9
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer dalam kegiatan belajar pembelajaran tersebut, sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan sekunder yang diupayakan untuk dapat tercapainya kegiatan belajar yang optimal. a. Pengertian Belajar Pengertian belajar menurut para ahli antara lain: 1) Menurut Ausubel belajar merupakan belajar bermakna, yaitu belajar adalah proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam stuktur kognitif seseorang. Peristiwa psikologis tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Informasi yang dipelajari secara bermakna, biasanya lebih lama diingat daripada informasi yang dipelajari secara hafalan (Ratna Wilis Dahar, 1989). 2) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003). 3) Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam beberapa bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar (Nana Sudjana, 1989). Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, proses memperoleh motivasi maupun penguasaan pengetahuan dan ketrampilan dari hasil pengalaman maupun hasil interaksi dengan lingkungannya.
9
10
b. Pengertian Pembelajaran Menurut Alvin W. Howard, pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba, menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan ketrampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah perubahan belajar (oleh siswa) dan mengajar (oleh guru) dimana terjadi perubahan pengetahuan, ketrampilan, dan tingkah laku pada diri belajar. Ciri-ciri interaksi belajar mengajar yaitu memiliki tujuan, ada suatu prosedur yang direncana, ditandai suatu penggarapan materi secara khusus, ditandai suatu aktivitas, ada guru sebagai pembimbing, membutuhkan disiplin dan ada batas waktu untuk pencapaian tujuan serta ada penilaian (Edi Suardi dalam Sardiman, 2001: 16-17). Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen antara lain: a) Standar kompetensi adalah kompetensi yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk suatu mata pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki oleh siswa, kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran. b) Kompetensi dasar adalah kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan, kompetensi minimal yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa di standar kompetensi untuk suatu mata pelajaran. c) Indikator adalah karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda perbuatan atau respon yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh untuk menunjukkan bahwa siswa itu telah memiliki kompetensi dasar tertentu. d) Materi pokok adalah bahan ajar minimal yang harus dipelajari siswa untuk menguasai kompetensi dasar. (Depdiknas, 2003: 27-30) 2. Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Definisi Contextual Teaching and Learning (CTL) Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih
9
11
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan ketrampilan baru ketika ia belajar. Pendekatan kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu denagn konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya meraka (Johnson, 2006: 19). Landasan berfikir dalam Contextual Teaching and Learning adalah konstruktivis, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak serta merta Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka. Esensi dan teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. (Nurhadi, 2004)
9
12
Dalam pengelolaannya pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ini dilakukan dengan model daur belajar yang dikemukakan oleh Martin dkk: a) kegiatan awal (eksplorasi), guru menyajikan fenomena untuk menggali pengetahuan awal siswa b) kegiatan inti (eksplanasi), guru membimbing siswa merumuskan masalah dan
hipotesis,
melakukan
kegiatan
eksperimen,
mencatat
data,
menganalisis, dan menyimpulkan data c) pemantapan (ekspansi), guru mengaplikasikan penguasaan konsep melalui kegiatan menjawab pertanyaan dalam penuntun belajar d) penilaian (evaluasi), guru melakukan penilaian melalui kegiatan presensi dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat reflektif Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki kelebihan antara lain: a) meningkatkan akademik siswa b) siswa menjadi lebih aktif c) siswa praktik, bukan menghafal d) siswa dilatih untuk berpikir kritis e) siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah Di samping kelebihan, pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: a) kegiatan belajar mengajar membutuhkan waktu yang lebih lama b) keadaan kelas yang cenderung ramai jika siswa kurang memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar dalam kelompok c) memerlukan persiapan rumit untuk melaksanakannya 3. Metode Eksperimen Dalam pembelajaran IPA, metode praktikum merupakan suatu cara yang tepat untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa bidang studi IPA pada umumnya lebih banyak menuntut penggunaan praktikum (Nana Sudjana, 1996)
9
13
Eksperimen adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu, dan metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari (Syaiful Sagala, 2007). Dengan demikian, metode eksperiman adalah metode mengajar dimana siswa diberi kesempatan melakukan percobaan melalui langkah-langkah tertentu sehingga siswa dapat menarik kesimpulannya sendiri, membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajarinya dan dapat menemukan sendiri pengetahuan yang baru. Dengan metode eksperimen, siswa dapat berinteraksi langsung dengan objek yang ada sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa. Metode eksperimen merupakan pengembangan metode ilmiah. Fase-fase belajar yang terjadi pada metode eksperimen: identifikasi masalah, perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode eksperimen mempunyai kelebihan sebagai berikut: a. membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku saja b. dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratis tentang sains dan teknologi c. didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain: 1) siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian 2) siswa terhindar jauh dari verbalisme 3) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif dan realiatis 4) mengembangkan sikap berfikir ilmiah 5) hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi Adapun kelemahan penggunaan metode eksperimen antara lain: a. pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan murah
9
14
b. setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan dan pengendalian c. sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan, dan bahan mutakhir (Syaiful Sagala, 2007: 220) Adapun sintaks metode eksperimen disajikan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1. Sintaks Metode Eksperimen Tahapan Tahap 1
Kegiatan guru Membuat
kelompok, Siswa
mengelompok
sesuai
memberikan
situasi dengan arahan guru, memikirkan,
bermasalah
kepada mengidentifikasikan,
siswa. Tahap 2
Kegiatan siswa
dan
mendalami permasalahan tersebut.
