BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan Musyarakah dan Dasar Hukumnya 1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah Secara etimologi, al-syirkah berarti ikhtilath (pencampuran), yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Sedangkan menurut terminologi atau istilah syirkahadalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang diterapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan atau kerugian ke dalam bagian yang ditentukan. Atau bisa dikatakan suatu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai kesepakatan.39 Menurut
ulama
ahli
fiqh,
ada
beberapa
pendapat
dalam
mendefinisikan musyarakah antara lain : a. Menurut Malikiyah Musyarakah adalah izin untuk mendayaguanakan (tasharruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya
saling
mengizinkan
39
kepada
salah
satunya
untuk
Sofiniyah Gufron, dkk, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, Cet. 1,(Jakarta: Renaissan ITC Cempaka Mas, 2005), hlm. 43.
30
31
mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertasharruf. b. Menurut Syafi’iyah Musyarakah adalah ketetapan hak pada suatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui). c. Menurut Hanabilah Musyarakah adalah hak (kewenangan) atau pengelolaan harta (tasharruf). d. Menurut Hanafiyah Musyarakah adalah ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang bersekutu pada pokok harta dan keuntungan. Apabila dipehatikan dengan cara seksama, definisi dari keempat ulama diatas yang paling dapat dipandang paling jelasadalah definisi terakhir, karena mengungkapkan hakikat perkongsian, yaitu transaksi (akad).40 Muhammad Syafi’i Antonio mengatakan bahwa al-musyarakah adalah akad kerja sama anatara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal atau exprestise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.41
40
Prof. Dr. Rachmat Syafi’I. MA,Fiqh Muammalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.
183-185 41
Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit, hlm. 90.
32
Dalam wacana fikih musyarakah (kerjasama) adalah bentuk dari penerapan prinsip bagi hasil (PLS) yang dipraktekan dalam sistem perbankan Islam. Konsep musyarakah digunakan dalam perbankan Islam.42 Musyarakah dalam sistem perbankan Islam, menurut International Islamic Bank For Investment and Development (IIBID) menejelaskan bahwa musyarakah merupakan salah satu cara pembiayaan yang terbaik yang dimiliki bank-bank Islam. Prinsip ini dijalankan berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya (partner) untuk diberikan dalam bentuk proyek usaha dan partisipasi ini dijalankan berdasarkan sistem bagi hasil, baik dalam keuntungan (profit) maupun kerugian (loss). Syarat-syarat
yang
berkenaan
dengan
kontrak
musyarakah
didasarkan kesepakatan yang di bicarakan antara dua pihak (bank dan partner). Umumnya, pihak bank menyerahkan modal usaha dan menyerahkan manajemen usaha tersebut kepada partner.43 2. Landasan Syari’ah Musyarakah Musyarakah merupakan suatu kesepakatan antara lembaga keuangan dengan anggota untuk membiayai suatu usaha dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas kerugian. Hal ini sesuai dengan ketentuan dasar hukum syari’at, yaitu sebagai berikut:
42
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 107. Ibid, hlm. 112.
43
33
a. Al-Qur’an Firman Allah Qs.An-Nisa [4] : 12
Artinya “mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.” Firman Allah QS. Surat Al – Shad [38] : 24
… … Artinya “...Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh ; dan amat sedikitlah mereka ini...”. (QS Shaad : 24).44 b. Al – Hadits Hadits Rasulullah SAW yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi musyarakah, adalah:
ُ أَ َنا َثال: ُ َّللا َيقُول َّ ِث ال ش ِري َك ْي ِن َما لَ ْم َ َّ ََّعنْ أبي ه َُر ْي َر َة َر َف َع ُه َقال َ إِن ِ صا ح َب ُه خانه خرجت من بينهما (رواه أبوا داود َ َي ُخنْ أَ َح ُد ُه َما )والحاكم عن أبي هريرة Artinya Dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman : Aku pihak ketigadan dua orang yang bertransaksi selama salah satunya tidak menghianatinya yang lainnya.” (HR. Abu Dawud No.3383 dalam Kitab al-Buyu dan Hakim)45
44
Departemen Agama, Al – Qur‟an dan Terjemah, (Semarang: CV. Diponegoro, 2000),
hlm. 117. 45
Al-Imam Al-Hafidz Sulaiman Ibnu Al-Asyast at Sajistani, Sahih Sunan Abi Dawud III, Edisi 2, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 2000), hlm.256.
