BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Jumanta Hamdayama (2014: 63) ada empat unsur penting dalam pembelajaran model kooperatif, yaitu (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar; (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Peserta adalah peserta didik (siswa) yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan peserta didik bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa, atas dasar latar belakang kemampuan atau berdasarkan atas campuran. Aturan kelompok adalah segala ssesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik maupun sebagai anggota kelompok. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama. Roger, dkk (1992) dalam Miftahul Huda (2013:29), menyatakan bahwa : cooperative learning is group learning activity organized in such a way that learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for his or her own learning and is motivated to increase the learning of others Pembelajaran kooperatif terkadang disebut juga kelompok pembelajaran (group learning), yang merupakan istilah jenerik bagi bermacam prosedur intruksional yang melibatkan kelompok kecil yang interaktif. Peserta didik bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas akademik dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu dan belajar bersama dalam kelompok mereka serta dengan kelompok lain. Pada umumnya dalam implementasi metode pembelajaran
9
10
kooperatif, para peserta didik saling berbagi (sharing), bertukar pikiran tentang hal-hal sebagai berikut : a. Peserta didik bekerja sama tentang suatu tugas bersama, atau kegiatan pembelajaran yang akan tertangani dengan baik melalui karya suatu kelompok kerja. b. Peserta didik bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 26 orang. c. Peserta didik bekerja sama, berperilaku pro-sosial untuk menyelesaikan tugas bersama atau kegiatan pembelajaran. d. Peserta didik saling bergantung secara positif, aktivitas pembelajaran diberi struktur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik saling membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan tugas bersama. e. Setiap peserta didik bertanggung jawab secara individu terhadap tugas yang menjadi bagiannya. George Jacobs (2014) juga berpendapat bahwa : Cooperative learning (CL), also known as collaborative learning, is a body of concepts and techniques for helping to maximize the benefits of cooperation among students. Selain itu, Jacobs sepakat bahwa ada delapan prinsip yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, anatar lain sebagai berikut : 1) Heterogeneous Grouping , 2) Collaborative Skills, 3) Group Autonomy, 4) Simultaneous Interaction (Kagan, 1994), 5) Equal Participation (Kagan, 1994), 6) Individual Accountability, 7) Positive Interdependence, 8)Cooperation as a Value Pembelajaran kooperatif sebagai sebuah pola atau rancangan yang disebut strategi
pembelajaran,
maka
model
pembelajaran
kooperatif
dalam
pelaksanaannya dikelas memiliki manfaat sebagaimana dijelaskan oleh Ibrahim (2000:18-19) dalam Jumanta Hamdayama (2014: 175) berikut ini : a. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. b. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi. c. Angka putus sekolah menjadi rendah.
11
d. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar. e. Memperbaiki kehadiran. f. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil. g. Konflik antarpribadi berkurang. h. Sikap apatis berkurang. i. Pemahaman yang lebihmendalam. j. Motivasi lebih besar. k. Hasil belajar lebih tinggi. l. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Pembelajaran kooperatif dinilai terbukti sebagai pembelajaran yang efektif bagi bermacam karakteristik dan latar belakang sosial peserta didik karena mampu meningkatkan prestasi akademis peserta didik, baik bagi peserta didik yang berbakat, peserta didik yang kecakapannya rata-rata maupun yang tergolong lambat belajar.