Guru
membimbing Siswa
melakukan
eksplorasi
siswa untuk melakukan sebagai respon terhadap situasi eksplorasi Tahap 3
yang problematis.
Guru membantu siswa Siswa
merumuskan
mencari peralatan dan belajar, mengoperasikan peralatan
tugas-tugas
mencari,
mengumpulkan
data
dan sebanyak-
sehingga banyaknya
berjalan dengan baik.
dan
mengorganisasikannya
untuk
membangun
proses
suatu
penelitian. Tahap 4
Guru membantu dalam Siswa belajar secara kelompok pelaksanaan praktikum. dengan
melakukan
praktikum
sesuai dengan yang ada di modul praktikum. Tahap 5
Guru membimbing dan Siswa menganalisis kemajuan dan menganalisis kemajuan proses dan
proses
yang
dilakukan
dalam
dalam penelitian, berdasarkan data yang
9
15
penelitian. Tahap 6
akurat.
Guru menyuruh siswa Siswa melakukan
melakukan
proses
pengulangan.
pengulangan. 4. Metode Proyek Metode proyek adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa suatu tugas dalam waktu tertentu secara individu atau kelompok untuk menghasilkan suatu produk. Dalam proyek siswa dapat menentukan pilihannya terhadap pekerjaan, merancang, dan memimpinnya. Proyek ditentukan oleh pendidik sebagai jalan untuk pemecahan permasalahan bagi peserta didik. Siswa giat dan aktif sesuai dengan keinginannya. Dalam pembelajaran proyek siswa melakukan penyelidikan atas fenomena yang menarik yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan mulai membayangkan semua fenomena-fenomena itu, menganalisis fenomena baik benar maupun salah, selama masih berpikir untuk mencari penemuan ilmu pengetahuan. Metode proyek melatih seseorang untuk kreatif dalam memilih, merancang dan memanipulasi alat serta bahan hingga terjadi produk yang berkaitan dengan topik atau konsep yang sedang dibahas. Metode proyek mendukung kecakapan hidup yang terdiri atas kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Kecakapan hidup dalam pendidikan berbasis luas, adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode proyek mempunyai kelebihan sebagai berikut: a. Dapat merombak pola pikir siswa dari yang sempit menjadi lebih luas dan menyeluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
9
16
b. Dapat membina siswa dengan membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang terpadu, yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kekurangan metode proyek yaitu: a. Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini baik secara vertikal maupun horisontal belum menunjang pelaksanaan metode ini. b. Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari pendidik, sedangkan para pendidik belum disiapkan untuk ini. c. Harus dapat memilih topik unit yang yang tepat untuk sesuai kebutuhan siswa, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan. d. Bahan pelajaran sering menjadi luas dan mengaburkan pokok unit yang sedang dibahas. Adapun sintaks metode eksperimen disajikan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2. Sintaks Metode Proyek Tahapan Tahap 1
Kegiatan Guru Membuat
Kegiatan Siswa
kelompok, Siswa mengelompok sesuai
memberikan
situasi dengan
bermasalah kepada siswa.
arahan
guru,
mengidentifikasikan
dan
memikirkan, mendalami
permasalahan
tersebut. Tahap 2
Guru membimbing siswa Siswa melakukan eksplorasi untuk
melakukan sebagai
eksplorasi. Tahap 3
Guru
terhadap
situasi yang problematis.
membantu
mencari
respon
siswa Siswa
peralatan
dan tugas
merumuskan belajar
tugasdan
mengoperasikan peralatan mengumpulkan
data
sehingga berjalan dengan sebanyak-banyaknya
dan
baik.
mengorganisasikannya untuk
9
17
membangun
suatu
proses
Guru membebaskan siswa Siswa
melakukan
belajar
untuk
kelompok
dengan
penelitian. Tahap 4
melakukan secara
praktikum. Tahap 5
melakukan praktikum koloid.
Guru membimbing dalam Siswa menganalisis kemajuan menganalisis dan
kemajuan dan proses dalam penelitian
proses
dalam berdasarkan data yang akurat.
penelitian. Tahap 6
Guru
menyuruh
siswa Siswa
melakukan pengulangan.
melakukan
proses
pengulangan kegiatan.
