perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Ekstrakurikuler Kesenian
a. Pengertian Ektrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang sifatnya di luar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Kegiatan ekstrakurikuler adalah program pembinaan kesiswaan yang dilakukan untuk menunjang kegiatan kurikuler dan meningkatkan mutu pendidikan. Artinya, kegiatan ekstrakurikuler dirancang dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang memperkuat penguasaan kompetensi dan memperkaya pengalaman belajar peserta didik malalui kegiatan di luar jam pelajaran. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) kegiatan ekstrakurikuler dikenal dengan nama Pengembangan Diri, sebagai dasar pelaksanaan pendidikan berkarakter melalui kegiatan ekstrakurikuler. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Ekstrakurikuler mempunyai arti suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa” (Petter Sammy dan Yenny Salim, 2007: 291). Sedangkan Jamal Ma’mur (2011: 63) mengartikan bahwa: Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di dalam dan atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasikan nilai - nilai atau aturan - aturan agama serta norma- norma sosial, baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan yang paripurna. Sehingga dengan kegiatan ekstrakurikuler tersebut, selain dapat mengembangkan bakat yang dimiliki oleh siswa, siswa juga akan memperoleh pengamalan nilainilai yang ditanamkan di sekolah secara nyata yang nantinya juga dapat diaplikasikan siswa dalam kehidupan sehari- hari. Lebih lanjut Winarno (2009: 6) menyebutkan bahwa “Kegiatan ekstrakurikuler commit to user dan perbaikan, serta dalam usaha mengacu pada mata pelajaran dalam pengayaan 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
pembinaan manusia atau upaya pemantapan pembentukan kepribadian para siswa”. Sehingga dengan diadakannya kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat membantu memperbaiki kepribadian siswa agar menjadi manusia yang mempunyai karakter yang kuat yang pada akhirnya menjadi manusia yang benarbenar berakhlak mulia. Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran yang dilaksanakan baik di dalam dan atau di luar lingkungan sekolah untuk memperluas pengetahuan dan meningkatkan keterampilan siswa sesuai dengan bakat dan minat siswa yang diselenggarakan oleh tenaga pendidik yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah, sehingga dapat membentuk karakter siswa yang paripurna. b. Visi dan Misi Ekstrakurikuler Visi kegiatan ekstrakurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat, dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Misi dari kegiatan ekstrakurikuler yaitu antara lain: 1). Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka. 2). Menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengekspresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok ( Jamal Ma’mur, 2011: 63). Pendapat lain menyebutkan visi dari kegiatan ekstrakurikuler adalah mewujudkan sekolah yang berwawasan global dan plural dalam melahirkan manusia cerdas, terampil, berakhlak mulia, unggul, disiplin, mandiri, kompetitif, dan kooperatif. Sedangkan misi kegiatan ekstrakurikuler antara lain : 1). Mengembangkan bakat, minat, ketrampilan dan potensi diri siswa. 2). Menumbuhkan “wawasan keunggulan” di kalangan warga sekolah 3) Menumbuhkan sikap percaya diri dikalangan siswa melalui kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa berekspresi secara bebas dan nyata dalam kegiatan (Faturahman, 2011: www.smk.org/ekstrakurikuler.visi dan misi.html). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan ekstrakurikuler mempunyai visi dan misi utama untuk mengembangkan potensi, bakat, dan minat serta kemampauan yang dimiliki oleh siswa nantinya dengan berkembangnya potensi, bakat, minat serta kemampuan tersebut menjadikan siswa menjadi manusia yang unggul, cerdas, terampil sehingga dapat berguna tidak hanya bagi diri sendiri, melainkan juga bagi keluarga serta masyarakat. c. Fungsi Ekstrakurikuler Setiap kegiatan pasti mempunyai fungsi masing – masing. Adapun fungsi dari kegiatan ekstrakurikuler antara lain sebagai berikut: 1) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka. 2) Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik. 3) Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, menggembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan. 4) Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik. (Zainal dan Sujak, 2011: 68) Pendapat lain menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sebagai salah satu jalur pembinaan siswa yang mempunyai peranan utama sebagai berikut: 1) Memperdalam dan memperluas pengetahuan para siswa, dalam arti memperkaya, mempertajam, serta memperbaiki pengetahuan para siswa yang berkaitan dengan mata pelajaran sesuai dengan kurikulum yang ada. 2) Melengkapi upaya pembinaan, pemantapan dan pembentukan nilai- nilai kepribadian para siswa. 3) Membina serta meningkatkan bakat, minat, dan ketrampilan, dan hasil yang diharapkan ialah untuk memacu anak ke arah kemampuan mandiri, percaya diri dan kreatif. (Anifral, 2008: http://www.http://202.152.33.84/index.php.com). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler tersebut merupakan dasar dari pengembangan kemampuan siswa, sehingga dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler tersebut siswa mempunyai bekal untuk nantinya terjun dalam kehidupan bermasyarakat. d. Tujuan Ekstrakurikuler Dalam setiap kegiatan yang dilakukan, pasti tidak lepas dari aspek tujuan. Karena suatu kegiatan yang dilakukan tanpa jelas tujuannya, maka kegiatan itu akan sia sia. Menurut Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993: 22) kegiatan ekstrakurikuler memiliki tujuan yaitu sebagai berikut : 1) Meningkatkan pengetahuan siswa dalam aspek kognitif maupun afektif. 