2. Model Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) a. Pengertian Numbered Heads Together (NHT) Numbered Heads Together (NHT) adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa ( La Iru dan La Ode Safiun Arihi, 2012:59, dalam Jumanta Hamdayama 2014: 175). Pembelajarankooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen (dalam Ibrahim, 2000:28, dalam Jumanta Hamdayama 2014: 175) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan sebagai alternatif terhadap sumber struktur kelas
12
tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992, melibatkan lebih banyak peserta didik dalm menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran, tipe ini juga digunakan untuk memberi penguatan konsep sebelum dilakukan tes. Pada dasarnya, NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor (baca:anggota) untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua peserta didik benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut. Struktur yang dikembagkan menghendaki peserta didik bekerjasama saling membantu dalam kelompok kecil secara kooperatif. Menurut Slavin (1995), metode yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok.NHT ini memiliki fungsi akademik maupun sosial yaitu untuk mereview atau mengecek tingkat pemahaman dan pengetahuan peserta didik. Dalam Sumarmi (2012:49) Kagan (1992) menyatakan model pembelajaran tipe ini meskipun tampak sangat sederhana, namun sarat akan aktivitas, secara tidak langsung peserta didik dilatih untuk lebih produktif dalam pembelajaran. Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik lebih ditekankan pada kompetensi individual, meskipun dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok.Penggunaan model pembelajaran tipe NHT, peserta didik tidak lagi bergantung kepada sesama anggota.Setiap anggota memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap permasalahan yang dibahas dalam forum diskusi. Dengan demikian setiap individual akan selalu siap jika sewaktu-waktu ditunjuk oleh guru berdasarkan nomor kepala yang dimilikinya. Pada penelitian ini mengambil metode Numbered Head Together(NHT) dikarenakan metode ini merupakan suatu aktivitas yang mendorong peserta didik untuk berfikir dalam sutu tim dan berani tampil mandiri.
13
b. Langkah-Langkah Pembelajaran NHT Langkah-langkah pembelajaran NHT dikembangkan oleh Ibrahim (2000:29) dalam Jumanta Hamdayama (2014: 175) menjadi enam langkah sebagai berikut : Langkah 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan Kelompok Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para peserta didik menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang. Guru member nomor kepada setiap peserta didik dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Penomoran adalah hal utama didalam NHT, dalam tahap ini guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan member peserta didik nomor, sehingga setiap peserta didik dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah peserta didik didalam kelompok. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yangditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan peserta didik dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap peserta didik sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap peserta didik berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan
14
yang telah diberikan oleh guru.Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para peserta didik dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada peserta didik di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan Guru bersama peserta didik menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. c. Kelebihan dan Kekurangan Numbered Head Together (NHT) Kelebihan Numbered Head Together (NHT) yaitu antara lain : (a) melatih peserta didik untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain, (b) melatih peserta didik untuk bisa menjadi tutor sebaya, (c) memupuk rasa kebersamaan, (d) membuat peserta didik menjadi terbiasa dengan perbedaan. Kelemahan dari model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini adalah (a) peserta didik yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit kewalahan, (b) guru harus bisa memfasilitasi peserta didik, (c) tidak semua peserta didik mendapat giliran. Kelemahan tersebut haruslah lebih diwaspadai agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses pembelajaran.
3. Kemandirian Belajar a. Pengertian Kemandirian Belajar Pada Bab II UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang
menyatakaan
bahwa
pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bngsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jelaslah pada pernyataan tersebut kata mandiri telah muncul sebagai salah
15
satu tujuan pendidikan nasional.Oleh karena itu dalam penanganannya memerlukan perhatian khusus semua guru, terlebih karena tidak adanya materi pembelajaran khusus mengenai kemandirian.Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah “berdiri sendiri”. Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, peserta didik dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa maupun bernegara (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1990: 13). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila peserta didik aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam proses pembelajaran. Seorang anak yang mempunyai kemadirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya, yang akan ia laksanakan atas dasar inisiatifnya sendiri. Anton Sukarno (1989:64) sebagaimana dikutip oleh Widodo Teguh (2012:11) menyebutkan ciri-ciri kemandirian belajar sebagai berikut : 1. Siswa merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri 2. Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus menerus 3. Siswa dituntut bertanggung jawab dalam belajar 4. Siswa belajar secara kritis, logis, dan penuh keterbukaan 5. Siswa belajar dengan penuh percaya diri b. Pengukuran Kemandirian Belajar Dalam keseharian peserta didik sering dihadapkan pada permasalahan yang menuntut peserta didik untuk mandiri dan menghasilkan suatu keputusan yang baik. Song and Hill (2007: 31-32) menyebutkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek yang akan digunakan sebagai pengukuran kemandirian belajar pada penelitian ini yaitu berdasarkan pada :