34
c. Ijma’ Ulama Ibnu Qudamah dalam bukunya Al-mughni 5/109 telah berkata: “Kaum muslimin telah berkonsus akan keabsahan musyarakah secara umum walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari padanya.46 d. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 08/DSN -MUI/IV/2000 Fatwa
DSN
No.08/DSN-MUI/IV/2000,
mengatur
tentang
ketentuan pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut: 1) Ijab dan Qobul Ijab
Qobul
yang
dinyatakan
oleh
para
pihak
harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad). b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak. c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 2) Subjek Hukum Para pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut: a. Kompeten
dalam
memberikan
atau
diberikan
kekuasaan
perwaliaan.
46
Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Cet. 3, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hlm. 24.
35
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan dan seiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur assetmusyarakah dalam proses bisnis normal. d. Setiap mitra member wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan masing-masing dianggap melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. e. Seorang
mitra
tidak
diizinkan
untuk
mencairkan
atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri. 3) Objek Akad Objek akad pada musyarakah, terdiri dari modal, kerja, keuntungan dan kerugian. Masing-masing di tentukan hal-hal sebagai berikut: a. Modal 1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang lainnya. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan seperti barang-barang properti dan sebagainya. Jika modal berbentuk asset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. 2) Para
pihak
tidak
boleh
meminjam,
meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
36
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan. Namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, bank (LKS) dapat meminta jaminan. b. Kerja 1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. Tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah
merupakan
syarat.
Seorang
mitra
boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. 2) Setiap mitra melaksanakan kerja dala musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. c. Keuntungan 1) Keuntungan harus dikuantifiksikan dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah. 2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak jumlah yang di tentukan di awal yang di terapkan bagi seorang mitra. 3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, maka kelebihan atau presentasi itu di berikan kepadanya.
37
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.47 d. Kerugian Kerugian harus di berikan di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing modal.48 e. Biaya Oprasional dan Persengketaan 1) Biaya oprasional di bebankan pada modal bersama. 2) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tecapai kesepakatan melalui musyawarah.49 3. Rukun,Syarat dan Jenis-jenis Musyarakah a. Rukun Musyarakah Dalam melakukan usaha maka rukun dan syarat harus dipenuhi.Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang tidak pernah terpisah dari suatu perbuatan. Adapun rukun musyarakah sebagai berikut: 1) Sighat
(ucapan)
:berupa
Ijab dan
Qobul
(Penawaran dan
Penerimaan) persetujuan kedua pihak merupakan konsekuensi dari
47
Himpunan Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional MUI Edisi Revisi Tahun 2006, Edisi Ketiga, Jakarta: Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, 2006, hlm. 48-54. 48 Wirdyanigsih, Et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 149-152. 49 Sofyan S. Harahap, “Akuntansi Perbankan Syariah”, (Jakarta: LPFE Usakti, 2006), hlm. 314-316.
38
prinsip sama-sama rela, disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikat dari dalam akad. 2) Pelaku atau pihak yang berkontrak Bahwa rekan dalam musyarakah harus ada nominal dua pelaku, pihak pertama sebagai pemilik modal (Shohibul Maal), sedangkan pihak kedua sebagai pelaksana usaha (Mudharib). 3) Objek kesepakatan berupa modal dan kerja. Merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek musyarakah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek musyarakah. b. Syarat-syarat Pembiayaan Musyarakah 1) Ucapan Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah, dapat berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan. Akad dianggap sah jika diucapkan secara verbal atau tertulis. Kontrak musyarakah di catat dan disaksikan oleh kedua belah pihak. 2) Pihak yang Berkontrak Disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwalian. 3) Objek Kontrak Dana atau modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas, perak atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal
39
ini. Beberapa ulama memberi kemungkinan pula bila modal berwujud
asset
perdagangan
seperti
barang-barang
properti,
perlengkapan dan sebagainya bahkan dalam bentuk hak yang tidak terlihat seperti lisensi, hak paten dan sebagainya. Bila itu dilakukan, menurut kalangan ulama, seluruh modal tersebut harus di nilai terlebih dahulu secara tunai dan disepakati oleh mitranya.50 c. Jenis-jenis Musyarakah Musyarakah ada dua jenis yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan dari asset tersebut. Sedangkan akad musyarakah tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal pembiayaan musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah terbagi menjadi al-„inan, al-mufawadhah, al-a‟amaal dan al-wujuh.51 1) Syirkah al-„inan Adalah kontrak antara dua orang atau lebih dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan 50
Sofniyah Gufron, dkk, Op. Cit. hlm. 48 Drs. Habibi Ramli, SE.MM.MBA, Teori Dasar Akuntansi Syari‟ah, (Jakarta: Renaisan, 2005), Cet. I, hlm. 35. 51
40
dan kerugian sebagaimana yang disepakati oleh mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil tidak harus sama sesuai dengan kesepakatan. 2) Syirkah al–mufawadhah Adalah kontrak kerja dua orang atau lebih setiap individu memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerjasama, tanggung jawab, dan beban hutang dibagi oleh masing-masing pihak. 3) Syirkah al-a‟maal Adalah kontrak kerjasama dua orang atau seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. 4) Syirkah al–wujuh Adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut ecara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiapmitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembeliaan secara kredit berdasarkan pada jaminan tersebut.
