BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kedudukan Bidang Keuangan dalam Perusahaan Bentuk perusahaan
pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yakni perusahaan perorangan, persekutuan dan perseroan terbatas. Dalam manajemen keuangan,perusahaan selalu diasumsikan berbentuk perseroan terbatas dan telah masuk bursa (go public). Organisasi perseroan terbatas umumnya terdiri atas
RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham), direksi, dan dewan komisaris. Menurut undangundang RI No. 40 tahun2007 tentang Perseroan Terbatas, RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris. Direksi mempunyai tugas utama menjalankan pengurusan perseroan, sedangkan dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan dan memberikan nasihat kepada direksi. Direksi terdiri atas seorang directur utama dan beberapa direktur bidang (keuangan, pemasaran, operasi, sumber daya manusia, dan sebagainya). Direktur keuangan umumnya membawakan dua bagian, yakni bagian manajemen dana (treasury) dan bagian akuntansi.
5
2.2 Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Ruang lingkup manajemen keuangan sesungguhnya hanya mencakup tiga hal utama, yaitu keputusan keuangan, keputusan investasi dan kebijakan dividen. 2.2.1 Keputusan Keuangan (Financial Decision) Semua keputusan manajerial yang dilakukan untuk mencari dana. Keputusan itu tercermin pada sisi kanan neraca, yang mengungkapkan seberapa besar proporsi utang dan ekuitas suatu perusahaan. Contoh keputusan keuangan adalah menentukan berapa banyak obligasi (utang jangka panjang) yang harus ditambah dan berapa banyak saham biasa baru yang perlu diterbitkan. 2.2.2 Keputusan Investasi (Investment Decision) Segala keputusan manajerial yang dilakukan untuk mengalokasikan dana pada berbagai macam aktiva. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan investasi adalah keputusan bisnis, diluar keputusan keuangan. Keputusan itu tercermin pada sisi kiri neraca, yang mengungkapkan berapa besar aktiva lancar, aktiva tetap, dan aktiva lainnya yang dimiliki perusahaan. Contoh keputusan investasi adalah menentukan apakah aktiva tetap yang sekarang dimiliki, sebaiknya diganti dengan aktiva tetap baru; apakah pembangunan gedung baru sudah layak dijalankan. 2.2.3 Kebijakan Dividen (Dividend Policy) Seluruh kebijakan manajerial yang dilakukan untuk menetapkan berapa besar laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham dan berapa besar laba bersih yang tetap ditahan (retanine dearning) untuk 6
cadangan investasi tahun depan. Kebijakan itu akan tercermin dari besarnya perbandingan laba yang dibayarkan sebagai dividen terhadap laba bersih (dividen payout). Contoh kebijakan dividen adalah menetapkan apakah persentase pembagian dividen saat ini perlu ditingkatkan atau tetap dipertahankan sebagaimana pada tahun sebelumnya.
2.3 Tujuan Perusahaan dalam Manajemen Keuangan Meskipun upaya memaksimalkan laba merupakan tujuan yang logis bagi setiap perusahaan, semua pakar keuangan korporasi sepakat bahwa tujuan
perusahaan
dalam
perspektif
manajemen
keuangan
bukan
memaksimalkan laba, melainkan memaksimalkan kekayaan pemegang saham (stock holder’s wealth) atau memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm). Kekayaan pemegang saham adalah perkalian antara harga saham per lembar dan jumlah saham yang beredar. Ini berarti bahwa kekayaan pemegang saham akan tercermin dari nilai perusahaan, yang ditunjukan oleh harga saham perusahaan bersangkutan di bursa saham. Dengan demikian, maksimisasi kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan (harga saham) memiliki arti yang benar-benar sama. Perumusan maksimisasi kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan sebagai tujuan pada akhirnya akan memudahkan pengukuran kinerja suatu perusahaan. Bilamana harga saham suatu perusahaan memiliki trend yang meningkat dalam jangka panjang, hal itu suatu indikator bahwa
7
kinerja perusahaan dalam keadaan baik. Meningkatnya harga saham mencerminkan kepercayaan pasar akan baiknya prospek perusahaan bersangkutan pada masa mendatang.
