BAB II KONSEP TEORI
A. Pengertian Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari dua atau tiga kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer. (Engram, 1998) Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaraan patofisiologi utamanya.Bronkitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). (Price & Wilson, 2005) PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002)
B. Anatomi dan Fisiologi Saluran penghantar udara yang membawa udara kedalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkeolus. Sluran pernafasan dari hidung sampai bronkeolus di lapisi oleh membrane mukosa bersilia. Udara mengalir dari faring menuju laring, laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang di hubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara atau glotis
bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah. Klotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan atas dan bawah. Trakea di sokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5cm (inci). Struktur trakea dan bronkus di analogkan sebagai sebuah pohon. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan di kenal sebagai karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkus pasme dan batuk berat jika di rangsang . bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar di bandingkan dengan brinkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakeayang arahnya hamper vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit di bandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
dan
kemudian
bronkus
segmentalis.
Percabangan
ini
berjalan
terus
menjadibronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkeolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1mm. bronkeolus tidak di perkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alfeoli pada dindingnya, duktus alveolaris yang seluruhnya di batasi alveolus, dan sakus alveularis terminalis, yaitu struktur terakhir paru.
Gbr. 1 : Sistem Pernapasan. Inset A, Asinus, atau unit fungsional paru. B, membran mukosa bersilia.
Sumber : Sylvia A. Price. 2005 : 737
Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru. Stadium kedua transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek : 1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna), 2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonary dan penyesuaiannya dengan reaksi kimia fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat di oksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan di keluarkan oleh paru.
C. Etiologi Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain: 1. Merokok sigaret yang berlangsung lama 2. Polusi udara 3. Infeksi peru berulang 4. Umur 5. Jenis kelamin 6. Ras 7. Defisiensi alfa-1 antitripsin 8. Defisiensi anti oksidan Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
D. Patofisiologi Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas. Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
E. Manifestasi klinis Tanda dan gejala dari PPOK antara lain adalah kelemahan badan, batuk, sesak napas, sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi, mengi atau wheeze, ekspirasi yang
memanjang, bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut, penggunaan otot bantu pernapasan, suara napas melemah, kadang ditemukan pernapasan paradoksal. edema kaki, asites dan jari tabuh. (brunner and suddarth, 2000)
F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan medis Menurut (Davey, 2003) penatalaksanaan medis dari PPOK adalah: a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas. b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus. c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L). d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat. e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan nafas. 2. Penatalaksanaan keperawatan Menurut (Doenges, 2000) penatalaksanaan keperawatan dari PPOK adalah: a. Mempertahankan patensi jalan nafas b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas c. Meningkatkan masukan nutrisi d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan
G. Komplikasi 1. Insufisiensi/gagal nafas 2. Atelektasis 3. Pneumonia 4. Pneumotoraks 5. Hipertensi pulmonal (brunner and suddarth, 2000)
H. Pengkajian Fokus Menurut (Doenges, 2000) pengkajian dari PPOK adalah: 1. Aktivitas/istirahat Gejala: a. Keletihan, kelelahan, malaise b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas c. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi d. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan Tanda: a. Keletihan b. Gelisah, insomnia
c. Kelemahan umum/kehilangan massa otot 2. Sirkulasi Gejala: pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda: a. Peningkatan tekanan darah b. Peningkatan frekuensi jantung/takikardi berat, disritmia c. Distensi vena leher (penyakit berat) d. Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung e. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada) f. Warna kulit atau membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis perifer g. Pucat dapat menunjukkan anemia 3.
Integritas ego Tanda: a. Turgor kulit buruk b. Edema dependen c. Berkeringat d. Penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema) e. Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronkitis)
4.
Higiene Gejala: penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivits sehari-hari Tanda: kebersihan buruk, bau badan
5.
