BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana yang tidak habis-habisnya, baik dibuat oleh manusia maupun kejadian alam yang merupakan sumber stressor yang berat yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai masalah kesehatan jiwa dari yang ringan sampai yang berat. Masalah kesehatan jiwa yang ringan berupa masalah psikososial seperti kecemasan, psikosomatis dapat terjadi pada orang yang mengalami bencana. Bahkan keadaan yang lebih berat seperti depresi dan psikosis dapat terjadi jika orang yang mengalami masalah psikososial tidak ditangani dengan baik. (Keliat. 2006. Hal.2) Penanganan
masalah
kesehatan
jiwa
secara
cepat
dan
tepat
memungkinkan hasil yang baik. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa pemulihan normal (25%) dan kemandirian (25%) akan tercpai jika pasien gangguan jiwa ditangani dengan benar. Dengan fakta seperti ini, bahkan produktifitas pasien gangguan jiwa dapat diharapkan. (Keliat. 2006. Hal.2) Di Indonesia pravelensi penderita skizofrenia adalah o,3 sampai 1% dan bisa timbul pada usia sekitar 15 sampai 45 tahun. Namun ada juga yang berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk di Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan 2 juta jiwa menderita skizofrenia. (Depkes, 2009) Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya. (Yosep. 2009. Hal. 217) Salah satu gejala utama psikosis skizofrenia ialah adanya halusinasi persepsi sensori yang salah satu pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas. Halusinasi dapat melibatkan pancaindra dan sensasi 1
tubuh.
Halusinasi
dapat
mengancam
dan
menakutkan
bagi
klien
walaupun klien lebih jarang melaporkan halusinasi sebagai pengalaman yang menyenangkan. Mula-mula klien merasakan halusinasi sebagai pengalaman yang nyata, tetapi kemudian dalam proses penyakit tersebut, ia dapat mengakui nya sebagai halusinasi. (Videback. 2008. Hal. 362) Halusinasi adalah contoh yang paling umum dari persepsi sensorik terganggu diamati pada pasien dengan skizofrenia. Halusinasi dapat dialami di semua modalitas sensorik; Namun, halusinasi pendengaran adalah yang paling umum pada skizofrenia. Beberapa halusinasi tertentu mungkin cukup untuk mendiagnosis skizofrenia, seperti mendengar suara-suara berbicara dengan satu sama lain atau membawa pada diskusi dengan seseorang yang tidak ada. Karena kebanyakan orang tidak
akan
spontan
berbagi
pengalaman
halusinasi
dengan
pewawancara, perawat mungkin perlu bergantung pada bukti tidak langsung dalam perilaku pasien, seperti jeda selama percakapan di yang individu tampaknya sibuk atau tampaknya mendengarkan orang lain selain pewawancara , melihat ke arah sumber suara yang dirasakan, atau menanggapi
suara-suara
dalam
beberapa
cara.
Meskipun
pasien
mungkin tidak secara spontan berbagi halusinasi, banyak memvalidasi pengamatan pemeriksa atau mengakui riwayat halusinasi ketika ditanya. (Rawlins, dkk. 1992. Hal.340). B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu mata kuliah Keperawatan Jiwa yaitu, Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu: a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. b. Untuk membantu mahasiswa memahami konsep dasar Halusinasi c. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan halusinasi. 2
C. Metode Penulisan Metode penulisan dalam penulisan makalah ini menggunakan meode pustaka yang mengintisarikan dari sumber-sumber buku yang ada diperpustakaan.
D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika dalam penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu: Bab I
: Yaitu Pendahuluan yang teridiri dari Latar belakang, Tujuan
Bab II
Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. : Yaitu Landasan Teori yang terdiri dari Konsep Dasar Halusinasi
dan Penatalaksanaan Halusinasi. Bab III : Yaitu Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran. Daftar Pustaka
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Halusinasi 3
1. Definisi Halusinasi
adalah
persepsi
tanpa
adanya
apa
pun
pada
pancaindra seseorang, yang terjadi pada keadaan sabar / bangun dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. (Sunaryo, 2004, Hal. 94-95) Halusinasi yaitu gangguan persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra; dalam skizofrenia, halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang paling banyak.(Issacs, 2004, Hal.151) Menurut Varcarulis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Tipe
halusinasi
yang
pling
sering
adalah
halusinasi
pendengaran, penglihatan, penciuman, dan pengecapan. (Yosep, 2009, Hal.217) Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pola stimulus yang mendekat yang disertai dengan respon secara berlebihan terhadap stimulus. (Towsend, 2005, Hal.281) Dari beberapa definisi diatas, kelompok menyimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu gangguan persepsi sensori klien terhadap stimulus dari luar tanpa ada objek yang nyata yang sebenarnya tidak terjadi. 2. Psikodinamika Menurut Stuart dan Laraia (2005, Hal.401), dalam model stress dan adaptasi, gangguan jiwa dapat disebabkan oleh beberapa fakor antara lain faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, mekanisme koping, dan rentang respon. a. Factor predisposisi 1) Faktor biologis Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologis yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak. Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter mengakibatkan ketidakmampuan untuk menanggapi rangsangan secara
4
selektif.
Klien
mengakibatkan
tidak
mampu
kesalahan
untuk
persepsi
mengolah
dan
informasi,
halusinasi,
sehingga
bingung,
dan
mengakibatkan delusi (Stuart dan Laraia, 2005, hlm 396). 2) Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya control dan kehangatan keluarga yang meneyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhdap stress. (Yosep, 2009, Hal. 218) 3) Faktor Sosiokultural Faktor sosiokultural yang banyak menunjang terjadinya halusinasi adalah stress yang menumpuk, hubungan yang kurang antara orang tua dan anak, kerusakan identitas seksual dan body image, dan kekakuan konsep realita (Shives, 2005, hlm 244). 4) Faktor biokimia Mempunyai pengaruh
terhadap
terjadinya
gangguan
jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan
dihasilkan
suatu
zat
yang
dapat
bersifat
halusinogenik neurokimia. (Yosep, 2009, Hal. 218) 5) Faktor Psikologi Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada
penyalahgunaan
zat
adiktif.
Hall
ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal. (Yosep, 2009, Hal. 218) 6) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh orang tua skeziphrenia cendererung mengalami skizophrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. (Yosep, 2009, Hal. 218) 5
b. Faktor Presipitasi 1) Perilaku Respons klien
terhadap
halusinasi
dapat
berupa
curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan kenyataan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsure – unsure bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu: a) Dimensi fisik Yaitu halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat – obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. (Yosep, 2009, hlm 218) b) Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang lagi perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut. (Yosep, 2009, hlm 218) c) Dimensi Intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi
akan
memperlihatkan
adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan 6
usaha dari ego sendiri untuk melawan inmpuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien. (Yosep, 2009, hlm 219) d) Dimensi Sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
conforting,
klien
menganggao
bahwa
hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah – olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuuhan akan interaksi sosial, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu,
aspek
penting
dalam
melaksanakan
intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan,
serta
mengusahakan
klien
tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung. (Yosep, 2009, hlm 219) e) Dimensi Spiritual Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk mensucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur 7
larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk. (Yosep, 2009, hlm 219). c. Penilaian Terhadap Stressor Tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukan bahwa stress menyebabkan skizofrenia. Namun, studi relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stress timbul karena adanya penilaian individu terhadapa dirinya. (Stuart, 2006, Hal.249) d. Sumber Koping Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk meneyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif. (Fitria, 2012, Hal. 55) e. Mekanisme Koping Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung
dan
mekanisme
pertahanan
melindungi diri. (Fitria, 2012, Hal. 55) f. Rentang Respon Menurut Damayanti dan Iskandar
lain
(2012,
yang
digunakan
Hal.53),
respon
neurobiologist individu dapat didefinisikan sepanjang rentang respon adaptif dan maladaptive.
8
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS Respon Adaptif Respon Maladapif
Pikiran logis Pikiran kadang Persepsi akurat menyimpang Emosi konsisten Ilusi dengan Reaksi emosional pengalaman Perilaku sesuai Hubungan sosial
Gangguan pikiran / delusi Halusinasi Kesulitan
untuk
berlebihan memproses emosi Perilaku aneh Ketidakteraturan dan tidak biasa Menarik diri
perilaku Isolasi sosial
Skema : Rentang Respon (Sumber : Damaiyanti dan Iskandar, 2012, Hal. 53) Secara spesifik rentang respon dari adaptif dan maladaptive akan dijelaskan sebagai berikut : 1) Respon Adaptif Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima normanorma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif yaitu: a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan. b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan. c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli. d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan. 9
2) Respon Psikososial Respon psikososial meliputi : a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan. b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena ransangan panca indera. c) Emosi berlebihan atau berkurang. d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain. 3) Respon Maladaptif Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan , adapun respon maladaptive meliputi: a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial. b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada. c) Kerusakan proses emosi adalah perubaha sesuatu yang timbul dari hati. d) Perilaku tidak terorganisir merupakan sutu yang tidak teratur. e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sbagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam. 3. Fase Halusinasi Menurut Yosep (2009, Hal. 222) tahap terjadinya halusinasi ada lima yaitu : a. Stage I : Sleep Disorder yaitu fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi Pada tahap ini klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak 10
masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi. b. Stage II : Comforing Moderate level of anxiety yaitu halusinasi yang secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. Pada tahap ini pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Klien beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dikontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya. c. Stage III : Condemning severe level of anxiety yaitu secara umum halusinasi sering mendatangi klien. Pada tahap ini pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien merasa tidak mampu lagi mengotrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama. d. Stage IV : Controling severe level of anxiety yaitu fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan. Pada tahap ini klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik. e. Stage V : Conquering panic level of anxiety yaitu klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pada tahap ini pengalaman sesnsorinya terganggu, klien mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
11
4. Jenis-jenis Halusinasi Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien halusinasi (Fitria Nita, 2011, hal 53). Jenis halusinasi serta ciri objektif dan subjektif klien yang mengalami halusinasi : Jenis Halusinasi
Data objektif suara/ tidak ada
Halusinasi dengar Klien mendengar bunyi
yang
hubunganya dengan stimulus yang nyata / lingkungan.