2.4 Biaya Keagenan (Agency Cost) Biaya keagenan timbul akibat ketidaksalarasan kepentingan antara pemegang saham dan manajer; serta antara pemegang saham dan kreditor. 2.4.1 Biaya Keagenan: Pemegang Saham vs Manajer Pada perusahaan berbentuk perseroan terbatas, pemilik atau pemegang saham mendelegasikan wewenang pengelolaan perusahaannya kepada manajer. Pamagang saham adalah pemberi mandat (principal), sedangkan manajer adalah pelaksana (agent). Sebagai pelaksana, manajer seharusnya juga memiliki tujuan yang sama dengan pemegang sahamnya, yakni memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Akan tetapi, karena manajer hanya mempunyai sebagian kecil saham perusahaan (kurang dari 100%), rasa memiliki perusahaan pada dirinya cenderung melemah. Dampaknya, manajer tidak ingin lagi memaksimalkan kekayaan pemegang saham, tetapi justru memaksimalkan keuntungan pribadinya. Sebagai contoh manajer lebih menyukai memilih proyek-proyek yang dalam jangka pendek akan langsung memberi benefit bagi dirinya meskipun dalam jangka panjang proyek-proyek itu tidak meningkatkan nilai perusahaan (harga saham).
8
Adanya ketidakselarasan tujuan antara manajer dengan pemegang saham pada akhirnya menimbulkan biaya keagenan. Pemegang saham kini harus mengeluarkan sejumlah biaya yang meliputi (1) biaya pemantauan kinerja manajer, (2) biaya penataan struktur organisasi, dan (3) biaya oportunitas (opportunity cost), yakni biaya yang timbul karena perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang bisnis secara tepat dan tepat (akibat kebijakan manajer yang tidak sejalan dengan kebijakan pemegang saham). Terdapat tiga bentuk mekanisme untuk mengatasi masalah keagenan, yaitu (1) ancaman pemecatan, (2) ancaman pengalihan (takeover), dan (3) penataan insentif manajer. Ancaman Pemecatan. Manajer terancam dipecat dari jabatannya jika bertindaktidak sesuai dengan kebijakan pemegang saham. Akan tetapi, ancaman itu mungkin menjadi kurang efektif apabila kepemilikan saham terbesar pada banyak pemegang saham. Ancaman pengambilalihan. Apabila perusahaan diambil alih, manajer biasaya juga diganti oleh perusahaan yang mengambil alih. Dengan demikian, ancaman pengambilalihan itu dapat digunakan pemegang saham untuk mengingatkan manajer agar bertindak sesuai dengan tujuan pemegang saham. Penataan Insentif manajer. Untuk mendorong manajer agar menyelaraskan tujuannya dengan pemegang saham pihak pemegang saham merancang berbagai insentif yang diharapkan akan meningkatkan komitmen manajer terhadap perusahaan. Bentuk insentif itu, antara lain, meliputi:
9
bonus tahunan, fasilitas yang tergolong mewah, opsi saham (hak untuk membeli saham pada harga yang lebih rendah), dan saham bonus. 2.4.2 Biaya Keagenan: Pemegang Saham vs Kreditor Biaya keagenan juga timbul antara pemegang saham dan kreditor. Sebagai peminjam dana (debitor), pemegang saham semestinya tetap kosisten memaksimalkan nilai perusahaan (harga saham). Akan tetapi, adakalanya pemegang saham suka memilih proyek yang beresiko tinggi. Apabila proyek itu menguntungkan, harga saham perusahaan cenderung naik sehingga pemegang saham akan menerima hasil yang lebih besar daripada kreditor (karena penerimaan kreditor sudah tetap). Sebaliknya, apabila proyek itu merugi, harga saham perusahaan cenderung turun sehingga kreditor ikut pula menanggung kerugiannya. Untuk mengatasi kondisi yang dapat merugikan dirinya, pihak kreditor kemudian melakukan langkah-langkah yang intinya membatasi kewenangan pemegang saham dan manajer. Misalnya, memperketat syaratsyarat kredit, membatasi besarnya dividen yang boleh dibagikan, dan menetapkan jumlah kas yang perlu disisihkan untuk pelunasan utang. Langkah-langkah yang ditempuh oleh pihak kreditor itu menimbulkan biaya bagi pemegang saham itu sendiri, yang pada gilirannya akan menurunkan harga saham. 2.4.3 Biaya Keagenan dan Maksimisasi Kekayaan Pemegang Saham atau Maksimisasi Nilai Perusahaan Dengan adanya biaya keagenan, pemegang saham, manajer, dan kreditor menjadi saling bergantung dan saling memperhatikan satu sama 10