2) Mengembangkan bakat serta minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju manusaia seutuhnya. 3) Mengetahui, mengenal serta membedakan hubungan antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya. Lebih lanjut Winarno Narmoatmojo (2011: http://2011//04/05123411// kegiatan ekstrakurikuler di sekolah kebijakan-kebijakan dan aktualisasinya) juga menyatakan bahwa, “Kegiatan ekstrakurikuler berjalan beriringan dengan pendidikan kewarganegaraan dalam rangka membentuk karakter warga negara muda, yang menjadikan kegiatan ekstrakurikuler tersebut sebagai wahana pengembangan isi dari pendidikan kewarganegaraan itu sendiri”. Sedangkan tujuan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006, yaitu sebagai berikut: 1) Mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas. 2) Memantapkan kepribadian peserta didik untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan. 3) Mengaktualisasikan potensi peserta didik dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat. 4) Menyiapkan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, dan menghormati hak- hak asasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society). (Anonim, 2006) Pendapat lain menyebutkan bahwa ekstrakurikuler bertujuan agar : 1) Siswa dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan keterampilan mengenai hubungan antara berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya yang: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; berbudi pekerti luhur; memiliki pengetahuan dan keterampilan; sehat rohani dan jasmani; berkepribadian yang mantap dan mandiri; memilki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 2) Siswa mampu memanfaatkan pendidikan kepribadian serta mengaitkan pengetahuan yang diperolehnya dalam program kurikulum dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Winarno 2009: 20 dalam http://winarno.staff.fkip.uns.ac.id/files/2009/10/Makalah-Ekskul-diSekolah.pdf) Dari penjelasan- penjelasan di atas pada hakekatnya tujuan kegiatan ekstrakurikuler yang ingin dicapai adalah untuk kepentingan siswa. Dengan kata lain, kegiatan ektrakurikuler memiliki nilai-nilai pendidikan bagi siswa dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya. Sehingga nantinya siswa mempunyai bekal yang baik untuk dapat terjun di dalam kehidupan bermasyarakat. e. Pengertian Ekstrakurikuler Kesenian Kesenian atau karya seni ikut serta membangun kebudayaan manusia yang memberikan berbagai orientasi dan kekayaan wawasan dalam kehidupan. Karena kesenian merupakan salah satu diantara beberapa unsur kebudayaan pula, sehingga hakikat seni adalah wujud dari apa yang menjadi realitas atau kenyataan. Karena kesenian merupakan penjaga nilai budaya. Apabila fungsi kesenian itu hilang, maka kebudayaan pun sulit untuk dipertahankan dalam kehidupan manusia. Menurut Fred Wibowo (2007: 108), “Kesenian adalah karya cipta manusia yang merupakan wujud dari ekspresi penghayatan manusia dengan latar belakang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
hidupnya, pandangan - pandangannya, lingkungan hidup dan kebudayaan atas sesuatu yang merangsang kepekaan daya ciptanya”. Sedangkan William mengartikan “Kesenian adalah keseluruhan sistem yang melibatkan proses penggunaan imajinasi manusia secara kreatif di dalam sebuah kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu”. (Fred Wibowo, 2007: 112) Dalam perwujudannya, kesenian merupakan hasil dari apa yang menjadi kreatifitas dari manusia yang dapat berupa gagasan atau ide dari manusia ataupun berupa benda- benda hasil dari karya cipta manusia. Lebih lanjut Koentjaraningrat menjelaskan bahwa, “Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis dan indah, sehingga dapat dinikmati oleh panca inderanya yaitu penglihat, pendengar, penghidung, pengecap dan perasa”. (Nani Tuloli, 2003: 128) Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Terkait dengan ekstrakurikuler kesenian, Nurdadi (2005:3), menyatakan bahwa: Kegiatan ekstrakurikuler kesenian sangat penting diberikan di sekolah karena merupakan modal dasar untuk mewujudkan rasa cinta pada seni budaya, menumbuhkan kepekaan rasa, sikap percaya diri, membantu dalam pengendalian emosi, dan turut membina moral dan kehalusan budi bangsa. Dengan kata lain kegiatan kesenian digunakan sebagai media pembelajaran bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman seni yang berupa ekspresi dan apresiasi siswa dalam kegiatan kesenian serta untuk memperoleh pengetahuan seninya dari berbagai kegiatan baik praktik maupun apresiasinya. Pendapat lain juga mengatakan bahwa, “Ekstrakurikuler kesenian merupakan kegiatan dalam rangka menciptakan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang anak untuk mandiri, berani, percaya diri, dan disiplin, melalui kegiatan seni”. (Marita, 2011: http://pppkpetra.or.id/ -petra-1-.html)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Ekstrakurikuler kesenian adalah jenis kegiatan dalam mengembangkan bakat dan minat para siswa dan berfungsi sebagai media ekspresi, komunikasi, pengembangan kreativitas yang dapat merangsang kemampuan berfikir, mengembangkan cita rasa keindahan, serta mempunyai kemampuan menghargai karya seni yang dapat membentuk sikap apresiatif pada siswa terhadap seni budayanya.
