1
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. KONSEP DASAR GANGGUAN JIWA A. PENGERTIAN GANGGUAN JIWA Gangguan jiwa adalah gangguan pada satu atau lebih fungsi jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial dan ekonomi. Banyak tokoh jenius yang mengalami gangguan kejiwaan, seperti Abraham Lincoln yang mengalami Depression, Michaelangelo mengalami Autism, Ludwig von Beethoven mengalami Bipolar Disorder, Charles Darwin mengalami Agoraphobia, Leo Tolstoy mengalami Depression. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005). Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental
2
yang sehat tidak hanya berarti bebas dari gangguan. Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika ia bisa dan mampu untuk menikmati hidup, punya keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu menangani masalah secara sehat, serta berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang jiwanya sehat juga mampu mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan. Secara lebih rinci, gangguan jiwa bisa dimaknai sebagai suatu kondisi medis dimana terdapat gejala atau terjadinya gangguan patofisiologis yang menganggu kehidupan sosial, akademis dan pekerjaan. Gangguan tersebut bisa berbentuk apa saja yang beresiko terhadap pribadi seseorang dan lingkungan sekitarnya. Contoh ekstrim yang sering kita lihat dari gangguan jiwa ini adalah mereka yang menderita skizophrenia. Mereka sering bicara sendiri, tertawa sendiri, cepat tersinggung atau marah sehingga tidak bisa ikut dalam kegiatan sosial. Contoh gangguan jiwa ringan yang sebenarnya banyak terjadi, namun sering dianggap masalah sepele adalah phobia. Takut ketinggian atau acrophobia misalnya, sebenarnya masalah sepele, namun akan berdampak negatif apabila si penderita diharuskan untuk bekerja di tempat yang tinggi. Misal si penderita menjadi pegawai di sebuah perusahaan yang kantornya ada di lantai 8 sebuah gedung. Ada penderita phobia yang harus rela kehilangan pekerjaan yang sebenarnya sangat ia impikan karena masalah seperti tadi. Kasus seperti ini juga contoh dari efek negatif gangguan jiwa terhadap diri sendiri. Mereka yang menderita gangguan jiwa berat seperti depresi sudah pasti menghadapi perkara hidup yang lebih sulit dibandingkan orang yang masih normal. Orang depresi bisa saja kehilangan pekerjaan, diejek, diintimidasi, dihina, yang berakhir pada kehilangan kepercayaan dirinya, kehilangan harta, kehilangan keluarga bahkan banyak yang kehilangan nyawanya karena bunuh diri. Untuk mengetahui apakah seseorang punya masalah kejiwaan, bisa dimulai dengan bertanya “apakah saya hidup normal seperti orang di lingkungan saya, apa ada perilaku saya yang menyimpang, merusak, atau
3
merugikan diri sendiri dan orang lain?”. Diagnosa gangguan jiwa oleh dokter juga umumnya berdasarkan wawancara dengan pasien dan keluarganya. Beberapa negara maju juga telah memasukkan serangkaian pemeriksaan otak (scan) dan pemeriksaan zat kimia tubuh untuk memberikan diagnosa gangguan jiwa.
B. PENYEBAB GANGGUAN JIWA Pertama, Faktor Organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya ketidakseimbangan zatzat neurokimia di dalam otak. Kedua, Faktor Psikologisseperti adanya mood yang labil, rasa cemas berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita (halusinasi). Dan yang ketiga adalah Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita (keluarga) maupun yang ada di luar lingkungan keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah, dll. Biasanya gangguan tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau pun jiwa. Faktor Organobiologi terdiri dari : -
Nerokimia (misal : gangguan pada kromosom no 21 yang menyebabkan munculnya gangguan perkembangan Sindrom Down).
-
Nerofisiologi
-
Neroanatomi
-
Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
-
Faktor-faktor prenatal dan perinatal.
Faktor Psikologis terdiri dari :
4
-
Interaksi ibu-anak.
-
Interaksi ayah-anak : peranan ayah.
-
Sibling rivalry.
-
Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
-
Kehilangan : Lossing of love object.
-
Konsep diri : pengertian identitas diri dan peran diri yang tidak menentu.
-
Tingkat perkembangan emosi.
-
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya : Mekanisme pertahanan diri yang tidak efektif.
-
Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap
perkembangannya. -
Traumatic Event
-
Distorsi Kognitif
-
Pola Asuh Patogenik (sumber gangguan penyesuaian diri pada anak) : a. Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya b. Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”. c. Penolakan (rejected child) d. Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi. e. Disiplin yang terlalu keras. f. Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan. g. Perselisihan antara ayah-ibu. h. Perceraian i. Persaingan yang kurang sehat diantara para saudara. j. Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral). k. Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).
5
l.
Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau nonpsikotik).
Faktor Lingkungan (Sosial) yang terdiri dari : -
Tingkat ekonomi
-
Lingkungan tempat tinggal : Perkotaan dan Pedesaan.
-
Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai.
-
Pengaruh rasial dan keagamaan.
-
Nilai-nilai
C. JENIS – JENIS GANGGUAN JIWA Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994). Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998) antara lain Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia,gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja. Berikut penjelasannya : 1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
6
abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et al.,1995). 2. Depresi Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000). 3. Kecemasan
7
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebab maupun sumbernya biasa tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan ke dalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panik. 4. Gangguan Kepribadian Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orangorang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian : kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian anti sosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate (Maslim,1998). 5. Gangguan Mental Organik Gangguan mental organic merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis, 1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama di luar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih
8
menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu dari pada pembagian akut dan menahun. 6. Gangguan Psikosomatik Gangguan psikosomatik merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik. 7. Retardasi Mental Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya rendahnya daya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998). 8. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.
