BAB II Landasan Teori dan Data 2.1. Pengertian atau Pemaknaan menurut teori dan kajian pustaka 2.1.1. Iklan Layanan Masyarakat Definisi iklan menurut John D. Burke adalah: “A series of advertising messages devoted to the same idea, concepts, or theme, will be traced from advertising to result in the marketplace” (Burke 1987 : 150) Menurut AdCouncil kriteria yang dipakai untuk menentukan kampanye pelayanan masyarakat adalah: 1. Non komersial 2. Non politik 3. Tidak bersifat keagamaan 4. Untuk semua lapisan masyarakat 5. Diselenggarakan oleh organisasi yang telah diakui dan diterima 6. Dampak dan kepentingannya tinggi sehingga layak mendapat dukungan media lokal dan nasional 7. Dapat diiklankan Langkah-langkah yang ditempuh dalam proses membuat iklan layanan masyarakat adalah 1) identifikasi masalah dan analisa sasaran, 2) Menentukan tujuan khusus kampanye, 3) Menentukan tema iklan, 4) Menentukan anggaran iklan, 5) Perencanaan media, 6) Menciptakan pesan-pesan iklan, 7) Evaluasi keberhasilan iklan sebelum, sedang berlangsung, dan setelah kampanye dilangsungkan. 2.1.2. Social Marketing Social marketing dibuat sebagai disiplin keilmuan pada tahun 1970 oleh Philip Kotler dan Gerald Zaltman. Perbedaan social marketing dengan marketing lainnya adalah social marketing dilakukan untuk mempengaruhi perilaku sosial dan tidak mencari manfaat bagi pemasarnya, melainkan untuk memberi manfaat kepada target audiensnya dan masyarakat. Social marketing adalah suatu bentuk pemasaran yang berisi pesan sosial untuk mempengaruhi sikap dan perilaku target audiens. Social marketing menjelaskan bahwa dalam mengkampanyekan pesan seperti ini dapat pula menggunakan prinsip marketing yang sama dengan prinsip marketing yang dipakai untuk menjual produk komersil.
8
Seperti halnya marketing komersial, sosial marketing juga memiliki fokus utama kepada konsumer yaitu mempelajari tentang apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumer dari pada tentang bagaimana membujuk mereka untuk membeli barang yang diproduksi. Proses perencanaan marketing berfokuskan konsumer ini membawa kepada perhatian terhadap elemen-eleman marketing yang diistilahkan sebagai elemen marketing mix. Elemen-elemen itu terdiri dari 1) Produk (product), 2) Harga (price), 3) Distribusi (Place), 4) Promosi (promotion). Elemen-elemen ini disebut sebagai 4P marketing mix. Dalam Social Marketing elemen-elemen ini ditambah empat elemen P lain yaitu 1) Public, 2) Partnership, 3) Policy, 4) Purse Strings. Produk Produk Social Marketing bukan sesuatu yang berbentuk fisik. Produknya ada dua macam sifat yaitu tangible atau nyata secara fisik dan intangible atau tidak nyata. Contoh produk Social Marketing yang bersifat tangible adalah kondom dan ASI. Contoh produk intangible adalah ide tentang pelestarian lingkungan. Price Harga dalam Sosial Marketing adalah segala usaha yang harus konsumen lakukan untuk mendapatkan atau melakukan produk sosial itu. Harga ini dapat menjadikan konsumer menyerah misalnya karena keterbatasan tenaga atau berbagai resiko yang dapat muncul. Jika manfaat dari produk ini dinilai lebih besar dari pada biaya, maka penerimaan kepada produk juga lebih besar. Place Dalam Social Marketing, place yang dimaksud adalah saluran di mana konsumer dapat mencapai informasi lebih lanjut dan bagaimana memperoleh training. Promotion Promotion adalah penggunaan terintegrasi antara Advertising, Public Relation, Promotions, Media Advocacy, Personal Selling dan Kendaraan Entertainment. Fokusnya adalah pada menciptakan dan mempertahankan kesinambungan kebutuhan akan produk. Public Untuk mendapatkan kesuksesan, Social Marketing sering memiliki banyak target audien. Publik merujuk pada dua kelompok, yaitu kelompok eksternal dan internal. Publik eksternal adalah target audien, secaondary target, dan pembuat kebijakan.