2
Tinjauan tentang Karakter Warga Negara
a. Pengertian Karakter Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Secara harfiah, karakter artinya kualitas atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Dalam Dorland’s Pocket Medical Dictionary yang dikutip oleh Furqon Hidayatullah (2009: 9) dikatakan bahwa, “Karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu dan sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu”. Tim Prima Pena (2006 : 234) membuat pemahaman bahwa, “Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak”. Menurut Furqon Hidayatullah (2009: 9), “Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu yang lain”. Menurut Dasim Budimansyah (2010: 23), “Karakter adalah nilai-nilai kebajikan (tahu nilai kebajikan, mau berbuat baik, dan nyata berkehidupan baik) yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku”. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Zainal dan Sujak (2011: 73), memberikan pengertian bahwa, “Karakter adalah nilai- nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, dan perbuatan berdasarkan norma - norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat”. Sementara secara psikologis, “Karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, dan keterpaduan olah rasa dan karsa”. (Zainal dan Sujak, 2011: 5). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Olah hati Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan atau keimanan menghasilkan karakter jujur dan bertanggung jawab. 2). Olah pikir Olah pikir berkenaan dengn proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovasi menghasilkan pribadi cerdas. 3). Olah raga Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas menghasilkan karakter tangguh. 4). Olah rasa dan karsa Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan yang tercermin dalam kepedulian Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan
berada
di
luar
jangkauan masyarakat commit to user
dan
individu
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan individu. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal- hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya). Kuat atau lemah karakter seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan untuk mengelola kondisi-kondisi yang telah ada atau menjadi tuan atas kondisi natural yang telah diterima. Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, karakter adalah perpaduan segala tabiat, akhlak, dan moral manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi ciri khusus, jati diri atau identitas yang membedakan orang satu dengan yang lain. Jadi karakter atau watak dapat terjadi karena perkembangan potensi dasar atau bakat yang merupakan kodrat dan telah mendapat pengaruh dari luar dirinya. Sehingga seseorang disebut memiliki karakter kuat ketika mereka yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu saja. Sedangkan orang yang memiliki karakter lemah adalah mereka yang terdominasi dan tanpa daya untuk menguasainya atau tunduk pada sekumpulan kondisi kodrati yang telah diberikan kepadanya. Dengan kata lain bahwa orang yang berkarakter adalah orang yang mampu membangun, mengembangkan dan merancang masa depannya sendiri demi kesempurnaan kemanusiaannya. b. Teori Pembentukan Karakter Hakikat dari pendidikan karakter bukan sekedar menetapkan atau membangun karakter benar atau salah, baik atau buruk, akan tetapi pembentukan karakter yang sesungguhnya adalah memunculkan kebiasaan atau perilaku yang melekat pada individu. Terkait dengan hal tersebut, Kohlberg menyatakan bahwa, “ Teori perkembangan moral atau moral stages development menjadi 3 (tiga) tingkat yaitu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Preconventional Level, Conventional Level, Post Conventional Level”. (Hamid Darmadi, 2007: 48). Adapun lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1). Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan
moral
Kohlberg.
Pada
tingkat
ini,
anak-
anak
tidak
memperlihatkan internalisasi nilai-nilai dari moral, dan penalaran moral dikendalikan oleh imbalan atau hadiah dan hukuman eksternal. Dan level ini terdiri dari dua langkah, yaitu: a) The Punishment and Obidient Orientation, yang artinya adalah patuh karena ada tata hukuman. b) The Instrumental Relatives Orientation, yang artinya adalah patuh hanya sekedar memuaskan orang lain atau alasan-alasan pragmatispragmatis saja. 2). Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah. Seorang mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat. Sehingga kepatuhan (loyality) hanya berdasarkan atas: a) Interpersonal Concordance, yang artinya pujian misalnya good boy and nice girl. b) Law and Order Orientation, yang artinya orientasi pada hukum dan ketertiban. 2) Penalaran
pascakonvensional
adalah
tingkat
tertinggi
dari
teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi. Dan level ini terdiri dari dua langkah, yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
a) Social Contract Legalistic Orientation, yang artinya adalah berorientasi pada kontak sosial, yaitu kepatuhan sudah berlandaskan pola fikir bahwa:standard have been examinated and agreed or clear awareness of relativism of personal values. Artinya telah diperiksa dan disetujui secara standar atau dengan kesadaran yang jelas dari nilai-nilai pribadi. b) Universal Ethical Principle Orientation, yang artinya kesadaran penuh berdasarkan prinsip umum yang dipilihnya secara rasional dan komprehensif. Sejalan dengan teori Kohlberg tersebut, Lickona juga menyatakan bahwa: Pembentukan karakter yang baik bagi manusia dilakukan melalui pengetahuan atau knowing, pelaksanaan atau acting, dan kebiasaan atau habit. Sehingga diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan atau penguatan emosi (moral feeling), dan perbuatan bermoral (moral action).(Mulyasa, 2011: 5) Ketiga komponen tersebut harus benar- benar diperhatikan dalam membentuk karakter, agar nantinya dapat benar- benar menyadari, memahami, merasakan dan dapat mempraktikkan dalam kehidupan sehari- hari nilai- nilai kebajikan itu secara utuh dan menyeluruh (kaffah). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam membentuk karakter yang baik terdapat tiga komponen yang harus dilakukan secara bertahap dan saling keterkaitan, yaitu melalui pengetahuan nilai- nilai perilaku, sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, dan akhirnya akan membentuk suatu kebiasaan untuk berbuat baik yang timbul dari kesadaran dalam dirinya sendiri. Ini artinya semakin lengkap komponen moral yang dimiliki manusia maka akan semakin dapat pula membentuk suatu karakter yang baik atau unggul ataupun tangguh. c. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter Menurut pendapat Anis Matta secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter siswa di sekolah yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
1) Faktor internal adalah semua unsur kepribadian yang secara kontinyu mempengaruhi perilaku manusia, yaitu instink biologis, kebutuhan psikologis, dan pemikiran akan keinginan atau minat. 2) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar manusia tetapi mempengaruhi perilaku manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu faktor lingkungan baik lingkungan sosial maupun lingkungan pendidikannya itu sendiri. (Anis Matta, 2010 : www. Dicbkhabib's in Blog.html) d. Pengertian Warga Negara Menurut Winarno (2009 : 1) istilah warga negara merujuk pada atau terjemahan dari kata “citizen” dalam bahasa inggris atau “citoyen” dalam bahasa Perancis. Berawal dari konsep “citizen” ini kita bisa memberi pemaknaan yang luas mengenai warga negara. Dalam Undang- undang
No 12 tahun 2006 Pasal 1 Ayat 1 tentang
kewarganegaraan Indonesia disebutkan bahwa, “Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan”. Warga negara diartikan sebagai orang - orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula Negara. “Karena warga negara mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan
kekuatan
bersama”.