9
Macam-macam/jenis gangguan jiwa diatas memiliki kategori spefisiknya lagi. C. TANDA DAN GEJALA GANGGAUN JIWA Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming). Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir/melamun yang tidak biasa (delusi). Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu. Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun. Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu ditakuti atau dicemaskan. Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti. Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya. Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa. Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
10
Sulit dalam berpikir abstrak. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas dan selalu terlihat sedih. Proses terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan macammacam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok. Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain. Ketiga, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri (infioryty complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah diri adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi. 1. Pengertian Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Banyak definisi yang dikemukakan para ahli keperawatan untuk menjelaskan tentang keperawatan kesehatan jiwa.Center for Mental Health Services (CMHS) secara resmi mengakui Keperawatan kesehatan jiwa adalah salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa.Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial,biofisik,teori kepribadian dan perilaku manusia untuk mendapatkan kerangka berpikir teoretis yang mendasari praktek keperawatan(Suart,2007).American Nurses Association (ANA) sependapat dengan CMHS,yang menjelaskan bahwa keperawatan kesehatan jiwa merupakan area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri(ekspresi,gerak tubuh,bahasa,tatapan mata,sentuhan,nada suara) secara terapeutik sebagai kiatnya dalam meningkatkan,mempertahankan,memulihkan kesehatan mental klien dan
11
masyarakat dimanapun berada.Caroline (1999) memperjelas bahwa keahlian keperawatan kesehatan jiwa adalah merawat seseorang dengan penyimpangan mental dimana perawat harus memiliki pengetahuan dan keterampilan (peka,mau mendengar,tidak menyalahkan dan memberikan dorongan) untuk menemukan kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik,aman dan nyaman,kebutuhan mencintai dan dicintai,harga diri dan aktualisasi diri.Pasien atau klien yang dirawat berupa individu,keluarga,kelompok,organisasi dan masyarakat(Sadock) dalam seluruh rentang kehidupan mulai sejak konsepsi sampai lanjut usia(Otong,1995) Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan keperawatan kesehatan jiwa adalah : a. Merupakan salah satu bidang spesialisasi ilmu keperawatan jiwa dalam praktek keperawatan b. Memiliki dasar keilmuan yang khas sebagai batang tubuh ilmunya yaitu ilmu perilaku,psikososial,biofisik,teori kepribadian,komunikasi,pendidikan dll c. Memiliki kiat khusus merawat klien yaitu menggunakan diri perawat yaitu gerak tubuh,bahasa,ekspresi,sentuhan,tatapan mata dan nada suara. d. Perawat harus menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan(peka,mau mendengar,empati,tidak menyalahkan,memotivasi dll. e. Klien yang dirawat berupa individu,keluarga,kelompok,organisasi dan masyarakat dengan penyimpangan mental mulai masa konsepsi sampai lanjut usia dimanapun berada. f. Tugas atau peran perawat adalah menemukan kebutuhan klien yang terganggu berupa kebutuhan biopsikososiospiritual. g. Bertujuan untuk meningkatkan,mempertahankan dan memulihkan kesehatan mental klien.
Setiap perawat yang berminat dan melaksanakan praktek keperawatan kesehatan jiwa disarankan menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan serta kiat khusus agar dapat melaksanakan peran dan fungsi sebagai
12
perawat yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan keperawatan yang ditetapkan pada setiap klien yang dirawat.
D. FALSAFAH KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Menurut Dep.Kes (2000) Beberapa keyakinan yang mendasari praktek keperawatan kesehatan jiwa,meliputi : a.
Individu memiliki harkat dan martabat yang perlu dihargai.
b.
Tujuan individu adalah bertumbuh,berkembang,sehat,otonomi dan aktualisasi diri.
c.
Individu berpotensi berubah.
d.
Individu adalah makhluk holistik yang berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan sebagai manusia utuh.
e.
Setiap orang memiliki kebutuhan dasar yang sama.
f.
Semua perilaku individu bermakna.
g.
Perilaku individu meliputi persepsi,pikiran,perasaan dan tindakan.
h.
Individu memiliki kapasitas koping yang bervariasi,dipengaruhi genetik,lingkungan,kondisi stres dan sumber yang tersedia.
i.
Sakit dapat menumbuhkembangkan psikologis seseorang.
j.
Setiap orang berhak mendapat pelayanan kesehatan yang sama.
k.
Kesehatan mental adalah komponen kritikal dan penting dalam pelayanan kesehatan.
l.
Individu berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk kesehatannya.
m.
Tujuan keperawatan adalah meningkatkan kesejahtraan,memaksimalkan fungsi dan meningkatkan aktualisasi diri.
n.
Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan individu. 5.Maksud dan tujuan Keperawatan Kesehatan jiwa. Adapun maksud dan tujuan keperawatan kesehatan jiwa adalah untuk menolong klien agar kembali kemasyarakat sebagai individu yang mandiri dan
13
berguna.Tujuan ini dapat dicapai dengan proses komunikasi,diharapkan klien dapat menerima dirinya,dapat berhubungan dengan orang lain atau lingkungannya serta mandiri. 6.Peran dan Fungsi Perawat dalam praktek keperawatan kesehatan jiwa. Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam memberikan asuhan dan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa,perawat dapat melakukan aktivitas pada tiga area utama yaitu 1)Memberikan asuhan keperawatan secara langsung,2) Aktivitas komunikasi dan 3)Aktivitas dalam pengelolaan atau manajemen keperawatan. Dalam hubungan perawat dengan klien,ada beberapa peran perawat dalam keperawatan kesehatan jiwa,meliputi : 1.
Kompetensi klinik.
2.
Advokasi klien dan keluarga
3.
Tanggung jawab keuangan
4.
Kerja sama antar disiplin ilmu di bidang keperawatan
5.
Tanggung gugat sosial
6.
Parameter etik-legal. Pada setiap tingkatan pelayanan kesehatan jiwa,perawat mempunyai peran tertentu : a.Peran perawat dalam prevensi primer. 1). Memberikan penyuluhan tentang prinsip sehat jiwa. 2).Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan,tingkat kemiskinan dan pendidikan. 3).Memberikan pendidikan dalam kondisi normal,pertumbuhan dan perkembangan dan Pendidikan seks. 4).Melakukan rujukan yang sesuai sebelum terjadi gangguan jiwa. 5).Membantu klien di rumah sakit umum untuk menghindari masalah psikiatri . 6).Bersama keluarga untuk memberikan dukungan pada anggotanya untuk meningkatkan Fungsi kelompok.
14
7).Aktif dalam kegiatan masyarakat atau politik yang berkaitan dengan kesehatan jiwa. b.Peran perawat dalam prevensi sekunder. 1).Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa. 2).Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di rumah. 3).Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di rumah sakit umum. 4).Menciptakan lingkungan terapeutik. 5).Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan. 6).Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri. 7).Memberi konsultasi. 8).Melaksanakan intervensi krisis. 9).Memberikan psikoterapi pada individu,keluarga dan kelompok pada semua usia. 10).Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yan teridentifikasi masalah. c.Peran perawat dalam prevensi tertier. 1).Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi. 2).Mengorganisasi pelayanan perawatan pasien yang sudah pulang dari rumah sakit jiwa untuk Memudahkan transisi dari rumah sakit ke komunitas. 3).Memberikan pilihan perawatan rawat siang pada klien. a. Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa. Keperawatan kesehatan jiwa merupakan spesialisasi praktek keperawatan mempunyai beberapa prinsip,adalah sebagai berikut : a.
Peran dan fungsi perawat jiwa adalah unik yaitu perawatan yang kompeten.
b.
Hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien adalah pengalaman belajar bersama untuk memperbaiki emosi klien.
c.
Memiliki konseptual model keperawatan kesehatan jiwa antara lain :Psikoanalisis(Freud,Erickson),Interpersonal(Sullivan,Peplau),Sosial(Caplan)Ek sistensial (Ellia,Rogers,Suportif terapi(Wermon)dan medikal(Meyer dan Kraeplin).
15
d.
Model stres dan adaptasi memberikan asumsi bahwa lingkungan secara alami memberikan berbagai strata sosial dimana dalam Keperawatan kesehatan jiwa melalui proses keperawatan memberikan konsep yang jelas.
e.
Perawat jiwa harus belajar struktur dan fungsi otak untuk memahami penyebab agar lebih efektif dalam menentukan strategi intervensi pada gangguan jiwa.
f.