Data subjektif
Bicara atau tertawa sendiri. Marah-marah tanpa sebab. Mendekatkan telinga kearah tertentu Menutup telinga
Mendengar
suara-suara
atau kegaduhan Mendengar suara
yang
mengajak bercakap-cakap Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
Halusinasi penglihatan Klien melihat gambaran yang
Menunjuk-nunjuk
jelas/ samar terhadap adanya stimulus. Yang nyata dari
pada
tertentu Ketakutan
berbahaya. Melihat bayangan,
kearah
sinar,
bentuk geometris, kartun, Sesutu
melihat hantu, atau monster
seperti
Membaui bau-bauan seperti
sedang membaui bau-bauan
bau darah, urin,feses, dan
tertentu Menutup hidung
terkadang bau-bau tersebut
Sering meludah Muntah
Merasakan
yang tidak jelas
lingkungan dan orang lain tidak melihatnya. Halusinasi penciuman Klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata. Halusinasi pengecapan Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan
rasa
kulitnya
menyenangkan bagi klien. rasa
seperti
darah, urin, atau feses
makanan
yang tidak enak. Halusinasi perabaan Klien merasakan pada
Mengendus-endus
sesuatu
tanpa
ada
Menggaruk-garuk permukaan
mengatkan ada serangga
kulit
dipermukaan kulit merasakan seperti tersengat
stimulus yang nyata listrik Halusinasi kinestetik Memegang kakinya yang Mengatakan Klien merasakan badannya dianggap bergerak sendiri melayang diudara
badannya
12
bergerak dalam suatu ruangan atau
anggota
bergerak Halusinasi visceral Perasaan tertentu dalam tubuhnya
badannya Memegang timbul
badannya
yang Mengatakan perutnya menjadi
dianggapnya berubah bentuk mengecil setelah minum soft dan
tidak
normal
seperti drink
biasanya. Tabel 2.3 jenis halusinasi (Fitria Nita, 2011, hal 53). 5. Psikopatologi Psikopatologi dari halusinasi yang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya factor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Beberapa orang mengatakan bahwa situasi keamanan di otak normal dibombardir oleh aliran stimulus yang berasal dari tubuh atau dari luar tubuh. Jika masukan akan terganggu atau tidak ada sama sekali saat bertemu dalam keadaan normal atau patologis, materi berada dalam prasadar dapat unconsicious atau dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa
halusinasi
dimulai
dengan
keinginan
yang
direprei
ke
unconsicious dan kemudian karena kepribadian rusak dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan keinginan sebelumnya diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal. (Damaiyanti & Iskandar, 2012, Hal.59) 6. Tanda dan Gejala Halusinasi Menurut Hamid (2000) dalam Damaiyanti dan Iskandar (2012, Hal. 58), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut: a. Bicara sendiri b. Senyum sendiri c. Ketawa sendiri d. Menggerakan bibir tanpa suara e. Pergerakan mata yang cepat f. Respon verbal yang lama g. Menarik diri dari orang lain h. Berusaha untuk menghindari dari orang lain i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata 13
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori m. Sulit berhubungan dengan orang lain n. Ekspresi muka tegang o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah p. Tidak mampu mengikuti perintah perawat q. Tampak tremor dan berkeringat r. Perilaku panic s. Agitasi dan kataton t. Curiga dan bermusuhan u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan v. Ketakutan w. Tidak dapat mengurus diri x. Biasa terdapat diorientasi waktu, tempat dan orang. B. Penatalaksanaan Halusinasi 1. Penatalaksanaan keperawatan Penatalaksanaan keperawatan terdiri dari pengkajian, pohon masalah, diagnose keperawatan, rencana keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi. a. Pengkajian Keperawatan Pada proses pengkajian, data penting yang harus dikaji pada pasien halusinasi adalah sebagai berikut: 1) Jenis Halusinasi Menurut Videbeck (2004) dalam Yosep (2009, Hal. 220) ada 6 jenis halusinasi antara lain: a) Halusinasi pendengaran Klien mendengar suara / bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata / lingkungan. (1)Data subjektif (a) Mendengar suara menyuruh. (b)Mendengar suara atau bunyi. (c) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap. (d)Mendengar suara seseorang yang sudah meninggal. (e) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau suara lain yang membahayakan. (2)Data objektif (a) Mengarahkan telinga pada sumber suara. (b)Bicara atau tertawa sendiri. (c) Marah-marah tanpa sebab. 14
(d)Menutup telinga. (e) Mulut komat kamit. (f) Ada gerakan tangan. b) Halusinasi pendengaran (1)Data subjektif (a) Melihat seseorang yang sudah meninggal, melihat makhluk tertentu, melihat bayangan hantu atau sesuatu yang menakutkan, cahaya. (2)Data objektif (a) Tatapan mata pada tempat tertentu (b)Menunjuk kea rah tertentu (c) Ketakutan pada subjek yang dilihat c) Halusinasi penciuman (1)Data subjektif (a) Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, feses,
atau
bau
masakan,
parfum
yang
menyenangkan. (b)Klien sering mengatakan mencium bau sesuatu. (c) Tipe halusinasi ini sering menyertai klien demensia, kejang atau penyakit serebrovaskular (2)Data objektif Ekspresi wajah seperti mencium sesuatu dengan gerakan cuping
hidung,
mengarahkan
hidung
pada
tempat
tertentu. d) Halusinasi perabaan (1)Data subjektif (a) Klien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil, makhluk halus. (b)Merasakan sesuatu di permukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin, merasakan tersengat aliran listrik. (2)Data objektif (a) Mengusap,
menggaruk-garuk,
meraba-raba
permukaan kulit. Terihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan. e) Halusinasi pengecapan (1)Data subjektif (a) Klien sedang merasakan makanan tertentu, rasa tertentu atau mengunyah sesuatu. 15
(2)Data objektif (a) Seperti mengecap sesuatu. Gerakan mengunyah. Meludah atau muntah f) Halusinasi kinestetik (1)Data subjektif (a) Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi misalnya tidak adanya denyutan di otak, atau sensasi pembentukan urin dalam tubuhnya, perasaan tubuhnya melayang di atas bumi. (2)Data objektif (a) Klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya. 2) Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang dialami pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi
khusus
pada
waktu
terjadinya
halusinasi,
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahhui
frekuensi
terjadinya
halusinasi
dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi. (Yosep, 2009, Hal. 221) 3) Mengkaji respons terhadap halusinasi Untuk mengetahui dampak halusinasi klien dan apa respons klien ketika halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakan pada klien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan klien. Selain itu dapat juga dengan menobservasi dampak halusinasi pada pasien jika halusinasi timbul. (Yosep, 2009, Hal. 221) b. Diagnosa Keperawatan Menurut Fitria (2009, Hal.59), doagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi adalah sebagai berikut : 1) Resiko tinggi perilaku kekerasan 2) Perubahan persepsi sensori : halusinasi 3) Isolasi sosial 4) Harga diri rendah kronis 16
c. Rencana Keperawatan untuk Klien Menurut Fitria (2012, hlm. 59), tujuan dari tindakan keperawatan untuk klien dengan halusinasi yaitu klien mampu mengenali halusinasi yang dialaminya, klien dapat mengontrol halusinasi, klien mampu mengikuti program pengobatan secara optimal. Adapun rencana tindakan keperawatan pada pasien halusinasi antara lain: 1) Strategi pelaksana 1 (SP 1) untuk klien a) Identifikasi jenis halusinasi b) Identifikasi isi halusinasi c) Identifikasi waktu halusinasi d) Identifikasi frekuensi halusinasi e) Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi f) Identifikasi respons klien terhadap halusinasi g) Ajarkan klien menghardik halusinasi h) Anjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian. 2) Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien a) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien b) Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakapcakap dengan orang lain c) Anjurkan klien memasukkan kegiatan bercakap-cakap dalam jadwal kegiatan harian 3) Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien a) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien b) Latih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan klien dirumah c) Anjurkan klien memasukkan kegiatan kebiasaan dirumah kedalam jadwal kegiatan harian. 4) Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien a) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien b) Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur c) Anjurkan klien memasukkan penggunan obat secara teratur kedalam jadwal kegiatan harian. d. Rencana Keperawatan untuk Keluarga Klien Apabila diagnosa keperawatan ditegakkan, perawat melakukan tindakan keperawatan bukan hanya pada klien, tetapi juga keluarga. Tujuannya agar keluarga dapat merawat klien dirumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien. Tindakan 17
keperawatan pada keluarga klien dengan halusinasi, yaitu sebagai berikut (Keliat dan Akemat, 2012, hlm. 113): 1) Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) a) Diskusikan masalah yang dirasakan
keluarga
dalam
merawat klien b) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala yang dialami klien dengan proses terjadinya c) Jelaskan cara-cara merawat klien halusinasi 2) Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) a) Latih keluarga melatihkan cara merawat klien halusinasi b) Latih keluarga melakukan cara merawat klien halusinasi e. Tindakan keperawatan Setelah diagnose keperawatan ditegakkan,
perawat
melakukan tindakan keperawatan bukan hanya pada klien, tetapi juga pada keluarga. Tindakan keperawatan klien halusinasi, yaitu sebagai berikut (Keliat dan Akemat, 2012, hlm.113): 1) Tindakan keperawatan untuk klien a) Bina hubungan saling percaya Dengan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya serta beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien. b) Membantu klien mengenali halusinasi Untuk membantu klien mengenali halusinasi, perawat dapat berdiskusi dengan klien tentang halusinasi (apa yang dilihat, apa yang didengar, atau dirasa), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul. c) Melatih klien mengontrol halusinasi Untuk membantu pasien
agar
mampu
mengontrol
halusinasi, perawat dapat melatih pasien empat cara yang 18
sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara mengontrol halusinasi adalah sebagi berikut (Keliat dan Akemat, 2012, hlm. 114): (1)Menghardik halusinasi (2)Bercakap-cakap dengan orang lain (3)Melakukan aktivitas terjadwal (4)Minum obat secara teratur d) Melatih bercakap – cakap dengan orang lain Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap – cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap – cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap – cakap dengan orang lain.(Yosep, 2009, Hlm 224) e) Melatih klien beraktivitas secara terjadwal Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan membimbing klien membuat jadwal yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Tahapan intervensinya sebagai berikut: (1)Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi (2)Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien (3)Melatih pasien melakukan aktivitas (4)Menyusun jadwal aktivitas sehari – hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan klien mempunyai
19
aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu (5)Memantau pelaksanaan jadawal kegiatan; memberikan penguatan f)
terhadap
perilaku
pasien
yang
positif.