41
4. Aplikasi Musyarakah dalam Perbankan Islam52 1) Pembiayaan Proyek Al-Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayanan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah di sepakati untuk bank. 2) Modal Ventura Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penerapan modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual sebagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap. 5. Manfaat Musyarakah Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan musyarakah di antaranya sebagai berikut: a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat b. Bank tidak berkewajiban untuk membayar dalam jumlah tertentu pada kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha baik bank, sehingga bank tidak akan mengalami negative spread.
52
Muhammad Syafi’I Antonio, Op. Cit, hlm. 93.
42
c. Pengembangan pokok pembiayaan disesuiakan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. e. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menengah penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.53 6. Resiko Musyarakah Risiko
yang
terdapat
dalam
musyarakah,
terutama
pada
penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi yaitu sebagai berikut: a. Side Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak b. Lalai dan kesalahan yang disengaja c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur. Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:54
53
Ibid, hlm. 93-94 Lok. Cit, hlm.94
54
43
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Musyarakah
1. Negoisasi, Kesepakatan Awal, Asas Konsensualisme BANK Syariah Musyarik
Nasabah Financing
Modal
Musyarik 2.
Transaksi Akad, Asas formalisme
4. Money
PROYEK
3. Manajemen
5. Nisah Bagi Hasil 6. Akhir akad, pengembalian modal
Keterangan: 1. Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank syariah atas suatu rencana proyek usaha. Kemudian diadakan negosiasi sampai bank menyetujui proyeksi yang diajukan oleh nasabah dengan syarat dan analisis yang ditetapkan pihak bank. Pada tahap negoisasi jika tercapai kesepakatan berarti sudah terjadi asas konsensualisme. 2. Perjanjian dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan. Transaksi atau perjanjian dilaksanakan, masing-masing pihak sepakat untuk menyediakan modal dan menggabungkan modal masing-masing
dalam
proyeksi/bisnis
yang
telah
disepakati.
44
Penggabungan modal atas beberapa pihak inilah yang kemudian menjadi landasan akad ini disebut dengan (persekutuan atau percampuran). Pada tahap ini dapat diartikan sebagai asas formalisme akad musyarakah. Dimana akadakan terjadi jika sudah terjadi formalitas suatu perjanjian sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Nasabah sebagai pihak yang lebih potensial untuk menjalankan proyek tersebut. 4. Bank syariah, dengan keterbatasan waktunya hanya dapat melakukan monitoring dan evaluasi (monev) atas proyek bersama yang sedang dijalankan oleh nasabah. Bank mempunyai hak kebijakan manajemen jika dibutuhkan . 5. Keuntungan akan
dibagi kepada nasabah dan bank syariah sesuai
dengan proporsi modal dan peran dalam kelangsungan proyek. 6. Perjanjian pembiayaan akad musyarakah selesai sesuai dengan nota perjanjian atau satu pihak mengakhiri dengan beberapa alasan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku. Pada akhir perjanjian, modal bank dan nasabah akan dikembalikan. Penyusutan atas nilai modal atau aset barang akan ditanggung bersama, kelebihan atas nilai modal dan asset barang akan dibagi bersama.55
55
175-176.
Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik.(Yogyakarta: Teras, 2012), hlm.
45
B. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 1.
Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)56 Dalam konteks Indonesia, kriteria usaha penting dibedakan untuk penentuan kebijakan yang terkait. Skala usaha dibedakan menjadi usaha mikro, usaha kecil usaha menengah dan usaha besar. Penyebutan UMKM adalah untuk ketiga skala usaha selain usaha besar, yakni usaha mikro, kecil dan menengah. Dalam kehidupan ekonomi sehari-hari, usaha mikro dan usaha kecil mudah dikenali dan mudah dibedakan dari usaha besar. Secara kualitatif, usaha mikro adalah usaha informal yang memiliki asset, modal, omzet yang amat kecil. Ciri lainnya adalah jenis komoditi usahanya sering berganti, tempat usaha kurang tetap, tidak dapat dilayani oleh perbankan, dan umumnya tidak memiliki legalitas usaha.Sedangkan usaha kecil menunjuk kepada kelompok usaha yang lebih baik dari pada itu, tetapi masih memiliki sebagian ciri tersebut. Sedangkan Usaha Kecil menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995 adalah segala kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagai mana telah diatur dalam undang-undang ini.57 Adapun kriteria usaha Usaha Kecil menurut undang-undang ini adalah: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
56
Awalil Rizky, Strategi Jitu Investasi di UMK: Optimalisasi Konstribusi UMK dalam Makro Ekonomi Indonesia, (Jakarta: PT. Permodalan BMT, 2008) hlm.50. 57 Noer Sutrisno, Peranan Perbankan Sebagai Sumber Pembiayaan Usaha Golongan Ekonomi Lemah dan Koperasi, (Jakarta: Departemen Kehakiman, 1994), hlm.16
46
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.1 Miliar. c. Milik Warga Negara Indonesia d. Berdiri Sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. e. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, temasuk koperasi. Berdasarkan Surat Edaran BI No. 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal kredit usaha kecil (UKK) adalah usaha yang memiliki total asset maksimum Rp. 600 juta, tidak termasuk tanah dan rumah yang di tempati. Pengertian usaha kecil ini meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimilik tidak melebihi nilai Rp. 600 juta. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan yang sederhana. Usaha kecil dan Menengah difokuskan pada industri manufaktur dengan menggunakan kriteria serapan tebaga kerja. Berdasarkan kriteria BPS itu, industri skala kecil dicatat sebagai suatu perusahaan manufaktur yang memperkerjakan tenaga antara 5-9 orang.58 Usaha kecil yang menjadi sasaran BMT pada umumnya berskala kecil dan mikro.Hal ini terutama terlihat dari nilai asset, omset, bentuk usaha, serta jumlah tenaga kerja yang dimiliki mitra BMT. Jika dilihat dilihat dari nilai asset dan omsetnya, semuanya memiliki asset di bawah Rp. 58
Marzuki Usman, Kiat Sukses Pengusaha Kecil, Jurnal Keuangan dan Moneter dan Institut Banker Indonesia, (Jakarta: IBI, 1998), hlm. 18
47
200 juta dan omset tahunan dibawah Rp. 50 juta, serta antara Rp. 50 juta sampai Rp. 500 juta.59 Adapun yang dimaksud Usaha Menengah dijelaskan dalam INPRES No. 10 tahun 1999 adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta sampai maksimal Rp. 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan usaha). Adapun kriteria Usaha Menengah sebagai berikut:60 a) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bagunan tempat usaha. b) Disamping itu, sesuai ketentuan butir empat Inpres No. 10/1999 Tentang Usaha Menengah, para menteri sesuai dengan ruang lingkup tugas, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dapat menetapkan kriteria Usaha Menengah sesuai dengan karakteristik sektornya dengan ketentuan kekayaan bersih paling banyak Rp. 10 miliar. c) Milik Warga Negara Indonesia. d) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Besar. e) Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum.
59 60
Nurul Widyaningrum, Op. Cit, hlm. 104 INPRES No. 10 tahun 1999
48
Dilihat dari ciri-cirinya Usaha Kecil dan Usaha Menengah pada dasarnya dapat dianggap sama, yaitu sebagai berikut:61 a) Struktur organisasi yang sangat sederhana b) Tanpa staf yang berkelebihan c) Bagian kerja yang longgar d) Memiliki hierarki manajerialyang pendek e) Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan f) Kurang membedakan antara pribadi dengan perusahaan. 2. Karakteristik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Secara umum, sektor usaha kecil memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Sistem pembukuan yang relative sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar kadang kala pembukuantidak di uptodate sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya. b. Margin usaha yang cenderung tipis, mengingat persaingan yang sangat tinggi. c. Modal terbatas. d. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas.