Keadaan status mental klien dalam keperawatan kesehatan jiwa menggambarkan rentang kehidupan psikologis melalui waktu.
g.
Perawat harus peka terhadap sosial budaya klien yang bervariasi sebagai salah satu pengatahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam intervensi keperawatan jiwa.
h.
Keadaan lingkungan memberi pengaruh langsung pelayanan keperawatan jiwa.
i.
Aspek legal,etika dan profesional dalam praktek keperawatan kesehatan jiwa.
j.
Penatalaksanaan proses keperawatan sesuai strandar perawatan.
k.
Aktualisasi peran keperawatan kesehatan jiwa melalui penampilan standar profesional. 8.Sejarah Perkembangan kesehatan jiwa dan Keperawatan kesehatan jiwa. Sejak zaman dahulu di Indonesia sudah dikenal adanya gangguan jiwa.Namun demikian tidak diketahui secara pasti bagaimana mereka diperlakukan pada saat itu.Beberapa tindakan terhadap pasien gangguan jiwa sekarang dianggap merupakan warisan nenek moyang kita,maka dapat dibayangkan tindakan yang dimaksud adalah dipasung,dirantai atau diikat lalu ditempatkan tersendiri di rumah atau hutan apabila gangguan jiwanya berat dan membahayakan.Bila pasien tidak membahayakan maka dibiarkan berkeliaran di desa sambil mencari makan sendiri dan menjadi bahan tontonan masyarakat.Ada juga yang diperlakukan sebagai orang sakti atau perantara Roh dan manusia. Jika belajar dari sejarah,usaha kesehatan jiwa dan perawatannya di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu zaman kolonial dan setelah kemerdekaan. a.Zaman Kolonial. Sebelum didirikan Rumah sakit jiwa di Indonesia pasien gangguan jiwa ditampung di Rumah Sakit Sipil atau militer di Jakarta,Semarang dan Surabaya.Pasien yang ditampung adalah mereka yang sakit jiwa berat saja.Perawatan yang dijalankan saat iu hanya bersifat penjagaan saja.Tahun 1862
16
pemerintah Hindia Belanda melakukan sensus pasien gangguan jiwa diseluruh Indonesia.Di Pulau Jawa dan Madura ditemukan pasien sekita 6oo orang,sedangkan didaerah lain ditemukan sekitar 200 orang.Berdasarkan temuan tersebut pemerintah mendirikan Rumah sakit jiwa bagi pasien gangguan jiwa. Pada tanggal 1 Juli 1882 didirikan rumah sakit jiwa pertama di Indonesia, di Cilendek Bogor Jawa Barat dengan kapasitas 400 tempat tidur.Rumah sakit jiwa yang kedua didirikan di Lawang Jawa timur tanggal 23 Juni 1902.Rumah Sakit jiwa ini adalah terbesar di Asia tenggara dengan kapasitas 3300 tempat tidur.Rumah sakit jiwa yang ke-3 didirikan di Magelang pada tahun 1923,dengan kapasitas 1400 tempat tidur.Rumah sakit jiwa di Sabang tahun 1927.Menyusul didirikannya rumah sakit jiwa lainnya di Grogol Jakarta,Padang,Palembang,Banjarmasin dan manado,masing-masing memikili kapasitas yang berbeda. Pemerintah Hindia Belanda mengenal empat macam tempat perawatan pasien gangguan jiwa : 1).Rumah Sakit Jiwa. Rumah sakit jiwa diperuntukkan bagi pasien sakit jiwa yang membutuhkan perawatan lama.Pasien demikian ditempatkan di RSJ Bogor,Magelang,Lawang dan Sabang.Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan (Custodial care). 2).Rumah Sakit Sementara. Rumah Sakit ini merupakan tempat penampungan sementara bagi pasien Psikotik akut yang dipulangkan setelah sembuh.Pasien dari RS ini yang masih butuh perawatan lama dikirim ke RSJ Jakarta,semarang,Surabaya,Palembang,Padang,Manado atau Medan. 3).Rumah Perawatan. Berfungsi sebagai Rumah sakit jiwa,dikepalai seorang perawat berijazah dibawah pengaasan Dokter umum. 4).Koloni. Merupakan tempat penampungan pasien yang sudah tenang dan mereka bekerja dilahan pertanian.Mereka tinggal di rumah penduduk,tuan rumahnya diberikan biaya oleh pemerintah.Pasien tetap diawasi oleh dokter atau perawat.Rumah semacam ini dibangun jauh dari kota dan masyarakat umum.
17
Diketahui pendidikan perawat jiwa mulai dibuka pada bulan september 1940 di Bogor,berupa kursus.Yang diterima adalah orang Belanda atau IndoBelanda,yang sudah lulus MULO atau setaraf Sekolah menengah pertama..Lulusannya mendapat sertifikat Diploma B. b.Zaman setelah Kemerdekaan. Perkembangan usaha kesehatan jiwa di Indonesia meningkat,ditandai terbentuknya jawatan urusan penyakit jiwa pada bulan Oktober 1947.Usaha kesehatan jiwa tetap berjalan walaupun lambat.Pada saat itu masih terjadi revolusi fisik,tetapi pembinaan dan penyelenggaraan kesehatan jiwa tetap dilaksanakan.Pada tahun 1951 dibuka sekolah perawat jiwa untuk orang Indonesia.Perawatan kesehatan jiwa mulai dikerjakan secara modern dan tidak lagi ditempatkan secara tertutup.Pasien dirawat diruangan dan bebas berinteraksi dengan orang lain.Pasien dihargai martabatnya sama dengan manusia lainnya.Jawatan urusan kesehatan jiwa bernaung dibawah Departemen Kesehatan terus membenahi sistem pengelolaan dan pelayanan kesehatan.Tahun 1966 dirubah menjadi Direktorat Kesehatan jiwa dan sampai sekarang dipimpin oleh Kepala direktorat Kesehatan jiwa.Pada tahun yang sama ditetapkan UndangUndang kesehatan jiwa no.3 tahun 1966 oleh pemerintah,sehingga membuka peluang untuk melaksanakan modernisasi semua sistem RSJ dan pelayanannya. Direktorat Kesehatan jiwa bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah,fakultas kedokteran’badan internasional,rapat kerja nasional dan daerah.Adanya sistem pelaporan ,tersusunnya Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) I tahun 1973 tetapi baru diterbitkan pada tahun 1975.Pada tahun tersebut kesehatan jiwa diintegrasikan dengan pelayanan di Puskesmas. Kesehatan jiwa terus berkembang pesat pada abat ke-20 ini.Metode perawatan dan pengobatan bersifat ilmiah.Pengobatan disesuaikan dengan perkembangan Iptek,menggunakan obat-obatan psikofarmaka,terapi shock/ECT dan terapi lainnya.Demikian juga dengan Praktek keperawatan menggunakan metode ilmiah proses keperawatan,komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan dengan kerangka ilmu pengetahuan yang mendasari praktek profesional.