16
1) Personal Attributes Personal attributes atau atribut pribadi merupakan aspek yang berkenaan dengan motivasi dari pebelajar, kemampuan mengambil tanggung jawab, penggunaan sumber belajar, dan strategi belajar. Motivasi belajar merupakan keinginan yang terdapat pada diri seseorang yang merangsang pebelajar untuk melakukan kegiatan belajar. Personal attributes adalah karakteristik seorang peserta didik membawa diri kedalam konteks pembelajaran tertentu antara lain: (a) tanggung jawab (mereka yang memiliki motivasi belajar merasa bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya dan tidak meninggalkan tugasnya sebelum berhasil menyelesaikannya), (b) tekun terhadap tugas (berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas dan tidak mudah menyerah), (c) waktu penyelesaian tugas (berusaha menyelesaikan setiap tugas dengan waktu secepat dan seefisien mungkin), (d) menetapkan tujuan yang realitas (mampu menetapkan tujuan realistis sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, mampu berkonsentrasi terhadap setiap langkah untuk mencapai tujuan dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai. Dalam belajar, sumber belajar yang digunakan peserta didik tidak terbatas, asalkan sesuai dengan materi yang dipelajari dan dapat menambah pengetahuan peserta didik.Strategi belajar yang dimaksud di sini adalah segala usaha yang dilakukan peserta didik untuk menguasai materi yang sedang dipelajari, termasuk usaha yang dilakukan apabila peserta didik tersebut mengalami kesulitan. 2) Processes Processes merupakan aspek yang mengacu pada proses belajar mandiri peserta didik. Secara khusus berkenaan dengan otonomi proses pembelajaran yang dilakukan oleh pebelajar meliputi perencanaan, monitoring, serta evaluasi pembelajaran. Kegiatan perencanaan meliputi: (a) mengelola waktu secara efektif (pembuatan jadwal belajar, menyusun kalender studi untuk menulis atau menandai tanggal-tanggal penting dalam studi, tanggal penyerahan tugas makalah, tugas PR, dan tanggal penting
17
lainnya, mempersiapkan buku, alat tulis, dan peralatan belajar lain), (b) menentukan prioritas dan manata diri (mencari tahu mana yang paling penting dilakukan terlebih dahulu dan kapan mesti dilakukan). Kegiatan monitoring
dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together antara lain, (a) aktif melakukan diskusi dalam kelompok (b) berani mengemukakan pendapat pada saat diskusi berlangsung, (c) aktif bertanya saat menemui kesulitan baik terhadap teman maupun guru, (d) membuat catatan apabila diperlukan, (e) tetap melaksanakan kegiatan pembelajaran meskipun guru tidak hadir. Yang termasuk kegiatan evaluasi pembelajaran antara lain, (a) memperhatikan umpan balik dari tugas yang telah dilaksanakan sehingga dapat diketahui letak kesalahannya, (b) mengerjakan kembali soal/ tes di rumah, dan (c) berusaha memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. 3) Learning Context Fokus dari learning context adalah faktor lingkungan dan bagaimana faktor tersebut mempengaruhi tingkat kemandirian pebelajar. Ada
beberapa
faktor
dalam
konteks
pembelajaran
yang
dapat
mempengaruhi pengalaman mandiri pebelajar antara lain, struktur dan nature of task. Struktur dan tugas dalam konteks pembelajaran ini misalnya, peserta didik belajar dengan struktur (cara kerja) model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan mengerjakan tugas kelompok dalam LKS. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar peserta didik merupakan suatu bentuk belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan tujuan belajar, perencanaan belajar, sumber-sumber belajar, mengevaluasi belajar, dan menentukan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya sendiri.Aspek yang menunjukkan kemandirian belajar peserta didik dalam penelitian ini, yaitu personal attributes, processes, dan learning context.Dalam pembelajaran geografi, kemandirian belajar dapat dilakukan dalam kegiatan berdiskusi.Semakin besar peran aktif peserta didik dalam berbagai kegiatan tersebut,
18
mengindikasikan bahwa peserta didik tersebut memiliki kemandirian belajar yang tinggi. 4. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Pada dasarnya motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, menggarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Motivasi merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan ( reinforced practiced ) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong peserta didik untuk belajar dengan senang dan belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk cara belajar peserta didik yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi kegiatan-kagiatannya. Brophy dalam Uno ( 2006 :8 ) mengemukakan suatu daftar strategi motivasi yang digunakan guru untuk memberikan stimulus peserta didik agar produktif dalam belajar (1) keterkaitan dengan kondisi lingkungan, yang berisi kondisi lingkungan sportif, kondisi tingkat kesukaran, kondisi belajar yang bermakna, dan pengganggu strategi yang bermakna; (2) harapan untuk berhasil, berisi kesuksesan program, tujuan pembelajaran, remidial sosialisasi penghargaan dari luar yang dapat berisi hadiah, kompetensi yang positif, nilai hasil belajar. Harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.