Pernafasan Gejala: a. Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma) b. “Lapar udara” kronis c. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis) d. Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema) e. Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret) atau debu/asap (misalnya asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji) f. Faktor keluarga dan keturunan, misalnya defisiensi alfa-antitripsin (emfisema) g. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus Tanda: a. Pernafasan: Biasanya cepat, tidak lambat, fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
b. Lebih memilih posisi tiga sisi (“tripot”) untuk bernafas (khususnya dengan eksaserbasi akut bronkitis kronis) c. Penggunaan otot bantu pernafasan, misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung d. Dada: dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentukbarrel); gerakan diafragma minimal e. Bunyi nafas: Mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronkitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma) f. Perkusi: Hiperesonan pada area paru (misalnya jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak pada area paru (misalnya konsolidasi, cairan, mukosa) g. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus h. Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, “biru menggembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tidak normal dan frekuensi pernafasan cepat i. Tabuh pada jari-jari (emfisema) 6.
Keamanan Gejala: a. Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan b. Adanya/berulangnya infeksi
c. Kemerahan/berkeringat (asma) 7.
Seksualitas Gejala: penurunan libido
8.
Interaksi sosial Gejala: a. Hubungan ketergantungan b. Kurang sistem pendukung c. Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat d. Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik Tanda: a. Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distres pernafasan b. Keterbatasan mobilitas fisik c. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
9.
Penyuluhan/pembelajaran Gejala: a. Penggunaan/penyalahgunaan obat pernafasan b. Kesulitan menghentikan merokok c. Penggunaan alkohol secara teratur d. Kegagalan untuk membaik
1. Pathway Keperawatan
Faktor predisposisi Edema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus Obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi
Bersihan jalan napas tidak efektif
Udara terperangkap dalam alveolus
Suplai O2 jaringan rendah
Hipoksemia
Gagal jantung kanan
PaO2 rendah PaCO2 tinggi
Gangguan metabolisme jaringan
Sesak napas, napas pendek
Gangguan pertukaran gas
Metabolisme anaerob Produksi ATP menurun
Insufisiensi/ga gal napas
Pola napas tidak efektif
Defisit energi Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Lelah, lemah
Intoleransi aktivitas
Gangguan pola tidur
Kurang perawatan diri
2. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan (Doenges, 2000) 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan alveoli (Doenges, 2000) 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah (Doenges, 2000) 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Doenges, 2000)
3. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan (Doenges, 2000). Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret Intervensi: a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles, ronki.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misalnya penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi nafas (asma berat). b. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan “lapar udara” gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu. Rasional: Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi, reaksi alergi. d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat dan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut. f. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. g. Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk. Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada. h. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan, sebagai pengganti makanan. Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. i. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Bronkodilator, misalnya β-agonis: epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin), albuterol (Proventil, Ventolin), terbutalin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer). Rasional: Merilekskan
otot halus dan
menurunkan
kongesti
lokal,
menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi atau inhalasi.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan alveoli (Doenges, 2000) Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan. Kriteria hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi. Intervensi: a. Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang. Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit. b.Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu. Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas. c. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. d. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
Rasional: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. e. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan Rasional: Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung. f. Palpasi fremitus Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak. g. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan Rasional: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia. h. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu. Rasional: Selama distress pernafasan berat/akut/refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun,
program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. i. Awasi tanda vital dan irama jantung Rasional: Takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. j. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia 3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah (Doenges, 2000) Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. Kriteria hasil:
Pasien akan menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat. Intervensi: a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evalusi berat badan dan ukuran tubuh Rasional: Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema sering kurus dengan perototan kurang.
b. Auskultasi bunyi usus Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mortilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia. c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tissue Rasional: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas. d. Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering. Rasional: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total. e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat Rasional: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. f. Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin Rasional: Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk. g. Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
h. Kolaborasi dengan ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parenteral. Rasional:
Metode
makan
dan
kebutuhan
kalori
didasarkan
pada
situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi. 4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Doenges, 2000) Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas Kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan tidak adanya dispnea dan tanda vital dalam rentang normal Intervensi: 1)
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung 3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan 4) Bantu pasien memilih posisi nyaman 5) Bantu aktivitas diri yang diperlukan