18
Peran dan fungsi perawat jiwa dituntut lebih aktif dan profesional untuk melaksanakan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa.Pada saat ini pelayanan keperawatan kesehatan jiwa berorientasi pada pelayanan komunitas.Komitmen ini sesuai dengan hasil Konferensi Nasional I Keperawatan jiwa pada bulan Oktober 2004,bahwa pelayanan keperawatan diarahkan pada tindakan preventif dan promotif.Hal ini juga sejalan dengan paradigma sehat yang digariskan WHO dan dijalankan departemen kesehatan RI,bahwa upaya proaktif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa.Upaya proaktif ini melibatkan banyak profesi termasuk psikiater dan perawat.Penanganan kesehatan jiwa bergeser pada upaya kuratif/perawatan rumah sakit menjadi perawatan kesehatan jiwa masyarakat.Pusat kesehatan jiwa masyarakat akan memberikan pelayanan dirumah berdasarkan wilayah kerjanya,diharapkan pasien dekat dengan keluarganya sebagai sistem pendukung yang dapat membantu pasien mandiri dan boleh berfungsi sebagai individu yang berguna.
H. KONSEPTUAL MODEL KEPERAWATAN KESEHATAN dapat dikelompokkan ke dalam 6 model yaitu: 1)
Psycoanalytical (Freud, Erickson) Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada seseorang
apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral). Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa.
19
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaanpertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya). 2)
Interpersonal ( Sullivan, peplau) Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat
adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain(interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati. Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan
20
oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain. 3)
Social ( Caplan, Szasz) Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom). Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial) Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja. 4)
Existensial ( Ellis, Rogers) Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa
terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-nya Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik
21
atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control behavior). Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran ataureward & punishment. 5)
Supportive Therapy ( Wermon, Rockland) Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial
dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu. Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya. Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif. 6)
Medica ( Meyer, Kraeplin) Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor
yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial.
22
Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan. Peran Perawat Kesehatan Jiwa 1)
Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
2)
Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
3)
Berperan serta dlm pengelolaan kasus
4)
Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental – penyuluhan dan konseling
5)
Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
6) 2.2.
Memberikan pedoman pelayanan kesehatan KONSEP DASAR STRESS DAN ADAPTASI
Stres adalah segala situasi di mana tuntunan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespon atau melakukan tindakan ( Selye, 1976 ). Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stresor adalah stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan. 1. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang (demam, kondisi seperti kehamilan, menopause atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah ) 2. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang (perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan peran dalam keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan ). Berbagai pandangan manusia mengenai stres menghasilkan pengertian yang berbeda-beda tentang stres itu sendiri. Stres hanyalah sekedar gangguan sistem syaraf yang menyebabkan tubuh berkeringat, tangan menggenggam, jantung
23
berdetak kencang,dan wajah memerah. Paham realistik memandang stress sebagai suatu fenomena jiwa yang terpisah dengan jasmani atau tubuh manusia atau fenomena tubuh belaka tanpa ada hubungan dengan kejiwaan. Sedangkan paham idealis menganggap stres adalah murni fenomena jiwa. Hal ini membuat kita sulit untuk menjelaskan kenapa jika fenomena stres hanyalah fenomena jiwa namun memberikan dampak pada fisik seseorang seperti dada yang berdebar-debar, keringat, dan sebagainya. Tak seorang pun dapat menghindari stres karena untuk menghilangkannya berarti akan menghancurkan hidupnya sendiri ( Hans Selye, 1978 ). Stres merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan. Pendekatan ini telah dibatasi sebagai “model psikologi”. Model psikologi ini menggambarkan stress sebagai suatu proses yang meliputi stresor dan ketegangan ( strain ). Interaksi antara individu dengan lingkungannya yang saling mempengaruhi itu dinamakan dengan interaksi transaksional yang di dalamnya terdapat proses penyesuaian. Stres bukan hanya stimulus atau respon tetapi juga agen aktif yang dapat mempengaruhi stresor melalui strategi prilaku, kognitif dan emosional. Individu akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap stresor yang sama. Definisi tentang stres yang sangat beragam menunjukan bahwa stres bukanlah suatu hal yang sederhana. Salah satu definisinya adalah stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan ( Vincent Cornelli, dalamMustamir Pedak, 2007 ). Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres bisa terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan mengandalkan segala kemampuannya dan potensinya.
B. Manifestasi Stress Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya, antara lain :
24
1.
Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan
2.
Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat, sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan (ticfacialis)
3.
Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma
4.
Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit (constriksi) sehingga mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama ujung-ujung jari juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan.
5.
Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare.
6.
Sering berkemih.
7.
Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa linu atau kaku bila digerakkan.
8.
Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit (dysmenorhea)
9.
Libido menurun atau bisa juga meningkat. 1
10.
Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu makan.
11.
Tidak bisa tidur
12.
Sakit mental-histeris
C. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Stres Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stress karena kombinasi stressors. Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu: 1. Faktor Lingkungan Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan
25
stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
2. Faktor Organisasi Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership. Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Role Demands Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau
26
peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasanbatasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins,2001:563).
3. Faktor Individu Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
27
D. Adaptasi Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian. Dalam hal ini respon individu terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam perilaku adaptip. Hasil dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk mempertahankan keseimbangan dari suatu keadaan agar dapat kembali pada keadaan normal, namun setiap orang akan berbeda dalam perilaku adaptip ada yang dapat berjalan dengan cepat namun ada pula yang memerlukan waktu lama tergantung dari kematangan mental orang itu tersebut. Adaptasi terhadap stress dapat berupa : 1. Adaptasi fisiologis Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian diri secara alamiah atau secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dalam berbagai faktor yang menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang contoh: masuknya kuman pennyakit ketubuh manusia.
2. Adaptasi psikologi Adaptasi secara psikologis dapat dibagi menjadi dua yaitu:
• LAS ( general adaptation syndroma) adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal contoh: seperti ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang terkena. • GAS ( general adaptation syndroma) adalah apabila reaksi lokal tidak dapat diaktifitasi maka dapat menyebabkan gangguan dan secara sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian diri seperti panas di seluruh tubuh, berkeringat.
E.
Proses Keperawatan Stress Managemen Stress Untuk Perawat Manajemen stress adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai
aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap penyakit.
28
Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan. Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara : 1. Pengaturan Diet dan Nutrisi Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi dan mengatasi stres melalui makan dan minum yang halal dan tidak berlebihan, dengan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi, hindari makan dingin dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh. 2. Istirahatcv dan Tidur Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak. 3. Olah Raga atau Latihan Teratur Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran. 4. Berhenti Merokok Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh. 5. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
29
6. Pengaturan Berat Badan Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres. 7. Pengaturan Waktu Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. 8. Terapi Psikofarmaka Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi. 9. Terapi Somatik Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain. 10. Psikoterapi Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di mana psikoterapi suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
30
11. Terapi Psikoreligius Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi. 12. Homeostatis Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat terjadi apabila tubuh mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara alamiah akan melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus untuk memelihara stabilitas dan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh suatu sistem endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostatis ini dapat melalui empat cara di antaranya: a. Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia. b. Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak normalan dalam tubuh. c. Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada. d. Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.