19
Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku
individu, termasuk perilaku individu yang sedang
belajar.Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain dalam (a) menentukan hal-hal yaang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan ketekunan belajar. Secara rinci peranan motivasi akan dijelaskan sebagai berikut: a. Peran motivasi dalam menentukan penguat belajar Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. Dengan perkataan lain, motivasi dapat menentukan hal-hal apa dilingkungan seorang anak yang dapat memperkuat perbuatan belajar. Untuk seorang guru perlu memahami suasana seperti itu, agar ia dapat membantu peserta didiknya dalam memilih faktor-faktor atau keadaan yang ada dalam lingkungan peserta didik sebagai bahan penguat pembelajaran. b. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar Peran motivasi ini erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Peserta didik akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu setidaknya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi peserta didik. Berdasar pengalamannya, maka semakin hari peserta didik makin termotivasi untuk belajar, karena paling tidak peserta didik sudah mengetahui makna dari belajar. c. Motivasi menentukan ketekunan Seorang peserta didik yang telah termotivasi untuk melakukan / belajar sesuatu, ia akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Pada hal itu akannampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. b) Pengukuran Motivasi Belajar Uno ( 2006:23) mengemukakan bahwa hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk
20
mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Uno mengklasifikasikan indikator motivasi belajar sebagai berikut : 1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; 3) adanya harapan dan cita-citamasa depan; 4) adanya penghargaan dalam belajar; 5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; 6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seorang peserta didik dapat belajar dengan baik. 5. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam suatu pembelajaran. Sudjana (2014: 22) mendefinisikan bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya. Suprijono (2009: 5) berpendapat bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilanketerampilan. Hamalik (2002: 155) menerangkan bahwa hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri peserta didik, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan sikap dan keterampilan. Menurut Syaiful Bakri (1994:19) hasil belajar adalah suatu kegiatan yang telah dilakukan atau dikerjakan baik secara individu maupun kelompok. Suharsimi
Arikunto
(1990:21)
berpendapat
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar peserta didik dibedakan menjadi dua jenis yaitu faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor biologis dan factor psiklogis. Yang dapat dikatagorikan faktor biologis antara
lain:
usia,
kematangan,
dan kesehatan.Yang dapat
dikatagorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua juga , yakni faktor manusia (human) dan factor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan f Kunandar (2014: 43)
21
menyatakan bahwa penilaian hasil adalah penilaian yang dilakukan setelah proses belajar mengajar berlangsung. Penilaian output bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi dari peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil penilaian output dibandingkan dengan KKM yang telah ditentukan sebelumnya dan dianalisis berapa peserta didik yang sudah tuntas serta berapa peserta didik yang belum tuntas. Penilaian output bisa dilaksanakan dengan penilaian formatif atau ulangan harian (mengukur satu KD), ujian tengah semester, ujian akhir semester, dan ujian kenaikan kelas. Menurut Sudjana (1990:22) hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan terdiri dari tiga aspek yaitu: (1) Aspek kognitif yang mencakup keterampilan-keterampilan intelektual, informasi dan pengetahuan: (2) Aspek afektif menekankan pada sikap, nilai, perasaan, dan emosi; motorik,
dan
(3)
Aspek Psikomotor
manipulasi benda
atau
berhubungan
kegiatan
yang
dengan keterampilan memerlukan koordinasi
syaraf. a. Aspek Kognitif Aspek kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Aspek ini mempunyai 6 tingkatan yang paling rendah menunjukkan kemampuan yang paling sederhana, sedangkan yang paling tinggi menunjukkan kemampuan yang paling kompleks. Tingkatan kemampuan ini meliputi: 1) Pengetahuan Pengetahuan berhubungan dengan mengingat pada bahan yang sudah dipelajari sebelumnya. 2) Pemahaman Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pengetahuan, namun demikian untuk memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.