5. Prestasi Belajar Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan belajar yang dilaksanakan telah mencapai tujuan yang ditetapkan, maka diperlukan kegiatan evaluasi. Hasil kegiatan dapat memberikan gambaran tentang prestasi hasil belajar dari peserta didik. Zainal Arifin (1989: 2-3) menyatakan bahwa kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie”. Kemudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui materi pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai dan angka yang diberikan oleh guru. Jadi prestasi belajar adalah isi dari kapasitas seseorang, yang dimaksud disini adalah hasil yang diperoleh sesorang setelah mengikuti pendidikan atau latihan tertentu, ini biasa ditentukan dengan memberikan tes pada akhir pendidikan itu. Sedangkan maksud prestasi belajar pada penelitian ini adalah keberhasilan yang dicapai siswa yang ditunjukkan dengan penilaian hasil belajar oleh guru yang berupa angka. Prestasi belajar ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pengajar untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menguasai materi yang diberikan. Menurut Slameto (2003: 93), ada lima kemampuan manusia yang merupakan hasil dari belajar, yaitu:
9
18
a. ketrampilan intelektual, sebagai hasil belajar yang terpenting b. strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berfikir seseorang c. informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta d. ketrampilan motorik yang diperoleh di sekolah e. sikap dan nilai berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang. Prestasi belajar yang dicapai masing-masing individu tidak sama. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar individu. Faktor dari dalam individu atau sering disebut faktor internal antara lain: motivasi, kreativitas, kematangan fisik maupun mental dan sebagainya, sedangkan faktor dari luar atau faktor eksternal contohnya: faktor lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, budaya, dan sebagainya. Gronlund (1977) dalam Saifuddin Azwar (2002:18-22) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi belajar sebagai berikut: a. Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional. b. Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil relajar dan dari materi yang dicakup olah program instruksional atau pengajaran. c. Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan. d. Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya. e. Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati. f. Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar anak didik. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga
9
19
ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. (Nana Sudjana, 2006: 22) a. Ranah Kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek,yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 1) Pengetahuan Tujuan pengetahuan ini berkaitan dengan hafalan dan ingatan akan halhal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan berupa fakta, kaidah dan prinsip serta metode yang diketahui. Kata kerja operasional yang merupakan tingkah laku pengetahuan adalah menyebutkan, mengidentifikasi, menjodohkan, menyatukan, memilih dan sebagainya. 2) Pemahaman Tujuan
pemahaman
ini
berhubungan
dengan
kemampuan
untuk
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data ke dalam bentuk lain, serta memperkirakan kecenderungan dari data yang disediakan. 3) Aplikasi Tujuan dari penerapan ini berkaitan dengan kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau masalah yang kongkret dan baru. Kata kerja operasional yang digunakan adalah menghitung, menemukan, melengkapi, dan lainnya. 4) Analisis Tujuan analisis ini berkaitan dengan kemampuan untuk membentuk satu kesatuan ke dalam bagian-baian, sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. 5) Sintesis Tujuan sintesis ini berkaitan dengan kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru.
9
20
6) Evaluasi Tujuan evaluasi ini berkaitan dengan kemapuan untuk membentuk suatu pendapat
mengenai
sesuatu
atau
beberapa
hal,
bersama
dengan
pertanggungjawaban itu, yang berdasarkan kriteria tertentu. b. Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. 1) Reciving/ attending yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. 2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. 3) Valuing atau penilaian yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. 4) Organisasi yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang dimilikinya. 5) Karateristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. c. Ranah Psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu : a) gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); b) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; c) kemampuan
perseptual,
termasuk
di
dalamnya
membedakan
visual,
membedakan auditif, motoris dan lain-lain; d) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan; e) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks;
9
21
f) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. (Nana Sudjana, 2006: 23-31) Adanya evaluasi pada aspek psikomotorik yang dimiliki oleh siswa / praktikan bertujuan untuk mengukur sejauh mana praktikan telah dapat menguasai teknik-teknik dalam praktikum, khususnya dalam hal penggunaan alat dan bahan, pengumpulan data, klasifikasi data, generalisasi data, meramalkan, dan menyimpulkan. Atau dapat dikatakan ingin diketahui sejauh mana praktikan telah menguasai ketrampilan proses IPA, dan penilaian/pengukuran penguasaan terhadap aspek ketrampilan ini dapat dilakukan melalui tes observasi yang dilakukan langsung pada praktikan yaitu dengan mengamati cara praktikan bekerja di laboratorium. 6. Kreativitas a. Definisi Kreativitas Gulford dalam Utami Munandar (1999: 65) kreativitas adalah berpikir divergen sebagai operasi mental yang menuntut penggunaan kemampuan berpikir kreatif meliputi kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi. Arasten (1976) dalam Utami Munandar (1999: 65) mengibaratkan kreativitas sebagai benih-benih pada tanaman, ovum bagi bayi. Melalui kreativitas dimungkinkan dihasilkan ilmu serta seni dalam waktu dan jumlah tak terbatas. Pada hakikatnya, pengertian kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Ini sesuai dengan perumusan kreativitas secara tradisional. Secara tradisional, kreativitas dibatasi sebagai mewujudkan sesuatu yang baru dalam kenyataan. Sesuatu yang baru ini mungkin berupa perbuatan atau tingkah laku atau suatu produk. Menurut Moreno dalam Slameto (2010: 146) bahwa yang penting dalam kreativitas itu bukanlah penemuan sesuatu yang belum pernah diketahui orang sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang baru bagi diri sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain atau pada dunia pada umumnya. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan
9
22
kemampuan untuk mengkombinasikan antara unsur-unsur yang baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya dan menerapkannya dalam pemecahan. Kreativitas berhubungan dengan faktor-faktor kognitif dan non kognitif. Hal ini diperlihatkan dalam ciri-ciri aptitude dan non aptitude dari kreativitas (Utami Munandar, 1999: 88-93) KREATIVITAS
Afektif (non uptitude)
Kognitif (aptitude)
Rasa ingin tahu Imajinatif Tertantang oleh kemajemukan Berani mengambil resiko Sifat menghargai
Berpikir lancar Berpikir luwes Berpikir orisinil Elaborasi Mengevaluasi
Bagan 2.1. Ciri-ciri kreativitas ditinjau secara kognitif dan afektif Dalam bagan di atas ditunjukkan ciri-ciri non aptitude dari kreativitas adalah yang berhubungan dengan sikap dan perasaan, ciri-ciri non aptitude meliputi rasa ingin tahu, bersifat imajinatif, merasa tertantang oleh kemajemukan, mampu mengambil resiko, dan bersifat menghargai. Rasa ingin tahu mencakup selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak, mengajukan pertanyaan dan peka dalam pengamatan. Imajinatif mencakup mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang belum terjadi dan menggunakan khayalan tetapi mengetahui perbedaan khayalan dan kenyataan. Tertantang oleh kemajemukan mencakup terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit, merasa tertantang oleh situasi yang rumit dan lebih tertarik pada tugas yang sulit. Sifat mengambil resiko mencakup berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar, tidak takut
9
23
gagal mendapat kritik dan tidak ragu-ragu karena ketidakjelasan. Sifat menghargai mencakup dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup dan menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri yang sedang berkembang. Sedangkan ciri-ciri aptitude adalah ciri-ciri yang berhubungan dengan kognitif, meliputi ketrampilan berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinal, elaborasi/merinci dan mengevaluasi. Kemampuan berpikir lancar mencakup kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan, memberi banyak cara atau saran untuk melakukan banyak hal dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Ketrampilan berpikir luwes mencakup kemampuan menghasilkan suatu gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda, mencari alternatif jawaban yang berbeda, mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. Ketrampilan berpikir orisinal mencakup kemampuan melahirkan ungkapan baru dan unik, mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.
Ketrampilan mengelaborasi
mencakup kemampuan
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, menambahkan atau merinci dengan detail dari suatu objek sehingga lebih menarik. Ketrampilan mengevaluasi mencakup kemampuan menentukan standar penilaian sendiri, mampu mengambil keputusan, mencetuskan dan melaksanakan gagasan. Utami Munandar (1983) dalam Harsono (2009: 48) mengungkapkan bahwa pemikiran kreatif dilakukan melalui 4 tahap, yaitu: 1) Tahap persiapan merupakan tahap pengumpulan informasi atau data yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah. Cara yang dilakukan antara lain menjajagi berbagai macam kemungkinan penyelasaian masalah. 2) Tahap inkubasi merupakan tahap dimana individu seakan-akan melepaskan diri dari masalah untuk sementara waktu. Tahap ini sangat penting artinya bagi proses timbulnya kreasi. 3) Tahap iluminasi merupakan tahap yimbulnya pandangan atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengakhiri munculnya gagasan atau inspirasi baru.
9
24
4) Tahap verifikasi atau evaluasi merupakan tahap pengujian inspirasi terhadap realita yang ada. Dalam hal ini diperlukan pemikiran kritis. b. Ciri-ciri Kreativitas Ciri-ciri individu kreatif menurut Sund (1975) dalam Slameto (2010: 147) adalah sebagai berikut : a.
Hasrat keingintahuan yang cukup besar;
b.
Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru;
c.
Panjang akal;
d.
Keinginan untuk menemukan dan meneliti;
e.
Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit;
f.
Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan;
g.
Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas;
h.
Berpikir fleksibel;
i.
Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban
yang lebih banyak; j.
Kemampuan membuat analisis serta sintesis;
k.
Memiliki semangat bertanya serta meneliti;
l.
Memiliki daya abstraksi yang cukup baik;
m. Memiliki latar belakang membaca yang cukup lama. c. Pengukuran Kreativitas Menurut Utami Munandar (1999: 65-67) ada beberapa tes kreativitas antara lain: 1) Tes kemampuan berpikir divergen Guilford Tes ini menurut penggunaan kemampuan berpikir lancar, luwes, orisinal, dan terperinci. 2) Tes kemampuan berpikir kreatif Torrance Tes ini dimaksudkan untuk memicu ungkapan secara simultan beberapa operasi mental kreatif yang mengukur kalancaran, kelenturan, orisinal, dan elaborasi. 3) Tes berpikir kreatif oleh Jellin dan Urban
9
25
Disebut juga Tes for Creative Thingking Drawing Production, dalam tes ini responden diminta menyelasaikan gambar yang tidak lengkap. 4) Tes berpikir kreatif dengan bunyi dan kata Menampilkan rangsang dalam bentuk suara dari yang sederhana sampai yang rumit. 5) Tes berpikir kreatif denagn inventory Kathena-Torrance Dengan cara pengamatan diri seseorang dalam bentuk daftar periksa, kuisioner dan inventori. Dalam penelitian ini tes kreativitas mengacu pada ciri-ciri berpikir orang kreatif yaitu imajinatif, memiliki rasa ingin tahu, tertantang oleh kemajemukan, berani mengambil resiko, dan bersifat menghargai. 7. Materi sistem koloid Menurut KTSP 2006 pada materi sistem koloid terdiri dari sub pokok bahasan sebagai berikut: a. Sistem Koloid Koloid merupakan sistem dispersi yaitu sistem yang terjadi apabila zat terlarut (terdispersi) kedalam zat lain. Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang perbedaan larutan, koloid, dan suspensi disajikan pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Perbedaan larutan, koloid, dan suspensi Larutan
Koloid
Suspensi
(dispersi molekular)
(dispersi koloid)
(dispersi kasar)
Contoh : larutan gula, Contoh : susu cair, es Contoh : pasir dengan larutan garam.
