BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan suatu pengurangan berlebihan-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 1998). Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi sensori yang tidak terjadi dalam realitas (Videbeck, 2008). Halusinasi merupakan pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca-indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsinal, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998). Halusinasi merupakan suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai dengan adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2007). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi merupakan persepsi klien melalui panca indera tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
7
B. Rentang Respons Neurobiologis Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan fungsi neurobiologis. Perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan adanya halusinasi disajikan dalam table berikut :
Rentang Respon Neurobiologis Respon Maladaptif
Respon Adaptif
1. Pikiran logis Geurobiolo 2. Persepsi akurat
1. pikiran
kadang
3. Emosi konsisten dengan pengalaman 4. Perilaku sesuai 5. Hubungan sosial
2. Ilusi 3. Reaksi emosional berlebihan atau kurang 4. Perilaku aneh atau tak lazim 5. Menarik diri
menyimpang
1. Gangguan pikiran
atau
waham 2. Halusinasi 3. Ketidakmampuan untuk kontrol emosi 4. Ketidakteraturan perilaku 5. Isolasi sosial
Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis (Stuart, 2007).
8
Dari bagan diatas bisa dilihat rentang respon neurobiologis bahwa respon adaptif sampai maladaptif yaitu: a. Respon adaptif 1. Pikiran logis Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal. 2. Persepsi akurat Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat. 3. Emosi konsisten dengan pengalaman Kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami. 4. Perilaku sesuai Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral. 5. Hubungan sosial Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat. b. Respon transisi 1. Pikiran kadang menyimpang Kegagalan dalam mengabstrakkan dan mengambil kesimpulan. 2. Ilusi Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
9
3. Reaksi emosi berlebihan atau berkurang Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai. 4. Perilaku aneh atau tak lazim Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak kenal orang lain. 5. Menarik diri Perilaku menghindar dari orang lain. c. Respon maladaptif 1. Gangguan pikiran atau waham Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walau tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial. 2. Halusinasi Persepsi yang salah terhadap rangsang. 3. Ketidakmampuan untuk kontrol emosi Ketidakmampuan atau
menurunnya kemampuan untuk mengalami
kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan. 4. Ketidakteraturan perilaku Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan. 5. Isolasi sosial Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Stuart, 2007).
10
C. Pengkajian Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik belum diketahui, namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah dan mekanisme koping. 1. Faktor predisposisi : Beberapa faktor predisposisi yang berkonstribusi pada respon munculnya neorobiologi seperti halusinasi antara lain : a. Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladptif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian - penelitian yang berikut : 1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan Skizoprenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan atrofi otak. 2. Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut : a. Dopamin neurotransmiter yang berlebihan. b. Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmiter lain, terutama serotonin. c. Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin. 11
3. Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan peran genetik pada skizofrenia. Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian skizofrenia yang lebih tinggi dari pada pasangan saudara sekandung yang tidak identik. Penelitian terbaru memfokuskan pada pemetaan gen dalam keluarga dengan insiden skizofrenia yang lebih tinggi pada keturunan pertama dibandingkan dengan populasi secara umum. b. Psikologis Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologis
yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian. Teori psikologis terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyabab gangguan ini. Sehingga kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional menurun. c. Sosial budaya Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyabab utama gangguan jiwa (Stuart, 2007). 2. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
12
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu (Stuart, 2007).
3. Menurut Videbeck (2008) berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi antara lain : a.
Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara ; dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang sering terjadi. Halusinasi perintah adalah suara-suara yang
menyuruh
klien
untuk
mengambil
tindakan,
sering
kali
membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya. b.
Halusinasi penglihatan dapat mencakup melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah 13
meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak, misalnya melihat monster padahal yang dilihat adalah perawat. c.
Halusinasi Penciuman meliputi mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urina atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum, misalnya bau busuk atau bau tidak sedap.
d.
Halusinasi pengecap mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit.
e.
Halusinasi peraba (taktil) mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar keseluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap dikulit.
f.
Halusinasi kinestetik terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh. Gerakan tubuh kadang kala yang tidak lazim, misalnya melayang keatas tanah.
g.
Halusinasi kenestetik meliputi laporan klien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanya tidak dapat dideteksi. Contohnya yaitu sensasi pembentukan urine atau impuls yang ditransmisikan ke otak.
4. Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart & Sundeen, 1998 ) : a. Tahap I : Menyenangkan – Ansietas tingkat sedang. 1. Tingkat : Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan.