(Anonim,
2011:
http://karankeren.blogspot.com/2011/10/1134533/pengertian-negara-dan-warganegara. html.) Sedangkan John J Cogan & Ray Derricott membuat definisi bahwa “ A citizen as a member of society”, yang artinya “ Warga Negara adalah anggota syah dari suatu masyarakat”. (Winarno dan Wijianto, 2010: 23). Jadi warga negara merujuk pada entitas orang atau individu. Dari pengertian warga negara tersebut, dapat disimpulkan bahwa warga negara adalah orang yang menjadi anggota penduduk yang merupakan unsur negara yang memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
kepastian hak, privasi dan tanggung jawab dan mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Lebih lanjut John Crowley (1998: 169) dalam jurnal internasional menyebutkan bahwa “Citizenship is a status bestowed upon those who are full members of community. All who possess the status are equal with respect to the right and duties with which the status is endowed”. Dari kutipan dalam jurnal internasional tersebut dapat diartikan bahwa kewarganegaraan adalah status yang diberikan kepada mereka yang menjadi anggota dari masyarakat. Semua anggota warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Jadi, kewarganegaraan dapat diartikan sebagai status yang berkaitan dengan keanggotaan yang memiliki ikatan antara negara dengan warga negara yang mengakibatkan adanya hak dan kewajiban yang sama di dalam suatu negara. e. Pengertian Karakter Warga Negara Menurut Udin S Winataputra menyatakan bahwa: Karakter Warga negara adalah nilai, atau komitmen dan juga sikap kewarganegaraan. Karakter kewarganegaraan ini berkaitan dengan sifat atau watak atau karakter privat dan publik dari seorang warga negara yang perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam kehidupan demokrasi konstitusional. (Wijianto dan Winarno, 2010: 12) Selanjutnya Cogan dan Derricott mengidentifikasikan perlunya warga negara memiliki delapan karakteristik yang dipandang sebagai cerminan warga negara ideal abad 21. Kedelapan karakteristik warga negara tersebut adalah: 1) The ability to look at and approach problem as a member of global society (kemampuan untuk melihat masalah sebagai anggota masyarakat global. 2) The ability to work others in a cooperative way and to take responsibility for one’s rules/ duties within society (kemampuan kerja sama dengan yang lain dengan cara yang kooperatif dan menerima tanggung jawab atas peran atau tugasnya di dalam masyarakat). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
3) The ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences (kemampuan memahami, menerima, menghargai, dan dapat menerima perbedaan- perbedaan budaya). 4) The capacity to think in a critical and systematic way (kapasitas berfikir dengan cara yang kritis dan sistematis). 5) The willingness to resolve conflict in a non violent manner (keinginan untuk menyelesaikan konflik dengan cara tanpa kekerasan). 6) The willingness to change one’s life style and consumption habits to protect the environment (keinginan untuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumtifnya untuk melindungi lingkungan). 7) The ability to be sensitive towards and to defend human right eg right of women, ethnic minorities (kemampuan bersikap sensitif dan melindungi hak asasi manusia misalnya hak wanita, hak etnis minoritas). 8) The willingness and ability to participate in politics at local, national and internasional levels (keinginan dan kemampuan untuk ikut serta dalam politik pada tingkat lokal, nasional, dan internasional) . ( Winarno, 2009: 14) Mengikuti jalan pemikiran tersebut, dapat diketahui bagaimana perihal dan kriteria dari warga negara Indonesia dengan melihat rumusannya dalam konstitusi negara Indonesia UUD 1945 dan peraturan perundang- undangan dibawahnya. Melalui dokumen kenegaraan tersebut dapat diketahui seperangkat kriteria atau karakter manusia indonesia atau warga negara Indonesia yang hendak dicapai. Sedangkan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyatakan bahwa : Watak atau karakter kewarganegaraan sesungguhnya merupakan materi yang paling substantive dan esensial dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dimensi ini dapat dipandang sebagai muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan demikian seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, memiliki keterampilan intelektual maupun partisipatif, dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan membentuk suatu karakter atau watak yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan sehari-hari. Watak yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, taat hukum, menghormati orang lain, memiliki kesetiakawanan sosial dan lain-lain. (Andriez. 2007: http://andriez 1980.blogspot.com/tujuanpkn_10.html). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Kathy Bickmore (2005: 2) dalam jurnal internasional yang menyatakan bahwa : Democratic education at its best. Democratic disagreement in classrooms as well as about classroom can be constructive opportunities to rebuild community, to remedy injustices, and to build citizenship capacity in policies and practices. Democratic processes and social institutions are mechanisms for making decisions in the context of social and political conflict. Artinya pendidikan demokrasi adalah yang terbaik. Perbedaan pendapat demokratis dalam ruang kelas serta sekitar kelas dapat menjadi peluang untuk membangun kembali masyarakat, untuk memperbaiki ketidakadilan, dan untuk membangun kapasitas kewarganegaraan pada kebijakan dan praktek. Proses demokrasi dan lembaga sosial adalah mekanisme untuk membuat keputusan dalam konteks konflik sosial dan politik. Jadi, dalam hal ini karakter kewarganegaraan sangat penting dalam mewujudkan negara yang demokratis. Hal ini karena watak kewarganegaraan dibangun berdasarkan pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan. Dari kutipan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa, karakter warga negara adalah sikap nilai ataupun komitmen warganegara dalam kaitannya dengan dirinya sendiri (privat) maupun dengan khalayak umum (publik). f. Nilai - nilai dalam Membentuk Karakter Dalam Indonesia Heritage Foundation yang dikutip oleh Megawangi. R (2007: http://www.mizan.com) merumuskan nilai - nilai yang patut diajarkan untuk menjadi pribadi yang berkarakter, antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Cinta Allah SWT dan semesta beserta isinya serta cinta kebenaran Bertanggung jawab, disiplin, dan mandiri Amanah dan jujur Mempunyai rasa kasih sayang, kepedulian, dan mampu bekerjasama Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah Mempunyai rasa keadilan dan sikap kepemimpinan Baik dan rendah hati Mempunyai toleransi, cinta damai, dan persatuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Aa Gym mengemukakan bahwa karakter itu terdiri dari empat hal, yaitu: 1) Pertama, karakter lemah. Misalnya penakut, tidak berani mengambil resiko, pemalas, cepat kalah, belum apa - apa sudah menyerah. 2) Kedua, karakter kuat. Misalnya tangguh, ulet, mempunyai daya juang yang tinggi, atau pantang menyerah. 3) Ketiga, karakter jelek. Misalnya licik, egois, serakah, sombong, pamer, dan sebagainya. 4) Keempat, karakter baik. Seperti jujur, terpercaya, rendah hati, dan sebagainya. (Furqon Hidayatullah, 2009: 10) Sementara itu menurut Hasanah. A (2009: 14), Character Count di Amerika mengidentifikasikan bahwa karakter- karakter yang menjadi pilar adalah: 1) Dapat dipercaya (trustworthiness) 2) Rasa hormat dan perhatian (Respect) 3) Tanggung jawab (responsibility) 4) Jujur (fairness) 5) Peduli (caring) 6) Kewarganegaraan (citizenship) 7) Ketulusan (honesty) 8) Berani (courage) 9) Tekun (diligence) 10) Integritas Sedangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010: 9-10) mengemukakan 18 (delapan belas) yaitu: “Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prsetasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab”. Nilai-nilai budaya bangsa tersebut akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai Perguruan Tinggi (PT). Nilaicommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