9
Publik internal adalah kelompok yang terlibat dalam perijinan dan pelaksanaan program. Partnership Partnership dalam Sosial Marketing adalah bentuk hubungan pemasar dengan organisasi lain yang berhubungan dengan proyek yang dijalin untuk bekerja sama memudahkan penyampaian pesan yang lebih efektif. Policy Dukungan kebijakan dan dukungan media yang dapat melengkapi program sosial marketing. Purse Strings Program sosial marketing yang ada dilakukan dengan pendanaan yang di dukung oleh sumber seperti yayasan, bantuan pemerintahan dan sumbangan. Tambahan
ini
merupakan dimensi lain yang diperlukan untuk mengongkosi program sosial marketing. Richard K. Manoff, dalam bukunya yang berjudul social marketing, New Imperative for Public Health menuturkan bahwa dalam sosial marketing, keputusan strategis muncul dari analisa masalah dan target sasaran. Social Marketing adalah proses menuju perubahan sikap sosial terkait suatu permasalahan. Social Marketing merujuk pada pengalaman, bukan hanya teori Dalam sosial marketing, proses komunikasi yang baik adalah, 1) Attention/impact, seberapa baik komunikasi itu meraih dan menarik audiens. 2) Persuasion, harus dapat meyakinkan, memotivasi, dan membujuk. 3) Cultural acceptance, harus sesuai dengan corak budaya dan simbol-simbol setempat. 4) Tonality, dapat menciptakan nuansa pesan tersendiri bagi audiens. 2.1.3. Media Tujuh faktor pendekatan strategi media: 1. Target
audiens.
Dalam
merencanakan
media
yang
akan
dipakai
untuk
menyampaikan sebuah pesan. Maka media yang dipilih harus sesuai atau cocok dengan target audien yang telah ditentukan. 2. Media value requirements of message. Media yang dipilih dalam menyampaikan pesan harus mendukung isi pesan itu sendiri.
10
3. Reach. Pemilihan media juga mencakup perhitungan dalam masalah jangkauan yang dapat dilakukan oleh media yang dipakai. 4. Frequency. 5. Media weight 6. Continuity 7. Cost efficiency 2.1.4. Korupsi Menurut Kamus Webster, korupsi adalah perubahan kondisi dari yang baik menjadi tidak baik. Sedang dari sisi hukum korupsi diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau uang, baik untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri. Menurut Wikipedia-enslikopedia bebas- Definisi korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut
Transparency
International
adalah
perilaku
pejabat
publik,
baik
politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, perbuatan korupsi mencakup unsur-unsur: •
melanggar hukum yang berlaku
•
penyalahgunaan wewenang
•
merugikan negara
•
memperkaya pribadi/diri sendiri
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti 11
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. Menurut perpektif hukum di Indonesia, definisi korupsi secara gamblang dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. berdasarkan
pasal-pasal
tersebut,
korupsi
dirumuskan
ke
dalam
tiga
puluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperini mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Penyebab terjadinya korupsi Penyebab terjadinya korupsi bermacam-macam dan banyak ahli mengklasifiksikan penyebab terjadinya korupsi. Salah satunya Boni Hargen, yang membagi penyebab terjadinya korupsi menjadi 3 wilayah yaitu: • Wilayah Individu, dikenal sebagai aspek manusia yang menyangkut moralitas personal serta kondisi situasional seperti peluang terjadinya korupsi termasuk di dalamnya adalah faktor kemiskinan. • Wilayah Sistem, dikenal sebagai aspek institusi/administrasi. Korupsi dianggap sebagai konsekuensi dari kerja sistem yang tidak efektif. Mekanisme kontrol yang lemah dan kerapuhan sebuah sistem memberi peluang terjadinya korupsi. • Wilayah Irisan antara Individu dan Sistem, dikenal dengan aspek sosial budaya, yang meliputi hubungan antara politisi, unsur pemerintah dan organisasi non pemerintah. Selain itu meliputi juga kultur masyarakat yang cenderung permisif dan kurang perduli dengan hal-hal yang tidak terpuji. Di samping itu terjadinya pergeseran nilai, logika, sosial, dan ekonomi yang ada dalam masyarakat. Dampak dari korupsi Adapun dampak dari korupsi bagi bangsa Indonesia sangat besar dan komplek. Menurut Soejono Karni, beberapa dampak korupsi adalah rusaknya sistem tatanan masyarakat, ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi, munculnya berbagai masalah sosial di
masyarakat,
penderitaan
sebagian
besar
masyarakat
di
sektor
ekonomi,
administrasi, politik, maupun hukum, yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidakpercayaan, apatis terhadap pemerintah yang berdampak kontraproduktif terhadap pembangunan.
