BAB II Reward dan Rasa Percaya Diri
A. Reward 1. Pengertian Reward Menurut bahasa reward berasal dari bahasa inggris yang berarti penghargaan atau hadiah. Sedangkan menurut istilah, banyak sekali pendapat yang mengemukakan di antaranya reward sama dengan ganjaran, memiliki arti hadiah, balasan yang dikenakan kepada seseorang atas apa yang telah dilakukannya.1 Reward merupakan sesuatu yang disenangi dan digemari oleh anak-anak yang diberikan kepada siapa saja yang dapat memenuhi harapan yakni mencapai tujuan yang ditentukan atau bahkan mampu melebihinya. Besar kecilnya reward yang diberikan kepada yang berhak tergantung dari banyak hal terutama ditentukan oleh tingkat pencapaian yang diraih.2 Jadi, dapat disimpulkan bahwa reward adalah suatu cara yang digunakan oleh seseorang untuk memberikan suatu penghargaan kepada seseorang karena sudah mengerjakan suatu hal yang benar, sehingga seseorang itu bisa semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut.
1
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan (Jakarta : Prenada Media, 1997), hlm. 306. Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), hlm. 160. 2
24
25
2. Tujuan Reward Mengenai masalah reward perlu peneliti bahas tentang tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward. Hal ini dimaksudkan agar dalam berbuat sesuatu bukan karena perbuatan semata-mata, namun ada sesuatu yang harus dicapai dengan perbuatannya karena dengan adanya tujuan akan memberi arah dalam melangkah. Tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward adalah untuk lebih mengembangkan motivasi yang bersifat intrinsik dari motivasi ekstrinsik dalam artian siswa melakukan suatu perbuatan maka perbuatan itu timbul dari kesadaran siswa itu sendiri.3 Pemberian reward akan sangat bermanfaat bagi siswa terutama dalam memberikan stimulus yang baik, dengan adanya reward akan berdampak pada siswa yaitu memberikan semangat baru untuk melakukan kegiatan yang akan diberikan. Ada beberapa tujuan pemberian reward adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan perhatian siswa. b. Membangkitkan dan memelihara motivasi. c. Mengendalikan dan mengubah tingkah
laku belajar yang
produktif. d. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar. e.
3
Mengarahkan kepada cara berpikir sendiri.4
Ibid Hasibuan dan Ibrahim, Proses Belajar Mengajar ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 65. 4
26
3. Syarat-Syarat Pemberian Reward Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh pendidik: a.
Untuk memberikan reward yang paedagogis perlu sekali guru mengenal betul-betul siswanya dan memberikan reward dengan tepat. Reward yang salah dan tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.
b.
Reward yang diberikan kepada seorang siswa janganlah menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik tetapi tidak mendapat reward.
c.
Memberi reward hendaknya hemat. Terlalu sering atau terusmenerus memberi reward dan penghargaan akan menjadi hilang arti reward itu sebagai alat pendidikan.
d.
Janganlah memberi reward dengan menjanjikan terlebih dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya apalagi bagi reward
yang diberikan kepada seluruh kelas.
Reward yang telah dijanjikan lebih dahulu hanyalah membuat
siswa
akan
terburu-buru dalam bekerja dan akan
membawa kesukaran-kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai. Cara memberikan reward yang baik dan menyenangkan
bagi
anak
adalah
ketika
anak
telah
menunjukkan hasil yang maksimal serta telah menampilkan perilaku yang diinginkan.
27
e.
Pendidik harus berhati-hati memberikan reward, jangan sampai reward yang diberikan kepada siswa diterimanya sebagai upah dari jerih payah yang telah dilakukannya.5 Dalam hal ini guru hendaknya bijaksana jangan sampai pemberian reward menimbulkan iri hati pada siswa yang lain yang merasa dirinya lebih pandai tetapi tidak mendapatkan reward. Memberikan reward merupakan hal yang kedengarannya mudah dan sederhana, akan tetapi seringkali tidak telalu mudah untuk dilakukan oleh setiap guru. Hambatannya bisa dalam berbagai bentuk yang berbeda. Beberapa orang guru mungkin belum terbiasa melakukannya, sangat mungkin karena anggapan mereka yang belum menempatkan reward sebagai sesuatu yang penting dalam proses pembelajaran.