(Yosep, 2009, Hlm 224) Melatih pasien menggunakan obat secara teratur Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih untuk menggunkan obat secara teratur sesuai dengan program. Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka utnuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Berikut
ini
tindakan
keperawatan
agar
klien
patuh
menggunakan obat: (1)Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa (2)Jelaskan
akibat
bila
obat
tidak
digunakan
sesuai
program (3)Jelaskan akibat bila putus obat (4)Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat (5)Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 (lima) benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis) (Yosep, 2009, Hlm 224) g) Memantau efek samping obat Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat – obat psikotik seperti: mengantuk, tremor, mata melihat ke atas, kaku – kaku otot, otot bahu tertarik
sebelah,
terkendali.
hipersalivasi,
Untuk
memberikan
pergerakan
mengatasi
obat
anti
ini
otot
tak
biasnya
dokter
parkinsonisme
yaitu
Trihexyphenidile 3 x 2 mg. apabila terjadi gejala – gejala yang dialami oelh klien tidak berkurang maka perlu diteliti apakah obat betul – betul diminum atau tidak. Untuk itu keluarga
juga
perlu
dijelaskan
tentang
pentingnya 20
melakukan observasi dan pengawasan cara minum obat klien. (Yosep, 2009, Hlm 225) 2) Tindakan keperawatan untuk keluarga klien Keluarga merupakan factor penting yang keberhasilan
asuhan
keperawatan
pada
menentukan
pasien
dengan
halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien dirawat dirumah sakit dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai berikut: a) Diskusikan masalah yang dihadapi merawat pasien b) Berikan pendidikan
kesehatan
keluarga
tentang
dalam
pengertian
halusinasi, jenis halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat pasien halusinasi. c) Berikan kesempatan kepada keluarga
untuk
memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien. d) Buat perencanaan ulang dengan keluarga. G. Evaluasi Perawat kesehatan jiwa mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil yang diharapkan asuhan keperawatan adalah proses
dinamik
yang
melibatkan
perubahan
dalam
status
kesehatan klien sepanjang waktu, pemicu kebutuhan terhadap data baru, berbagai diagnose keperawatan dan mdifikasi rencana asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi klien. (Keliat dan Akemat, 2009, dalam Damayanti dan Iskandar, 2012, Hlm 11). Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat didokumentasikan dalam format implementasi dan evaluasi dengan menggunakan
pendekatan
SOAP
(Subjek,
Objek,
Analis,
Perencanaan). Disamping itu, terkait dengan pendekatan SOAP setiap selesai yang terkait dengan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan
sebagai
bentuk
tindak
lanjut
yang
akan
21
dilaksanakan kepada pasien. (Keliat dan Akemat, 2009, dalam Damayanti dan Iskandar, 2012, Hlm 11). Penugasan atau kegiatan ini dimasukkan
kedalam
jadwal
kegiatan aktivitas klien dan diklasifikasikan apakah tugas tersebut dilakukan secara mandiri (M) dengan bantuan sebagian (B) atau dengan bantuan total (T) kemampuan melakukan tugas atau aktivitas dievaluasi setiap hari (Keliat dan Akemat, 2009, dalam Damayanti dan Iskandar, 2012, Hlm 11). 2. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis yaitu
dengan
memberi
psikofarmakoterapi dimana gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik / skizofrenia biasanya diatasi dengan menggunakan obat – obatan anti psikotik antara lain: Golongan butirofenon: Haloperidol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg atau 3 x 5 mg. golongan fenotiazine: Chlorpromazine/largactile/promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan per 3 x 100 mg. apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1 x 100 mg pada malam hari saja. (Yosep, 2009, Hlm 224). a. Psikofarmakologi Antipsikotok tipikal atau yang lebih dlu digunakan adalah antagonis nopamin. Anpsikotik terbaru atau antipsikotik tipikal adalah antagonis serotonin dan antagonis nopamin. 0bat-obatan ini, dosisi harian lazim. Antipsikotik tipikal mengatasi tanda-tanda skizofrenia, seperti waham, halusinasi, gangguan pikiran, dan gejala psikotik lain, tetapi memiliki efek yang tampak pada tandatanda negative. Antipsikotik atipikal tidak hanya mengurangi gejala psikotik, tetapi untuk banyak klien, obat-obatan ini juga mengurangitanda-tanda negative seperti seperti tidak memiliki kemauan dan motivasi, menarik diri dari masyarakat, dan
22
anhedonia (Litterell & Litterell, 1998 dalam Videbeck, 2008, Hal. 354) Dua antipsikotik tersedia tersedia dalam bentuk injeksi depok terapi rumatan, flufenazim (Prolixin), dalam sediaan dekonoat enatat, dan haloperidol (Haldol) dekonasi (Spratto & Woods, 2000). Media untuk injeksi depot ialah minyak wijen sehingga obat dibsorbsidengan lambat sepanjang waktu dalam sistem tubuh klien. Efek obat-obatan ini berlangsung dua sampai empat minggu sehingga antipsikotik tidak diberikan setiap hari. Durasi keraja obat ialah 7 sampai 28 hari untuk flufenazim empat minggu untuk haloperidol. Terapi oral dengan obat-obatan ini untuk mencapai kadar dosis yng stabil memerlukan waktu beberapa minggu sebelum menggantinya dengan injeksi depot. Degan demikian, sediaan ini tidak cocok untuk mengatasi episode akut psikosis. Akan tetapi, sediaan ini sangat bermanfaat untuk klien yang perlu diawasi kepatuhannya obat dalam jangka panjang. (Videbeck, 2008, Hal.354).
Berikut table jenis-jenis obat : Nama generik (nama
Dosis harian lazim*
dagang) Klorpimazin(thorazin) Trifluoperazin (trilafon) Flufenazin (priloxin) Tioridazin (mellaril) Mesoridazin (serentil) Tiotiksen(navane) Haroperidol(haldol) Loksapin(loxitane)
(mg) 200-1.600 16-32 2,5-20 200-600 75-30 6-30 2-20 60-100 23
Molindon(moban) Perfenazin(etrafon) Trifluoperazin(stelazin) Klozapin (clorazi) Risperidon(risprdol) Olanzapin(zyprexa) Qyetiapin (seroquel)
50-100 16-32 6-50 150-500 2-8 5-20 150-500
( Sumber : Videbeck, 2008, Hal. 355)
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian 1. Data Demografi Inisial : Ny. E Umur : 29 Tahun Ruang : Melati Tanggal MRS : 26 November 2015 Agama : Islam 2. Alasan Masuk Klien masuk ke rumah sakit jiwa diantar oleh ketua RW tempat dia tinggal. Dikarenakan klien suka mngamuk tanpa sebab dan mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang lain. Klien merasa badanya sakit dan berusaha untuk meminum racun rumput. 3. Faktor Predisposisi a. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu 24
Klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu yakni pernah di rawat di jawa. b. Pengobatan sebelumnya Pengobatan sebelumnya tidak berhasil karena klien malas dan lupa untuk meminum obat c. Riwayat Trauma Klien pernah mengalami trauma yakni dipukul oleh suaminya di bagian kepala dan kaki d. Anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa Anggota keluarga klien ada yang mengalami gangguan jiwa yakni paman klien dab gejalanya suka mengamuk dan marah-marah dan tidak dilakukan pengobatan keluarga e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan Klien mengatakan pernah di pasung dan pernah di aniaya suaminya karena dia memukul dan mengamuk kepada keluarganya serta orang laian di sekitarnya 4. Genogram :
Klien mengatakan dia adalah anak ke 4 dari 6 bersaudara, klien tinggal di serumah dengan suami dan anak-anaknya , pola komunikasi dalam keluarga baik, hubungan dengan dengan anggota yakni mertua dan keponakan baik, bila ada masalah dalam keluarga keputusan ditentukan oleh suaminya. 5. Pemeriksaan Fisik 25
a. TD : 120/70mmHg, ND : 80x/mt, P : 20x/mt, S : 36 °C b. Tinggi badan : 164 cm, BB : 59 kg, IMT : 23,828 kg/M². (berat badan klien normal). Klien mengatakan tidak ada keluhan 6. Konsep diri a. Gambaran diri : Klien tidak mengalami kecacatan pada tubuhnya. Klien mengatakan menyukai rambutnya. b. Identitas diri : Klien anak kedua 4 dari 6 bersaudara, klien tinggal bersama suami . Klien mengatakan dia menyadari dirinya seorang perempuan dan ingin mengasuh anaknya. c. Peran diri : Klien dalam keluarga diperlakukan sebagai perempuan dan diberikan kebebasan untuk bergaul dengan orang lain. d. Ideal diri : Klien berharap bisa pulang dan berkumpul dengan keluarganya serta berharap keluarga bisa menerimanya. e. Harga diri : Klien mengatakan dirinya kurang berharga. 7. Hubungan sosial Orang yang berarti bagi klien adalah suaminya. Klien tidak pernah mengikuti kegiatan dimasyarakat, klien lebih suka menyendiri dari pada harus berkumpul dengan orang ramai. Klien menganut agama islam dan selama dirawat dirumah sakit jiwa klien jarang beribadah. 8. Status Mental a. Penampilan: Klien menggunakan pakaian sesuai dengan fungsinya. Klien terlihat rapi. b. Pembicaraan : Klien berbicara bila ditanya dahulu dan klien sulit untuk memulai pembicaraan dengan orang lain. c. Aktivitas Motorik : Klien tampak banyak duduk diam dan jarang melakukan kegiatan. d. Alam perasaan : Klien tampak sedih, klien mengungkapkan rindu keluarga dan ingin cepat pulang kerumah. e. Afek : Emosi klien saat ini sesuai dengan stimulus lingkungan. f. Interaksi selama wawancara : Selama berinteraksi klien menunjukkan sikap yang kooperatif, tetapi kontak mata kurang. g. Persepsi Halusinasi : Klien mengatakan mendengar suara-suara yang berkata akan memukul dirinya. h. Proses pikir : Klien dalam berbicara masih sesuai dengan topik pembicaraan. i. Isi pikir : Klien berbicara sesuai dengan realita yang ada saat ini pada dirinya. j. Tingkat kesadaran : Klien mengalami kebingungan, klien merasa tidak bebas didalam sel dan ingin segera cepat pulang. Klien tidak alami disorientasi : waktu, tempat dan orang. 26