nilai tersebut merupakan nilai yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan juga disesuaikan pula dengan bahan pembelajaran yang dilakukan. Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai – nilai yang harus ada dan diteladani untuk membentuk karakter seseorang merupakan nilai – nilai positif yang sifatnya fundamental yang harus dimiliki oleh setiap orang. Sehingga nantinya akan terbentuk karakter manusia Indonesia yang beradab atau berkahlak mulia. Terkait dengan pendidikan karakter, Mulyasa (2011: 12) menyatakan bahwa nilai yang dibentuk sebagai wujud keberhasilan pendidikan karakter di sekolah dapat diketahui dari berbagai perilaku sehari- hari yang tampak dalam setiap aktivitas sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Kesadaran Kejujuran Keikhlasan Kesederhanaan Kemandirian Kepedulian Kebebasan dalam bertindak Kecermatan/ketelitian Komitmen dan penghargaan terhadap waktu
Sedangkan Muhammad Karim (2008: http://www.Penanaman karakter
- dan
aktualisasinya), menyatakan bahwa nilai- nilai pendidikan karakter dapat diaplikasikan dalam berbagai perilaku sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Amanah dan jujur Bertanggung jawab Mandiri Disiplin Baik dan rendah hati Mempunyai rasa kasih sayang, kerukunan,dan mau bekerja sama Ketekunan Kepedulian terhadap sesama
Pernyataan di atas mempunyai makna bahwa pendidikan karakter dikatakan berhasil ketika seseorang sudah mampu mempraktekkan nilai- nilai positif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
tersebut dalam kehidupan sehari- hari. Sehingga nilai- nilai tersebut tidak hanya sebatas pengetahuan saja tetapi juga benar- benar diterapkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari- hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat serta dalam kehidupan bernegara. g. Prinsip Pengembangan Karakter Secara prinsipil, pembentukan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya satuan pendidikan.
Oleh
karena
itu
pendidik
dan
satuan
pendidikan
perlu
mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter ke dalam Kurikulum, silabus yang sudah ada. Menurut Jamal Ma’mur (2011: 57) pembentukan karakter di sekolah harus didasarkan pada prinsip – prinsip sebagai berikut: 1) Mempromosikan nilai – nilai dasar etika sebagai basis karakter 2) Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku 3) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membengun karakter 4) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian 5) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik 6) Memiliki cakupam terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membengun karakter mereka, dan membantu mereka mencapai sukses. 7) Mengusahakantumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik. 8) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pembentukan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama. 9) Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun karakter. 10) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter. 11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi sekolah sebagai guru – guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Prinsip yang digunakan dalam pengembangan karakter tersebut mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter sebagai milik peserta didik dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Sehingga dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
3
Tinjauan tentang Peduli Budaya
a. Pengertian Budaya Budaya merupakan keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief ) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan jamak dari buddhi (budi dan akal) diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Budi merupakan unsur rohani, sedangkan daya adalah unsur jasmani manusia. Dengan demikian budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Sehingga budaya ada hubungannya dengan kemampuan manusia dalam mengelola sumber - sumber kehidupan. Harris and Ogbonna mengartikan budaya sebagai “The collective sum of beliefs, values, meaning and assumptions that are shared by a social group and that help commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
to shape the ways in which they respond to each other and to their external environment”. (Iskandar Agung, 2011: 25) Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa budaya adalah keseluruhan dari keyakinan,makna nilai-nilai,dan asumsi yang juga dimiliki oleh kelompok social dan akan membantu membentuk cara mereka menanggapi atau berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungan luar mereka. Kroeber mengartikan bahwa, “Budaya adalah keseluruhan kompleks yang terdiri atas pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan kapabilitas lain, serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagai anggota suatu masyarakat”. (Berry, 1999: 324) Lebih lanjut Nani Tuloli (2003: 118) mengartikan bahwa, “Budaya adalah sesuatu yang tertanam dan berkembang dalam pikiran, perilaku, tindakan serta benda benda yang dihasilkan sebagai karya kelompok masyarakat tertentu”. Oleh karena itu, budaya dapat berupa tindakan yang dilakukan oleh manusia maupun bendabenda yang dihasilkan dalam kehidupannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh dari sistem nilai, moral dan perilaku manusia yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas dalam kehidupan manusia. Dijadikan sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau kontrol individu-individu di dalamnya untuk mewujudkan perilaku sesuai dengan lingkungannya. b. Wujud Kebudayaan Koentjaraningrat mengatakan bahwa, wujud kebudayaan ada 3 (tiga) macam, yaitu: 1) Wujud kebudayaan sebagai kompleks cita - cita, ide - ide, gagasan, nilai- nilai, norma- norma, konsep serta pikiran manusia yang disebut dengan sistem budaya (culture system). Fungsinya adalah mengatur, mengendalikan, mengarahkan kelakuan. 2) Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas sikap tindak, perilaku yang saling berinteraksi dalam masyarakat yang disebut sistem sosial (social system) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
3) Wujud kebudayaan sebagai benda - benda fisik hasil karya manusia yang disebut kebudayaan fisik (material culture). (Nani Tuloli, 2003: 118) Sedangkan Parsudi menyatakan bahwa: Kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai makna benda, tindakan dan peristiwa dalam kehidupan sosial, dalam pandangan yang jadi pelakunya. Dalam perwujudannya, kebudayaan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: (1) apa yang mereka lakukan, (2) apa yang mereka ketahui, (3) benda apa yang digunakan dalam kehidupan. (Nani Tuloli 2003: 118) Sementara itu Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu “Gagasan, aktivitas, dan artefak”. (Herimanto dan Winarno, 2008: 25) Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Gagasan (wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan yang sifatnya abstrak (tidak dapat diraba atau disentuh). Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat.
2) Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Yang sering disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola- pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalamkehidupan sehari- hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. 3) Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda- benda atau hal - hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumetasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Semua perwujudan budaya di atas merupakan simbol - simbol budaya yang mempunyai fungsi dan manfaat dalam kehidupan manusia. Anggota masyarakat menampilkan dirinya sebagai warga suatu masyarakat melalui aplikasi perwujudan simbol - simbol budaya itu dalam dirinya maupun dalam interaksi dengan orang lain, dalam aktivitas kesehariannya, dalam memberikan pandangan tentang sesuatu, dan beraksi terhadap sesuatu peristiwa atau masalah. c. Unsur Kebudayaan Menurut
Slamet
(1983:
17)
menyatakan
bahwa,
“Unsur
kebudayaan
dikualifikasikan ke dalam dua unsur hakiki, yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif”. Kedua unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Unsur subyektif merupakan nilai imanen pada budi manusia yang pada instansi berikutnya memberikan motivasi terhadap jiwa manusia yang akan merealisasikan unsur kebudayaan yang obyektif. 2) Unsur obyektif merupakan praktek atau perwujudannya. Herimanto dan Winarno (2008: 26) menyebutkan, “Ada tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal, yaitu perlengkapan hidup, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi”. Ketujuh kebudayaan tersebut dikatakan universal karena dapat dijumpai dalam setiap kebudayaan dimana pun dan kapan pun berada. Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur - unsur budaya pokok yang pasti ada atau dapat ditemukan apabila mempelajari setiap kehidupan masyarakat mana pun di dunia ini. Karena ada pada setiap kehidupan manusia di dunia, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang ada di dunia disebut sebagai unsur - unsur budaya yang bersifat universal, atau unsur kebudayaan universal. Perkembangan ketujuh aspek universal kebudayaan diatas secara utuh merupakan cermin dari perkembangan kehidupan suatu bangsa yang beradab, memiliki kualitas kehidupan yang tinggi dalam keserasian dengan seluruh alam ciptaan Tuhan Yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Maha Esa. Oleh karena itu ketujuh unsur kebudayaan ini seharusnya dikembangkan secara seimbang dalam kehidupan manusia. d. Peduli Budaya 1) Pengertian Peduli Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Peduli berarti mengindahkan, memperhatikan dan
menghiraukan”. Yaitu sebuah nilai dasar dan sikap
memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di sekitar. Sedangkan
menurut
pendapat
dari
Ahmad
Juwaini
(2010:
http://oase.
kompas.com/read/2010/08/24/01134533 / Peduli) menyatakan bahwa, ”Peduli adalah sebuah sikap keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam persoalan, keadaan atau kondisi yang terjadi di sekitar kita”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peduli merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang ke dalam kondisi atau keadaan tertentu. Sehingga seseorang tersebut dapat ikut merasakan segala kondisi atau keadaan yang terjadi. 2) Pengertian Peduli Budaya Menurut Alcala Zamora, “Peduli budaya diartikan sebagai sikap atau tindakan seseorang untuk turut serta dalam upaya untuk mempertahankan keberadaan suatu unsur atau sistem budaya tertentu dalam masyarakat”.(Nani Tuloli,2003: 151) Sedangkan
Sahrul
Munir
(2010:
http://6453.12.67785//.yayasan
peduli.or.id/in/program/seni-budaya.html), mengartikan bahwa: Peduli budaya yaitu upaya pelestarian nilai-nilai budaya berupa adat istiadat, seni, sejarah dan peninggalan bersejarah ataupun dari hasil ide, atau gagasan seseorang agar bisa dinikmati oleh generasi penerus dan merupakan suatu simbul dari sebuah wilayah yang akan menjadi kebanggan. Sehingga orang yang peduli terhadap kelestarian budaya akan berupaya mempertahankan budaya supaya generasi penerusnya pun bisa menikmati serta melanjutkan dalam menjaga dan mempertahankan budaya agar tetap ada sampai kapanpun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, Peduli budaya adalah sikap atau keterlibatan seseorang dalam memperhatikan, menjaga serta melestarikan seluruh nilai- nilai budaya dan keragaman dari hasil cipta, rasa dan karsa manusia sebagai wahana pelestarian dan pengembangan kebudayaan bangsa. 3) Sikap Peduli terhadap Pelestarian Budaya Sikap atau tindakan yang nyata dalam menjaga budaya merupakan kunci lestarinya kebudayaan. Secara umum pelaksana pemelihara budaya adalah warga negara atau seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Suatu kebudayaan seharusnya menjadi hal yang membanggakan warganya, sehingga ia bersedia atau mampu melestarikan dan memanfaatkan kekayaan budaya. Budaya atau kebudayaan tidak akan berarti apa – apa jika pemiliknya tidak peduli dan tidak berupaya mempertahankan nilai budaya tersebut. Menurut Nani Tuloli (2003: 16), Pelestarian nilai budaya harus dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat, yang dilakukan melalui kegiatan – kegiatan sebagai berikut: 1) Mengadakan inventarisasi dan pengumpulan warisan budaya daerah dan nasional secara bertahap dan menyeluruh. 2) Mengadakan tulisan – tulisan yang terkait dengan warisan budaya. 3) Mendirikan lembaga atau pusat penyimpanan, pengkajian budaya berupa museum, sanggar budaya, pusat kajian budaya, dan bengkel – bengkel seni budaya. 4) Di sekolah – sekolah atau lembaga pendidikan lain diadakan pendidikan berbasis budaya dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, baik formal maupun non formal seperti kursus tarian, busana, lagu – lagu daerah, dan kegiatan seni budaya lainnya. 5) Mengembangkan kreasi baru yang bertemakan budaya seperti penayangan adat – istiadat, pakaian daerah, tari – tarian maupun lagu – lagu daerah. 6) Mengadakan lomba – lomba yang berbasis budaya, baik di sekolah maupun di tempat lain. Semua kegiatan tersebut merupakan wujud kepedulian warga negara terhadap kelestarian budaya, yang harus dilakukan oleh semua komponen termasuk peserta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
didik sebagai penerus generasi bangsa. Bagi peserta didik melestarikan budaya merupakan suatu yang wajib dilakukan, karena sebagai generasi penerus bangsa harus bisa menjaga budaya agar tidak hilang menyadari bahwa kehidupan masyarakat tidak bersifat tetap, melainkan terus maju seiring perkembangan jaman. Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kelestarian budaya ditentukan oleh warga negara. Ini artinya bahwa budaya akan tetap ada ketika semua warga negara dari semua elemen mau menjaga dan mempertahankan nilai – nilai budaya yang menjadi identitas bangsa. Sehingga budaya tidak hilang seiring dengan terus majunya perkembangan jaman di era globalisasi.