lainnya. Pemegang saham harus memperhatikan kesejahteraan manajernya agar manajernya tetap konsisten memaksimalkan nilai perusahaan sebagai tujuannya. Sebaliknya, manajer pun menyadari bahwa jika ia tidak memaksimalkan nilai perusahaan, harga saham dalam jangka panjang akan turun. Akhirnya, perusahaan merugi sekaligus merugikan dirinya sendiri. Demikian pula pemegang saham mesti memperhatikan kesejahteraan kreditor agar kreditor tidak menetapkan syarat-syarat berat, yang akan merugikan pihak pemegang saham dan manajer dan dapat berdampak pada penurunan harga saham. Sebaliknya, kreditor pun menjadi sadar jika ia menetapkan syarat-syarat yang terlalu memberatkan pemegang saham dan manajer, kemampuan pemegang saham dan manajer untuk melunasi utang justru berkurang (dan cenderung menurunkan harga saham di masa datang), yang membuat kreditor akan menderita rugi. Simpulan penting dari uraian diatas adalah bahwa adanya biaya keagenan justru mendorong semua pihak (pemegang saham, manajer, dan kreditor) selalu berusaha memaksimalkan kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan (harga saham).Jika ada satu pihak saja yang melalaikan tujuan itu, nilai perusahaan (harga saham) cenderung turun sehingga semua pihak harus menanggung kerugian.
2.5 Bidang Lain yang Terkait dengan Manajemen Keuangan Selain menguasai dasar-dasar teori dan konsep manajemen keuangan, seorang manajer keuangan pada praktiknya harus memahami pula bidang
11
ilmu lain yang terkait. Bidang yang sangat berhubungan dengan manajemen keuangan adalah manajemen, sistem informasi, akuntansi, dan ekonomi. 2.5.1 Manajemen Manajemen mencakup manajemen fungsional (pemasaran, operasi, sumber daya manusia) dan manajemen strategi. Sehubungan dengan aspek operasi, misalnya, sebelum menyetujui proposal penggantian mesin pabrik, manajer keuangan perlu memastikan terlebih dahulu keterkaitan aspek teknis suatu mesin dengan kemampuannya menghasilkan arus kas bersih yang akan diterima perusahaan pada tahun-tahun mendatang. 2.5.2 Sistem Informasi Pengetahuan sistem infotmasi yang memadai akan memudahkan seorang manajer keuangan dalam menjawab hal-hal mendasar, seperti: apa saja informasi yang dibutuhkan, bagaimana informasi disimpan, bagaimana informasi dikirimkan, dan apa dampak suatu informasi terhadap posisi keuangan perusahaan. Tujuan pokok pepenggunaan sistem informasi dalam pengambilan keputusan keuangan adalah tersajinya informasi keuangan yang dapat dipercaya, akurat, dan tepat waktu. 2.5.3 Akuntansi Pada perusahaan tingkat menengah dan kecil, peran bagian keuangan dan akuntansi sulit dibedakan. Kedua bagian acap dikelola oleh seorang manajer yang melaksanakan peran keduanya. Sekalipun pada perusahaan besar kedua bidang dipisahkan, manajer keuangan tetap harus mengetahui konsep dan praktik dasar akuntansi. Perbedaan metode pencatatan persediaan dan pengaruhnya terhadap nilai persediaan pada laporan 12
keuangan merupakan salah satu contoh pentingnya seorang manajer keuangan memahami akuntansi. 2.5.4 Ekonomi Banyak prinsip keuangan yang diturunkan dari ekonomi. Bahkan, ada yang menganggap keuangan adalah ekonomi terapan di bidang keuangan. Sebagai contoh, dari ekonomi mikro, manajemen keuangan menerapkan sepenuhnya konsep biaya marginal dan pendapatan marginal untuk menganalisis kelayakan investasi pada aktiva tetap (penganggaran modal). Dari ekonomi makro, manajemen keuangan memanfaatkan pengetahuan tentang perkiraan inflasi dan suku bunga untuk menghitung biaya modal.