k. Memori : Klien dapat mampu mengingat kejadian jangka pendek dan panjang serta klien bercerita yang sesuai dengan kenyataan. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien mampu untuk berkonsentrasi dan tidak ada masalah pada tingkat konsentrasi dan berhitung pasien. m. Kemampuan menilai : Klien dapat memilih antara dua pilihan seperti mau mandi/makan dulu dan pasien mengambil keputusan mandi dulu baru makan. Masalah n. Daya tilik diri : Klien sadar bahwa dirinya sedang sakit dan sedang dirawat di RSJ. Daerah Sungai Bakong 9. Kebutuhan Persepsi Pulang Klien mampu makan sambil duduk, makan 3x sehari, setelah makan klien juga dapat mencuci piringnya dan mengambil minuman sendiri, eliminasi klien dari BAB / BAK mampu melakukan sendiri tanpa dibantu oleh orang lain dapat juga membersihkan WC setelah menggunakannya, klien mampu mandi sendiri tanpa disuruh perawat maupun dengan bantuan orang lain dikamar mandi dengan menggunakan sabun mandi serta mencuci rambut dengan shampo, menggosok gigi dengan pasta gigi , klien mengatakan mandi 2x shari. Dan dalam berpakain/berhias serta mengenakan pakaian sendiri setelah mandi. Bila kuku panjang klien dapat memotong kukunya sendiri sedangkan untuk istirahat/tidur, klien mengatakan tidur siang selama 3 jam dari jam 14.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB sedangkan untuk tidur malam tidur selama 9 jam dari jam 20.00 WIB sampai dengan jam 05.00 WIB. Sebelum tidur kadang-kadang mengobrol dengan teman-temannya. Bangun tidur mandi dan sarapan. Dalam penggunaan obat klien mampu minum obat sendiri dengn memerlukan bantuan dalam mengetahui nama obat, dosis, manfaat minum obat, dan efek yang ditimbulkan setelah minum obat dan dalam pemeliharaan kesehatan, untuk perawatan lanjutan sampai sekarang masih berada di Rumah Sakit. Sedangkan untuk sistem pendukung kurang karena selama dirawat, keluarga klien jarang menjenguknya. Dalam kegiatan di dalam rumah Ny.E mengatakan di rumahnya selalu menjaga kerapihan rumah dengan menyapu dan mencuci piring setelah makan, menyiapkan makanan, dan mencuci baju. Sedangkan untuk kegiatan di luar rumah klien suka belanja di pasar,menggunakan transportasi. 10. Mekanisme Koping 27
Klien mengatakan jika sedang mengalami masalah, klien sering menghindar dan mencoba mencari tempat yang tenang dan sering memendam masalah itu sendiri saja tanpa mau dibicarakan. 11. Pengetahuan Klien dan keluarga tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya serta bagaimana mengatasinya. 12. Aspek Medik a. Diagnosa : Skizofrenia Paranoid ( F.20.0) b. Terapi Medik : CPZ 100 mg 1x1 THP 2 mg 2x1 HALO 1,5 mg 2x1 1) Trihexiphenidil ( THP ) Adalah obat yang sering dipakai sebagai penyerta pemberian obat anti psikotik jenis fenothiasin dan butirofenol, karena kasiatnya merelaksasi otot polos dan anti spasemodik. Efek samping : mulut kering, pusing, padangan kabur, midriasis, photopobra, imnosia, konstipasi, mengantuk, retensi urine, pada susunan saraf pusat dapat terjadi bingung, agitasi, dilirium, manifestasi psikotik, euforik, reaksi sensitive glokuma parotitis. 2) Haloporidol ( HLP ) memperkuat kerja CPZ Indikasi : hedaya berat dalam kemampuan menilai realita fungsi kehidupan serta fungsi mental dan sindrom mania. Mekanisme kerja : memblokade dafamin pada reseptor paska sinap neuron diotak khususnya disistem limbic dan ekstrapiramidal mengurangi reseptor supersivity, meningkatkan cholinergik muscarini aktiviti, menghambat cyclicamp dan phosthoinosities. Efek samping :sedasi dan inhidisi psikomator, gangguan otonomik, hipotensi mucosa kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, TIO meningkat, gangguan irama jantung, ganguang ekstrapiramidal ( sindrom parkimson ), gangguan endokrin ( pemakaian jangka panjang ). Kontra indikasi : jantung, fibris tinggi, gangguan kesadaran ketergantungan alcohol. 3) Chlorpromazyne ( CPZ ) antipsikotik rataialifatik Indikasi : hedaya berat dalam kemampuan menilai realita dan fungsi kehidupan sehari-hari serta fungsi mental.
28
B. Analisa Data NO 1.
Tgl 15
Data Fokus Data Subjektif :
Desembe r 2015
Masalah Keperawatan Ganguan Sensori Persepsi
:
Klien mengatakan saat Halusinasi melamun,
ingin tidur dan
bangun tidur ada mendengar suara - suara yang bilang akan memukul dirinya
Klien
mengatakan
biasanya suara itu terjadi 3 kali dalam sehari 29
Klien mengatakan saat suara itu datang klien merasa ingin marah
Data Objektif :
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
Bersikap
seperti
mendengarkan sesuatu
Berhenti
bicara
di
tengah tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu 2.
15
Disorientasi
Konsenterasi rendah Data Subjektif :
Desembe r 2015
Risiko
tinggi
mencederai
diri
mengatakan sendiri, orang lain dan lingkungan.
Klien
mendengar suara-suara yang bilang
akan
memukul
dirinya,
Klien mengatakan ingin mengancam
Klien mengatakan katakata kotor
Data Objektif :
3
15
Suara klien keras
Postur tubuh kaku
Rahang agak mengatup
Mata melotot
Wajah tegang Data Subjektif
Desembe
Klien
mengatakan
Isolasi social malas 30
r 2015
bergaul dengan orang lain
Klien
mengatakan
dirinya
tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk sendirian
Klien mengatakan tidak mau bicara dengan orang lain
Data Objektif
Apatis
Ekspresi
wajah
kurang
berseri
Mengisolasi diri
Aktivitas menurun
Tidak
ada
atau
kurang
komunikasi verbal
4
15
Rendah diri
Data Subjektif
Desembe
Mengungkapkan
r 2015
merasa tidak berguna
Mengungkapkan
Harga Diri Rendah dirinya dirinya
merasa tidak mampu
Mengungkapkan tidak
semangat
dirinya untuk
beraktivitas atau bekerja Data Objektif 31
Mengkritik diri sendiri
Perasaaan tidak mampu
Tidak menerima pujian
Berkurang selera makan
Lebih banyak menunduk
Bicara lambat dengan nada suara lemah.
C. Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Persepsi : halusinasi pendengaran
Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah
D. Rencana Tindakan Keperawatan : No
1
Tanggal
Diagnosa
dan waktu
keperawatan
14 -122011
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Gangguan
Halusinasi dapat dikontrol setelah Pasien :
persepsi
diberikan asuhan keperawatan 3x24 SP
sensori;
jam, dengan kriteria hasil klien (lampiran 1) 1. Identifikasi mampu:
halusinasi pendengaran
1. Mengidentifikasi
halusinasinya
(penyebab, jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, dan respon)
I
paraf
halusinasi
jenis
halusinasi pasien 2. Identifikasi isi halusinasi pasien 3. Identifikasi waktu 32
2. Mengontrol halusinasi dengan 4 cara : a. Menghardik b. Bercakap-cakap orang lain c. Melakukan terjadwal d. Minum obat
dengan
halusinasi pasien 4. Identifikasi frekuensi halusinasi pasien 5. Identifikasi situasi yang
aktivitas
menimbulkan
halusinasi 6. Identifikasi respons pasien
terhadap
halusinasi 7. Latih pasien kontrol
cara
halusinasi
dengan menghardik 8. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian SP
II
halusinasi
(lampiran 3)
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Latih pasien cara kontrol
halusinasi
dengan
berbincang
dengan orang lain 3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian SP
III
halusinasi
(lampiran 2)
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Latih pasien cara 33
kontrol
halusinasi
dengan
kegiatan
(yang
biasa
dilakukan pasien) 3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian SP
IV
halusinasi
(lampiran 4)
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Jelaskan cara kontrol halusinasi
dengan
teratur minum obat (jenis,
dosis,
manfaat, serta akibat bila putus obat) 3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian Halusinasi dapat dikontrol setelah Keluarga : diberikan asuhan keperawatan 3x24 SP I 1. Diskusikan masalah jam, dengan kriteria hasil keluarga mampu :