krim
Homogen, tidak dapat
Secara
dibedakan
walaupun
air makroskopis
bersifat
homogen,
9
Heterogen
26
menggunakan
tetapi heterogen jika
mikroskop ultra
diamati
dengan
mikroskop ultra Semua
partikel
berdimensi (panjang,
Partikel
berdimensi
antara 1 nm – 100 nm
lebar, tebal) < 1 nm Salah Satu fase Stabil Tidak dapat disaring
satu
atau
Dua fase
semua
dimensi
Pada umumnya stabil
partikelnya
> 100
Tidak dapat disaring
nm
kecuali
dengan
penyaring ultra
Dua fase Tidak stabil Dapat disaring
Dalam kehidupan sehari hari dapat ditemukan campuran yang tergolong larutan, koloid, atau suspensi. Contoh larutan
: larutan gula, larutan garam, spiritus, alkohol 70%, larutan cuka, air laut, udara yang bersih, dan sirup.
Contoh koloid
: buih sabun, susu cair, santan, jeli, selai, mentega, dan mayonaise.
Contoh suspensi : campuran kopi dengan air dan campuran air dengan pasir. (Michael Purba, 2008: 146) Dibawah ini diberikan contoh dari suspensi dan koloid yang disajikan dalam gambar 2.2 dan 2.3
Gambar 2.4. Suspensi
Gambar 2.5. Koloid
9
27
Gambar 2.2 adalah campuran serbuk batu bata dengan air yang lambat laun akan memisah. Campuran seperti ini disebut suspensi. Gambar 2.3 adalah susu yang merupakan salah satu contoh campuran yang digolongkan koloid. Beberapa produk kosmetik dalam bentuk koloid yang disajikan dalam Gambar 2.4 dan 2.5.
Gambar 2.3. Parfum Jenis-jenis
koloid
Gambar 2.4. Produk Kosmetik berdasarkan
zat
pendispersi
dan
medium
pendispersinya dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Jenis-jenis Koloid No
Fase
Fase
Nama
Contoh
terdispersi
pendispersi
1.
Padat
Gas
Aerosol padat Asap (smoke), debu
2.
Padat
Cair
Sol
Sol emas, tinta, cat
3.
Padat
Padat
Sol Padat
Gelas berwarna
4.
Cair
Gas
Aerosol
Kabut (fog), awan
5.
Cair
Cair
Emulsi
Susu, minyak ikan
6.
Cair
Padat
Emulsi Padat
Jelly, mutiara
7.
Gas
Cair
Buih
Buih sabun, busa
8.
Gas
Padat
Buih Padat
Karet
busa,
batu
apung (Michael Purba, 2008: 148) b. Sifat-Sifat Koloid 1) Efek Tyndall
9
28
Suatu sifat khas yang membedakan sistem koloid dengan larutan adalah dengan percobaan Tyndall. Bila suatu larutan sejati disinari dengan seberkas sinar tampak, maka larutan sejati tadi akan meneruskan berkas sinar (transparan), hal ini ditunjukkan pada gambar 2.6. Sedangkan bila seberkas sinar dilewatkan pada sistem koloid, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh partikel koloid, sehingga sinar yang melalui sistem koloid akan tampak dalam pengamatan, ditunjukkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.6 Larutan Sejati Gambar 2.7. Sistem Koloid Efek Tyndall dalam kehidupan sehari-hari: Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap/berdebu Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut Berkas sinar matahari tampak jelas disela-sela dinding dapur yang banyak asapnya 2) Gerak Brown Jika diamati dengan mikroskop ultra akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terus menerus dengan gerak patah-patah (gerak zig-zag). Gerak Brown adalah gerak zig-zag dari partikel koloid yang hanya bisa diamati dengan mikroskop ultra, ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gerak Brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh karena bergerak terus menerus maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak mengalami sedimentasi.
9
29
Gambar 2.7. Gerak Brown 3) Muatan Koloid a) Adsorpsi Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi. Contohnya partikel koloid dari Fe(OH)3 dalam air menyerap ion positif dan partikel koloid As2S3 menyerap ion negative, seperti ditunjukkan gambar 2.9 dan 2.10.