22
3) Penerapan Penerapan adalah kemampuan menggunakan suatu bahan yang sudah dipelajari kedalam situasi yang baru. 4) Analisis Analisis
adalah
kemapuan
menguraikan
atau
menjabarkan
sesuatu kedalam komponen-komponen, sehingga susunannya dapat dimengerti. Analisis merupakan kecakapan komplek.
Dengan analisis
diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif. 5) Sintesis Kemampuan sintesis menunjukkan upaya menghimpun bagian kedalam suatu keseluruhan.
Jadi kemampuan ini merupakan upaya
merumuskan suatu pola baru berdasarkan berbagai informasi dan fakta. 6) Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan pada maksud atau kriteria tertentu. b. Aspek Afektif Aspek afektif berkaitan dengan sikap, nilai- nilai, apresiasi, dan penyusunan perasaan sosial. Aspek afektif terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu: 1) Kemapuan menerima Merupakan keinginan untuk memperhatikan sutu gejala atau rangsangan tertentu 2) Kemampuan menanggapi Menunjukkan partisipasi aktif pada kegiatan tertentu, seperti menyelesaikan PR, mengikuti diskusi, atau menolong orang lain 3) Berkeyakinan Hal ini berkaitan dengan penerimaan nilai tertentu pada diri individu. Seperti menunjukkan kepercayaan pada sesuatu, apresiasi terhadap sesuatu, sikap ilmiah,atau kesungguhan kerja untuk melakukan suatu peningkatan.
23
4) Penerapan karya Penetapan karya berkaitan dengan penerimaan nilai yang berbedabeda berdasarkan
pada
suatu
nilai
yang
lebih
tinggi
seperti
memahami, menerima kelebihan dan kekurangan, serta menyadari peranan perencanaan dalam pemecahan masalah. 5) Ketekunan dan ketelitian Pada taraf ini individu sudah memiliki system nilai, selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan system nilai tertentu, seperti obyektif terhadap segala hal. Hasil belajar dari aspek kognitif dan aspek afektif sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan seseorang yang berubah tingkat kognisinya, dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya. Sedangkan Winkel (1991:161) mengemukakan hasil belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemauan siswa yang berkenaan dengan materi pelajaran yang telah dikuasai.
Hasil belajar tidak akan pernah
diperoleh selama seseorang tidak melakukan kegiatan pembelajaran.
Dengan
demikian untuk memperoleh hasil belajar siswa harus melakukan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan definisi mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang terwujud dari perubahan kemampuan dan tingkah laku. Hasil belajar pada hakikatnya menggambarkan tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran. Hasil belajar dapat menggambarkan penguasaan peserta didik terhadap suatu materi pembelajaran, selain sebagai umpan balik bagi guru dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
6. Materi Pembelajaran Pada penelitian ini materi pembelajaran yang akan diajarkan yaitupada kompetensi dasar Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Hidrosferpada pokok bahasan perairan darat dan perairan lautseperti pada daftar materi pembelajaran berikut :
24
Tabel 2.1. Materi Pembelajaran Kompetensi Materi Pembelajaran Dasar Menganalisis 1. Siklus Air 2. Perairan darat dan potensinya : hubungan a. Sungai anatara manusia b. Daerah Aliran Sungai dan lingkungan (DAS) akibat dari c. Danau dinamika d. Rawa hidrosfer. e. Air tanah 3. Perairan laut dan potensinya : a. Jenis-jenis laut b. Morfologi dasar laut c. Arus laut d. Zona laut indonesia e. Pantai dan Pesisir
Indikator
1. Menjelaskan siklus hidrologi 2. Menganalisis pola aliran sungai 3. Menganalisis karakteristik, masalah dan upaya dalam pelestarian DAS 4. Mengidentifikasikan manfaat perairan darat 5. Mengklasifikasikan jenisjenis laut 6. Mengidentifikasikan morfologi dasar laut 7. Mengidentifikasikan keadaan fisik air laut 8. Mendeskripsikan perairan wilayah laut Indonesia Sumber : Silabus Mata Pelajaran Geografi SMA Kelas X Semester 2
B. Penelitian yang Relevan Suwatik (Skripsi,2010). Judul Penelitian : Penerapan Metode Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Geografi Pada Kompetensi Dasar Mennganalisis Hidrosfer Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Di Muka Bumi Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 6 Surakarta Tahun 2009/2010. Jenis penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas (PTK).Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kritis dan analisis deskriptif komparatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Hasil belajar pada siklus I menunjukkan bahwa penerapan metode NHT dalam pembelajaran geografi belum mampu meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian, ditunjukkan hasil belajar siswa yang baru mencapai 63% dan minat siswa baru mencapai 71%. Hasil penelitian siklus II menunjukkan bahwa penerapan NHT dalam pembelajaran geografi dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan telah mencapai target keberhasilan penelitian, ditunjukkan hasil