14
2. Karakteristik Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialami tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi ( Non Psikotik ). 3. Perilaku klien a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. c. Gerakan mata yang cepat. d. Respon verbal yang lamban. e. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
b. Tahap II : Menyalahkan – Ansietas tingkat berat. 1. Tingkat Secara umum halusinasi menjijikkan. 2. Karakteristik Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya, dan menarik diri dari orang lain ( Non Psikotik ). 15
3. Perilaku klien a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, misal peningkatan tanda – tanda vital. b. Penyempitan kemampuan konsentrasi. c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realita.
c. Tahap III : Mengendalikan – Ansietas tingkat berat 1. Tingkat Pengalaman sensori menjadi penguasa 2. Karakteristik Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir ( Psikotik ). 3. Perilaku klien a. Lebih
cenderung
mengikuti
petunjuk
yang
diberikan
oleh
halusinasinya dari pada menolaknya. b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. c. Rentang perhatian hanya beberapa menit. d. Gejala fisik dari ansietas berat ( berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk ). 16
d. Tahap IV : Menaklukkan – Ansietas tingkat panik 1. Tingkat Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi. 2. Karakteristik Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik ( Psikotik ). 3. Perilaku klien a. Perilaku menyerang seperti panik. b. Potensial melakukan bunuh diri. c. Amuk, agitasi, menarik diri, dan katatonik. d. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
D. Tanda Dan Gejala 1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. 2. Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara. 3. Gerakan mata yang cepat. 4. Respon verbal yang lambat. 5. Menarik diri dari orang lain. 6. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata. 7. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk. 17
8. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
E. Mekanisme Koping Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif meliputi : 1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari. 2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi. 3. Menarik diri (Stuart, 2007)
F. Masalah Keperawatan Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran antara lain : a. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran (Keliat, 2006). b. Resiko perilaku kekerasan (Keliat, 2006). c. Isolasi sosial : Menarik diri (Keliat, 2006).
18
G. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan
Gangguan persepsi sensori : halusiasi pendengaran
Core problem
Isolasi sosial : menarik diri
(Keliat, 2006)
H. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko perilaku kekerasan. 2. Gangguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran. 3. Isolasi sosial : menarik diri
19
I. Intervensi
No
1
PERENCANAAN
Tgl.
DX.
DX
KEPERAWATAN
27/1 Perubahan 2/20 sensori: 10
TUJUAN
KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
persepsi TUM : Halusinasi Pasien dapat mengontrol
pendengaran
halusinasi
yang
dialaminya. TUK : 1. Pasien
dapat 1.1. Ekspresi
wajah
membina hubungan
menujukan
saling percaya
kontak
rasa
mata,
bersahabat, 1.1.1. Bina hubungan saling percaya senang,
mau
ada
berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat
dengan
menggunakan
prinsip
komunikasi terapeutik: a. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal b. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai pasien c. Buat kontrak yang jelas d. Tunjukan
sikap
jujur
dan
20
menepati
janji
setiap
kali
sikap
empati
dan
berinteraksi e. Tunjukan
menerima apa adanya klien f. Beri
perhatian
kepada
pada
pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien g. Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien
2. Pasien
dapat 2.1. Pasien dapat menyebutkan: Jenis 2.1.1. Adakan
kontrak
sering
dan
mengenal
halusinasi, isi, waktu, frekuensi
singkat secara bertahap
halusinasinya
timbulnya halusinasi
a. Observasi tinglah laku pasien terkait dengan halusinasinya b. Tanyakan
apakah
pasien
mengalami sesuatu/halusinasi c. Jika pasien menjawab iya, tanyakan pa yang sedang dialaminya d. Katakan
bahwa
perawat
21
percaya pasien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalami apa yang dirasakan klien e. Katakan bahwa ada pasien yang lain yang mengalami hal yang sama f. 2.2. Pasien dapat mengungkapkan bagaimana
membantu pasien
perasaannya 2.2.1.
terhadap halusinasi tersebut.
Katakan bahwa perawat akan
Diskusikan
dengan
pasien
tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi: marah, takut, sedih, senang.
3. Pasien
dapat 3.1. Pasien
dapat
menyebutkan 3.1.1 Identifikasi bersama klien cara
mengontrol
tindakan
yang
biasanya
halusinasinya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
baru
halusinasinya.
dilakukan
mengontrol
jika
terjadi
halusinasi 3.1.2 Diskusikan
a. Pasien dapat menyebutkan cara
yang
cara
cara
yang
digunakan pasien, a.
Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian
22
b. Pasien dapat memilih cara untuk
mengendalikan
halusinasinya
b.
