 � 𝑒 � 𝑂𝑃
(2.3a)
Universitas Sumatera Utara
Dengan : OP = 𝑀𝑂⁄cos|θS − θL | = 𝑅𝑒 ⁄cos θi cos|θS − θL | seperti yang
ditunjukkan dari segitiga MPO dan TMO, sehingga : γ
= cos -1 ( cos θi cos|θS − θL | )
(2.3b)
Sedangkan untuk perhitungan sudut δ berdasarkan Gambar 2.19 didapatkan persamaan sebagai berikut : δ
𝑆𝐵
= tan -1 � � 𝑇𝐵
𝑟− 𝑅𝑒 cos γ
= tan -1 �
= tan -1 �
𝑅𝑒 sin γ
�
𝑟− 𝑅𝑒 𝑐𝑜𝑠 θi cos(θS − θL )
𝑅𝑒 sin�𝑐𝑜𝑠 −1 (𝑐𝑜𝑠 θi cos(θS − θL ))�
�
(2.4)
Selanjutnya berdasarkan Persamaan 2.3 dengan memasukkan δ pada Persamaan 2.4 dan γ pada Persamaan 2.3b maka akan dapat diperoleh sudut elevasi E yang diekspresikan sebagai berikut :
E = tan-1 �
𝑟− 𝑅𝑒 𝑐𝑜𝑠 θi cos(θS − θL ) � 𝑅𝑒 sin�𝑐𝑜𝑠 −1 (𝑐𝑜𝑠 θi cos(θS − θL ))�
− 𝑐𝑜𝑠 −1 (𝑐𝑜𝑠 θi cos(θS − θL ))
(2.5)
2.12.2 Slant Range Slant range merupakan jarak dari stasiun bumi / VSAT ke satelit yang berbeda-beda di setiap titik. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan posisi antena yang berbeda pada posisi lintang dan bujur yang berbeda antar satu dengan yang lain. Adapun Gambar 2.21 memperlihatkan penentuan slant range [1].
Universitas Sumatera Utara
Satellite
α H
α max d E ψ Re
Gambar 2.21 Penentuan Slant Range [1]
Berdasarkan Gambar 2.21 maka perhitungan slant range (d) dapat ditulis perumusannya sebagai berikut : d2 = (Re + H)2 + Re2 - 2 Re (Re + H) cos ψ
Dimana :
= (Re + H)2 + Re2 - 2 Re (Re + H) sin �𝐸 + 𝑠𝑖𝑛−1 �
𝑅𝑒
𝑅𝑒 + 𝐻
cos 𝐸�� (2.6)
Re = Jari-jari bumi pada bidang ekuator (km) E
= Sudut elevasi (derajat)
H
= Ketinggian orbit satelit dari bumi pada bidang ekuator (km)
r
= Jari-jari orbit geostasioner (km)
2.12.3 Gain Antena Gain atau penguatan adalah perbandingan antara daya pancar antena terhadap antena referensinya. Persamaan untuk antena parabolik adalah sebagai berikut [1] : G (dBi)
=
𝜋2 𝑑 2
𝜂 �
𝜆2
𝜋𝑓𝑑 2
�= �
𝑐
�
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
Atau secara logaritmis dapat ditulis sebagai berikut : G (dB) = 20.45 + 20 log f + 20 log d + 10 log 𝜂
(2.8)
Dimana : η
= efesiensi antena
d
= diameter antena (m)
c
= kecepatan cahaya = 3 x 108 (m/s)
f
= frekuensi (GHz)
2.12.4 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) EIRP digunakan untuk menyatakan daya pengiriman dari stasiun bumi atau satelit. Adapun rumus EIRP adalah sebagai berikut [1] : EIRP (Watt) =
PTX . GTX
EIRP (dBW) =
PTX (dBW) + GTX (dB)
(2.9) (2.10)
Dimana : PTX = Daya pancar Pengirim dalam Watt atau dBW GTX
= Gain
Antena Pemancar dalam dB
2.12.5 Rugi-Rugi Lintasan Rugi-rugi pada lintasan transmisi adalah redaman yang terjadi pada proses pentransmisian sinyal dari Tx (Pengirim) ke Rx (Penerima). Rugi-rugi transmisi tersebut antara lain [1] : 1.