25
belajar siswa telah mencapai 86% dan minat siswa mencapai 83% dari jumlah siswa. (2) Hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat 23% (siklus I = 63% dan siklus II = 86%) , Minat belajar siswa meningkat 12% (siklus I = 71% dan siklus II = 83%), hal ini menunjukkan bahwa penerapan metode Numbered Heads Together yang kemudian disertai dengan media google earth dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai indikator keberhasilan penelitian. Dewi Kurniawati (Skripsi,2010). Judul Penelitian : Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Cooperative Learning Tipe Kepala Bernomor Terstruktur Pada Siswa SMP N 2 Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011. Penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peneliti. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, siklus pertama terdiri dari lima pertemuan sedangkan siklus kedua terdiri dariempat pertemuan. Instrumen dalam penelitian ini berupa lembar observasi, pedoman wawancara, lembar angket, catatan lapangan, angket, wawancara, tes tertulis, dan dokumentasi.Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif pada setiap siklusnya. Kesimpulan
setelah
pelaksanaan
penelitian
tindakan,
yaitu
(1)
pembelajaran tipe Kepala Bernomor Terstuktur yang dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam penelitian tersebut dilakukan dalam empat tahap, yaitu penomoran, penugasan, diskusi kelompok, dan presentasi.Tahap penomoran dimaksudkan untuk mempermudah koordinasi pembagian tugas pada siswa.Tahap penugasan dimaksudkan agar siswa memiliki tanggung jawab perseorangan.Pada tahap diskusi dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa menjalin komunikasi berupa gagasan matematis dengan anggota kelompoknya.Tahap presentasi dimaksudkan agar siswa memiliki ketrampilan dlam menyampaikan hasil diskusinya dengan menggunakan bahasanya sendiri. (2) pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran tipe Kepala Bernomor Terstruktur dikelas VIII D SMPN 2 Sewon dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa, hal ini ditunjukkan dari : (a) pada lembar observasi kemandirian, rata-rata kemandirian belajar siswa mengalami peningkatan dari 63,57% di siklus I menjadi 81,34% di siklus II ; (b) pada lembar angket, rata-rata kemandirian
26
belajar siswa mengalami peningkatan dari 66,82% di siklus I menjadi 73,11% di siklus II ; (c) hasil wawancara dengan guru dan siswa menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran Kepala Bernomor Terstruktur, siswamerasa senang belajar menggunakan model pembelajaran Kepala Bernomor Terstuktur karena dengan berdiskusi siswa merasa lebih mudah menyelesaikan tugas, terlatih dalam menyampaikan gagasan matematis, terjalin ketergantungan positif, dan siswa memiliki tanggung jawab perseorangan. Siti Kuntari (Skripsi, 2012). Judul : Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Quantum Teaching terhadap Hasil Belajar IPS Geografi pada Pokok Bahasan Litosfer Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kerjo Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh pengunaan model mengajar antara Quantum Teaching dengan metode mengajar ceramah tanya jawab terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran geografi pada pokok bahasan Litosfer SMA Negri 1 Kerjo Karanganyar. (2) Perbedaan hasil belajar berdasarkan tingkat motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran geografi pada pokok bahasan Litosfer SMA Negri 1 Kerjo Karanganyar .(3) Perbedaan antara penggunaan model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran geografi pada pokok bahasan Litosfer dengan memperhatikan motivasi belajar SMA Negri 1 Kerjo Karanganyar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen.Populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Negri 1 Kerjo Karanganyar tahun ajaran 2010/2011.Sampel diambil dengan teknik acak sederhana. Sampel yang terpilih adalah kelas X2 dan kelas X6 .Teknik pengumpulan data hasil belajar siswa menggunakan teknik tes dalam bentuk tes obyektif pilihan ganda.Teknis analisis data yang digunakan adalah ANAVA dua jalan pada taraf signifikasi 5%. Hasil Penelitian menunjukkan : (1) Ada perbedaan pengaruh penggunaan metode Quantum Teaching dan ceramah Tanya Jawab terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Litosfer siswa SMA Negri 1 Kerjo Karangannyar. (2) Ada perbedaan pengaruh antara motivasi tinggi dan motivasi rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Litosfer siswa SMA Negri 1 Kerjo Karanganyar. (3) Ada interaksi pengaruh penggunaan model pembelajaran
27
dan motivasi siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Litosfer siswa SMA Negri 1 Kerjo Karangannyar.