yang
1. Menjelaskan tentang halusinasi 2. Memperagakan cara merawat
keluarga
klien 3. Melaksanakan follow up rujukan
dirasakan dalam
merawat pasien 2. Jelaskan pengertian, tanda
dan
gejala
halusinasi, dan jenis halusinasi
yang 34
dialami
pasien
beserta
proses
terjadinya 3. Jelaskan cara-cara merawat
pasien
halusinasi SP II
1. Latih
keluarga
mempraktekkan cara merawat
pasien
dengan halusinasi 2. Latih keluarga melakukan merawat
cara langsung
kepada
pasien
halusinasi SP III
1. Bantu
keluarga
membuat
jadwal
aktivitas di rumah termasuk obat
minum (discharge
planning) 2. Jelaskan follow up pasien
setelah
pulang 3. Bimbing
pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian 2
14-122015
Isolasi sosial
Isolasi sosial dapat teratasi setelah
Pasien :
diberikan asuhan keperawatan 3x24
SP
I
isolasi
sosial
35
jam, dengan kriteria hasil klien
(lampiran 5)
mampu: 1. Mengidentifikasi penyebab
1. Identifikasi
isolasi sosial 2. Menyebutkan dampak positif
sosial pasien 2. Identifikasi
penyebab
berinteraksi dengan orang lain 3. Menyebutkan dampak negatif jika tidak berinteraksi dengan orang lain 4. Mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain 5. Berinteraksi dengan orang lain
isolasi
keuntungan berinteraksi dengan orang lain 3. Identifikasi kerugian tidak
berinteraksi
dengan orang lain 4. Latih pasien berkenalan
dengan
satu orang 5. Bimbing
pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian SP II
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Latih pasien berkenalan
dengan
dua orang atau lebih 3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian SP III
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Latih klien berkenalan lebih dari dua orang 36
3. Bimbing
pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian Isolasi sosial dapat teratasi setelah
Keluarga :
diberikan asuhan keperawatan 3x24 SP I 1. Diskusikan masalah jam, dengan kriteria hasil keluarga yang
mampu : 1. Menjelaskan sosial
dan
tentang dampaknya
keluarga
isolasi pada
pasien 2. Menjelaskan penyebab isolasi
dirasakan dalam
merawat pasien 2. Jelaskan pengertian, tanda
dangejala
sosial 3. Mempraktekkan cara merawat
isolasi sosial yang dialami
pasien
pasien dengan isolasi social 4. Menjelaskan follow up pasien
beserta
proses
setelah pulang
terjadinya 3. Jelaskan cara-cara merawat
pasien
isolasi sosial SP II
1. Latih
keluarga
mempraktekkan cara merawat
pasien
dengan isolasi sosial 2. Latih keluarga melakukan merawat
cara langsung
kepada pasien isolasi sosial SP III
1. Bantu membuat
keluarga jadwal
aktivitas di rumah 37
termasuk obat
minum (discharge
planning) 2. Latih
pasien
berinteraksi
dalam
kelompok 3. Bimbing
pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian 4. Jelaskan follow up pasien
setelah
pulang 3
15-122015
Gangguan
Harga diri rendah dapat teratasi
Pasien :
konsep diri:
setelah diberikan asuhan
SP I harga diri rendah
harga diri
keperawatan 3x24 jam, dengan
(lampiran 6)
rendah
kriteria hasil klien mampu: 1. Mengidentifikasi penyebab harga diri rendah 2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki 3. Melakukan kegiatan yang telah terjadwal dan telah direncanakan 4. Menilai positif terhadap diri sendiri
1. Idenfikasi kemampuan
dan
aspek positif yang dimiliki pasien 2. Bantu pasien menilai kemampuan yang
masih
digunakan 3. Bantu memilih yang sesuai
pasien
akan
dapat pasien
kegiatan dilatih dengan
kemampuan pasien 4. Latih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan 5. Bimbing pasien memasukkan dalam 38
jadwal
kegiatan
harian SP II harga diri rendah
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Latih kegiatan kedua (atau
selanjutnya)
yang dipilih sesuai kemampuan 3. Bimbing
pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian. SP III 1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 2. Latih kegiatan ketiga (atau
selanjutnya)
yang dipilih sesuai kemampuan 3. Bimbing
pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan
harian Harga diri rendah dapat teratasi
Keluarga :
setelah diberikan asuhan
SP I
keperawatan 3x24 jam, dengan
Diskusikan masalah
kriteria hasil keluarga mampu :
yang
1. Menjelaskan tentang harga diri
keluarga
rendah 2. Memperagakan
cara
merawat
klien dengan harga diri rendah 3. Melaksanakan follow up rujukan
dirasakan dalam
merawat pasien Jelaskan pengertian, tanda
dan
gejala
harga
diri
rendah 39
yang dialami pasien beserta
proses
terjadinya Jelaskan cara-cara merawat
pasien
harga diri rendah SP II
1. Latih
keluarga
mempraktekkan cara merawat dengan
pasien harga
rendah 2. Latih
keluarga
melakukan merawat
diri
cara langsung
kepada pasien harga diri rendah SP III
1. Bantu membuat
keluarga jadwal
aktivitas di rumah termasuk obat
minum (discharge
planning) 2. Jelaskan follow up pasien
setelah
pulang
4
14-122015
Resiko tinggi
Resiko tinggi perilaku kekrasan
perilaku
dapat teratasi setelah diberikan
SP I
Mengidentifikasi
40
kekerasan
asuhan keperawatan 3x24 jam, dengan kriteria hasil klien mampu: 1. Mengidentifikasi penyebab
penyebab perilaku
perilaku kekrasan 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekrasan 3. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan 4. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
kekerasan Mengidentifikasi tanda
dan
gejala
perilaku kekerasan Mengidentifikasi perilaku kekerasan
yang di lakukan Mengidentifkasi akibat
perilaku
kekerasan Menyebutkan cara mengontrol
perilaku kekerasan Membantu klien mempraktikan latihan
cara
mengontrol fisik 1 Menganjurkan klien ke
memasukan
dalam
jadwal
harian SP II
Mengevaluasi jadwal
kegiatan
harian klien Melatih
klien
mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik 2 Menganjurkan klien
memasukan
kedalam
jadwal 41
kegiatan harian SP III
Mengevaluasi jadwal
kegiatan
harian klien Melatih
klien
mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara verbal Menganjurkan klien
memasukan
kedalam
jadwal
kegiatan harian SP IV
Mengevaluasi jadwal
Harga diri rendah dapat teratasi
kegiatan
harian klien Melatih
klien
mengontrol
setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam, dengan
perilaku kekerasan
kriteria hasil keluarga mampu :
dengan spiritual Menganjurkan
1. Menjelaskan
tentang
perilaku kekerasan 2. Memperagakan cara
resiko
klien
kedalam
merawat
jadwal
kegiatan harian
klien dengan resiko perilaku kekerasan 3. Melaksanakan follow up rujukan
memasukan
SP IV
Mengevaluasi jadwal
kegiatan
harian klien Melatih
klien
mengontrol perilaku kekerasan 42
dengan cara minum
obat Menganjurkan klien
memasukan
kedalam
jadwal
kegiatan harian SP I
Diskusikan masalah yang
dirasakan
keluarga
dalam
merawat pasien Jelaskan pengertian, tanda
dan
perilaku
gejala kekrasan
yang dialami pasien beserta
proses
terjadinya Jelaskan cara-cara merawat
pasien
perilaku kekrasan SP II
3. Latih
keluarga
mempraktekkan cara merawat dengan kekrasan 4. Latih melakukan merawat kepada
pasien perilaku keluarga cara langsung perilaku
kekrasan 43
SP III
3. Bantu
keluarga
membuat
jadwal
aktivitas di rumah termasuk obat
minum (discharge
planning) Jelaskan
follow
up
pasien setelah pulang
E. Strategi Pelaksanaan Pertemuan Pertama Nama Klien : Ny.E Tanggal : 16 desember 2015 1. Proses Keperawatan a. Kondisi Pasien 1) Data Subjektif a) Klien mengatakan saat melamun,
ingin tidur dan bangun tidur
ada
mendengar suara - suara yang bilang akan memukul dirinya b) Klien mengatakan biasanya suara itu terjadi 3 kali dalam sehari c) Klien mengatakan saat suara itu datang klien merasa ingin marah 2) Data Objektif : a) Klien tampak gelisah. b) Klien tampak tersenyum sendiri. c) Klien tampak melamun. d) Klien tampak jarang berkomunikasi dengan teman/perawat e) Klien tampak tidak dapat memulai pembicaraan. b. Diagnosa keperawatan 1) Gangguan sensori persepsi: Halusinasi c. Tujuan Khusus TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya d. Tindakan Keperawatan TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya 1) Bina hubungan saling percaya a) Salam terapeutik. b) Perkenalkan diri. c) Jelaskan tujuan interaksi. d) Ciptakan lingkungan yang tenang. 2) Dorong dan beri kesempatan klien untk mengungkapkan perasaannya. 44
a) Dengarkan ungkapan klien dengan empati. TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya 1) Adakan kontak sering dan singkat. 2) Observasi perilaku (verbal dan non verbal) yang bersangkutan halusinasi. 3) Bantu klien untuk mengenal halusinasinya. 4) Diskusikan bersama klien tentang situasi yang menimbulkan, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi. 5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.