61
Titik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejiedona, Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi, (Jakarta: Gasindo, 2004), hlm. 15.
49
e. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit untuk mengharapkan mampu menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang. f. Kesimpulan pemasaran dan negoisasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas. g. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dipasar modal rendah, mengingat
keterbatasan
dalam
sistem
administrasinya.
Untuk
mendapatkan dana dipasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standard harus transparan.62 3. Keunggulan dan Kelemahan UMKM Sejak krisis moneter diawali tahun 1997, hampir 80% usaha besar mengalami
kebangkrutan
dan
melakukan
PHK
misal
terhadap
karyawannya.Berbeda dengan UKM yang tetap bertahan didalam krisis dengan segala keterbatasannya. UKM dianggap sektor usaha yang tidak cenderung dan tahan banting. Usaha kecil memiliki beberapa potensi dan keunggulan komparatif, yaitu: a. Usaha Kecil beroperasi menyebar diseluruh plosok dengan berbagai ragam bidang usaha, hal ini karena kebanyakan usaha kecil timbul untuk memenuhi permintaan (agregat demand) yang tejadi didaerah regionalnya. Bisa jadi orientasi produksi usaha tidak terbatas pada orientasi konsumen untuk itu diperlukan suatu keputusan manajerial yang menganut kejelian yang tinggi. Dengan penyebaran usaha kecil,
62
Pandji Anuraga, Manajemen Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 46.
50
berarti masalah urbanisasi dan kesenjangan desa, kota minimal dapat di tekan. Setidaknya mengurangi konsentrasi intensitas lapangan kerja masalah sosial lain. b. Usaha Kecil beroperasi dengan investasi modal untuk aktiva tetap pada tingkat yang rendah. Sebagaimana besar modal terserap pada kebutuhan modal kerja, karena yang dipertaruhkan kecil, implikasinya usaha kecil memilki keterbatasan yang tinggi untuk masuk atau keluar dari pasar. Dengan demikian, kegiatan produksi dapat dihentikan sewaktu-waktu, jika kondisi yang dihadapi kurang menguntungkan. Konsekuensi laim dari rendahnya nilai aktiva tetap adalah meng upto datekan produknya. Akibatnya, usaha kecil akan memiliki derajat imunitas yang tinggi terhadap gejolak perekonomian internasional. c. Sebagian besar usaha kecil dapat dikatakan padat karya (labur intensive)
yang
disebabkan
penggunaan
tekhnologi
sederhana.
Presentase distribusi nilai tambah pada tenaga kerja relatif besar. Dengan demilkian, distribusi pendapatan bisa lebih tercapai. Selain itu, keunggulan usaha kecil terdapat pada hubungan yang erat anatara pemilik dengan karyawan menyebabkan sulitnya terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Keadaan ini menunjukan betapa usaha kecil memiliki fungsi sosial. Sedangkan kelemahan usaha kecil diawal dapat saja mengalami kerugian.Beberapa resiko diluar kendali perusahaan, seperti perubahan mode, peraturan pemerintahan, persingan dan masalah tenaga kerja dapat
51
menghambat bisnis.Beberapa jenis bisnis yang cenderung menghasilkan pendapatan yang tidak memperoleh profit. Mengelola bisnis sendiri juga berarti menyita waktu sendiri yang cukup bagi keluarga dan untuk berkreasi. Bagian penting dalam hidup ini kadangkala harus di korbankan untuk mengoprasilkan suatu bisnis agar sukses.63 4. Jenis-jenis UMKM Ada 3 jenis usaha yang bisa dilakukan oleh UMKM untuk menghasilkan laba. Ketiga jenis usaha tersebut adalah : a. Usaha Manufaktur (Manufacuring Business) Yaitu usaha yang mengubah input dasar menjadi produk yang bisa dijual kepada konsumen. (contohnya adalah konveksi yang menghasilkan pakaian jadi atau pengrajin bambu yang menghasilkan mebel, hiasan rumah, souvenir dan sebagainya). b. Usaha Dagang (Merchandising Business) Yaitu usaha yang menjual produk kepada konsumen.(Contohnya adalah pusat jajanan tradisional yang menjual segala macam jajanan tradisional atau toko kelontong yang menjual semua kebutuhan seharihari). c. Usaha Jasa (Service Business) Yaitu usaha yang menghasilkan jasa, bukan menghasilkan produk atau barang untuk konsumen. Sebagai contoh adalah jasa pengiriman barang atau warung internet (warnet) yang menyediakan alat dan layanan
63
Ibid, hlm. 47
52
kepada konsumen agar mereka bisa browsing, searching, blogging atau yang lainnya.64 5. Kendala-Kendala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam menjalankan proyeknya usaha mikro kecil mempunyai beberapa kendala antara lain yaitu:65 a. Aspek Pemasaran Pengusaha kecil tidak memiliki perencanaan dan strategi pemasaran yang baik, jangkauan pemasaran sangat terbatas, sehingga informasi produknya tidak sampai kepada calon pembeli potensial. Mereka hampir tidak memperlihatkan tentang calon pembeli dan tidak mengerti bagaimana harus memasarkan hasil produksinya. b. Aspek Manajemen Pengusaha
kecil
biasanya
tidak
memiliki
pengetahuan
dalam
pengelolaan usahanya, sehingga sulit dibedakan antara asset pengelolaan usahanya, sehingga sulit dibedakan antara asset keluarga dan usaha. Bahkan banyak diantaranya mereka yang memanfaatkan ruang keluarga untuk berproduksi. Perencanaan usaha tidak dilakukan sehingga tidak jelas arah dan target usaha yang akan dijalankan dalam periode waktu tertentu.