12
2.1.5. Kejujuran Kejujuran adalah lawan dari dusta dan kecocokan sesuatu sebagaimana dengan fakta. Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya. (Albert Hendra Wijaya) Imam Ibnu Katsir berkata, “Jujur merupakan karakter yang sangat terpuji, oleh karena itu sebagian besar shahabat tidak pernah coba-coba melakukan kedustaan baik pada masa jahiliyah maupun setelah masuk Islam. Kejujuran merupakan ciri keimanan, sebagaimana pula dusta adalah ciri kemunafikan, maka barang siapa jujur dia akan beruntung. (Tafsir Ibnu Katsir 3/643) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berilah aku jaminan dengan enam perkara, maka aku akan menjamin untuk kalian dengan surga. (Yaitu) jujurlah kamu jika berbicara, tepatilah jika kamu berjanji, tunaikanlah amanat jika engkau diberi kepercayaan, jagalah kemaluan kalian, tundukkan pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian (jangan mengganggu atau menyakiti).” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku memberikan jaminan dengan sebuah rumah di dalam surga bagi orang yang meninggalkan dusta, meskipun hanya senda gurau. “ (HR. al-Baihaqi) Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kalian wajib untuk jujur, meskipun membawamu kepada kematian.” Dan perkataan beliau yang lainnya, “Kejujuran yang membuatku menjadi terhina lebih aku sukai daripada kedustaan yang mengangkat kedudukanku.” Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Jika engkau ingin menjadi orang-orang yang benar (jujur) maka wajib atasmu sikap zuhud dalam urusan dunia dan menahan diri dari menyakiti ahlul millah (sesama muslim).” 2.1.6.
Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan antikorupsi adalah perpaduan pendidikan nilai dan karakter. Sebuah karakter yang dibangun di atas landasan kejujuran, integritas, dan keluhuran.
13
Kerakusan, dusta, ketidakjujuran merupakan perilaku yang bisa terbentuk sejak kecil. Sejak masa kanak-kanak. Perilaku ini adalah kumpulan dari apa yang dialami dalam proses hidup, mulai usia dini hingga dewasa. Teori psikologi kognitif menguatkan argumen ini. Menurut psikologi kognitif, apa yang kita dengar, lihat, pikirkan, rasakan, dan alami akan mempengaruhi cara pandang dan perilaku kita. Singkatnya, perilaku kita merupakan resultante dari apa yang kita pikir, rasa, dan lakukan. Dengan demikian, apa yang kita lihat dan dengar semasa kecil juga akan membentuk karakter kita bila dewasa kelak. Mochtar Buchori seorang pendidik, dalam Harian Kompas tanggal 21 Februari 2007 bertajuk Pendidikan Anti Korupsi menyampaikan tiga gagasannya berkaitan dengan korupsi. Pertama, korupsi hanya dapat dihapuskan dari kehidupan kita secara berangsur-angsur. Kedua, pendidikan untuk membasmi korupsi sebaiknya berupa persilangan (intersection) antara pendidikan watak dan pendidikan kewarganegaraan. Ketiga, pendidikan untuk mengurangi korupsi harus berupa pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi. Dilihat dalam konteks pendidikan, tindakan untuk mengendalikan atau mengurangi korupsi adalah keseluruhan upaya untuk mendorong generasi-generasi mendatang mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima ke sikap tegas menolak korupsi, tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk memperbarui sistem nilai yang dirwarisi, sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap perjalanan bangsa. Sistem nilai adalah keseluruhan norma-norma etika yang dijadikan pedoman oleh bangsa untuk mengatur perilakunya. Perubahan dari sikap membiarkan, memahami, dan memaafkan korupsi ke sikap menolak korupsi secara tegas hanya akan terjadi setelah lahir generasi yang mampu mengidentifikasi berbagai kelemahan dalam sistem nilai yang mereka warisi dan mampu memperbarui sistem nilai warisan itu berdasar situasi-situasi baru. Dalam konteks pendidikan antikorupsi ini yang penting untuk ditekankan ialah tujuan pendidikan nilai bukan memupuk ke-maniran beretorika tentang nilai-nilai atau tentang suatu ideologi. Yang jauh lebih penting ialah menggunakan pengetahuan tentang dan ketaatan terhadap nilai-nilai untuk memupuk kemampuan membimbing bangsa ke pembaruan cara hidup (way of life), sesuai realitas yang ada serta aspirasi tentang masa depan yang masih hidup dalam diri bangsa.