Gambar 2.9. Sol Fe(OH)3
Gambar 2.10. Sol As2S3
Sifat adsorpsi partikel ini sangat penting karena banyak manfaat dapat dilakukan berdasarkan sifat-sifat tersebut. Contoh: - Pemutihan gula tebu. Gula yang masih berwarna dilarutkan dalam air kemudian dialirkan melalui tanah diatome dan arang tulang. Zat-zat warna dalam gula akan diadsorpsi sehingga diperoleh gula yang putih bersih. - Norit
9
30
Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif norit. Di dalam usus, norit membentuk sistem koloid yang dapat mengadsorpsi gas atau zat racun. - Penjernihan air Untuk menjernihkan air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas atau alumunium sulfat. Di dalam air, alumunium sulfat terhidrolisis membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid Al(OH)3 ini dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat pencemar dalam air. b) Elektroforesis Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik disebut elektroforesis. Apabila ke dalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektrode kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif) sedangkan koloid yang bermuatan positif akan bergerak ke katode (elektrode negatif). Dalam percobaan dicampurkan koloid dari Fe(OH)3 berwarna merah dan As2S3 berwarna kuning, campuran dari sistem koloid tadi dimasukkan dalam alat elektroforesis. Setelah beberapa saat kedua kutub tersebut dihubungkan dengan sumber arus listrik, ternyata daerah kutub positif berwarna kuning dan daerah kutub negatif berwarna merah. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dinyatakan bahwa koloid As2S3 bermuatan negatif karena ditarik oleh elektrode positif dan koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena ditarik oleh elektrode negatif. Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid. 4) Koagulasi Koagulasi (penggumpalan) adalah proses pengendapan koloid. Koagulasi partikel koloid dapat terjadi dengan dua macam cara, yakni: a) Cara mekanik Koloid dapat digumpalkan dengan cara pengadukan, pemanasan, dan pendinginan. Pada saat pemanasan, kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol dengan molekul-
9
31
molekul air bertambah banyak. Hal ini menyebabkan lepasnya elektrolit yang teradsorbsi pada permukaan koloid. b) Cara kimia Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi sebagai berikut. Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tarik menariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri: - Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena kolid tanah liat (lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut. - Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format. - Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif sehingga akan digumpalkan dengan ion Al3+ dari tawas (alumunium sulfat). - Asap atau debu dari pabrik /industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari Cottrel. 5) Koloid Pelindung Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi mengelompok. Contoh: a) Pada pembentukan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar atau gula. b) Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid pelindung.
9
32
c) Zat-zat pengemulsi, seperti sabun dan deterjen, juga tergolong koloid pelindung. 6) Dialisis Pada pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dengan dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid tadi terbuat dari selaput semipermiable, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air. Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal juga merupakan proses dialisis. Jaringan ginjal bersifat sebagai selaput semipermiable yang dilewati air dan molekul-molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan butir-butir darah yang merupakan koloid. Orang yang menderita ginjal dapat menjalani “cuci darah”, dimana fungsi ginjal diganti oleh suatu mesin dialisator. 7) Koloid Liofil dan Koloid Liofob Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas: a) Koloid Liofil Suatu koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (yunani: lio = cairan, philia = suka). b) Koloid Liofob Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya tarik menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob berarti takut cairan (yunani: phobia = takut/benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob. Koloid
hidrofil
mempunyai
gugus
ionik
atau
gugus
polar
di
permukaannya, sehingga mempunyai interaksi yang baik dengan air. Butir-butir koloid liofil/hidrofil
dapat
mengadsorbsi
9
molekul
mediumnya
sehingga
33
membentuk suatu selubung atau jaket. Hal tersebut disebut solvatasi/hidratasi. Dengan
cara
itu
butir-butir
koloid
tersebut
terhindar
dari
agregasi
(pengelompokan). Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air maka dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan kata lain, sol hidrofil bersifat reversible. Koloid tidak akan stabil dalam medium polar (seperti air) tanpa kehadiran zat pengemulsi atau koloid pelindung. Zat pengemulsi membungkus partikel koloid hidrofob sehingga terhindar dari koagulasi. Susu (emulsi lemak dalam air) distabilkan oleh sejenis protein susu, yaitu kasein, sedangkan mayonaise (emulsi lemak nabati dalam air) distabilkan oleh kuning telur. Sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air. Perbandingan antara sol hidrofil dan sol hidrofob terlihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Perbedaan Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob Sol hidrofil
Sol hidrofob
1. Mengadsorbsi mediumnya.
1. Tidak
mengadsorbsi
mediumnya. 2. Dapat
dibuat
dengan
konsentrasi yang relatif besar. 3. Tidak
mudah
digumpalkan
dengan penambahan elektrolit.
2. Hanya
stabil
pada
konsentrasi kecil. 3. Mudah
digumpalkan
dengan
penambahan
elektrolit. 4. Viskositas lebih besar daripada mediumnya.
4. Viskositas hampir sama dengan mediumnya.
5. Bersifat reversible.
5. Bersifat reversible.
6. Efek Tyndall lemah.
6. Efek Tyndall lemah. (Michael Purba, 2008: 159)
9
34
c. Pengolahan Air Bersih Pengolahan air bersih didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi dan adsorbsi. Air sungai atau air sumur yang keruh mengandung lumpir koloidal dan barangkali juga zat-zat warna, zat pencemar seperti limbah detergen dan pestisida. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengolahan air adalah tawas (alumunium sulfat), pasir, klorin atau kaporit, kapur tohor, dan karbon aktif.
- Tawas berguna untuk menggumpalkan lumpur koloidal sehingga lebih mudah disaring. Tawas juga membentuk koloid Al(OH)3 yang dapat mengadsorbsi zat-zat warna atau zat-zat pencemar seperti detergen dan pestisida. Apabila yingkat kekeruhan air yang diloah terlalu tinggi maka digunakan karbon aktif selain tawas.