31
Konsep Stress dan Adaptasi A. Stress dan Stressor 1. Pengertian Stress dan Stressor Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya. Stres dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975). STRESSOR adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan , perkembangan dan kebutuhan cultural.
2. Macam - Macam Stressor Stressor internal : berasal dari dalam diri seseorang (mis : demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah). Stressor eksternal : berasal dari luar diri seseorang (mis : perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, tekanan dari pasangan).
B. Homeostasis 1. Pengertian Homeostasis Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan internal tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis. Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang. Kemampuan adaptif ini adalah
32
bentuk dinamik dari ekuiliblrium lingkungan internal tubuh. Lingkungan internal secara konstan berubah, dan mekanisme adaptif tubuh secara kontinyu berfungsi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dan untuk mempertahankan ekuilibrium atau homeostasis. Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang mengontrol fungsi tubuh dan memantau organ tubuh. Untuk sebagian besar mekanisme ini dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin dan tidak mencakup perilaku sadar. Tubuh membuat penyesuaian dalam frekwensi jantung, frekwensi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, sekresi hormon dan tingkat kesadaran yang semuanya ditujukan untuk mempertahankan adaptasi. Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat dinamis responsrespons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang saling mengisi : homestasis dan adaptasi. Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian yang harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga menekankan bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis maupun adaptasi dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah.
2. Mekanisme Homeostasis Ketika seseorang menyadari tentang kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi seperti makanan atau kehangatan, tindakan yang akan dilakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut . Untuk sebagian besar bagaimanapun juga , adaptasi mencakup penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan ekuilibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan – mandiri, dengan kata lain, mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada individu yang sakit atau mengalami cedera, mekanisme ini mungkin tidak mampu untuk mempertahankan atau menopang homeostasis.
33
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu duatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti penurunan suhu tubuh, dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai menggigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam mengadaptasi stressor dikomtrol oleh medulla oblongata, formasi reticular dan kelenjar hipofisis.
Medula Oblongata Medula oblongata mengontrol fungsi vital yang diperlukan untuk bertahan hidup. Fungsi ini termasuk frekwensi jantung, tekanan darah dan pernapasan. Impuls yang menjalar ke dan dari medulla oblongata dapat meningkatkan atau menurunkan fungsi vital ini. Misalnya pengaturan denyut jantung adalah sebagai hasil dari ilmpuls sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang menjalar dari medulla oblongata ke jantung. Frekwensi jantung meningkat dalam berespon terhadap denyut dari serabut saraf simpatis dan menurun akibat impuls dari serabut parasimpatis. Formasi reticular Formasi reticular adalah kelompok kecil neuron dalam batang otak dan medulla spinalis. Kelompok ini juga mengontrol fungsi vital dan secara kontinu memantau status fisiologis tubuh melalui sambungan dengan traktus sensoris dan motoris. Misalnya , sel-sel tertentu dalam formasi reticular dapat menyebabkan orang yang sedang tidur terbangun atau meningkatkan tingkat kesadarannya ketika timbul kebutuhan. Kelenjar hipofisis Kelenjar hipofisis adalah kelenjar kecil yang melekat pada hypothalamus, menyuplai hormon yang mengontrol fungsi vital tubuh. Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress. Selain itu, kelenjar hipofisis mengatur sekresi dari hormon-hormon tiroid, gonad, dan paratiroid. Sekresi hormon, seperti mekanisme homeostasis lainnya, normalnya diatur oleh mekanisme umpan balik yang secara kontinu memantau kadar hormon dalam darah. Ketika kadar hormon menurun, kelenjar hipofisis menerima pesan
34
untuk meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar hormon meningkat, kelenjar hipofisis menurunkan produksi hormon.
C. Model - Model Stress 1. Psikosomatik Stress Dalam menghadapi waktu konflik, seringkali terjadi gangguan pada fungsi badaniah. Gejala-gejala yang sebagian besar mengganggu fungsi faal yang berlebihan sebagai akibat dari manifestasi, gangguan jika ini dinamakan gangguan psikosomatik. Psikosomatik umumnya dapat membantu banyak dalam usaha mengerti hubungan antara kepribadian seseorang dengan penyakit atau gangguannya. Suatu konflik menimbulkan ketegangan pada manusia dan bila hal ini tidak terselesaikan dan disalurkan dengan baik maka timbullah reaksi-reaksi yang abnormal pada jiwa. Jika ketegangan tersebut mengganggu fungsi susunan saraf negatif, maka hal tersebut yang dinamakan gangguan psikosomatik. Adapun sebab-sebab timbulnya psikomotorik :
1.
Penyakit organic yang pernah diderita dapat menimbulkan?
predisposisi untuk tuimbulnya gangguan psikomotorik pada bagian tubuh yang pernah sakit. 2.
Merasakan penyakit orang lain yang secara tidak sadar?
diidentifikasikan . 3.
Tradisi dan adapt istiadat dalam keluarga atau? lingkungan dapat
mengarahkan emosi kepada fungsi tertentu. 4.
Suatu emosi yang? menjelma menjadi suatu gangguan badaniah
tertentu. Konflik dan gangguan jiwa yang menjelma menjadi suatu gangguan badaniah biasanya hanya pada suatu alat tumbuh saja. Untuk klasifikasi, maka jenis gangguan dibagi menurut organ yang paling terkena, sebagai berikut :
Kuli Pada dasarnya gangguan stress atau emosi dapat menimbulkan gangguan pada
35
kulit. Hal ini telah lama diketahui. Beberapa penyeliodikan juga telah dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana reaksi kulit terhadap kesukaran penyesuaian diri terhadap stress. Otot dan tulang Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemukan seseorang yang mengalami nyeri otot selain disebabkan faktor hawa dan pekerjaan juga disebabkan oleh faktor emosi. Karena tekanan psikologik maka tonus otot akan meninggi dan penderita mengeluh nyeri kepala dan nyeri punggung. Ketegangan otot ini dapat menyebabkan ketegangan sekitar sendi dan menimbulkan nyeri sendi. Saluran pernapasan Gangguan psikosomatik yang timbul dari saluran pernapasan seperti asma bronkiale dengan bermacam-macam keluhannya, kecemasan dapat menimbulkan serangan asma. Jantung dan pembuluh darah Pada saat mengalami stress biasanya seseorang merasakan bahwa jantungnya berdebat-debar . Stress yang menimbulkan kecemasan mempercepat denyut jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah. Gangguan yang mungkin saja timbul seperti hipertensiosensial, sakit kepala vaskuler dan migraine.
2. Adaptasi Model Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat. Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah : Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor.