14
Pendidikan nilai tidak berhenti pada pengenalan nilai-nilai. Ia masih harus berlanjut ke pemahaman nilai-nilai, ke penghayatan nilai-nilai, dan ke pengamalan nilai-nilai. Hanya dengan siklus yang bulat seperti ini dapat diharapkan, pendidikan nilai akan dapat membawa bangsa ke kemampuan memperbarui diri. Faisal Djabbar dalam Harian Fajar edisi 9 Desember 2006 mengatakan perubahan sikap dan perilaku dilakukan melalui internalisasi nilai-nilai. Aspek ini terwujud juga dalam falsafah pendidikan negeri kita, yang bersendikan pembangunan kecerdasan manusia Indonesia seutuhnya. Karena itu, pendidikan harus mampu mengembangkan prinsip
keseimbangan
perkembangan
3H
(head,
heart,
hand).
Peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Teori pendidikan mengenal tiga ranah tujuan pendidikan: kognisi, afeksi, dan konasi. Ranah kognisi menekankan aspek penerimaan informasi. Kemudian, peserta didik mampu menjelaskan kembali informasi yang telah diserap. Kemampuan kognisi berguna
mengombinasikan
cara-cara
baru
dan
mensintesiskan ide-ide
baru.
Mengetahui, mengingat, memahami, menganalisis, dan mengevaluasi merupakan tujuan di domain kognisi. Ranah afeksi menekankan aspek emosi, sikap, apresiasi, nilai, dan tingkat kemampuan menerima atau menolak sesuatu. Sedangkan ranah konasi (psikomotorik) menitikberatkan pada tujuan melatih keterampilan teknis, memanipulasi gerak, merangkai berbagai gerak, dan meniru gerak. Ketiga domain itu idealnya seimbang. Adanya keselarasan sisi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sementara itu, menurut pakar pendidikan, Mohammad al-Thoumy, keselarasan itu mesti menunjang tujuan individual, sosial, dan profesional. Pertama, tujuan individual. Yakni yang berhubungan dengan individu, pembelajaran, dan kepribadian peserta didik. Berkaitan juga dengan perubahan tingkah laku, kematangan, kemandirian, pencapaian, dan pertumbuhan kedewasaan yang diingini dalam pribadi peserta didik. Kedua, tujuan sosial. Yakni yang berkaitan dengan hubungan kehidupan dalam masyarakat. Tentang perubahan dan pertumbuhan yang diharapkan dalam masyarakat; yang memperkaya pengalaman. Ketiga, tujuan profesional. Yakni yang berpatokan pada pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai salah satu kegiatan dalam masyarakat.