Rugi-Rugi Saluran (LSAL) Rugi-rugi pada saluran merupakan besarnya redaman yang terjadi sepanjang
saluran yang dipergunakan. Dalam konfigurasinya redaman yang terjadi pada pengkoneksian konektor kabel dapat disimpulkan sebagai berikut : LSAL kabel IF (BNC Kabel) 1.3 dB/30 meter LSAL kabel RF (IFL Kabel) 0.7 dB/meter 2.
Rugi-Rugi Pancaran Antena (LANT) Rugi-rugi pada arah pancar antena biasanya dipengaruhi oleh daya
maksimum. Hal ini berkaitan dengan keterarahan antena stasiun bumi/VSAT yang
Universitas Sumatera Utara
tidak pas pada arah pancar posisinya, sehingga menyebabkan loss pada daya maksimum yang diperlukan dalam pancaran, umumnya besar rugi pancaran sebesar 0.5 dB.
3.
Rugi-Rugi Atmosfir (LATM) Rugi-rugi atmosfir adalah rugi-rugi yang disebabkan akibat dari hasil proses
absorbsi energi dengan gas atmosfir, proses absorbsi tersebut terjadi karena pengaruh cuaca. Nilai rugi-rugi atmosfir sangat kecil dan terjadi pada elevasi 100.
4.
Rugi-Rugi Redaman Hujan (LRAIN) Redaman hujan merupakan redaman yang memiliki pengaruh besar terhadap
propagasi gelombang pada frekuensi di atas 10 GHz. Redaman ini adalah fungsi dari frekuensi dan curah hujan dalam mm/jam yang dapat dihitung dengan tahapan sebagai berikut yang dapt dilihat pada Gambar 2.22 [1].
ICE LS
Rain
hr El h0 LG
Gambar 2.22 Sketsa Penentuan Redaman Hujan [1]
Dimana : -
R = Rain rate point, dimana nilai R dapat dilihat berdasarkan Tabel 2.5 titik laju hujan.
-
Persamaan kuantitas koefisien empiris polarisasi : ac
=
𝑎𝐻 + 𝑎𝑉 2
(2.11)
Universitas Sumatera Utara
𝑎𝐻 𝑏𝐻 + 𝑎𝑉 𝑏𝑉
bc = -
Sehingga redaman hujan spesifik (dB/Km) dapat dinyatakan sebagai : α
-
-
(2.12)
2𝑎𝑐
= 𝑎𝐶 𝑅𝑏𝐶
(2.13)
Tinggi atmosfir terjadinya hujan (hr) : 3 + 0.028 𝑗𝑖𝑘𝑎 0 < 𝑙𝑎𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 < 360 hr (km) = � 4 − 0.075 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 ≥ 360
(2.14)
Panjang lintasan hujan efektif (LS) untuk sudut elevasi antena ≥ 100 : (ℎ𝑟 − ℎ0 )� sin 𝐸
LS =
(2.15)
Dimana :
E = sudut elevasi hr = ketinggian hujan (km) h0 = tinggi antena (km) -
-
Jarak lintasan hujan (LG) : LG = 𝐿𝑆 cos 𝐸
(2.16)
rP = rain rate reduction factor, dimana p (reduction factor) bergantung pada kondisi daerah masing-masing : for p = 0.001 % → 𝑟0.001 = for p = 0.1 %
-
→ 𝑟0.1 =
10
10 + 𝐿𝐺
180
10 + 𝐿𝐺
; for p = 0.01 % → 𝑟0.01 =
; for p = 1 %
→ 𝑟1 = 1
90
90 + 4 𝐿𝐺
faktor reduksi lintasan hujan pada wilayah Indonesia, memiliki persentase unavailability 0.01 % sehingga dapat ditulis :
-
𝑟0.01 =
90
(2.17)
90 + 4 𝐿𝐺
Maka besarnya redaman hujan total persentase curah hujan sebesar 0.01 % adalah : LRain (dB) ( r =0.01 % ) = 𝛼 𝐿𝑆 𝑟0.01 Menurut
ITU
(International
(2.18)
Telecommunication
Union),
indonesia
digolongkan kepada region P dimana intensitas hujannya termasuk sangat tinggi. Intensitas hujan yang dapat mengakibatkan link komunikasi terputus sebesar 0,01 % per tahun di indonesia adalah 145 mm/h [14].