36
Berkenaan dengan prktik dan norma kelompok sebaya individu. Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stressor. Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor.? a. Adaptasi Fisiologis/ Biologi Pada dasarnya disetiap tubuh manusia telah terdapat mekanisme pertahanan yang bersifat alami dan bekerja secara teratur sehingga memungkinkan tubuh untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari faktor internal. Mekanisme ini bekerja dengan sendirinya dan akan berubah menjadi suatu aksi tanpa didasari dan biasanya berfungsi dalam kondisi yang tidak normal. b. Adaptasi Psikologis Seseorang yang menghadapi stress akan mengalami kondisi-kondisi yang tidak mengenakkan secara psikis seperti timbulnya rasa cemas, frustasi, terancam, tak tentram yang semuanya itu berdampak pada munculnya suatu kontak konflik dalam jiwa mereka. dan konflik tersebut diekspresikan dalam bentuk kemarahan atau ekspresi-ekspresi lain yang dapat membuat orang tersebut merasa sedikit nyaman atau terlepas dari stress yang dihadapinya.
c. Adaptasi Sosial Budaya Setiap lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing,masing. Antara lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang beradaptasi jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut akan mengalami stress.
d. Adaptasi Spiritual Setiap agama dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus dijalankan oleh penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut andil dalammengatur perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka
37
memenuhi ajaran-ajaran tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku manusia.
3. Lingkungan Sosial Model Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress.
4. Proses Model Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.
D. Faktor yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stressor 1. Intensitas Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehinggan memberikanm respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain. Selain itu stressor juga dapat memberikan mekanisme untuk memperingatkan seseorang agar dapat menmgumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam rangka melawean stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal yang negatif. Pada tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi seseorang. Hal ini berhubungan dengan keinginan untuk mencap[ai suatu
38
tujuan dan stress disini berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan. Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu.
2. Sifat Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan.
3. Durasi Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang hingga merasakan stress.
4. Jumlah Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stress yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan.
5. Pengalaman Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ditemui dalam kehidupan akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk menghadapi stressor dan menghadapi stress.
39
6. Tingkat Perkembangan Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana seseorang maupun stressor. Karena perkembangan cukup menentukan kematangan seseorang dalam menghadapi kematangan.
E. Konsep Adaptasi 1. Pengertian Adaptasi
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress. Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya. Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
2. Dimensi Adaptasi
Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh
40
karenanya, ketika mengkaji adaptasi klienterhadap stress, perawat harus mempertimbangkan individu secara menyeluruh. a. Adaptasi Fisiologis Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup. Indikator fisiologis stress
Kenaikan tekanan? darah
Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.?
Peningkatan? denyut nadi dan frekwensi pernapasan
Telapak tangan berkeringat?
Tangan? dan kaki dingin
Postur tubuh yang tidak tegap?
Keletihan?
Sakit? kepala
Gangguan lambung?
41
Suara yang bernada tinggi?
Mual,muntah dan? diare.
Perubahan nafsu makan?
Perubahan berat badan?
Perubahan? frekwensi berkemih
Dilatasi pupil?
Gelisah, kesulitan untuk tidur atau? sering terbangun saat tidur
Temuan hasil laboratorium abnormal :? Peningkatan kadar hormon
adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia.
b. Adaptasi Psikologis Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993). Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
Ansietas
Depresi
Kepenatan
Peningkatan penggunaan bahan kimia
Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
42
Kelelahan mental
Perasaan tidak adekuat
Kehilangan harga diri
Peningkatan kepekaan
Kehilangan motivasi.
Ledakan emosional dan menangis.
Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
Mudah lupa dan pikiran buntu
Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
Letargi
Kehilangan minat
Rentan terhadap kecelakaan.
c. Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
43
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai mnyedari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan , dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman. Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992). Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas. Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka. Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan. d. Adaptasi Sosial Budaya Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon stress
44
atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994). e. Adaptasi Spiritual Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.
F. Respon Patofisiologi Terhadap Stress 1. Komponen Fisiologi Riset klasik yang telah dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stress; sindrom adaptasi lokal (LAS) dan sindrom adaptasi umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ atau bagian tubuh terhadap stress karena trauma, penyakit atau perubahan fisiologis lainnya. GAS adalah respons pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stress.
a. LAS (Lokal Adaptation Syndrome) Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respons setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya dan respon tekanan. Semua bentuk LAS mempunyai karakteristik berikut :
Respon yang terjadi adalah setempat, respon ini tidak melibatkan seluruh
sistem tubuh
Respon adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk
menstimulasinya.
Respon adalah berjangka pendek. Respon tidak terdapat terus menerus.
45
Respon adalah restorative, berarti bahwa LAS membantu dalam
memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh. Dua respon setempat , yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi adalah contoh dari LAS. Perawat menghadapi respons ini dibanyak lingkungan perawatan kesehatan.
Respon refleks nyeri Respon refleks nyeri adalah respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respon ini adalah respons adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Respons ini melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis, saraf motorik yang menjalar dari medulla spinalis dan otot efektif. Misalnya , sebut saja di bawah sadar, yaitu refleks menghindarkan tangan dari permukaan panas. Contoh lainnya adalah kram otot.
Respons inflamasi Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi , sehingga dengan demikian menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Respons inflamasi dapat mengakibatkan nyeri setempat, pembengkakan, panas, kemerahan dan perubahan fungsi.Respons inflamasi terbagi dalam tiga fase yaitu perubahan dalam sel-sel dan sistem sirkulasi, pelepasan eksudat dari luka dan perbaikan jaringan oleh regenerasi atau pembentukan jaringan parut.
b. GAS (General Adaptation Syndrome)
GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respon neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan , tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
46
Alarm reaction (AR, reaksi cemas). Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan tingkat yang normal dari perlawanan tubuh menurun. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan oksigen dan memperbesar kewaspadaan mental. Aktivitas hormonal yang luasini menyiapkan individu untuk melakukan respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekwensi pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor.
State of Resistance (SR, Perlawanan) Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. namun demikian, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.
47
State of Exhausting (SE, tahap keadaan sangat lelah/ kehabisan tenaga) Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksia cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang pebuh ketegangan.
2. Komponen Psikologi Pemajanan terhadap stressor mengakibatkan respoons adaptif psikologis dan fisiologis. Ketika seseorang terpajan pada stressor, maka kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan darah terganggu. Gangguan atau ancaman ini, baik yang aktual atau yang dicerap,menimbulkan frustasi, ansietas, dan ketegangan (Kline-Leidy, 1990). Perilaku adaptif psikologis individu membantu kemampuan seseorang untuk menghadapi stressor. Perilaku ini diarahkan pada penatalaksanaanstress dan didapatkan melalui pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan individu mengidentifikasi perilaku yang dapat diterima dan ebrhasil. Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik. Bahkan ansietas dapat konstruktif ; misalnya , ansietas dapat menjadi tanda bahwa terdapat ancaman sehingga seseorang dapat melakukan tindakan untuk mengurangi keparahannya. Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, keperibadian, dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Ansietas dapat juga bersifat destruktif (mis. jika seseorang tidak mampu beritindak melepaskan diri dari stressor). Sama halnya, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan dapat dipandang sebagai perilaku adapatif ; dalam kenyataannya hal ini malah meningkatkan stress dan bukan menurunkan stress. Perilaku adapatif psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan tehnik pemecahan
48
masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distress emosional dan dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stress. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stress secara tidak langsung.
a. Task Oriented Behavior Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif untuk mengurangi stress, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 1991). Perilaku berorientasi tugas memberdayakan seseorang untuk secara realistic menghadapi tuntutan stressor . Tiga tipe umum perilaku berorientasi pada tugas adalah :
Perilaku menyerang adalah tindakan untuk menyingkirkan atau mengatasi
suatu stressor atau untuk memuarkan kebutuhan.