4. Hubungan antara Kegiatan Ekstrakurikuler dengan Karakter Kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan yang pada umumnya bertujuan membawa siswa menuju ke dalam keadaan yang lebih baik. Kegiatan ini merupakan proses penyaluran ilmu pengetahuan dan penanaman sikap bernilai positif kepada siswa. Oleh karena itu, untuk merealisasikan hal tersebut, pembelajaran seharusnya tidak hanya sebatas untuk mengasah intelegensi siswa, melainkan juga dapat membawa siswa menjadi pribadi atau mempunyai karakter yang baik. Menurut Mochtar Buchori “Pengembangan karakter seharusnya membawa siswa ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata”.( Zainal, 2011: 11) Untuk itu, pembentukan karakter dalam diri siswa tidak hanya melalui kurikuler (program pendidikan) saja, namun juga melalui kegiatan lain di sekolah, salah satunya ekstrakurikuler. Menurut Zainal dan Sujak, (2011: 15), “Penyelenggaraan pembentukan karakter di sekolah dilakukan secara terpadu melalui tiga jalur, yaitu melalui pembelajaran, manajemen sekolah, dan ekstrakurikuler”. Ini artinya, bahwa pembentukan karakter siswa di sekolah harus dilakukan secara seimbang dalam ketiga komponen tersebut, sehingga karakter tidak sebatas pengetahuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
saja, tetapi juga bisa membawa siswa kepada pengenalan secara afektif, dan akhirnya bermuara pada pengamalan secara nyata. Dari hal tersebut tampak jelas bahwa kegiatan ekstrakurikuler mempunyai peranan penting dalam membentuk karakter siswa. Sejalan dengan hal tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 12 Ayat (1b) juga telah dijelaskan bahwa “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan
pendidikan
sesuai
dengan
bakat,
minat,
dan
kemampuannya”. Ini artinya bahwa selain pendidikan dalam kelas, siswa juga berhak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing - masing siswa yaitu dengan diadakannya kegiatan ekstrakurikuler. Dengan adanya kegiatan yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan siswa, siswa juga merasa senang dengan kegiatan yang mereka ikuti, secara tidak langsung mereka juga memperoleh pendidikan karakter melalui kegiatan tersebut. Sehingga melalui kegiatan ekstrakurikuler tersebut dapat tertanam karakter ke dalam diri siswa yang akan membawa siswa menjadi pribadi yang mempunyai karakter yang diharapkan sebagai bekal untuk terjun dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Hubungan antara Pendidikan Kewarganegaraan dengan Karakter Karakter penting karena merupakan independensi warga negara yang memiliki tanggung jawab serta martabat yang akan membuat seseorang menjadi warga negara yang baik dan cerdas. Salah satu upaya dalam pembentukan karakter warga negara adalah melalui pendidikan. Tirtaraharja (2005: 1) mengatakan bahwa, “Pendidikan bermaksud membantu siswa untuk menumbuhkembangkan potensi – potensi kemanusiaannya”. Sehingga tujuan mendidik dapat dilakukan dengan baik dan benar jika pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Sedangkan hubungan antara Pendidikan Kewarganegaraan dan karakter itu sendiri yaitu bahwa konsep Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship education) dan karakter merupakan dua hal yang berkaitan. Hal tersebut ditegaskan oleh BSNP bahwa: Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (Andriez. 2007: http://andriez.1980.blogspot.com/tujuan-pkn_10.html) Hal tersebut mengandung makna bahwa sebagai warga negara harus mempunyai pengetahuan sebagai warga negara, keterampilan dan pada akhirnya akan membentuk suatu karakter warga negara yang baik sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Sejalan dengan hal tersebut, Udin S. Winataputra dan Dasyim Budimansyah (2007 : 186) yang menyebutkan bahwa: Terdapat 3 komponen utama yang perlu dipelajari PKn yaitu pengetahuan kewarganegaraan (Civic Knowledge), Kecakapan kewarganegaraan (Civic Skill) dan Sikap/karakter kewarganegaraan (Civic Dispotition), yang bertujuan untuk mengembangkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab, dan partisipatif. Sehingga ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam mewujudkan karakter warga negara yang baik yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dan karakter merupakan dua hal yang berkaitan. Karena karakter merupakan salah satu komponen yang menjadi tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan yaitu membentuk warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
6.