F. Implementasi Dan Evaluasi No Dx 1
Tanggal dan waktu 15
Tindakan keperawatan SP 1 halusinasi
desember 1. Mengajarkan 2015 07.30
Evaluasi
mengontrol
S: klien
cara
halusinasi
dengan
menghardik 2. Membimbing klien memasukkan latihan
Paraf
menghardik
ke
dalam
jadwal kegiatan harian 3. Memberikan reinforcement positif terhadap kemampuan yang sudah
1. “Ingin belajar cara menghardik” 2. “Mau menghardik empat kali sehari” O: 1. Klien dapat memperagakan cara untuk menghardik halusinasi 2. Klien membuat jadwal latihan menghardik
empat
kali
sehari
kegiatan harian A : Klien mampu mengontrol halusinasi
dilatih Rencana Tindak Lanjut 1. Evaluasi kemampuan
klien
menghardik halusinasi 2. Ajarkan pasien
cara
dengan
cara
menghardik
dengan
bantuan P : setelah di lakukan 2 kali sehari maka
45
mengontrol halusinasi dengan
pasien dapat melakukan menghardik,
bercakap-cakap dengan orang
pada jam 10.00 dan 15.00
lain 3. Latih
cara
menghardik
halusinasi sesuai jadwal
2
15 Desembe r 2015 08.00
SP 1 isolasi sosial
S: 1. “Tidak mau berkenalan, tidak mau
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien 2. Mengidentifikasi
mencari teman” 2. “Takut untuk berteman”
keuntungan
berinteraksi dengan orang lain 3. Mengidentifikasi kerugian tidak
O: 1. Kontak mata kurang 2. Klien tidak mau diajak berkenalan
berinteraksi dengan orang lain 4. Melatih pasien berkenalan dengan
dengan orang lain
satu orang A : Klien belum dapat menyebutkan 5. Memberikan reinforcement atau keuntungan berinteraksi dengan orang motivasi untuk latihan berkenalan lain dan kerugian tidak berinteraksi Rencana Tindak Lanjut 1. Jelaskan keuntungan dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain P : setelah di lakukan 2 kali sehari maka 2. Jelaskan kerugian tidak klien dapat melakukan bercakap-cakap sama berinteraksi dengan orang lain perawat 1 orang. Pada jam 13.00 dan 16.00 3. Latih pasien berkenalan secara bertahap dengan satu orang 4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan 4
16
SP 1 Resiko Perilaku kekerasan
S: 1. Klien mengatakan bahwa setelah 46
Desembe r 2015 08.50
1. Mengidentifikasi penyebab tanda
melakukan latihan cara fisik: nafas
dan gejala pk yang dilakukan dan
dalam dan pukul bantal emosi klien
akibatnya 2. Jelaskan cara
mulai berkurang mengontrol
pk:
fisik, obat,verbal, spiritual 3. Latih cara mengontrol pk secara
O: 1. Klien tampak tenang 2. Klien tampak melakukan tindakan
fisik: teknik napas dalam dan
tersebut pukul kasur dan bantal A : PK masih ada dan klien mampu 4. Memasukkan ke jadwal kegiatan melakukan latihan cara fisik: nafas untuk latihan fisik Rencana Tindak Lanjut: dalam dan pukul bantal disaat rasa ingin 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan marah itu datang. harian klien P : setelah melakukan 2 kali sehari maka 2. Latih klien untuk mengontrol latihan untuk mengtrol perilaku kekerasan perilaku kekerasan dengan dengan cara fisik, pada jam 11.00 dan jam cara fisik II 3. Anjurkan klien memasukkan 19.00 1, 3
16 Desembe r 2015 08.30
ke dalam jadwal harian SP 2 halusinasi
S :“Masih tau cara menghardik halusinasi”
1. Mengevaluasi latihan menghardik 2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi
dengan
kegiatan
“Ada
kegiatan
yang
dimiliki
yaitu
menulis” “Senang bisa menulis dengan baik”
(menulis) O : Klien mampu mempraktekkan cara 3. Membimbing pasien memasukkan menghardik halusinasi jadwal menulis Klien dapat melakukan kegiatan yang SP 1 harga diri rendah telah dipilih yaitu menulis 1. Mengidentifikasi kemampuan yang Klien dapat menulis daftar kegiatan dimiliki klien 2. Melatih klien melakukan kegiatan hariannya secara mandiri (menulis) yang telah dipilih 3. Memberikan reinforcement memfasilitasi memberikan
klien penilaian
terhadap dirinya Rencana Tindak Lanjut: 1. Evaluasi kemampuan
Klien tampak senang dan untuk
positif
A : klien mampu memperagakan cara menghardik halusinasi dank lien juga mampu untuk melakukan kegiatan (menulis) yang telah dipilih
klien P : setelah di lakukan 2 kali sehari maka 47
menghardik
dan
pasien dapat melakukan menghardik,
melakukan kegiatan (menulis)
dan mengikuti kegiatan yang ada di
terjadwal 2. Bimbing
halusinasi
pada jam 10.00 dan 19.00 klien
melakukan
kegiatan (menulis) yang telah dipilih 3. Latih pasien untuk bercakapcakap dengan tema yang telah dipilih 4. Latih
untuk
melakukan
kegiatan (menulis) yang sudah dijadwalkan 1,3,
16
5
Desembe r 2015 10.45
SP 3 halusinasi
S: 1. “Masih tau cara-cara mengontrol
1. Mengevaluasi latihan menghardik, dan
kegiatan
yang
halusinasi yang telah dilatih, mau
telah
melakukan kegiatan yaitu menulis” 2. “Senang bercakap-cakap dengan
dijadwalkan 2. Melatih pasien untuk bercakap-
orang lain”
cakap dengan tema yang telah dipilih 3. Membimbing pasien memasukkan kegiatan bercakap-cakap dalam jadwal kegiatan harian 4. Memberikan reinforcement positif terhadap kemampuan yang sudah dilatih Rencana Tindak Lanjut: 1. Evaluasi cara klien mengontrol
O: 1. Klien dapat memperagakan hasil latihan yang lalu 2. Klien bisa menulis dengan baik 3. Klien dapat bercakap-cakap dengan tema yang telah ditulis 4. Klien tampak senang A : klien mampu mengulang latihan yang
untuk
lalu (menghardik, melakukan kegiatan
halusinasi,
melakukan
kegiatan,
terjadwal,
dan
bercakap-cakap
dengan
orang lain)
bercakap-cakap dengan orang P : setelah di lakukan 3 kali sehari maka lain 2. Jelaskan
klien
halusinasi minum
cara
kontrol
dengan
teratur
obat
(jenis,
dapat
memasukkan
melakukan kegiatan,
menghardik,
bercakap-cakap.
Pada jam 13.00, 16.00, dan 20.00
dosis, 48
Benny K
manfaat, serta akibat bila putus obat) 3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian 4. Latih kembali cara menghardik, melakukan kegiatan, bercakapcakap dengan orang lain yang 1, 3,
17
5,6
Desembe r 2015 08.50
telah dijadwalkan SP 4 halusinasi
S :“Sudah melakukan cara menhardik,
1. Mengevaluasi latihan menghardik, melakukan
kegiatan
tejadwal
(menulis), latihan bercakap-cakap dengan orang lain 2. Menjelaskan cara
kontrol
halusinasi dengan teratur minum
melakukan
kegiatan
terjadwal,
dan
bercakap-cakap dengan orang lain” “Mau melakukan kegiatan lain yaitu menggambar” “Senang belajar tentang obat sambil menggambar” “Bangga karena
bisa
melakukan
obat (jenis, dosis, manfaat, serta
aktivitas yang telah dilatih” akibat bila putus obat) O : Klien dapat memperagakan hasil latihan 3. Membimbing pasien memasukkan yang lalu dengan baik. dalam jadwal kegiatan harian Klien bisa menggambar dengan baik SP 2 harga diri rendah Klien dapat melakukan kegiatan 1. Mengevaluasi kegiatan (menulis) (menggambar) dengan tema obat yang telah terjadwal 2. Mengidentifikasi kegiatan lain Klien tampak senang yang dapat dilakukan di rumah A : Klien mampu mempraktekkan cara-cara sakit 3. Memberikan
mengontrol halusinasi dengan benar reinforcement
memfasilitasi memberikan
klien penilaian
dan untuk
positif
terhadap dirinya.
dan mampu untuk menilai diri secara positif P: setelah dilakukan 3 kali sehari klien
mampu menghardik, beraktifitas, bercakapcakap & minum obat teratur.
Rencana Tindak Lanjut: 1. Evaluasi kemampuan
klien 49
dalam mengontrol halusinasi secara benar 2. Jelaskan kembali
secara
singkat cara-cara mengontrol halusinasi yang telah dilatih 3. Bimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian 4. Latih kembali cara mengontrol halusinasi
yang
telah
dijadwalkan 5. Latih cara menilai diri sendiri secara baik
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang kesenjangan yang ditemukan penulis selama melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny.E dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di Ruang Melati Rumah Sakit SUI.BANGKONG, dengan teori yang telah dikemukakan pada bab kedua. Selain itu, bab ini membahas tentang faktor pendukung, dan faktor penghambat selama 50
pelaksanaan asuhan keperawatan, rencana tindak lanjut dari kesenjangan yang ditemukan serta alternatif solusi pemecahan masalah. A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal mengumpulkan informasi yang sistematis. Pengkajian pada Ny. E dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yang dilakukan pada tanggal 14 Desember 2015 dengan hasil pengkajian yaitu: klien mengatakan mendengar suara-suara tanpa wujud yang menyuruhnya untuk memukul orang . Klien sangat terganggu dengan suara tersebut, sehingga klien sangat ingin menghilangkan suara tersebut. Klien suka senyum dan tertawa sendiri. Hasil pengkajian pada Ny. E dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, sama dengan konsep pengkajian teoritis menurut (Keliat dan Akemat, 2007, hlm 109). Meskipun berdasarkan pengkajian suara tersebut tidak memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang berbahaya. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa klien sedang mengalami halusinasi pada tahapan condemning. Klien tidak menyukai dan sangat kesal dengan suara-suara yang terkadang muncul saat klien sedang melakukan suatu aktivitas. Data tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Yosep 2009, hlm 222). Penulis juga mendapatkan data bahwa apabila klien mendengar suara-suara yang tanpa wujud, klien hanya diam saja dan cenderung lebih memilih untuk menarik diri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Dari data yang telah diperoleh tersebut, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Stuart ,2002, hlm 249). Pengkajian pada faktor predisposisi biologik munculnya halusinasi pada pasien tidak dapat diketahui dengan pasti karena tidak didukung dengan pemeriksaan penunjang. Menurut (Kaplan dan Sadock,1996, hlm 689), bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui faktor predisposisi biologik pada pasien dengan halusinasi yaitu, Computed Tomography Scan (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), ositron Emission Tomography (PET) dan Single Phositron Emission Computed Tomography (SPECT), Electro Encephalogram (EEG). Pemeriksaan diagnostik ini tidak dilakukan pada klien, dikarenakan keterbatasan alat dan tenaga yang dimiliki oleh rumah sakit SUI.BANGKONG. Selama proses pengkajian pada Ny. E, penulis merasakan adanya faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung yang penulis rasakan pada tahap pengkajian adalah klien mau mengutarakan permasalahan yang terjadi pada dirinya sehingga penulis dapat memperoleh data tentang permasalahan yang sedang dialami oleh klien. Sedangkan yang 51