Perilaku menarik diri adalah menarik diri secara fisik atau emosional dari
stressor.
Perilaku kompromi adalah mengubah metode yang biasa digunakan,
mengganti tujuan, atau menghilangkan kepuasan terhadap kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan lain atau untuk menghindari stress.
b. Ego Dependen Mecanism
Mekanisme pertahanan ego yang pertama kali diuraikan oleh Sigmund Freud adalah perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan oleh setiap orang dan membantu melindungi terhadap perasaan tidak berdaya dan ansietas. Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi mampu untuk membantu seseorang dalam mengadaptasi stressor. Ada banyak mekanisme pertahanan ego. Mekanisme ini sering kali diaktifkan oleh stressor
49
jangka pendek dan biasanya tidak mengakibatkan gangguan psikiatrik.
Kompensasi adalah penutupan suatu defisiensi dalam satu aspek citra diri
dengan secara takut menekankan suatu gambaran yang dianggap sebagai suatu aspek
Konversi adalah secara tidak sadar menekan suatu konflik emosional yang
menghasilkan ansietas dan memindahkannya menjadi gejala non organic.
Menyangkal adalah penghindaran konflik emosional dengan menolak
untuk secara sadar mengakui segala sesuatu yang mungkin menyebabkan nyeri emosional yang tidak dapat ditoleransi.
Pemindahan tempat adalah memindahkan emosi, ide, atau keinginan dari
situasi menegangkan kepada penggantinya yang lebih sedikit mengakibatkan ansietas.
Identifikasi adalah pemolaan perilaku yang dilakukan oleh orang lain dan
menerima kualitas, karakteristik dan tindakan orang tersebut.
Regresi adalah koping terhadap stressor melalui tindakan dan perilaku
yang berkaitan dengan periode perkembangan sebelumnya.
Rasionalisasi adalah penjelasan-penjelasan yang masuk akal diberikan
untuk meyakinkan atau memotivasi perilaku yang bersumber pada alam tak sadar.
Sublimasi adalah kekuatan yang cenderung dipindahkan dan diarahkan
menjadi tujuan yang dapat diterima masyarakat.
Identifikasi adalah tanggapan seseorang terhadap kualitas atau sifat-sifat
keperibadian orang lain
Supresi adalah pikiran-pikiran atau keinginan dihambat secara sadar.
Represi adalah ide-ide yang menyakitkan ditekan kea lam tak sadar.
Introjeksi adalah seseorang menerima sikap-sikap emosi, keinginan ide
atau kepribadian orang lain ke dalam dirinya, aspirasi dan pengendalian diri orang lain diambil alih menjadi kepribadiannya.
Reaksi formasi adalah seseorang mengadopsi sikap dan perilaku yang
berlawanan dengan gerak hatinya.
50
Proyeksi adalah hal-hal yang tidak bisa diterima secara emosional karena
penolakan terhadap dirinya dan kemudian dipindahkan kepada orang lain.
Fantasi / imajinasi adalah memakai imajinasi untuk menciptakan gambar
yang hanya ada dalam ingatan.
G. Manajemen Stress Manajemen stress kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan. 1. Manajemen Stress Untuk Klien
a. Reguler Exercise
Program olahraga teratur meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan dan meningkatkan relaksasi. Selain itu , olahraga juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan meningkatkan fungsi kardiovaskular. Klien yang mempunyai riwayat penyakit kronis, yang berisiko untuk mengalami suatu penyakit , atau yang berusia lebih dari 35 tahun harus mulai melakukan program latihan fisik hanya setelah mendiskusikannya dengan dokter. Secara umum agar program kebugaran aliran darah ke otot memberi efek fisik yang positif, seseorang harus melakukan olahraga setidakanya tiga kali dalam satu minggu selama 30 sampai 40 menit. Setiap orang harus melakukan latihan pernapasan sebelum melakukan latihan berat seperti jogging, gerakan aerobic atau tennis. Latihan pernapasan menstimulasi aliran darah ke otot dan meningkatkan kelenturan. Latihan ini mengurangi risiko kerusakan pada sistem musculoskeletal selama latihan. Sama halnya seseorang harus melakukan latihan pendinginan dan tidak berhenti secara mendadak. misalnya , setelah jogging atau gerakan aerobic, orang tersebut harus bergerak dengan gerakan sedang, secara bertahap
51
diperlambat dan berhenti. Latihan pendinginan memungkinkan sistem kardiovaskuler, musculoskeletal, dan sistem metabolic secara bertahap kembali pada keadaan istirahat. Program latihan efektif dalam menurunkan keparahan kondisi akibat stress seperti hipertensi, kegemukan, sakit kepala migren, keletihan mental, peka rangsang dan sepresi. Latihan meningaktakan pelepasan opioid endogen yang menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin & McCubbin, 1993).
b. Diet dan Nurtrisi Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makanan memberi bahan bakar untuk aktivitas dan meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan pemberian nutrient ke jaringan tubuh. Setiap orang didorong untuk mempertahankan berat badan sesuai dengan rentang standart usia, jenis kelamin, dan bentuk tubuh. Selain untuk menghindari kelebihan makan atau kekurangan makan, seseorang harus mewaspadai kualitas makanan. Terlalu banyak lemak, kafein, garam atau gula dapat mengganggu fungsi metabolic tubuh, defisiensi vitamin, mineral, dan nutrient juga dapat menyebabkan masalah metabolisme. Kebiasaan diet yang buruk dapat memperburuk respond stress dan membuat individu mudah tersinggung, hiperaktif dan gelisah. Hal ini merusak kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab personal, keluarga, dan peran.
c. Suport Sistem Peribahasa “ no man is an island” terutama penting untuk penatalaksanaan stress. Sistem pendukung seperti keluarga , teman atau rekan kerja yang akan mendengarkan dan memberikan nasihat dan dukungan emosional akan sangat bermamfaat bagi seseorang yang mengalami stress. Sistem pendukung dapat mengurangi reaksi stress dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental (Revenson dan Majerovitz, 1991). Riset keperawatan telah mendokumentasikan adanya korelasi dukungan sosial positif dengan pengurangan gejala penyakit kronis (White, Richter, & Fry, 1992). Ubrich dan Bradsher (1993) menunjukkan bahwa dukungan dapat
52
meringankan efek stressor atau distress emosional baik pada lansia wanita kulit putih maupun suku Afrika-Amerika terutama jika dukungan dipandang sebagai orang yang sangat dipercaya. Perawat dapat menggunakan berbagai metode untuk membantu klien membangun sistem pendukung, melibatkan diri dalam aktivitas kelompok tempat ibadah dan memberi dorongan untuk melakukan aktivitas rekreasi. Perawat dapat menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengajarkan klien tentang keterampilan sosialisasi jika klien tidak mengetahui bagaimana cara berinteraksi dengan tepat. Semua metode ini membantu klien membangun sistem pendukung yang kuat. Jika stress merupakan akibat dari isolasi sosial, maka strategi keperawatan ditujukan untuk membantu klien mengembangkan jaringan sosial baru.