28
Tabel 2.2. Penelitian Relevan NAMA
Suwatik 2010
Dewi Kurniawati 2010 Upaya Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Cooperative Learning Tipe Kepala Bernomor Terstruktur Pada Siswa SMP N 2 Sewon Bantul Tahun Ajaran 2010/2011
Siti Kuntari 2012 Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Quantum Teaching terhadap Hasil Belajar IPS Geografi pada Pokok Bahasan Litosfer Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kerjo Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011
Ikrimah Putri Enika 2015 Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar dan Motivasi Belajar Peserta Didik ( Pokok Bahasan Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Hidrosfer Kelas X IIS-1 MAN 2 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 )
Judul
Penerapan Metode Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Geografi Pada Kompetensi Dasar Mennganalisis Hidrosfer Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Di Muka Bumi Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 6 Surakarta Tahun 2009/2010
Tujuan
1) Untuk mengetahui 1) Untuk meningkatkan 1) Perbedaan pengaruh 1) Meningkatkan kemandirian peningkatan minat belajar pengunaan model belajar peserta didik kelas X kemandirian belajar siswa geografi siswa kelas X-2 mengajar antara IIS-1 MAN 2Surakarta dalam pembelajaran SMA Negeri 6 Surakarta Quantum Teaching Tahun Ajaran matematika melalui tahun pelajaran 2009/2010 dengan metode 2014/2015melalui penerapan Cooperative Learning tipe dengan menggunakan mengajar ceramah model kooperatif tipe Kepala Bernomor metode Numbered Heads tanya jawab terhadap Numbered Heads Together Terstruktur pada siswa kelas Together (NHT) hasil belajar siswa (NHT) pada pokok bahasan dalam mata pelajaran Hubungan Manusia dan VIII D SMP N 2 Sewon. 2) Untuk mengetahui geografi pada pokok Lingkungan Akibat peningkatan hasil belajar bahasan Litosfer SMA Dinamika Hidrosfer. 28
29
geografi siswa kelas X-2 SMA Negeri 6 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010 dengan menggunakan metode Numbered Heads Together (NHT) yang kemudian disertai dengan media google earth dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai indikator keberhasilan penelitian.
Metode Penelitian Teknik Analisis Data Hasil Penelitian
PTK
PTK
Analisis deskriptif komparatif Deskriptif kualitatif
Negri 1 Kerjo Karanganyar. 2) Meningkatkan motivasi 2) Perbedaan hasil belajar belajar peserta didik kelas X berdasarkan tingkat IIS-1 MAN 2 Surakarta motivasi belajar siswa Tahun Ajaran 2014/2015 dalam mata pelajaran melalui penerapan model geografi pada pokok kooperatif tipe Numbered bahasan Litosfer SMA Heads Together (NHT) pada Negri 1 Kerjo pokok bahasan Hubungan Karanganyar . Manusia dan Lingkungan 3) Perbedaan antara Akibat Dinamika Hidrosfer. penggunaan model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran geografi pada pokok bahasan Litosfer dengan memperhatikan motivasi belajar SMA Negri 1 Kerjo Karanganyar. Eksperimen PTK ANAVA dua jalan
Deskriptif Kualitatif
Hasil belajar siswa dari siklus Pelaksanaan pembelajaran 1) Ada perbedaan I ke siklus II meningkat 23% matematika dengan model pengaruh penggunaan (siklus I = 63% dan siklus II = pembelajaran tipe Kepala metode Quantum 29
30
86%) , Minat belajar siswa meningkat 12% (siklus I = 71% dan siklus II = 83%), hal ini menunjukkan bahwa penerapan metode Numbered Heads Together yang kemudian disertai dengan media google earth dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai indikator keberhasilan penelitian.