menjadi faktor penghambat dalam melakukan tahapan pengkajian pada pasien adalah kurangnya data-data pendukung, seperti pemeriksaan penunjang dan keterangan dari keluarga pasien yang tidak pernah berkunjung selama pasien dirawat. Berdasarkan hasil pengkajian, maka solusi atau alternatif pemecahan masalah yang dapat diberikan oleh penulis adalah melakukan pengkajian secara bertahap sesuai dengan kondisi dan perkembangan yang ditunjukkan oleh pasien. Kemudian membuat jadwal berkunjung keluarga, sehingga perawat bisa memperoleh informasi yang lebih lengkap dan bersamasama dengan keluarga untuk memberikan asuhan keperawatan secara optimal dan mandiri. B. Diagnosa Keperawatan Tahap ini penulis menganalisa data yang telah dikelompokkan kemudian penulis melakukan penilaian tentang respon klien terhadap masalah yang ada. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, ada empat diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Ny. E, yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, isolasi sosial, gangguan konsep diri: harga diri rendah, serta Resiko Perilaku Kekerasan. Ke empat diagnosa yang muncul pada Ny. E tersebut, ada tiga diagnosa yang sesuai dengan diagnosa keperawatan teoritis yang dikemukakan oleh (Yosep, 2009, hlm 223). yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, Resiko perilaku kekerasan, gangguan konsep diri: harga diri rendah. Sedangkan satu diagnosa lainnya berbeda dengan apa yang telah disusun pada asuhan keperawatan teoritis, diagnosa tersebut adalah Isolasi sosial. Selain itu, terdapat satu diagnosa yang tidak muncul pada Ny. E yang sesuai dengan asuhan keperawatan teoritis, yaitu Isolasi Sosial, orang lain, dan lingkungan. Data di atas membuktikan bahwa diagnosa yang muncul pada pasien tidak hanya terpaku pada diagnosa teoritis yang telah dikemukakan oleh para ahli, tetapi dipengaruhi oleh kondisi klien, keluarga, dan lingkungan itu sendiri dan terapi yang telah didapatkan oleh perawat maupun dokter. Sehingga solusi yang dapat diberikan oleh penulis untuk menanggapi hal di atas adalah menghimbau supaya para petugas kesehatan berpikir kritis dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien. Hal tersebut sangat diperlukan karena akan sangat berdampak pada penatalaksanaan atau terapi lanjutan yang akan diberikan kepada pasien, sehingga terapi yang diberikan bisa optimal. C. Rencana Asuhan Keperawatan Perencanaan keperawatan merupakan suatu tahap proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengatasi masalahmasalah klien yang telah diprioritaskan oleh penulis. Kemudian penulis membuat suatu
52
tujuan dan kriteria hasil yang harus dicapai, jelas, dapat diukur, realistis, dan dengan waktu yang telah ditentukan oleh penulis. Penulis juga membuat intervensi yang sesuai dengan teori yang telah dipelajari untuk kemudian dapat disesuaikan dengan kondisi klien. Berdasarkan empat diagnosa yang muncul pada Ny. E, hanya empat diagnosa yang dibuat intervensi. Diagnosa yang tidak di susun intervensinya adalah inefektif regimen teraupetik, dikarenakan intervensi untuk diagnosa tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan intervensi yang dilakukan untuk mengatasi halusiansi. Rencana intervensi keperawatan yang di susun oleh penulis untuk masing-masing diagnosa disesuaikan dengan teori yang dikemukakan oleh (Fitria,2009, hlm 61) yang bertujuan melatih pasien untuk dapat mengontrol halusinasi sehingga rencana intervensi tersebut lebih operasional. Tujuan dan kriteria hasil disesuaikan dengan target yang telah direncanakan oleh penulis selama melakukan asuhan keperawatan pada klien. Faktor yang mendukung penulis dalam merencanakan intervensi keperawatan pada Ny.E adalah data fokus yang jelas sehingga penulis menjadi lebih mudah untuk menyusun rencana tindakan untuk klien. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat saat menyusun rencana tindakan adalah kondisi klien yang mudah untuk berubah-ubah sehingga perencanaan yang ditetapkan belum optimal. Melihat dari pengalaman di atas, penulis dapat memberikan solusi atau saran kepada perawat agar lebih kritis dan peka terhadap kondisi aktual yang ditunjukkan oleh klien saat melaksanakan asuhan keperawatan. Sehingga rencana tindakan yang akan dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan teoritis yang telah didapatkan dan mengarah pada kondisi yang ditunjukkan klien saat itu. D. Implementasi dan Evaluasi Tahap implementasi merupakan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien yang sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Sedangkan pada tahap evaluasi, penulis membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh klien dengan kriteria hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Ny. E dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, terdapat empat cara mengontrol halusinasi yaitu, menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan atau aktivitas sesuai dengan kemampuan klien dan minum obat. Evaluasi untuk diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, strategi pelaksanaannya sudah tercapai, yaitu menghardik halusinasi, melakukan aktivitas terjadwal, bercakap-cakap dengan orang lain,
53
dan minum obat. Sedangkan memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga belum bisa dilakukan karena penulis tidak bertemu dengan keluarga klien selama pelaksanaan asuhan keperawatan. Implementasi pada diagnosa isolasi sosial teratasi, penulis hanya dapat melakukan tindakan sampai mengajarkan klien berkenalan dengan tiga orang karena klien sudah bisa berinteraksi dengan orang banyak. Implementasi untuk Perilaku kekerasan teratasi sebagian, yaitu klien sudah melakukan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal. Implementasi untuk diagnosa gangguan konsep diri: harga diri rendah sudah teratasi, yaitu klien mampu mengidentifikasi penyebab harga diri rendah, mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki, serta dapat melakukan dua kegiatan yang telah dipilih dan dijadwalkan oleh klien. Faktor pendukung yang didapatkan penulis saat melakukan implementasi dan evaluasi pada Ny. E adalah kemauan klien dalam melakukan aktivitas atau kegiatan yang telah ditulis klien dalam jadwal kegiatan harian yang disusun bersama-sama dengan penulis. Faktor penghambat yang penulis rasakan saat melakukan implementasi dan evaluasi keperawatan pada Ny. E adalah kondisi klien yang tidak menentu dan sering berubah-ubah. Selain itu, implementasi yang dilakukan oleh penulis tidak berkesinambungan karena penulis hanya melakukan implementasi pada pagi hari, sedangkan pada malam hari implementasi tersebut tidak dilakukan. Beberapa solusi yang dapat diberikan penulis untuk memecahkan masalah di atas adalah dalam melakukan implementasi dan evaluasi keperawatan diharapkan perawat terlebih dahulu memvalidasi keadaan atau kondisi klien, sehingga perawat dapat menilai apakah implementasi dan evaluasi yang akan diberikan sudah sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah disusun sebelumnya. Selain itu, diharapkan implementasi dan evaluasi yang sudah dilakukan terhadap klien dapat diteruskan ataupun diobservasi oleh perawat yang bertugas pada saat malam hari, sehingga implementasi yang dilakukan menjadi berkesinambungan.
54
Lampiran 1
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1) HALUSINASI PENDENGARAN
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi pasien a. Klien mengatakan sering mendengar suara-suara b. Klien tampak berbicara sendiri 2. Diagnosa keperawatan Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran 3. Tindakan keperawatan a. Identifikasi jenis halusinasi b. Identifikasi isi halusinasi c. Identifikasi waktu halusinasi d. Identifikasi frekuensi halusinasi e. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi f. Identifikasi respon klien terhadap halusinasi g. Ajarkan klien menghardik halusinasi B. Strategi Komunikasi dalam pelaksanaan tindakan 1. Orientasi a. Salam Kenal
55
“Selamat pagi pak, saya perawat diruangan ini, nama saya Benny, nama bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”. b. Validasi “Bagaimana pak kabarnya hari ini? Apakah hari ini bapak masih mendengar suarasuara yang mengajak bapak bicara?”. c. Kontrak “Baiklah pak, bagaimana kalau hari ini kita bercakap-cakap tentang suara-suara yang sering bapak dengar? Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit, dimana kita bicara?”. 2. Kerja “Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu? Apakah sering atau hanya sewaktu-waktu saja bapak mendengar suara itu? Kapan yang paling sering bapak dengar suara itu? Biasanya berapa kali sehari bapak mendengarnya?”. “Biasanya apa yang bapak lakukan apabila mendengar suara itu? Apa yang bapak rasakan, sedih, takut atau senang? Bagaimana cara bapak menghilangkannya?”. “Sebenarnya ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul, pertama dengan menghardik suara tersebut. Kedua dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga melakukan kegiatan yang sudah terjadwal dan yang ke empat minum obat dengan teratur”. “Bagaimana kalau kita belajar hal yang pertama yaitu menghardik? Caranya saat suara itu muncul, bapak langsung bilang, pergi saya tidak mau dengar, kamu tidak nyata, sambil menutup mata dan telinga. Begitu berulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi, sekarang bapak yang mencobanya”. 3. Terminasi a. Evaluasi “Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi? kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut”. b. Tindak lanjut klien 56
“Baiklah pak, tadi bapak sudah latihan cara pertama, bapak harus mencoba cara tersebut berulang-ulang sampai suara itu hilang. Apabila bapak sudah mengerti, barulah kita mencoba cara yang kedua.” “Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi, kita bicara lagi tentang suara tersebut. Jam berapa kita bisa bicara? Dimana kita bicara? Kalau begitu saya mau permisi dulu pak, besok pagi kita bicara lagi. Selamat pagi”.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1) ISOLASI SOSIAL
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi klien a. Klien mengatakan malas untuk berteman b. Kontak mata kurang c. Klien lebih sering duduk menyendiri 2. Diagnosa keperawatan Isolasi sosial 3. Tindakan keperawatan a. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien b. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain c. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain d. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang 57
e. Membimbing klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan 1. Orientasi a. Salam “Assalamuallaikum pak…. Selamat pagi, masih ingat saya?”. b. Validasi “Apa kabarnya hari ini pak? Bagaimana perasaannya?” c. Kontrak “Pak…sesuai dengan janji kita tadi, bahwa jam 08.00 WIB ini kita ketemu lagi. Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selam 15 menit? Mau dimana kita ngobrol?” 2. Kerja “Baiklah pak, apa yang bapak rasakan setelah dirawat disini? Siapa saja yang sudah bapak kenal disini? Siapa saja yang tinggal sekamar dengan bapak? Kalau saya boleh tahu, siapa yang paling dekat dengan bapak selama disini?” “Selama disini, apa bapak sering bercakap-cakap dengan orang lain? Apa alasan bapak jarang bercakap-cakap dengan orang lain? Apa bapak tidak merasa kesepian? Kalau menurut bapak mana yang lebih bagus, punya teman atau tidak punya teman? Nah… kalau bapak merasa bagus punya teman, bagaimana kalau kita berlatih untuk berkenalan dengan orang lain? Sehingga bapak punya teman disini dan bapak tidak merasa kesepian lagi.” “Apabila bapak ingin berkenalan dengan orang lain, bapak harus menyebutkan nama bapak terlebih dahulu, kemudian alamat dan hobi bapak. Selanjutnya baru bapak menanyakan nama, alamat, serta hobi orang lain”. “Coba bapak sekarang peragakan, bapak bisa berkenalan dengan saya terlebih dahulu. Nah…bagus sekali pak, sekarang coba bapak berkenalan dengan orang lain. Ya…begitu pak, bagus sekali”. 3. Kerja “Bagaimana perasaan bapak setelah belajar cara berkenalan yang baik? Apa bapak merasa senang? Jadi, menurut bapak bagus punya teman atau tidak? Selanjutnya bapak 58