Hubungan antara Pendidikan Kewarganegaraan dengan Ekstrakurikuler commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Pendidikan Kewarganegaraan dan kegiatan ekstrakurikuler berjalan seiring dalam rangka membangun karakter atau watak warga negara muda. Karakter warga bisa dibedakan dalam karakter privat dan karakter publik. Branson menyatakan bahwa “Traits of privat character such as moral reponsibility, self-dicipline, and respect for individual worth and human dignity. Public character such as publicspiritedness, civility, respect for law, critical-mindedness, and a willingness to negotiate and compromise”. (Winarno, 2009: 21) Artinya yang termasuk karakter privat adalah tanggung jawab moral, disiplin diri, menghargai individu dan martabat kemanusiaan. Termasuk karakter publik adalah semangat kemasyarakatan, sopan, menghargai hukum, berpikir kritis, kemauan bernegosiasi dan berkompromi. Warga negara yang berkarakter merupakan bagian penting dari tujuan pembangunan pendidikan secara umum. Sebagaimana fungsi dan tujuan pendidikan nasional Indonesia, yaitu : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3) Pendidikan kewarganegaraan dan kegiatan ekstrakurikuler terdapat kesamaan, yakni kesamaannya dalam membangun karakter kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan selain berjalan seiring dengan kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka pengembangan karakter warga negara siswa, dapat pula menjadikan kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana pengembangan isi dari bidang pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Hal ini terkait dengan adanya tiga bidang pendidikan kewarganegaraan, yaitu pendidikan kewarganegaraan persekolahan (school civics), pendidikan kewarganegaraan kemasyarakatan (community civics), pendidikan kewarganegaraan akademik (academic civics). PKn persekolahan merupakan program kurikuler yang menjadikan ekstrakurikuler sebagai bagian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
dari materi mata pelajaran PKn di sekolah. PKn sebagai kemasyarakatan dapat menjadikan ekstrakurikuler sebagai bagian dari gerakan community civics. Sedangkan, PKn sebagai akademik dapat memasukkan ekstrakurikuler sebagai salah satu objek studi, kajian atau penelitian bidang pendidikan kewarganegaraan. Sesuai dengan hal tersebut di atas, maka dalam membentuk karakter kewarganegaraan penelitian ini mengarahkan pada PKn persekolahan model informal curriculum yang diimplementasikan dalam ekstrakurikuler. Terkait dengan pembentukan karakter warga negara yang peduli budaya, PKn persekolahan model informal curriculum yang diimplementasikan dalam ekstrakurikuler kesenian. Harapannya dengan adanya pengimplementasian PKn melalui kegiatan ekstrakurikuler kesenian ini dapat membawa siswa menjadi manusia atau pribadi yang mempunyai akhlak mulia khususnya dalam hal membentuk karakter warga negara yang tanggap atau peduli terhadap kelangsungan dan kelestarian budayanya. Sehingga nantinya budaya yang kita miliki akan tetap ada walaupun perkembangan jaman terus berganti. Ini juga merupakan bentuk apresiasi nyata insan pendidikan sebagai warga negara yang peduli terhadap kelangsungan budaya Indonesia.
B. Kerangka Berpikir Pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholder terkait untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak - anak yang baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Terkait dengan karakter, Lickona menyatakan bahwa, “Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit)”. (Zainal, 2011: 11) Ini artinya bahwa pembentukan karakter siswa tidak hanya terbatas pada pengenalan nilai pengetahuan (kognitif) saja, tetapi pembentukan karakter harus membawa siswa kepada pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, yang akhirnya bermuara pada pengamalan nilai - nilai tersebut secara nyata. Dengan demikian, karakter bukan hanya sekedar wacana tentang kepribadian yang diharapkan, tetapi juga dapat diwujudkan dalam perilaku sehari - hari oleh siswa. Ekstrakurikuler merupakan salah satu dari tiga komponen dalam membentuk karakter siswa, ketiga komponen tersebut antara lain: pembelajaran, manajemen sekolah
dan
ekstrakurikuler.
Melalui
kegiatan
ekstrakurikuler
yang
diselenggarakan oleh pihak sekolah, siswa dapat menggali potensi, bakat, minat yang dimiliki oleh masing - masing siswa, sehingga akan terbentuk karakter siswa yang diharapkan. Karena pada dasarnya keragaman budaya menuntut adanya pendidikan dari pemangku pendidikan untuk lebih responsif terhadap kenyataan tersebut. Jika guru tidak memberikan perhatian pada aspek pentingnya pelestarian budaya kepada siswa, maka berdampak pada semakin besarnya ketidakpedulian siswa terhadap budaya. Untuk itu, penerapan kegiatan ekstrakurikuler kesenian dirasa penting guna meningkatkan kepekaan dan kepedulian siswa terhadap budaya mengingat semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi siswa dalam hal kepeduliannya terhadap budaya. Penerapan ekstrakurikuler kesenian ini bertujuan untuk meningkatkan kepekaan dan kepedulian siswa khususnya di SMP Negeri 5 Surakarta terhadap budaya baik dalam lingkungan sekolah maupun kehidupan sehari- hari dalam masyarakat sehingga dapat membentuk watak atau karakter siswa agar memiliki watak atau karakter warga negara yang peduli budaya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Berdasarkan uraian di atas maka kerangka berpikir yang peneliti kembangkan adalah
bagaimana
implikasi
penerapan
ekstrakurikuler
kesenian
dalam
membentuk karakter warga negara yang peduli budaya di SMP Negeri 5 Surakarta. Secara sistematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Pendidikan Karakter disekolah
Pembelajaran
Ekstrakurikuler
Manajemen sekolah
(kurikuler)
Ekstrakur ikuler kesenian
Pramuka
Karya Ilmiah Remaja Palang Merah Remaja
Olah Raga
Memperkuat Budaya Indonesia
Membentuk karakter warga negara yang peduli budaya
commit to user