64
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41219/4/Chapter%20II.pdf. diakses pada tanggal16 Februari 2015 pada pukul 14.20 WIB 65 Muhammad Ridwan, Op. Cit, hlm. 24
53
c. Aspek Teknis Berbagai aspek teknis yang masih sering menjadi problem meliputi: cara produksi, sistem penjualan, sampai pada ada tidaknya badan hukum serta perizinan yang lain. d. Aspek Keuangan Kendala yang sering dalam usaha kecil adalah lemahnya bidang keuangan pengusaha kecil hampir tidak memiliki akses yang luas terhadap sumber permodalan (bank). Kendala ini sesungguhnya dipengaruhi oleh 3 kendala diatas, kebutuhan akan permodalan tidak dapat dipengaruhi oleh lembaga keuangan modern, karena pengusaha kecil tidak dapat memenuhi prosedur yang ditetapkan. 6. Upaya Pemberdayaan Usaha MikroKecil dan Menengah (UMKM) Konsep pemberdayaan seperti khususnya konsep pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat diuraikan bahwa inti dari pemberdayaan UMKM meliputi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling) usaha, memperkuat potensi atau daya (empowerment) dalam rangka pengembangan serta terciptanya kemandirian. Hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi UMKM untuk berkembang. Logika ini didasarkan asumsi bahwa tidak ada jenis usaha yang sama sekali tanpa memiliki sumber daya. Setiap UMKM pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang pihak UMKM sendiri tidak menyadari, atau sumber daya yang dimiliki tersebut masih belum dapat diketahui secara eksplisit.
54
Oleh karena itu sumber daya yang ada harus digali, dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini yang berkembang, maka pemberdayaan UMKM dapat dikatakan sebagai upaya untuk membangun daya yang dimiliki UMKM, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran
akan
potensi
yang
dimiliki
serta
berupaya
untuk
mengembangkannya. Disamping itu pemberdayaan hendaknya jangan menjebak UMKM
dalam
perangkap
ketergantungan
(charity),
pemberdayaan UMKM sebaliknya harus mengantarkan pada proses kemandirian UMKM yang bersangkutan. Permasalahan yang di hadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak hanya masalah modal tetapi juga mencangkup faktor lain seperti penguasaan tekhnologi produksi yang terbatas, pengembangan produk yang terkendala, manajemen usaha yang tradisonal, jaringan pemasaran yang sempit dan sebagainya.66 Masalah utama yang di hadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah modal (selain sumber daya manusia, infrastruktur, tekhnologi, dan lahan atau tempat usaha).67 7. Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) a. Prinsip Pemberdayaan Pasal 4 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Menyatakan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM):
66
Adi Sasono, Rakyat Bangkit Bangun Martabat, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008), hlm.
32. 67
M. Kwartono Adi, Kiat Sukses Berburu Modal UMKM, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009), hlm. 33.
55
1) Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri, 2) Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntable, dan berkeadilan. 3) Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 4) Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan, 5) Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.68 b. Tujuan Pemberdayaan Pasal 5 UU No.20/2008 Menentukan Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah: 1) Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan. 2) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri, dan 3) Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
68
Suhardi, Hukum Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia (Jakarta: PT Akademia, 2012) hlm. 24-35.