4. Macam-Macam Reward a. Peringkat dan simbol-simbol lain Bentuk reward yang paling lazim digunakan adalah peringkat huruf atau angka, meskipun simbol-simbol lain seperti tanda bintang, centang, tanda benar dan tanda yang lainnya pun kadang juga digunakan. Pemberian peringkat dengan cara yang betul dan adil merupakan reward yang paling tepat jika dikaitkan langsung dengan usaha siswa, prestasi dan kemampuan. Oleh karena itu sebaiknya penggunaan simbol dapat sebanyak5
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 184.
28
banyaknya digunakan dengan berbagai segi keberhasilan siswa. Hal penting yang harus diingat dan diketahui oleh guru adalah bahwa di dalam memberikan nilai sebagai reward atau imbalan hasil kerja adalah dasar yang digunakan oleh guru dalam menentukan nilai tersebut
agar
mereka
mengetahui
betul
bagaimana
cara
memperoleh nilai sebanding dengan jerih payah yang mereka lakukan.6 b. Penghargaan Reward ini dapat berupa berbagai hal yang mempunyai arti adanya “perhatian” kepada siswa. Misalnya siswa berhasil membuat pekerjaan tangan atau hasil karya yang lain. Karena hasil tersebut sangat menonjol dibandingkan dengan hasil karya siswa lain, maka hasil tersebut diperlihatkan di depan kelas atau kepada masyarakat dalam kesempatan pameran sekolah. Kata-kata pujian dapat dikategorikan sebagai pemberian perhatian dan pengakuan atas keberhasilan siswa. c. Reward berupa kegiatan Ada kalanya suatu pekerjaan, tugas ataupun kegiatankegiatan lain menjadi dambaan bagi siswa untuk memperoleh kesempatan untuk melakukannya. Misalnya seorang siswa yang memperlihatkan kemajuan dalam membaca Al-Qur’an ditunjuk untuk menjadi pemimpin dalam tadarus Al-Qur’an.
6
Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 160-164.
29
d. Reward berupa benda Di dalam praktek telah banyak dilakukan oleh guru yakni pemberian reward yang berupa barang-barang yang diperkirakan mengandung nilai bagi siswa. Reward tersebut antara lain berupa: makanan, uang, alat tulis, alat-alat permainan atau buku-buku. Dalam memberikan reward yang berupa benda ini guru dituntut untuk mempertimbangkan dengan cermat dibandingkan dengan pemberian reward yang lain. Beberapa
hal
yang
perlu
dipertimbangkan
dalam
memberikan reward berupa benda antara lain: 1.) Reward tersebut harus benar-benar berhubungan dengan prestasi yang dicapai. 2.) Reward berupa benda sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang menerima. 3.) Reward yang berupa benda sebaiknya tidak perlu terlalu mahal. Alasan untuk pertimbangan ini adalah7: a) Akan membiasakan anak pada penghargaan yang terlalu tinggi sehingga lain kali tidak akan memandang sebagai reward untuk sesuatu yang kurang berharga.
7
Ibid.,hlm. 165.
30
b) Keuangan tidak selamanya dalam keadaan baik, sehingga tidak selalu mampu memberikan reward dengan harga yang tinggi. Dari banyak macam reward di atas, maka dari itu seorang guru dapat memilih reward yang relevan dengan siswa disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa atau situasi dan kondisi ruangan, bila hal itu menyangkut masalah keuangan. 5. Kelebihan dan Kelemahan Reward a. Kelebihan reward Diakui bahwa pemberian reward memiliki banyak kelebihan, namun secara umum dapat disebutkan sebagai berikut: 1) Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa siswa untuk melakukan perbuatan yang positif dan besifat progresif. 2) Dapat menjadi pendorong bagi siswa lainnya untuk mengikuti anak yang telah memperoleh pujian dari gurunya baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik. Proses ini sangat besar kontribusinya
dalam
memperlancar
pencapaian
tujuan
pendidikan. b. Kelemahan reward Di samping mempunyai kelebihan, pemberian reward juga memiliki kelemahan antara lain:
31
1)
Dapat
menimbulkan
melakukannya
secara
dampak
negatif
berlebihan,
apabila
guru
sehingga
bisa
mengakibatkan siswa merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari teman-temannya. 2) Umumnya “reward” membutuhkan alat tertentu serta membutuhkan biaya.8 Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebagai sebuah metode dalam pendidikan, reward mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah bisa menjadi motivasi untuk melakukan perbuatan yang sama atau bahkan perbuatan yang lebih baik lagi karena di dalam reward ada arah (tujuan) yang dapat dijadikan pola perilaku berikutnya. Kelemahannya, jika metode ini diberikan secara berlebihan dan kurang tepat, maka anak akan timbul sikap sombong karena menganggap dirinya selalu hebat. 6. Hal yang Harus Dipertimbangkan dalam Memberikan Reward Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui siapa yang berhak mendapatkan reward, seorang guru harus selalu ingat maksud atau tujuan pemberian reward itu. Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukan hasil yang lebih baik dari biasanya, mungkin sangat baik diberikan reward.