Universitas Sumatera Utara
Adapun Specific Attenuation Rain Parameters dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Rainfall Climatic Region, Rainfall Intensity Exceeded (mm/H) dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.4 Specific Attenuation Rain Parameters [1] Frequency GHz aH aV bH bV 1 0,000387 0,00000352 0,912 0,880 2 0,00154 0,000138 0,963 0,923 4 0,000650 0,000591 1,121 1,075 6 0,00175 0,00155 1,308 1,265 7 0,00301 0,00265 1,332 1,312 8 0,00454 0,00395 1,327 1,310 10 0,0101 0,00887 1,276 1,264 12 0,0188 0,0168 1,217 1,200 15 0,0367 0,0335 1,154 1,128 20 0,0751 0,0691 1,099 1,065 25 0,124 0,113 1,061 1,030 30 0,187 0,167 1,021 1,000 35 0,263 0,233 0,979 0,963 40 0,350 0,310 0,939 0,929 45 0,442 0,393 0,903 0,897 50 0,536 0,479 0,873 0,868 60 0,707 0,642 0,826 0,824 70 0,851 0,784 0,793 0,793 80 0,975 0,906 0,769 0,769 90 1,06 0,999 0,753 0,754 100 1,12 1,06 0,743 0,744 120 1,18 1,13 0,731 0,732 150 1,31 1,27 0,710 0,711 200 1,45 1,42 0,689 0,690 300 1,36 1,35 0,688 0,689 400 1,32 1,31 0,683 0,684
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Rainfall Climatic Region, Rainfall Intensity Exceeded (mm/H) [1] Percentage of Time (%) 1,0 0,3 0,1 0,03 0,01 0,003 0,001
A
B
C
D
E
F
G
H
1 3 1 2 3 5 2 3 5 8 55 6 9 13 8 12 15 19 14 21 26 29 22 32 42 42
1 3 6 12 22 41 70
2 4 8 15 28 54 78
7 12 20 30 45 65
4 10 18 32 55 83
J
K
L
M
N
P
2 4 5 12 13 6 7 11 15 34 20 12 15 22 35 65 28 23 33 40 65 105 35 42 60 63 95 145 45 70 105 95 140 200 55 100 150 120 180 250
2.12.6 Redaman Ruang Bebas (Path Loss) Redaman ruang bebas (LFS) merupakan hilangnya daya yang dipancarkan pada ruang bebas saat pemancaran sehingga tidak seluruh daya dapat diterima oleh antena penerima. Adapun besar redaman ini dapat ditulis sebagai berikut [1] : LFS
=�
4 𝜂 𝑑𝑈𝑝 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐷𝑜𝑤𝑛 2 𝜆
4 𝜂 𝑓𝑈𝑝 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐷𝑜𝑤𝑛 𝑑𝑈𝑝 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐷𝑜𝑤𝑛 2
� = �
�
𝑐
(2.19)
Pada d Uplink = dDownlink , maka secara logaritmis LFS dapat ditulis sebagai berikut : LFS (dB) = 92.45 + 20 log fU/D + 20 log dU/D
(2.20)
Dimana : C
= kecepatan cahaya = 3 x 108 m/s
dU/D = jarak antar stasiun bumi / VSAT ke satelit baik Uplink maupun Downlink (km) fU/D = frekuensi baik Uplink maupun Downlink (Ghz)
2.12.7 Figure Of Merit / Gain To Temperature (G/T) Merupakan parameter yang digunakan untuk menunjukkan performansi antena VSAT dan LNA dalam hubungan sensitifitas carrier pada saat downlink yang diterima dari satelit. Titik referensi untuk kalkulasi G/T dimodelkan sebagai berikut [1] :
Universitas Sumatera Utara
G/T (dB/0K)
= G/T
(2.21)
Atau secara logaritmis dapat ditulis sebagai berikut : G/T (dB/0K)
= G (dB) – 10 log Tsys
(2.22)
Dimana : G
= Gain antena (dB)
T
= Temperatur sistem penerima (0K)
2.12.8 Carrier to Noise Ratio (C/N) Carrier to Noise Ratio merupakan parameter untuk menentukan nilai kualitas seluruh link. C/N dapat dituliskan sebagai berikut [1] : [C/N]up (dB) =
EIRPSB – LTotal + [G/T]SAT – K – 10 log BW
(2.23)
[C/N]down (dB)=
EIRPSAT – LTotal + [G/T]VSAT – K - 10 log BW
(2.24)
Dimana : LTotal = redaman total (dB) = LFS + LRAIN + LSAL + LANT + LATM K
= Konstanta Bolzman = -228,6 dBW
BW
= Bandwidth yang digunakan (Hz)
Pada dasarnya kualitas keseluruhan link komunikasi tidak hanya berasal dari (C/N) uplink dan downlink saja, namun interferensi juga mempengaruhi kualitas keseluruhan link komunikasi yaitu : a.