- Pasir berfungsi sebagai penyaring. - Klorin atau kaporit berfungsi sebagai pembasmi hama (desinfektan). - Kapur tohor berguna untuk menaikkan pH, yaitu untuk menetralkan - keasaman yang terjadi karena penggunaan tawas. 1) Pengolahan air sederhana Susunan alat penyaring air sederhana, yang dapat digunakan untuk menyaring air sumur yang keruh. 2) Industri pengolahan air bersih (Perusahaan Air Minum) Pengolahan air bersih di kota-kota besar pada umumnya sama dengan pengolahan air sederhana yang dijelaskan di atas. Mula-mula air sungai dipompakan ke dalam bak prasedimentasi. Di sini lumpur dibiarkan mengendap karena pengaruh daya gravitasi. Lumpur dibuang dengan pompa, sedangkan air selanjutnya dialirkan ke dalam bak ventury. Pada tahap ini dicampurkan tawas dan gas klorin (preklonasi). Pada air baku yang kekeruhan dan pencemarannya tinggi, perlu dibubuhkan karbon aktif yang berguna untuk menghilangkan bau, warna, rasa, dan zat organik yang terkandung dalam air baku. Dari bak ventury, air bak yang telah dicampur dengan bahan-bahan kimia dialirkan ke dalam accelator. Di dalam bak accelator ini terjadi proses koagulasi, lumpur dan kotoran lain menggumpal membentuk flok-flok yang akan mengalami sadimentasi secara gravitasi. Selanjutnya, air yang sudah setengah bersih dialirkan ke dalam bak saringan
9
35
pasir. Pada saringan ini, sisa-sisa flok akan tertahan. Dari bak pasir diperoleh air yang sudah hampir bersih. Air yang sudah cukup bersih ini ditampung dalam bak lain yang disebut siphon, di mana ditambahkan kapur untuk menaikkan pH dan gas klorin (post klorinasi) untuk mematikan hama. Dari bak siphon, air yang sudah memenuhi atandar air bersih selanjutnya dialirkan ke dalam reservoar, kemudian ke konsumen (Michael Purba, 2008: 161). d. Pembuatan Sistem Koloid Karena ukuran partikel koloid terletak antara partikel larutan sejati dan partikel suspensi, maka koloid dapat dibuat dengan cara: 1) Cara kondensasi Sistem koloid dibuat dengan pengelompokan (agregasi) partikel larutan sejati. Cara ini disebut cara kondensasi. Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut. a) Reaksi Redoks Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Contoh: (1) Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2. 2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) +3S(s) (2) Pembuatan sol emas dari reaksi larutan HauCl4 dengan larutan K2CO3 dan HCHO (formaldehida). Contoh: 2HauCl4(aq) + 6 K2CO3(aq) + 3HCHO(aq) → 2Au(s) + 5CO2(g) + 8KCl(aq) + 3HCOOK(aq) + KHCO3(aq) + 2H2O(l) b) Hidrolisis
9
36
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Contoh: Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3, apabila ke dalam air mendidh ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3. FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(aq) + 3HCl(aq) c) Dekomposisi rangkap Contoh: (1) Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan H2S. H3AsO3(aq) + 3H2S(aq) → As2S3(s) + 6H2O(l) (2) Sol AgCl dapat dibuat denagn mencampurkan larutan perak nitrat encer dengan larutan HCl encer. AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(s) + HNO3(aq) d) Pergantian pelarut Contoh: apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel. (Michael Purba, 2008: 162-163) 2) Cara dispersi Sistem koloid dapat dibuat dengan menghaluskan bahan alam dalam bentuk kasar kemudian didispersikan ke dalam medium pendispersi. Cara ini disebut cara dispersi. Dengan cara dispersi, partikel kasar dapat dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik, peptisasi, atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur Bredig). a) Cara mekanik Menurut cara ini butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu kemudian diaduk dengan medium dispersi. Contoh: Sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama
dengan
suatu
zat
inert
mencampurkan serbuk halus itu dengan air.