8
Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 128-129.
32
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian reward: a. Reward hendaknya diberikan secara spontan, artinya jangan sampai ditangguhkan terlalu lama. b. Reward hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari aspek yang menunjukkan keistimewaan prestasi. c.
Reward hendaknya disesuaikan dengan kesenangan atau minat siswa.
d. Pada waktu penyerahan reward hendaknya disertai dengan penjelasan rinci tentang alasan dan sebab mengapa yang bersangkutan menerima hadiah terebut.9 Ada beberapa pendapat para ahli pendidikan terhadap reward sebagai alat pendidikan berbeda-beda. Sebagian menyetujui dan menganggap penting reward itu dipakai sebagai alat untuk membentuk kata hati siswa. Sebaliknya, ada pula ahli-ahli pendidikan yang tidak suka sama sekali menggunakan reward. Mereka berpendapat bahwa reward itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut pendapat mereka pendidik hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan dan berbuat yang baik dengan tidak mengharapkan reward, tetapi semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang kewajibannya.
9
Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 166.
33
Sedangkan pendapat yang terakhir terletak di antara keduanya, sebagai seorang pendidik hendaknya menyadari bahwa yang dididik adalah siswa, yang masih lemah kemauanya dan belum mempunyai kata hati seperti orang dewasa. Dari mereka belumlah dapat
dituntut
supaya
mereka
mengerjakan
yang baik
dan
meninggalkan yang buruk atas kemauan dan keinsafannya sendiri. Perasaan kewajiban mereka masih belum sempurna, bahkan pada siswa-siswa yang masih kecil boleh dikatakan belum ada. Untuk itu, maka reward sangat diperlukan dan berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan.10 Dari beberapa pendapat ahli mengenai reward, dapat kita perhatikan betapa pentingnya reward dalam kegiatan belajar mengajar. Reward merupakan penilaian yang bersifat positif terhadap hasil belajar siswa, tingkah laku dan penampilan siswa yang baik diberikan senyuman atau kata-kata pujian. Pada umumnya siswa melihat bahwa pujian guru itu sebagai sumber mendapatkan kepuasan, maka tindakan guru itu akan menjadi pendorong untuk terjadinya tingkah laku. Pemberian reward dalam kelas akan mendorong siswa meningkatkan usahanya dalam kegiatan belajar mengajar dan mengembangkan hasil belajar.
10
Ngalim Purwanto, op. Cit., hlm. 185.
34
B. Rasa Percaya Diri 1. Pengertian Rasa Percaya Diri Percaya diri bersal dari bahasa Inggris yakni self confidence yang artinya percaya pada kemampuan, kekuatan dan penilaian diri sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa penilaian tentang diri sendiri adalah berupa penilaian yang positif. Penilaian positif inilah yang nantinya akan menimbulkan sebuah motivasi dalam diri individu untuk lebih mau menghargai dirinya. Menurut Hakim percaya diri dapat dikatakan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap gejala aspek kelebihan yang dimiliki oleh individu dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan hidupnya.11 Menurut Liendenfield mendefinisikan kepercayaan diri adalah kepuasan seorang akan diri sendiri. Definisi lain terkait dengan kepercayaan diri, yakni dari Miskell yang mendefinisikan bahwa kepercayaan diri adalah penilaian yang relatif tentang diri sendiri, mengenai kemampuan, bakat, kepemimpinan dan inisiatif, serta sifatsifat lain dan kondisi yang mewarnai perasaan manusia.12
11
Thursan Hakim, Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri (Jakarta: Puspa Swara, 2002), hlm.