2.6 Pengertian dan Tujuan Good Corporate Governance Kajian atas corporate governance mulai disinggung pertama kalinya oleh Berle dan Means pada tahun 1932 ketika membuat sebuah buku yang menganalisis terpisahnya kepemilikan saham (ownership) dan control. Pemisahan tersebut berimplikasi pada timbulnya konflik kepentingan antara para pemegang saham dengan pihak manajemen dalam struktur kepemilikan perusahaan yang tersebar (dispersed ownership). Pada
akhir
tahun
1980-an
mulai
banyak
kesimpulan
yang
menyebutkan struktur kepemilikan dalam bentuk dispersed ownership akan memberikan dampak bagi buruknya kinerja manajemen. Untuk pertama kalinya, usaha untuk melembagakan corporate governance dilakukan oleh
13
Bank of England dan London Stock Exchange pada tahun 1992 dengan membentuk Cadbury Committee (Komite Cadbury), yang bertugas menyusun corporate governance code yang menjadi acuan utama (benchmark) dibanyak negara. Pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang Good Corporate Governance, Menurut Komite Cadbury, Good Corporate Governance merupakan sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan. Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP117/M-MBU/2002, Corporate Governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
Tujuan Penerapan Good Corporate Governance:
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang 14
saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan 2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan 3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholders 4. Pendekatan
yang terpadu
berdasarkan
kaidah-kaidah
demokrasi,
pengelolaan dan partisipasi organisasi secara legitimate 5. Menimalkan agency cost dengan mengendalikan konflik kepentingan yang mungkin timbul antara pihak prinsipal dengan agen 6. Memimalkan biaya modal dengan memberikan sinyal positif untuk para penyedia modal. Meningkatkan nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya modal yang lebih rendah, meingkatkan kinerja keuangan dan persepsi yang lebih baik dari para stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan.
2.7 Prinsip - Prinsip Dasar Good Corporate Governance
Agar tercipta pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan
perundang-undangan
maka
diperlukan
Good
Corporate
Governance. Dalam penerapan Good Corporate Governance perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu Negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.
15
Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah :
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hokum secara konsisten. 2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan Good Corporate Governance sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. 3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan control social secara obyektif dan bertanggung jawab.
2.8 Asas Good Corporate Governance
Setiap perusahaan harus dapat memastikan bahwa asas Good Corporate Governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas Good Corporate Governance tersebut adalah: 1. Transparansi (Transparency), Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah di akses dan di pahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
16
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Akuntabilitas
(Accountability),
Perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibilitas (Responsibility), Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang. 4. Independensi (Independency), Untuk melancarkan akses Good Corporate Governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat di intervensi oleh pihak lain. 5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness), Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
17
2.9 Beberapa Konsep Good Corporate Governance 2.9.1 Unsur - unsur Corporate Governance Corporate Governance memiliki unsure-unsur yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan, yaitu; 1. Internal perusahaan Unsur-unsur yang berasal dari dalam perusahaan adalah pemegang saham, direksi, dewan komisaris, manajer, karyawan, sistem remunerasi berdasar kinerja dan komite audit. Selain itu unsur yang selalu diperlukan didalam perusahaan adalah keterbukaan dan kerahasiaan, transparansi, accountability, fairness serta aturan dari code of conduct. 2. Eksternal perusahaan Unsur-unsur yang berasal dari luar perusahaan adalah kecukupan undang-undang dan perangkat hokum, investor, institusi penyedia informasi, akuntan publik, institusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan, pemberi pinjaman dan lembaga yang mengesahkan legalitas. Unsur yang selalu diperlukan diluar perusahaan adalah aturan dari code of conduct, fairness, accountability dan jaminan hokum. 2.9.2 Model Corporate Governance 1. Principal - Agent Model Principal ini dikenal juga dengan agency theory, yaitu dimana korporasi dikelola untuk memberikan win-win solution bagi pemegang saham sebagai pemilik disatu pihak, dan manajer sebagai agent dipihak lain. 18
Dalam model ini kondisi corporate governance suatu perusahaan akan direfleksika secara baik dalam bentuk sentiment pasar. 2. The Myopic Market Model Teori ini juga memberi inti perhatian yang sama pada kepentingankepentingan para pemegang saham dan manajer, dimana sentiment pasar banyak dipengaruhi oleh factor lain diluar corporate governance. Oleh karena itu, principal dan agent lebih berorientasi pada keuntungankeuntungan jangka pendek. 3. Stakeholder Model Model ini memberikan perhatian kepada kepentingan pihak-pihak yang terkait
dengan
korporasi
secara
luas
dimana
manajer
harus
memperhatikan batasa-batasan yang timbul dalam lingkungan dimana mereka beroperasi untuk mencapai tingkat pengembalian yang menguntungkan bagi pemegang saham.