15
2.2. Data dan Fakta 2.2.1. Data bahasan 2.2.1.1. Nilai-nilai Kebaikan Sejak tahun 1990-an di Amerika Serikat dimulai apa yang disebut pengajaran nilai kebaikan universal (the golden rule). Yaitu nilai-nilai kebaikan dan kebajikan manusia yang melewati batas budaya, etnik dan agama, yang dijadikan acuan dalam mendidik anak-anak dan kaum remaja sebagai warga negara dan individu yang baik (be a good citizens). Terdapat enam nilai yang dijadikan acuan dan dianggap universally valid yaitu (1) kepercayaan (trustworthiness), (2) saling menghargai (respect), (3) bertanggungjawab (responsibility), (4) adil (fairness), (5) kasih sayang (caring) dan (6) kewarganegaraan (citizenship). Survei Kejujuran Suatu survei dilakukan oleh tim survey majalah Rider’s Digest untuk menilai kejujuran diri sendiri dilakukan di 16 kota besar di sembilan negara Asia, dari Cebu di Filipina sampai Mumbai di India termasuk Jakarta. Di tiap kota tersebut, 100 orang berusia di atas 18 tahun disodorkan 10 pertanyaan simpel untuk mengorek standar benar dan salah mereka, lengkap dengan komentarkomentarnya. Hasilnya memang tidak bisa dijadikan barometer moral penduduk Asia, tapi paling tidak, bisa menjadi tes yang menarik untuk menilai kejujuran diri sendiri. Kesepluh pertanyaan beropsi ya atau tidak itu adalah: 1. Di pintu ke luar sebuah pasar swalayan, Anda baru sadar bahwa kasir ternyata kelebihan memberikan uang kembali belanjaan Anda sebesar Rp. 50.000. Apakah Anda akan balik dan mengembalikan kelebihan tersebut ke kasir? 2. Jika Anda bisa memanipulasi besar gaji, tanpa diketahui petugas pajak, dalam laporan pajak tahunan Anda sehingga pajak penghasilan yang harus dibayar menjadi lebih kecil, apakah Anda akan melakukannya? 3. Anda membutuhkan sejumlah amplop dan pen untuk keperluan pribadi Anda. Apakah Anda akan mengambilnya dari persediaan alat tulis kantor Anda? 4. Anda menemukan sebuah dompet di jalan yang berisi uang sebesar Rp. 400.000 beserta KTP dan nomor telepon pemiliknya. Apakah Anda akan mengembalikan dompet tersebut ke pemiliknya?
16
5. Anda memergoki suami istri sahabat Anda sedang menikmati makan malam romantis dengan seseorang. Apakah Anda merasa harus menceritakan kejadian itu kepada sahabat Anda? 6. Handuk-handuk yang terdapat di kamar mandi hotel yang Anda tempati terlihat sangat bagus. Apakah Anda akan membawa pulang sehelai tanpa merasa bersalah? 7. Seorang teman menawarkan produk bajakan dari sebuah program komputer yang mahal harganya secara gratis. Apakah Anda akan menerimanya dan menginstall program tersebut ke komputer Anda? 8. Ketika meletakkan sebuah dokumen ke atas meja kerja rekan sekantor Anda yang absen, Anda melihat rekening koran tabungannya. Apakah Anda akan berusaha mengintipnya? 9. Anda bermaksud melamar pekerjaan, namun tidak memenuhi kualifikasi. Apakah Anda akan membumbui CV anda hingga sesuai dengan kualifikasi tersebut karena Anda pikir kemampuan tersebut dapat Anda pelajari dengan cepat jika diterima bekerja? 10. Anda tengah berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan besar. Tiba-tiba Anda melihat seseorang sedang mengutil sebuah barang ke dalam tasnya. Apakah Anda lantas memberitahu satpam? Hasil jawaban orang Indonesia adalah pertanyaan no 1 dijawab ya oleh 90%, soal nomor dua 30%, nomor tiga 32%, nomor empat 96%, nomor lima 33%, nomor enam 7%, nomor tujuh 57%, nomor delapan 8%, 27% untuk pertanyaan nomor sembilan, dan 54% menjawab ya untuk soal nomor sepuluh. 