6. 12
Apriyanti Yofita Rahayu, Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita (Jakarta: PT Indeks, 2013), hlm. 63.
35
2. Karakteristik Rasa Percaya Diri Menurut de Angelis kepercayaan diri itu berkenaan dengan tiga hal, yaitu13: 1. Tingkah laku, kepercayaan diri untuk mampu bertindak dan melakukan segala sesuatu sendiri. Dengan tiga ciri penting yaitu: a. Keyakinan atas kemauan sendiri untuk melakukan sesuatu. b. Keyakinan atas kemampuan untuk menindak lanjuti segala prakarsa sendiri secara konsekuen. c. Keyakinan
atas
kemampuan
pribadi
dalam
menanggulangi segala kendala. 2. Emosi, adalah kepercayaan diri untuk yakin dan mampu menguasai emosi. Ada empat ciri penting yaitu: a. Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengetahui perasaan diri sendiri. b. Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dengan baik. c. Keyakinan untuk dapat bersosialisasi dengan baik. d. Keyakinan untuk mengetahui manfaat apa yang bisa disumbangkan pada orang lain.
13
Ibid., hlm. 64
36
3. Spiritual, kepercayaan diri spiritual merupakan kepercayaan diri yang terpenting karena tidak mungkin kita dapat mengembangkan kedua jenis kepercayaan diri yang lain jika kepercayaan diri spiritual tidak kita dapatkan. 3. Proses Terbentuknya Rasa Percaya Diri Proses terbentuknya rasa percaya diri menurut Hakim secara garis besar sebagai berikut14: a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-keleibihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya. c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahankelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses terbentuknya rasa percaya diri berasal dari dalam diri sendiri. Kepribadian yang baik yang sesuai dengan proses perkembangannya, pemahaman terhadap kelebihan-kelebihan serta kelemahan-kelemahan yang dimiliki untuk dapat menimbulkan reaksi yang positif dan
14
Thursan Hakim, op.cit., hlm. 42.
37
menggunakan segala kelebihan yang ada dalam diri individu agar menimbulkan rasa percaya diri, karena rasa percaya diri merupakan sumber kekuatan diri kita untuk dapat bergaul dengan lingkungan sosial. Orang yang memiliki rasa percaya diri akan bertindak dengan tegas dan memiliki sikap yang optimis, kreatif dan memiliki harga diri. 4. Faktor-Faktor Pembentuk Percaya Diri Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instan, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak dini, dalam kehidupan bersama orang tua. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan kepercayaan diri pada diri seseorang, yaitu: a. Pola Asuh Faktor pola asuh dan interaksi diusia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentuk rasa percaya diri.15 Sikap orang tua akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orang tua yang menunjukan perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai dimata orang tuanya. Sehingga meskipun ia melakukan kesalahan dari sikap orang tua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan
15
D.O. Sears, Psikologi Sosial (Jakarta: Airlangga, 1992), hlm. 265.
38
dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun juga karena eksistensinya. Dikemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap dirinya, seperti orang tuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya. b. Sekolah Dalam lingkungan sekolah, guru adalah panutan utama bagi siswanya. Perilaku dan kepribadian seorang guru berdampak besar bagi pemahaman gagasan dalam pikiran siswa tentang diri mereka. Salah satu segi dalam pendidikan di sekolah baik secara tertutup atau terbuka persaingan antar siswa dalam berbagai bidang telah menjadi bagian yang melekat dalam kehidupan akademik mereka. Setiap kompetensi pasti ada pihak yang menjadi pemenang dan pihak yang kalah. Siswa yang kerap menang dalam setiap kompetensi akan mudah mendapatkan kepercayaan diri dan harga diri. c. Teman Sebaya Kelompok teman sebaya adalah lingkungan sosial kedua setelah keluarga. Dimana mereka terbiasa bergaul dan mengungkapkan perasaan dan pikiran mereka pada orang lain. Dalam interaksi sosial yang dilakukan, populer atau tidaknya seseorang individu
39
dalam kelompok teman sebaya tersebut sangat menentukan dalam pembentukan sikap percaya diri. d. Masyarakat Sebagai anggota masyarakat kita harus berperilaku sesuai dengan norma dan tata nilai yang sudah berlaku. Kelangsungan berlakunya norma tersebut pada generasi penerus disampaikan melalui orang tua, teman sekolah, teman sebaya, sehingga norma tersebut menjadi bagian dari cita-cita individu. Semakin kita mampu memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, semakin lancar harga diri kita berkembang. Disamping itu perlakuan masyarakat pada diri kita juga berpengaruh pada pembentukan harga diri dan rasa percaya diri. e. Pengalaman Setiap individu pasti pernah merasakan pengalaman gagal dan berhasil. Perasaan gagal akan membentuk gambaran diri yang buruk dan sangat merugikan perkembangan harga diri individu. Sedangkan pengalaman keberhasilan tentu menguntungkan perkembangan harga diri yang akan membentuk gambaran diri yang baik sehingga akan timbul rasa percaya diri dalam diri individu.16 Berdasarkan beberapa faktor percaya diri di atas, jelas terlihat bahwasanya percaya diri sangat ditentukan oleh lingkungan sosialnya
16
J.P. Centi, Mengapa Rendah Diri (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 9-23.