2.10 Beberapa Teori Good Corporate Governance 2.10.1. Agency theory Agency theory menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenagatenaga professional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh
19
keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga professional. Namun pada sisi lain pemisahan seperti ini memilik segi negatifnya yaitu menimbulkan kurangnya transparansi dalam penggunaan dana pada perusahaan serta keseimbangan yang tepat antara kepentingankepentingan yang ada. Teori ini muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan terdapat dimana-mana khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yang modern. 2.10.2. Share Holder Value Theory Menurut Asian Development Bank (ADB) dalam corporate governance harus ada shareholders right; equal treatment of share holder; dan adanya disclosure (keterbukaan) dan transparency (transparansi). Disini tampak ada unsur tambahan yaitu equal treatment atau keadilan (fairness) dan hak (right). Menurut teori ini tanggung jawab paling mendasar dari direksi adalah untuk bertindak untuk kepentingan meningkatkan
nilai
dari
pemegang
saham.
Jika
perusahaan
memperhatikan kepentingan pemasok, pelanggan, karyawan, dan lingkungannya maka nilai yang didapatkan oleh pemegang saham semakin sedikit, sehingga berjalannya pengurusan oleh direksi harus mempertimbangkan kepentingan pemegang sahamnya untuk memastikan kesehatan perusahaan dalam jangka panjang termasuk peningkatan nilai pemegang sahamnya. (Richard smerdon).
20
2.10.3. Stakeholder Theory Teori stakeholder mempunyai pengertian bahwa tujuan akhir dari teori share holder value secara jelas telah gagal untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari pelanggan, pemasok dan tenaga kerja (Richard smerdon)
2.11 Pedoman Pokok dan Tahapan Pelaksanaan Good Corporate Governance Pedoman Good Corporate Governance yang spesifik untuk masingmasing perusahaan sangatlah diperlukan untuk melaksanakan Good Corporate Governance. Pedoman tersebut mencakup berbagai kebijakan yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal seperti Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, Komite-komite Penunjang Dewan Komisaris, dan pengawasan Internal. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya efektifitas fungsi masingmasing organ perusahaan. Kebijakan untuk memastikan akuntabilitas dan efektifitas pengendalian internal dan laporan keuangan. Pedoman perilaku (code of conduct) yang didasarkan pada etika bisnis yang disepakati. Sarana pengungkapan informasi untuk pemangku kepentingan (public disclosure). Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka memenuhi prinsip Good Corporate Governance.
21
Tahapan – tahapan agar pelaksanaan Good Corporate Governance dapat berjalan dengan baik dan efektif diperlukan proses keikutsertaan semua pihak dalam perusahaan seperti Membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen semua organ perusahaan dan semua karyawan dengan dipelopori oleh pemegang saham pengendali, dewan komisaris dan direksi untuk melaksanakan Good Corporate Governance. Melakukan kajian terhadap kondisi perusahan yang berkaitan dengan pelaksanaan Good Corporate Governance dan tindakan penyempurnaan yang dilakukan. Menyusun Program dan pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance (manual building). Melakukan internalisasi pelaksanaan Good Corporate Governance sehingga terbangun rasa memiliki dari semua pihak dalam perusahaan, serta pemahaman atas aplikasi dari pedoman Good Corporate Governance dalam aktifitas sehari-hari. Melakukan penilaian baik secara sendiri maupun menggunakan jasa pihak eksternal yang independen untuk memastikan
implementasi
secara
berkesinambungan.