Interferensi akibat Intermodulation Product Interferensi yang terjadi karena pengaruh faktor dari dalam sistem,
berupa interferensi akibat dari intermodulasi antar carrier. Interferensi ini disebabkan oleh akibat ketidaklinearan (non linearity) dari TWTA atau SSPA. Dimana untuk thypical multi carrier transponder IBO (Input Backoff) 6 dB dan OBO (Output Backoff) 4 dB diperoleh sebesar 21 dB [14].
Universitas Sumatera Utara
b.
Interferensi akibat Adjacent Satellite Interferensi yang diakibatkan oleh jarak antar satelit yang berdekatan (jarak
satelit normalnya 2º), Pattern dari antenna yang tidak baik, daerah cakupan (coverage) dari satelit yang saling overlaping, dan beroperasi pada frekuensi yang sama. Adapun persamaan Adjacent Satellite adalah sebagai berikut [15] : 𝐸𝑏
(C/N)Req = � �
𝑁𝑜 𝑅𝑒𝑞
Sehingga,
𝐶
(C/I)ADJ = � �
𝑁 𝑅𝑒𝑞
c.
+ 10 log
𝐵𝑊
(2.25)
𝑅𝑏
+ 12,2 𝑑𝐵
(2.26)
Interferensi akibat Crosspolarization Interferensi ini akibat oleh gerakan antena akibat dari adanya angin atau
gangguan lain. Masalah crosspolarization ini timbul karena munculnya power/energi yang dipancarkan pada salah satu polarisasi di polarisasi sebaliknya. Untuk menghindarinya, maka sebelum mengakses ke satelit, stasiun bumi harus melakukan test cross polarisasi dengan referensi stasiun bumi standar yang telah ditetapkan
oleh
operator
satelit.
Dimana
besar
Interferensi
akibat
Crosspolarization sebesar 30 dB [15].
Maka dari parameter-parameter di atas, nilai C/N total adalah sebagai berikut :
(C/N)Total = 10 𝑙𝑜𝑔 2.12.9
1
𝐶 −1 𝐶 −1 𝐶 −1 𝐶 −1 𝐶 −1 + �𝐼� + �𝐼� + �𝑋� �𝑁� + �𝑁� 𝑢𝑝 𝑑𝑜𝑤𝑛 𝑀 𝐴𝐷𝐽 𝑃𝑜𝑙𝑙
(2.27)
Lebar Pita Frekuensi / Bandwidth Perhitungan Bandwidth untuk suatu carrier ditentukan dari besarnya bit
informasi yang dikirim. Hal ini dapat ditulis sebagai berikut [1] : Bandwidth (MHz) = Dimana :
𝑅𝐼𝑛𝑓𝑜 𝐹𝐸𝐶
1+ 𝛼
�
𝑁
�
(2.28)
Rinfo = bit rate informasi (kbps)
Universitas Sumatera Utara
FEC = Forward Error Correction N
= kecepatan symbol modulasi
α
= roll of factor
2.12.10 Energy Bit to Noise Ratio (Eb/No) Kualitas sinyal yang diterima ditentukan oleh perbandingan energi sinyal pembawa per bit per hertz yang diterima terhadap derau temperatur. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut [16] : 𝐸𝑏
𝐶
� � (𝑑𝐵) = � � 𝑁𝑜
𝑁 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
+ 10 log
𝐵𝑊
(2.29)
𝑅𝑏
Secara umum BER (bir error rate) terhadap Eb/No dapat diketahui pada modulasi yang digunakan yang dapat dilihat pada Gambar 2.23. Pada PT. PSN Medan, BER yang digunakan sebesar 10-9 dengan Modulasi QPSK.