9
(seperti
gula
pasir),
kemudian
37
b) Cara peptisasi Cara peptisasi adalah cara pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi ( pemecah ). Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid. Contoh: Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin, dan lain-lain. Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3. c) Cara busur Bredig Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektroda yang dicelupkan dalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujungnya. Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, lalu atom-atom tersebut mengalami kondensasi sehingga membentuk partikel koloid. Jadi, cara busur ini merupakan gabungan cara dispersi dan cara kondensasi (Michael Purba, 2008: 163-164). B. Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang dan kajian pustaka dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut: 1. Pengaruh Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Menggunakan Metode Eksperimen dan Pembelajaran Contextual Teaching and LearningMenggunakan Metode Proyek Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Sistem Koloid Prestasi belajar siswa merupakan indikator keberhasilan belajar siswa dalam mencapai tujuan belajar. Tinggi rendahnya prestasi belajar akan dipengaruhi oleh faktor ekstern dan faktor intern dimana keduanya akan saling berpengaruh. Model maupun metode yang digunakan oleh guru akan bertanggung jawab terhadap proses dan hasil belajar siswa. Metode belajar yang digunakan saat ini hendaknya metode yang berpusat pada siswa, agar dalam belajar siswa tidak hanya menerima dan meniru apa yang diberikan guru, tetapi harus secara
9
38
aktif berbuat atas dasar kemampuan dan keyakinan diri sendiri. Cara ini diharapkan dapat mengantarkan siswa menjadi manusia mandiri dan kreatif. Pada penelitian ini akan dilakukan pembelajaran Contextual Teaching and Learning menggunakan metode proyek dan metode eksperimen. Metode pembelajaran tersebut termasuk dalam bentuk pembelajaran yang mengarah pada paham konstruktivisme dimana peserta didik aktif membangun pengetahuan sendiri. Sedangkan media yang digunakan yaitu berupa alat-alat laboratorium dan modul untuk praktikum. Pada pembelajaran Contextual Teaching and Learning menggunakan metode eksperimen, kegiatan siswa ditekankan untuk menemukan sendiri suatu konsep, sehingga konsep yang telah didapat akan bertahan lama, yang akhirnya akan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. Pada pembelajaran menggunakan metode eksperimen menggunakan media yang berupa alat-alat laboratorium dan modul untuk melakukan eksperimen koloid. Penggunaan modul sebagai acuan dalam eksperimen inilah yang membantu siswa dalam eksperimen. Alat-alat untuk eksperimen juga sudah disediakan, jadi siswa tinggal melaksanakan praktikum. Dengan demikian, siswa bisa lebih mudah memahami dan aktif dalam eksperimen, mengamati prosesnya dan menyimpulkan hasil eksperimennya. Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
dapat
diprediksikan
bahwa
pembelajaran kimia dengan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning menggunakan metode eksperimen dan metode proyek berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan sistem koloid. 2. Pengaruh Kreativitas Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Sistem Koloid Dalam KTSP, pada materi sistem koloid lebih menekankan pada keterampilan siswa untuk mencari informasi dari literatur dan melakukan percobaan-percobaan yang berkaitan dengan materi sistem koloid. Dari pengalaman belajar tersebut siswa baru mendapatkan kecakapan hidup untuk menggali informasi, berkomunikasi, bereksperimen, merumuskan hipotesis, mengambil kesimpulan dan bekerja sama.
9
39
Menurut teori Bruner, dengan siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya, maka proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif. Sedangkan menurut Gagne, belajar merupakan proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman. Untuk mendapatkan pengalaman belajar yang memuat kecakapan hidup pada materi sistem koloid perlu adanya kemampuan berpikir yang menumbuhkan kreativitas siswa. Kreativitas merupakan kemampuan untuk mengkombinasikan antara unsur-unsur yang baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya dan menerapkannya dalam pemecahan. Jadi diduga ada pengaruh kreativitas terhadap prestasi yang dicapai oleh siswa. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi maka ia akan selalu bersemangat belajar dan berusaha mencari sumber-sumber lain yang berhubungan dengan materi yang diajarkan sehingga prestasi yang dicapai juga akan baik. Sebaliknya, siswa yang memiliki kreativitas rendah cenderung tidak tertarik terhadap materi yang diajarkan, hanya terpaku oleh satu sumber sehingga prestasi yang dicapai juga tidak maksimal. 3. Interaksi antara Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Menggunakan
Metode
Eksperimen
dan
Metode
Proyek
dengan
Kreativitas Siswa terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pokok Sistem Koloid Prestasi belajar siswa merupakan indikator keberhasilan belajar siswa dalam mencapai tujuan belajar. Tinggi rendahnya prestasi belajar akan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dimana keduanya akan saling berpengaruh. Metode pengajaran adalah faktor eksternal sedangkan kreativitas siswa merupakan faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Untuk mengurangi kendala-kendala dalam proses pengajaran dan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, maka diperlukan kreativitas siswa yang baik, metode yang tepat dalam proses belajar mengajar. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi diduga akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik dengan melakukan kegiatan proyek. Siswa dengan metode proyek akan bekerja menurut pemikiran mereka, dan bisa mengeksplorasi
9
40
kreativitasnya karena metode pada metode proyek diinginkan sebuah hasil tanpa ada petunjuk yang mendetail. Siswa yang memiliki kreativitas rendah diduga akan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi jika menggunakan metode eksperimen karena siswa dituntut untuk melakukan percobaan dengan adanya petunjuk praktikum dari guru. Dengan demikian, diduga ada interaksi antara pembelajaran Contextual Teaching and Learning menggunakan metode eksperimen dan pembelajaran Contextual Teaching and Learning menggunakan metode proyek dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok sistem koloid. Bagan Kerangka Berpikir Pembelajaran CTL dengan metode eksperimen
Tinggi Kreativitas Rendah
Siswa
Prestasi Belajar Siswa
Pembelajaran CTL
dengan metode proyek
Tinggi Kreativitas Rendah
C. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran tersebut dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
9
41
1. Terdapat pengaruh antara pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode proyek dan metode eksperimen terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok sistem koloid. 2. Terdapat pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar siswa pada materi sistem koloid. 3. Terdapat interaksi antara pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang menggunakan metode proyek dan metode eksperimen dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi sistem koloid.
9