Penilaian
ini
sebaiknya dilakukan setiap tahun dari hasil penilaian tersebut dilaporkan kepada pemegang saham pada pelaksanaan RUPS dan kepada publik dalam laporan tahunan.
22
2.12 Sistem Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance
2.12.1 Penilaian Mandiri (Self Asssessment)
Ada lima hal yang dijadikan pembobotan dalam sistem penilaian pelaksanaan Good Corporate Governance (dikenal dengan penilaian mandiri) antara lain hak dari pemegang saham (20%), kebijakan Good Corporate
Governance
(15%),
praktek-praktek
Good
Corporate
Governance (30%), pengungkapan (20%), dan fungsi audit (15%). Penilaian ini berfungsi agar suatu perusahaan dapat mengetahui berapa besar keterbukaan, akuntabilitas, keadilan, dan pertanggungjawaban dari perusahaan tersebut. Metode penilaian mandiri mempunyai kelebihan yaitu sederhana dimana suatu perusahaan dapat dengan mudah menilai sendiri bagaimana nilai pelaksanaan corporate governance-nya dengan member angka kepada setiap bidang kuisoner dan menjumlahkannya sedangkan kekurangannya adalah assessment yang dilakukan tidak independen karena dapat menimbulkan pertanyaan apakah assessment telah dilakukan secara obyektif.
2.12.2 Independen Assessment
Apabila suatu perusahaan mempunyai tujuan untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat mengenai corporate governance-nya maka perusahaan tersebut dapat meminta bantuan pihak yang independen untuk melakukan independen assessment (seperti sertifikasi mutu pada iso 9000).
23
Pihak yang independen tersebut dapat berupa lembaga pemeringkat, akuntan public, maupun pihak-pihak lainnya yang mempunyai kompetisi dibidang corporate governance dan dapat melakukan assessment secara obyektif.
2.13 Pengertian Kinerja Perusahaan dan Kinerja Keuangan Perusahaan
Menurut Barry Cushway (2002:1998) Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah berkerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan (Wikipedia). Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu organisasi dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan
hendaknya
merupakan
hasil
yang
dapat
diukur
dan
menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Kinerja keuangan perusahaan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Dalam mengukur kinerja keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggung jawab manajer dalam bentuk prestasi kerja keuangan. Namun demikian mengatur besarnya tanggung jawab sekaligus mengukur prestasi keuangan tidaklah
24
mudah sebab ada yang dapat diukur dengan mudah ada pula yang sukar untuk di ukur (Sucipto, 2003).
2.14 Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan, karena pengukuran tersebut digunakan untuk pengambilan keputusan dalam perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan bertujuan untuk : 1.
Memberikan informasi yang berguna dalam membuat keputusan penting mengenai asset yang digunakan dan untuk memacu para manajer
untuk
membuat
keputusan
yang
menyalurkan
kepentingan perusahaan. 2.
Mengukur kinerja unit usaha sebagai suatu entitas usaha.
2.15 Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Kinerja keuangan suatu perusahaan ditentukan sejauh mana keseriusannya menerapkan Good Corporate Governance. Karena Good Corporate Governance dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan sendiri. Umumnya Good Corporate Governance dapat
25
meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang akan berdampak terhadap kinerja perusahaan. Klapper and Love (2002) menemukan adanya hubungan positif antara corporate governance dengan kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan data dari laporan Credit Lyonnals Securities Asia
(CLSA)
yang berupa pemeringkatan penerapan corporate governance untuk 495 perusahaan di 25 negara, dalam penelitian ini kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan Tobins’Q sebagai ukuran penilaian pasar dan Return On Assets (ROA) sebagai ukuran kinerja operasional perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan corporate governance yang baik akan memperoleh manfaat yang lebih besar di negaranegara yang lingkungan hukumnya buruk. Brown and Caylor (2004)
melakukan
penelitian
terhadap
perusahaan-perusahaan yang listing di New York Stock Exchange dan menerapkan good corporate governance. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh good corporate governance terhadap kinerja perusahaan (yang diproxy dengan ROE, Net Profit Margin, Sales Growth, dan Tobins Q). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, good corporate governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
26