Jika cara yang digunakan maladaptive
kerugian cara tersebut
c. Pasien melaksankan cara 3.1.3 Diskusikan yang
d.
dipilih
diskusikan
untuk
cara
baru
untuk
memutuskan/mengontrol
mengendalikan
timbulnya halusinasi
halusinasinaya
a. Katakan pada diri sendiri
pasien
mengikutsertakan
terapi aktivitas kelompok
bahwa itu tidak nyata (“Saya tidak mau dengar pada saat halusinasi terjadi) b. Menemui orang lain atau perawat/teman/anggota keluarga untuk menceritakan tentang halusinasinaya c. Membuat dan melaksanakan jadwal yang telah disusun d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika terjadi halusinasi
23
3.1.4 Bantu pasien memilih cara yang sudah dinjurkan dan latih untuk mencobanya 3.1.5 Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang sudah dipilih dan dilatih jika berhasil diberi pujian. i.
Anjurkan
pasien
mengikuti
terapi aktivitas kelompok 4. Pasien dukungan keluarga
dapat 4.1. dari dalam
Keluarga untuk
menyatakan
mengikuti
dengan
mengontrol
mempu
halusinasinya
pengertian,
halusinasi
pertemuan
perawat,
gejala,proses
setuju 4.1.1.
keluarga
menyebutkan 4.1.2. tanda
dan terjadinya
Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik) Diskusikan (pada
dengan saat
keluarga pertemuan
keluarga/kunjungan rumah) a. Pengertian halusinasi b. Tanda dan gejala halusinasi c. Obat-obatan
untuk
halusinasi d. Cara yang dapat dilakukan
24
pasien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi e. Cara
merawat
anggota
keluaraga yang halusinasi dirumah
(Beri
berpergian
kegiatan
bersama
serta
pantau obat-obatan dan cara pemberianya
untuk
mengatasi halusinasi) 5. Pasien memanfaatkan dengan baik
dapat 5.1.Pasien dapat menyebutkan: Pasien 5.1.1. Diskusikan obat
dapat
dengan
pasien
mendemonstrasikan
tentang manfaat dan kerugian
pengguanaan obat dengan benar,
tidak minum obat ( Nama,
pasien dapat menyebutkan akibat
warna, dosis, cara, efek terapi,
berhenti minum obat
dan efek samping), 5.1.2. Pantau pasien pada saat minum obat 5.1.3. Beri
pujian
menggunakan
jika
pasien
obat
dengan
benar 5.1.4. Diskusikan
akibat
berhenti
25
minum obat tanpa konsultasi dengan dokter 5.1.5. Anjurkan
pasien
untuk
konsultasi kepada dokter atau pearawat jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan
(Keliat, 2006)
26
J. Strategi pelaksanaan Dx 1 :Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Dengar Pasien SP 1 p 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien 3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien 4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien 5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi 6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi 7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik 8. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian SP 2 p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan orang lain 3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian SP 3 p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan ( yang biasa dilakukan pasien) 3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian SP 4 p
27
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat (prinsip 5 benar minum obat) 3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian Keluarga SP 1 k 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 2. Menjelaskan pengertian halusinasi, tanda dan gejala, serta proses terjadinya halusinasi 3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan halusinasi SP 2 k 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien halusinasi SP 3 k 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Dx 2 : Isolasi Sosial : Menarik Diri Pasien
28
SP 1 p 1.
Mengidentifikai penyebab isolasi sosial pasien
2. Mengidentifikasi keuntungan berinteraksi dengan orang lain 3. Mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain 4. Melatih pasien berkenalan dengan satu orang 5. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian SP 2 p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih 3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian SP 3 p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih pasien berinteraksi dalam kelompok 3. Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian Keluarga SP 1 k 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien beserta proses terjadinya isolasi sosial 3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi social
29
SP 2 k 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi sosial 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien isolasi sosial SP 3 k 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang Dx 3 : Resiko Perilaku Kekerasan Pasien : SP 1 p 1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan 3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan 4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan 5. Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan 6. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan 1 (nafas dalam) 7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP 2 p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan fisik II (memukul bantal) 3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
30
SP 3 p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan cara verbal (meminta, menolak dan mengungkapkan merah secara baik) 3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian SP 4 p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan cara spiritual (berdoa, sholat) 3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian SP 5 p 1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat (prinsip 5 benar minum obat) 3. Membimbing pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian Keluarga SP 1 k 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 2. Menjelaskan pengartian perilaku kekerasan, tanda dan gejala, serta proses terjadinya perilaku kekerasan 3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan
31
SP 2 k 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada pasien perilaku kekerasan SP 3 k 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
32