Gambar 2.23 BER Versus Eb/No [16]
Universitas Sumatera Utara
2.12.11 Energy Symbols per Noise (Es/No) Kualitas sinyal juga dapat dinyatakan dalam energy symbol per noise yang dinyatakan dalam persamaan [16] : 𝐸𝑠
𝐸𝑏
� � (𝑑𝐵) = � � + 10 log 𝑁 + 10 log 𝐹𝐸𝐶 𝑁𝑜
(2.30)
𝑁𝑜
Dimana : N
= kecepatan symbol modulasi
FEC= Forward Error Control
2.12.12 Link Availability Link availability menunjukkan besar persentase kehandalan sistem dalam menjaga link margin agar tetap berjalan. Link availability dinyatakan dalam persamaan berikut [16] : 𝑙𝑖𝑛𝑘 𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 (%) =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑖𝑛𝑘−𝑙𝑖𝑛𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑢𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑖𝑛𝑘
× 100 %
(2.31)
Dimana total link menunjukkan total waktu saat link komunikasi dapat berjalan dengan baik. Link terputus menunjukkan total waktu saat link komunikasi terganggu atau putus.
2.12.13 Latency Latency dapat juga disebut delay, adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan. Latency dapat dipengaruhi oleh jarak, media fisik atau juga waktu proses yang lama. Persamaan perhitungan delay [17] : td (ms) dimana :
=
𝑑 𝐶
td
= latency (ms)
d
= jarak user dengan satelit (meter)
C
= kecepatan cahaya, 3 x 108 m/s
(2.32)
Universitas Sumatera Utara
2.13 Profil PT. Pasifik Satelit Nusantara PT. Pasifik Satelit Nusantara (PSN) adalah perusahaan telekomunikasi satelit swasta pertama di Indonesia dan terkemuka di Asia yang menyediakan berbagai layanan telekomunikasi berbasis satelit meliputi layanan telepon tetap (fixed telephone) dan bergerak (mobile telephone)
[18]
. Disamping itu, PSN juga
mengembangkan strategi bisnis yang berfokus pada kawasan Asia-Pasifik seperti : 1.
Menggunakan satelit untuk memberikan solusi komunikasi yang inovatif
2.
Membangun basis pelanggan dengan memasarkan produk dan jasa secara langsung kepada pengguna akhir
3.
Mengembangkan
dan
memasarkan
berbagai
layanan
multimedia
telekomunikasi 4.
Membangun hubungan dengan mitra strategis, termasuk pemegang saham dan co-investor
PSN juga memfokuskan diri menjadi penyelenggara secara langsung untuk produk dan jasa telekomunikasi berbasis satelit di Asia, termasuk penyewaan grosir transponder satelit. Disamping itu pula, PSN memiliki saham di Cellular Satellite (ACeS) jaringan Asia, yang merupakan penyedia layanan telepon seluler berbasis satelit di Asia Tenggara. Dimana pemegang saham perusahaan termasuk negara yang dikendalikan oleh operator PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom).
2.14.1 Product & Services PT. Pasifik Satelit Nusantara Adapun produc & services PT. Pasifik Satelit Nusantara adalah sebagai berikut [18] : 1.
Voice Voice terbagi dua jenis yaitu Mobile Aplication dan Fixed Aplication. Mobile
Aplication meliputi : a.
BYRU
b.
BYRU Marine.
c.
BYRU International
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu untuk Fixed Aplication meliputi : a.
PASTI
b.
PASTI TELUM
2.
Data Adapun Data dibagi atas empat macam yaitu :
a.
Virtual Private Network (VPN)
b.
Cellular Backhaul
c.
Multicast
d.
Data Center
3.
Internet Internet terbagi atas empat jenis layanan yang dapat dijelaskan sebagai
berikut : a.
Satellite
b.
Terrestrial
c.
Web Hosting
d.
IP-Transit
4.
Integrated Solution Integrated Solution terbagi atas dua jenis layanan yaitu :
a.
Asset Tracking
b.
Early Warning System
Universitas Sumatera Utara