40
yaitu: orang tua, sekolah, teman sebaya, masyarakat dan pengalamanpengalaman pribadinya. 5. Memupuk Rasa Percaya Diri Menumbuhkan rasa percaya diri yang profesional harus dimulai dari dalam diri individu. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa tidak percaya diri yang sedang dialaminya. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan jika individu mengalami krisis kepercayaan diri. Hakim mengemukakan sikap-sikap hidup positif yang mutlak harus dimiliki dan dikembangkan oleh mereka yang ingin membangun rasa percaya diri yang kuat, yaitu17: a. Bangkitkan Kemauan yang Keras. Kemauan adalah dasar utama bagi seorang individu yang membangun kepribadian yang kuat termasuk rasa percaya diri. b. Membiasakan Untuk Berani. Dapat dilakukan dengan cara terlebih dahulu membangkitkan keberanian dan
berusaha menetralisir ketegangan dengan
bernafas panjang dan rileks. c. Bersikap dan Berpikiran Positif. Menghilangkan pikiran yang negatif dan membiasakan diri untuk berfikir yang positif, logis dan realistis dapat membangun rasa percaya diri yang kuat dalam diri individu. 17
Thursan Hakim, op.cit., hlm. 170-180.
41
d. Membiasakan Diri Untuk Berinisiatif. Salah satu cara efektif untuk membangkitkan rasa percaya diri adalah dengan membiasakan diri berinisiatif dalam setiap kesempatan, tanpa menunggu perintah dari orang lain. e. Selalu Bersikap Mandiri Melakukan segala sesuatu terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan tidak terlalu bergantung pada orang lain. f. Belajar dari Pengalaman. Sikap positif yang harus dilakukan dalam mengahadapi kegagalan adalah siap mental untuk menerimanya, untuk kemudian mengambil hikmah dan pelajaran dan mengetahui faktor penyebab dari kegagalanya tersebut. g. Tidak Mudah Menyerah (Tegar). Menguatkan kemauan untuk melangkah, bersikap sabar dalam mengahadapi
rintangan
dan mau
berfikiran
kritis untuk
menyelesaikan masalah merupakan sikap yang harus dilakukan seorang individu untuk membentuk rasa percaya diri yang kuat dalam dirinya.18 h. Membangun Pendirian Yang Kuat. Pendirian yang kuat teruju jika kita dihadapkan pada berbagai masalah dan pengaruh negatif sebagai imbas dari interaksi sosial.
18
Ibid
42
Individu yang percaya diri selalau yakin dengan dirinya dengan tidak berubah pendirianya meskipun banyak pengaruh negatif di sekelilingnya. i. Pandai Membaca Situasi. Situasi yang perlu dibaca dan dipahami misalnya nilai-nilai etika yang berlaku, agama dan adat istiadat suatu masyarakat tertentu. j. Pandai Menempatkan Diri. Seorang individu bisa menempatkan dirinya pada posisi yang tepat, yang bisa membuat individu tersebut dihargai sehingga harga dirinya akan meningkat. k. Pandai Melakukan Penyesuaian dan Pendekatan Pada Orang Lain. Sesorang yang mampu melakukan penyesuian diri tanpa kehilangan jati dirinya dan melakukan pendekatan yang wajar untuk bekerja sama akan memudahkan individu untuk mencapai kesuksesan dan menimbulkan pengaruh positif bagi peningkatan rasa percaya dirinya.