Bernomor Terstruktur dikelas Teaching dan ceramah VIII D SMPN 2 Sewon dapat Tanya Jawab terhadap meningkatkan kemandirian kemampuan kognitif belajar siswa, hal ini siswa pada pokok ditunjukkan dengan adanya bahasan Litosfer siswa peningkatan pada lembar SMA Negri 1 Kerjo observasi, angket dan hasil Karangannyar. wawancara dengan guru dan 2) Ada perbedaan siswa menunjukkan bahwa pengaruh antara dengan model pembelajaran motivasi tinggi dan Kepala Bernomor Terstruktur, motivasi rendah siswa merasa senang karena terhadap kemampuan dengan berdiskusi siswa merasa kognitif siswa pada lebih mudah menyelesaikan pokok bahasan Litosfer tugas, terlatih dalam siswa SMA Negri 1 menyampaikan gagasan Kerjo Karanganyar. matematis, terjalin 3) Ada interaksi pengaruh ketergantungan positif, dan penggunaan model siswa memiliki tanggung jawab pembelajaran dan perseorangan. motivasi siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Litosfer siswa SMA Negri 1 Kerjo Karangannyar.
30
31
C. Kerangka Berpikir Pembelajaran teacher centered yang membuat peserta didik kurang berkembang dan cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini berdampak pada kurangnya kemandirian belajar peserta didik,rendahnya motivasi belajar peserta didik dan rendahnya hasil belajar, sehingga perlu adanya perubahan yang dapat merubah sistem pembelajaran tersebut menjadi lebih memberdayakan peserta didik. Oleh karena itu, perlu diterapkan model pembelajaran untuk mengubah proses pembelajaran peserta didik agar lebih interaktif antar guru dan peserta didik. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dapat memberdayakan
peserta
didik,
lebih
menekankan
pada
kerjasama,
mengembangkan potensi peserta didik sehingga dapat meningkatkan kemandirian belajar, motivasi belajar dan hasil belajar. Pada model pembelajaran kooperatif terdapat salah satu tipe pembelajaran yaitu Numbered Head Together (NHT).Tipe ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk saling bertukar pikiran, ide untuk menemukan jawaban yang tepat untuk setiap soal yang diberikan.Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dicoba peneliti untuk diterapkan pada peserta didik kelas X IIS-1 MAN 2 Surakarta dalam pembelajaran geografi pokok bahasan Hubungan Manusia Dan Lingkungan Akibat Dinamika Hidrosfer dikarenakan metode ini merupakan suatu aktivitas yang mendorong peserta didik untuk berfikir dalam satu tim dan berani tampil mandiri selain itu bertujuan untuk meningkatkan kemandirian belajar,motivasi belajar serta hasil belajar geografi.
32
Kondisi Sebelum Penelitian
1. Pembelajaran
Kondisi Setelah
Tindakan
Penelitian
Penggunaan model
Teacher Centered.
kooperatif tipe Numbered
2. Rendahnya motivasi
Head Together (NHT)
dalam melakukan
untuk meningkatkan
1. Penerapan model kooperatif tipe Numbered
pembelajaran.
kemandirian belajar dan
Heads Together
3. Rendahnya hasil
motivasi belajar peserta
(NHT) dapat
belajar peserta didik.
didik
meningkatkan 1) kemandirian belajar,
Kurangnya motivasi dan
Siklus I
belajar dan
kurangnya kesiapan peserta didik dalam melakukan
3) Hasil Belajar
pembelajaran menyebabkan rendahnya pemahaman
Siklus II
didik dalam proses
MAN 2
pembelajaran berdampak
Keterangan :
Peserta didik kelas X IIS-1
materi dan pasifnya peserta
pada hasil belajar.
2) motivasi
Siklus N
: Jika tindakan sudah tercapai : Jika tindakan belum tercapai Gambar 2.1. Bagan Kerangaka Berpikir
Surakarta
33
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir, hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan kemandirian belajar, motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik kelas X IIS-1 MAN 2 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.