2.2.1.2. Korupsi di Indonesia Saat ini Indonesia merupakan Negara dengan tingkat tindak korupsi paling tinggi di antara negara-negara di dunia. Berdasarkan hasil survei IPK (Indeks Persepsi Korupsi) dari Transparency International, tingkat korupsi Indonesia pada tahun 2006 sangat tinggi, sejajar dengan Zimbabwe, Papua Nugini, dan Ethiopia. IPK Indonesia tahun 2006 adalah 2,4, menduduki peringkat ke-130 dari 163. Sedang tahun 2005, 2004 dan 2003 IPK Indonesia berturut-turut adalah 2,2, 2,0, dan 1,9. Menurut estimasi Bank Dunia, penyebab utama kemiskinan adalah korupsi. Setiap tahun terjadi kerugian sebesar US$ 1.000 miliar di seluruh dunia karena korupsi. Presiden Bank Dunia menjelaskan, pemborosan akibat korupsi lebih
17
dari sekadar pemborosan sumber daya alam. Sebab, korupsi merusak perekonomian
lokal
dan
memberi
dampak
berupa
demoralisasi
pada
masyarakat. Ironisnya, pernyataan Presiden Bank Dunia tersebut sudah menjadi realitas di bumi Indonesia. Berdasarkan hasil survei IPK (Indeks Persepsi Korupsi) dari Transparency International, tingkat korupsi Indonesia pada tahun 2006 sangat tinggi, sejajar dengan Zimbabwe, Papua Nugini, dan Ethiopia. IPK Indonesia tahun 2006 adalah 2,4, jauh di bawah Malaysia dengan IPK 5,0. Untuk kawasan Asia, Singapura tetap merupakan negara terbersih dengan IPK 9,4. Pada tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke-130 dari 163 negara Indonesia masih termasuk negara paling korup di dunia. Dr Hasanudin, Dosen di Universitas Tanjungpura dalam Suara Pembaruan - 25 Maret 2004, mengatakan, analisis rendahnya gaji sebagai sebab korupsi hanyalah apologi. Bila apologi ini tersosialisasikan maka akan banyak orang menjadi berpikir bahwa korupsi adalah sebuah pintu darurat selama pemerintah belum mampu menjamin kesejahteraan mereka. Padahal perlu diperhatikan bahwa para pelaku korupsi itu tidak sekadar mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, tapi jauh melebihi hal itu. Apologi lain adalah banyak orang mengeluh bahwa seseorang terpaksa ikut terlibat korupsi karena semua orang terlibat. Keterlibatan semua orang itu membuat dia harus pula mengikutinya kalau tidak ingin dikucilkan atau dimusuhi. Atau pikiran kalau semua orang terlibat, mengapa pula saya perlu mengambil posisi 'bodoh' dengan tidak ikut terlibat. Dua jenis pemikiran apologis ini membuat korupsi itu jadi sebuah lingkaran setan. Agust Riewanto, Direktur Institute of Law, Human Right and Democracy (ILHaD) dan Anggota Dewan Pendiri Persada Indonesia dalam harian Suara Pembaruan,
11
Desember
2006,
mengatakan,
banyak
faktor
yang
menyebabkan korupsi di Indonesia marak dilakukan di antaranya ialah nihilnya budaya rasa malu korupsi, padahal menurutnya malu merupakan terapi psikologis untuk menurunkan derajat korupsi. Semakin tinggi rasa malu seseorang semakin tinggi pula tingkat kontrol psikologis untuk takut korupsi. Korupsi di Indonesia bukan lagi sebagai kasus yang baru, hal ini terbukti dari Survey yang dilakukan oleh UNDP terhadap 2.300 responden termasuk diantaranya 400 responden dari dunia usaha 1.250 rumah tangga, dan 650 responden pegawai. Sebagai salah satu penyalahgunaan kekuasaan yang
18
populer, korupsi telah menyebar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Sedangkan hasil Survey yang diadakan oleh marketing Research Indonesia (MRI) pada tahun 1999, tentang persepsi masyarakat (Perkantoran) terhadap Tingkat Korupsi di Indonesia, diperoleh beberapa catatan bentukbentuk
korupsi
yang
dikenal
oleh
masyarakat
antara
lain
Korupsi