bisa mencoba latihan untuk berkenalan dengan orang lain lagi, makin banyak makin bagus pak”. “Sekarang bapak masukkan cara berkenalan ke dalam jadwal kegiatan harian, supaya bapak bisa ingat terus dan bisa mencoba berkenalan dengan orang yang lain lagi. Baiklah pak, waktu kita sudah habis. Besok kita bisa bertemu lagi untuk belajar berkenalan dengan dua orang atau lebih. Saya permisi dulu pak, Assalamualaikum”.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1) HARGA DIRI RENDAH
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien a. Klien mengatakan malas b. Klien mengatakan tidak memiliki aktivitas atau kegiatan c. Kontak mata kurang 2. Diagnosa Keperawatan Gangguan konsep diri: harga diri rendah 3. Tindakan keperawatan a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien b. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
59
c. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien d. Melatih kegiatan pertama yang dipilih sesuai kemampuannya e. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan 1. Orientasi a. Salam “Assalamuallaikum pak…. Selamat pagi, masih ingat saya?”. b. Validasi “Bagaiman perasaannya hari ini? Bagaiman tidurnya tadi malam, apa nyenyak pak?”. c. Kontrak “Baiklah pak, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang sebentar selama 15 menit saja. Dimana kita bicara? Kita akan bicara tentang apa yang bapak rasakan hari ini dan melakukan kegiatan yang bapak suka”. 2. Kerja “Baiklah pak, sesuai dengan kesepakatan kita tadi, sekarang kita akan berbincangbincang selama 15 menit.Apa yang bapak rasakan pagi ini? Apakah ada yang mau bapak ceritakan? Kalau saya boleh tau, kegiatan apa yang bapak sering lakukan dan suka untuk dilakukan? Kira-kira sekarang bapak masih bisa atau tidak melakukannya?”. “Baiklah pak, diantara kegiatan-kegiatan yang bapak sebutkan tadi, mana yang bapak suka? Bagaiman kalau kita coba lagi melakukannya sekarang?”. “Nah...begitu pak, bagus sekali, ternyata bapak masih bisa kok melakukannya, bapak harus percaya diri”. 3. Terminasi “Bagaimana perasaan bapak setelah melakukan kegiatan tersebut? Apa bapak merasa senang? Apa bapak merasa nyaman dan lega?”. “Ternyata setelah dilihat, bapak masih punya kemampuan, bapak harus percaya dengan diri sendiri, bapak tidak boleh berpendapat kalau bapak tidak mampu”. “Baiklah pak, waktunya sudah lewat 15 menit, besok kita bertemu lagi pak, kita akan berbincang-bincang tentang hal yang sama dan mencoba untuk melakukan kegiatan yang lain, bapak harus lebih banyak berlatih lagi pak, sehingga bapak bisa percaya diri lagi”. “Besok jam 08.50 WIB, kita bertemu lagi disini ya pak, saya permisi dulu pak, Assalamuallaikum”. 60
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 1) RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi pasien a. Klien tampak mondar-mandir, berbicara sambil menggepalkan tangan. Pandangan mata melotot, wajah merah, dan tegang. Serta sesekali tampak memukul-mukul dinding. 2. Diagnosa keperawatan Perilaku kekerasan 3. Tindakan keperawatan a. Identifikasi tanda-tanda yang menunjukkan perilaku kekerasan b. Monitor klien selama masih melakukan tindakan yang mengarah pada perilaku kekerasan. c. Lakukan pendekatan dengan teknik komunikasi terapeutik. d. Tangani kondisi kegawat daruratan dengan isolasi dan fiksasi. B. Strategi Komunikasi dalam pelaksanaan tindakan 1. Orientasi “Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya suster Dwi, saya yang akan merawat bapak hari ini. Nama bapak siapa, senangnya di pamggil apa ?” (menggulurkan tangan sambil tersenyum menunjukkan sikap terbuka). “Saya perhatikan bapak mondar-mandir sambil memukul-mukul dinding bias kita berbincang –bincang sekarang tentang apa yang menyebabkan bapak memukul dinding ?” “Berapa lama bapak ingin berbincang-bincang ?” “Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?” 2. Kerja “Sekraang bapak bisa mulai menceritakan apa yang menyebabkan bapak memukulmukul dinding. Apa yang bapak rasakan saat ini ?” (Dengarkan ungkapan kemarahan klien dan tetap bersikap empati selama klien mengungkapkan kemarahannya, selain itu lakukan observasi terhadap tanda-tanda perilaku kekerasan yang di tunjukkan selama klien mengungkapkan perasaan marahnya). 61
“Apa yang biasa bapak lakukan jika bpak merasa kesal/marah seperti ini?” “Bagaimana menurut bapak dengan tindakan tersebut?” “Baiklah pak, untuk sementara waktu bapak boleh menyendiri diruangan ini dulu sampai marahnya hilang, tujuannya agar bapak lebih aman dan tenang, karena jika dalam kondisi kesal bapak tetap di luar di khawatirkan bapak akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terjatuh atau terluka.” “Bapak akan dikeluarkan dari ruangan ini sampai kondisi bapak lebih tenang dan jika bapak perlu sesuatu, saya ada diruangan depan dan saya siap membantu bapak kapan saja.” 3. Terminasi “Bagaimana persaan bapak setelah berada diruangan ini ?” “Sekarang bapak bias menangkan diri di ruangan ini sambil bapak pikirkan hal lain yang bisa membuat bapak kesal/marah.” “Saya akan kembali 15 menit lagi untuk melihat kondisi bapak, dan jika kondisi bapak sudah lebih tenang saya akan mengajarkan cara menghilangkan rasa kesal atau marah supaya bapak tidak dimasukkan ke ruangan ini lagi.” “Bagaimana pak, setuju ?” 4. Terminasi c. Evaluasi “Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi? kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut”. d. Tindak lanjut klien “Baiklah pak, tadi bapak sudah latihan cara pertama, bapak harus mencoba cara tersebut berulang-ulang sampai suara itu hilang. Apabila bapak sudah mengerti, barulah kita mencoba cara yang kedua.” “Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi, kita bicara lagi tentang suara tersebut. Jam berapa kita bisa bicara? Dimana kita bicara? Kalau begitu saya mau permisi dulu pak, besok pagi kita bicara lagi. Selamat pagi”.
62
BAB V PENUTUP
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran yang penulis berikan setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny.E dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di Ruang Melati Rumah Sakit Khusus Provinsi Kalimantan Barat dari tanggal 14 Desember sampai dengan 19 Desember 2015. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.E dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di Ruang Melati Rumah Sakit Khusus Provinsi Kalimantan Barat, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan diantaranya sebagai berikut : 1. Halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori yang terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar, dimana terjadi pada saat kesadaran seseorang normal. Gangguan persepsi sensori meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan). Gangguan yang dipersepsikan adalah tentang suatu objek, gambaran, atau pikiran yang palsu atau tidak nyata. 2. Secara umum tanda dan gejala dari gangguan persepsi sensori: halusinasi yang ditemukan pada Ny. E sesuai dengan teori, yaitu menarik diri, sering duduk terpaku dengan pandangan mata atau mengarahkan telinga pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri. 63
3. Faktor pendukung yang penulis rasakan pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.E mulai dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi adalah kemauan klien untuk mengutarakan seluruh permasalahannya dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang telah ditulis klien dalam jadwal kegiatan harian yang disusun bersama-sama dengan penulis, serta kerjasama dan bimbingan yang baik dari perawat ruangan. 4. Faktor penghambat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.E mulai dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi adalah kurangnya data yang diperoleh, seperti data pemeriksaan penunjang yang tidak dilakukan pada klien, serta informasi yang seharusnya bisa didapatkan dari keluarga klien. Selain itu, intervensi dan implementasi yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh penulis tidak dapat dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambungan, hal ini dikarenakan intervensi dan implementasi tersebut hanya dilakukan pada pagi hari dan tidak diteruskan saat malam hari. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran atau solusi yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam meningkatkan asuhan keperawatan khususnya pada pasien yang mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Saran-saran yang diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Rumah Sakit Khusus Provinsi Kalimantan Barat Rumah sakit hendaknya memberikan kebijakan kepada setiap ruangan dalam melakukan terapi yang tepat untuk pasien halusinasi secara berkala, seperti terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, dan terapi aktivitas kelompok realita. 2. Perawat Perawat diharapkan dapat mengikuti langkah-langkah proses keperawatan sesuai dengan teori dalam menangani pasien dengan masalah halusinasi, seperti memberikan aktivitas yang rutin kepada pasien sehingga diharapkan dapat memutus halusinasi yang sedang dialami. Perawat juga harus mengetahui bahwa intervensi dan implementasi yang 64
diberikan pada pasien dengan halusinasi, harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga cara atau kegiatan untuk mengontrol halusinasi yang telah dijadwalkan oleh perawat maupun pasien bisa dilakukan secara optimal. 3. Pendidikan Keperawatan Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dalam peningkatan kualitas pembelajaran di institusi pendidikan keperawatan. Pencapaian pembelajaran yang optimal dapat dilakukan pendidikan keperawatan dengan cara mengadakan ujian kompetensi, khususnya asuhan keperawatan jiwa sehingga mahasiswa bisa lebih optimal saat melakukan asuhan keperawatan di lapangan. 4. Mahasiswa Keperawatan Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Sehingga dapat memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang penatalaksanaan yang tepat untuk pasien dengan halusinasi, seperti melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, melakukan aktivitas terjadwal, bercakap-cakap dengan orang lain, dan pengetahuan tentang obat.
Daftar Pustaka Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan JIwa. Refika Aditama. Bandung Fitria, Nita. (2012). Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan. Salemba medika. Jakarta Issac, Anna. (2004). Keperawatan kesehatan jiwa & psikiatrik ed.3. EGC. Jakarta
65
Keliat, Budi Anna dan Akemat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. EGC, Jakarta. Rawlins, dkk. (1992). Mental health-psychiatric nursing third edition. Mosby year book. USA Stuart, Gail W. (2006). Buku saku keperawatan jiwa edisi 5. EGC. Jakarta. Towsend, Mary C. (2005). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. Third Edition. F.A. Davis Company. Philadelphia Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC. Jakarta Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Refika Aditama. Bandung
66