tanah/penggusuran tanah rakyat, korupsi dana/uang, korupsi oleh pejabat tinggi, korupsi di Pertamina, korupsi di PPD, korupsi di pertambangan, korupsi di PLN, korupsi di Perusahaan, korupsi di bank-bank, korupsi di KPU, korupsi di pemerintahan, korupsi uang TPR (Tanda Parkir Restribusi), korupsi di Bulog, korupsi di pengadilan, korupsi di BUMN, korupsi di kejaksaan, korupsi di LSM, korupsi uang ASTEK, korupsi di TELKOM, korupsi dibidang perindustrian, korupsi
di
perusahaan
asing,
korupsi
di
PDAM,
korupsi
di
dalam
ketenagakerjaan, korupsi hasil hutan, korupsi di penerbangan, korupsi dana JPS, korupsi dimedia cetak, korupsi dimedia TV, korupsi dimedia radio, dan seterusnya. Sampai sedemikian parahnya korupsi di Indonesia, sehingga dari sudut pandang pihak asing, contahnya seperti yang dikemukan oleh Gary Goodpaster in Reflections on Corruption in Indonesia that ‘there is a common saying that Indonesia government employees are paid a salary to show up, not to work.” Korupsi
mengakibatkan
mertabat
bangsa
menjadi
rendah,
kehidupan
masyarakat menjadi tidak tenteram kerena masyarakat harus menanggung pajak yang tinggi sebagai akibat dari korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah termasuk pinjaman IMF/CGI/World Bank. Korupsi para pejabat mengakibatkan defisif APBN. Defisit APBN tersebut harus ditutup, salah satu dengan kenaikan pajak, menaikan harga BBM, harga PLN, dan lain-lain. Tetapi sampai saat ini belum terdapat hukum yang memadai untuk memberantas korupsi sehingga tidak mungkin dicapai ketertiban umum (tidak terdapat Law and Order ) tanpa upaya luar biasa berupa terobosan-terombosan terhadap korupsi. Di
tahun
2004,
Lembaga
Penelitian
dan
Pengembangan
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (LP3 UMY) mengadakan sebuah survei. Mereka ingin melihat tingkat pemahaman masyarakat terhadap korupsi. Responden diambil dari kalangan mahasiswa. Survei ini mengajukan beberapa temuan. Pertama, mahasiswa menyatakan ketidaksetujuan yang tinggi terhadap tindakan
korupsi.
Namun,
kecenderungan
perilaku
mereka
justru
menunjukkan kesan permisif terhadap korupsi. Kedua, sebagian besar responden (73,6%) bersikap moderat dalam menentukan apakah suatu situasi atau tindakan dapat disebut sebagai korupsi atau tidak. Ketiga, ditemukan
19
data bahwa persoalan mendasar dari korupsi adalah belum terpetakannya istilah-istilah dan artikulasi definitif tentang korupsi yang sesungguhnya. 2.2.2. Lembaga Terkait 2.2.2.1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Visi KPK Visi Komisi Pemberantasan Korupsi adalah mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi. Visi tersebut merupakan suatu visi yang cukup sederhana namun mengandung pengertian yang mendalam. Visi ini menunjukkan suatu tekad kuat dari KPK untuk segera dapat menuntaskan segala permasalahan yang menyangkut KKN. Pemberantasan korupsi memerlukan waktu yang tidak sedikit mengingat masalah korupsi ini tidak akan dapat ditangani secara instan, namun diperlukan suatu penanganan yang komprehensif dan sistematis. Misi KPK Misi Komisi Pemberantasan Korupsi adalah penggerak perubahan untuk Mewujudkan Bangsa yang Anti Korupsi. Dengan misi tersebut diharapkan bahwa komisi ini nantinya merupakan suatu lembaga yang dapat "membudayakan" anti korupsi di masyarakat, pemerintah dan swasta di Indonesia. Komisi sadar bahwa tanpa adanya keikutsertaan komponen masyarakat, pemerintah dan swasta secara menyeluruh maka upaya untuk memberantas korupsi akan kandas ditengah jalan. Diharapkan dengan partisipasi seluruh lapisan masyarakat tersebut, dalam beberapa tahun mendatang Indonesia akan bebas dari KKN. Tugas KPK Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas: 1.
Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan Sindak pidana korupsi;
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; 4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan 20
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. 6. Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang : 7. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; 8. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; 9. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; 10. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan 11. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Struktur organisasi KPK
2.2.3. Sasaran Secara demografis usia sasaran adalah berkisar antara 14 – 21 tahun, yang berpendidikan mulai dari SMP hingga tengah menjalani studi sarjana. Berjenis
21
kelamin
laki-laki
maupun
perempuan,
secara
umum
belum
memiliki
penghasilan karena masih ditanggung orang tua, bertempat tinggal di kota maupun di desa dan belum menikah. Secara psikografis sasaran merupakan massa yang terbuka, menerima segala bentuk pemahaman, mereka juga masih tergantung kepada orang lain oleh karena itu bukan merupakan pengambil keputusan. Mereka juga demokratis, dan merupakan pengikut. Dilihat dari segi sosial budaya, sasaran merupakan kelompok masyarakat yang memiliki tokoh atau golongan yang dijadikan panutan. Mereka tertuntut untuk bergaul dengan sesamanya oleh karena itu banyak mengikuti unit-unit kegiatan kampus atau sekolah. Karena kampanye ini sekupnya nasional maka mereka terdiri dari beraneka ragam suku yaitu sunda, jawa, batak dan lainlain oleh karena itu memiliki budaya yang beragam. Gaya hidup kelompok masyarakat yang dijadikan audiens ini adalah gaya hidup yang mengikuti perkembangan tren dalam hal apapun, suka kumpul-kumpul (gaul), konsumtif, gaya hidupnya populer, senang berolahraga dan jalan-jalan. 2.2.4. Media yang digunakan Media yang digunakan terdiri dari media lini atas dan media lini bawah. 2.2.5. Tinjauan terhadap proyek/program sejenis 2.2.5.1. Kondisi sasaran Kelompok sasaran adalah masyarakat berusia 17-21 tahun atau usia SMA. Target audiens ini memiliki karakter dan perilaku tertentu yang dapat dijadikan insight yang perlu dijadikan pertimbangan: 1. Pengikut trend Pelajar SMA adalah kelompok yang sangat memperhatikan tren dan mode yang ada saat itu. 2. memiliki aktivitas sosial yang tinggi kelompok masyarakat ini banyak memiliki kegiatan yang melibatkan banyak orang. 3. mementingkan pertemanan 4. banyak menggunakan media-media terkini seperi internet dan handphone untuk media komunikasi. Menurut data yang diperoleh
22
dari suatu sumber, 60% pemakai internet di Indonesia adalah SMA dan mahasiswa. Sasaran adalah kelompok masyarakat yang masih tergantung kepada orang tua, masih belajar dan masih mencari jalan hidup. Sasaran juga merupakan objek sasaran berbagai tujuan promosi melalui berbagai media. Siaran-siaran televisi banyak yang bermuatan gaya hidup kelompok muda ini karena ingin menarik perhatian mereka, produkproduk komersilpun demikian. 2.2.5.2. Program yang berkaitan Kantin anti korupsi yang mendidik pembelinya yang merupakan siswa sekolah untuk bersikap jujur dalam membayar barang yang dibeli walaupun kantin itu tidak ada penjaganya. Hal ini pernah dilakukan di kantin salah satu sekolah dasar di Bogor. 2.2.5.3. Kampanye sejenis
23
Kampanye melawan korupsi pernah dilakukan oleh KPK. Targetnya adalah
semua
lapisan
masyarakat.
Tujuannya
adalah
untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat bangkit untuk melawan korupsi. 2.2.5.4. Kompetitor kampanye Secara tidak langsung media dengan muatan yang banyak mengajak audiens untuk berperilaku konsumtif dalam iklan-iklan sementara itu melalui sinetron dan infotainmen, media TV banyak memperlihatkan glamoritas
mempengaruhi
target
audiens
dalam
menjadikan
materialisme sebagai sistem nilai sehingga kebaikan seseorang dilihat hanya dari sudut materi bukan moralitasnya. Hal ini menyebabkan masyarakat termasuk target audiens di dalamnya menjadi tidak peduli akan moral sehingga ujung-ujungnya mengarah ke pencapaian hasil dengan menghalalkan segala cara.
24