d. Time Management Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya mengalami lebih sedikit stress karena mereka merasa lebih terkontrol dalam hidupnya. Perawat yang bertindak dalam domain pengajaran-pelatihan dapat membantu klien memprioritaskan tugas jika mereka merasa kewalahan atau imobilisasi. Penstrukturan waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan waktu yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus dianalisis secara berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi dapat dibuat sehingga dapat mengurangi tuntutan waktu (Peddicord,1991). Mengendalikan tuntutan dari orang lain penting untuk penatalaksanaan waktu yang efektif. Sedikit orang yang mampu mengikuti semua permintaan yang diajukan oleh orang lain. penting artinya untuk belajar mengenali permintamaan mana yang dapat dipenuhi secara realistic, kebutuhan mana yang akan dinegosiasi, dan kebutuhan mana yang dapat ditolak secara asertif. Menghambat periode waktu untuk menunjukkan tujuan spesifik juga mengurangi rasa keterburuan dan meningkatkan perasaan kontrol.
e. Humor Humor adalah terapi yang terkenal dalam literatur umum oleh Norman Cousins (1979). Kemampuan untuk menerima hal-hal lucu dan tertawa
53
melenyapkan stress (Robinson, 1990; Dahl dan O’Neal, 1993). Hipotesisfisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan endorphin ke dalam sirkulasi dan perasaan stress di lenyapkan.
f. Istirahat Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebaisaan juga penting untuk menangani stress. Seseorang yang mengalami stress harus di dorong meluangkan waktunya untuk istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh, Tetapi juga membantu seseorang menjadi rileks secara mental. Klien mungkin membutuhkan bantuan specific dalam mempelajari tehnik relaks sehingga dapat tertidur.
g. Teknik Relaksasi Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emodional stress. Tehnik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan membutuhkan waktu pelatihan dan praktek. Setelah klien menjadi terampil dalam tehnik ini , ketegangan dikurangi dan parameter fisiologis berubah. Ada 4 komponen utama dari tehnik relaksasi yaitu :
Lingkungan yang tenang, menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan
dan gangguan - gangguan
Posisi yang nyaman, duduk tanpa ketegangan otot.
Sikap yang dapat diubah, mengosongkan semua pikiran-pikiran dari alam
sadar.
Keadaan mental (yang baik, memusatkan perhatian pada suara, kata-kata,
ungkapan, imaginasi, objek atau pola napas untuk merubah pikiran-pikiran secara internal menjadi pikiran yang lebih dapat diterima). Faktor yang penting adalah bagaimana seseorang mengosongkan pikirannya dari semua pikiran-pikiran dan memusatkan perhatian pada mental device. Wajarlah bila pikiran-pikiran itu makin menerawang. Bila terjadi demikian, orang tersebut akan dengan segera langsung kembali kepada mental device.
54
Setiap periode relaksasi ini harus membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit. Ada Beberapa pendekatan yang dapat dilaksanakan melalui instruksi perawat kepadda klien , tanpa menggunakan peralatan khusus dan juga tanpa perintah dokter yaitu relaksasi profresif dan relaksasi respon Benson. Relaksasi progresif terdiri atas peregangan dan relaksasi sekelompok otot dan memfokuskannya perasaan relakasasi. Aplikasi yang sistematis dari relaksasi progresif ini mempunyai tiga efek utama, sebagai berikut :
Kelompok otot yang telah mengalami relaksasi maka akan lebih rileks
lagi.
Tiap-tiap kelompok otot utama rileks secara bergantian. Kalau otot yang
baru ditambah, maka kelompok otot yang lama juga akan mengalami relaksasi. Lebih
banyak jumlah relaksasi yang dialmi seseorang, maka orang itu akan
bergerak menuju fase relaksasi. Keadaan rileks meningkat setelah periode relaksasi. Respon relaksasi Benson menghilangkan ketegangan otot. Khususnya membantu secara penuh relaksasi otot pada pasien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan.
Respon relaksasi Benson’s
Yakinkan posisi duduk senyaman mungkin dalam lingkungan yang tenang
Tutup mata
Relaksasi otot-otot tubuh (katakana Ayo.....)
Memusatkan perhatian pada pernapasan, ulangi lagi kata-kata atau suara /
bunyi seperti “one” atau “um-um” setiap kali ekspirasi.
Lakukan selama 20 menit
Buka mata
Berikan waktu pada pasien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
sebelum psien bergerak atau berpindah.
55
Relaksasi Progresif
1.
Yakinkan posisi yang nyaman dalam ruangan yang tenang
2.
Mulai dengan memusatkan perhatian pada pernapasan yang lambat
3.
Regangkan kelompok otot-otot yang diinginkan (lihat langkah 5)
selama 5-7 detik, kemudian relakasasi secara cepat. 4.
Pusatkan perhatian secara 10 detik pada sensasi-sensasi pada otot
yang berelaksasi 5.
Ikuti petunjuk ini, ulangi untuk setiap kelompok otot, regangkan 2
atau 3 kali.
Tangan dan lengan : mengepalkan tangan, menarik siku dengan
kuat, kerutkan hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat.
Wajah : mengerutkan dahi, tutup mata dengan rapat, mengerutkan
hidung, purse lip, senyum dengan gigi terekat kuat.
Leher : Dekatkan dagu dengan dada.
Dada : tarik kedua bahu secara bersama-sama, keraskan perut dan
bokong.
Kaki dan tungkai : dorong ke bawah dengan kaki, jari-jari
menjauhi (dorsofleksi) utamakan kaki yang terdahulu. 6.
Ulangi proses pada setiap area yang mengalami ketegangan.
h. Spiritualitas Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stress (Dahl dan O’ Neal , 1993). Praktik seperti berdoa, meditasi atau membaca bahan bacaan keagamaan dapat menjadi sumber yang bermamfaat bagi klien. Pada penelitian (Young, 1993) praktik spiritual klien lansia dapat meningkatkan perasaan produktivitas dan kemampuan beradaptasi yang membantu dalam menghadapi individu sakit kronis
2. Manajemen Stres Untuk Perawat Sebagian besar perawat mengalami stress dalam lingkungan pekerjaan merka. Stresor dapat terdiri atas kelebihan beban kerja, kebijakan institusi tempat bekerja,
56
konflik dengan rekan kerja atau karakteristik klien (Foxall, Zimmermen, dan Bene, 1990; Skipper, Jung dan Coffey, 1990). Reaksi terhadap stressor yang berkaitan dengan pekerjaan bergantung pada kepribadian perawat, status kesehatan, pengalaman sebelumnya dengan stress dan mekanisme koping.
Stress Pekerjaan Seringkali mengakibatkan kondisi yang disebut kepenatan, yang ditandai oleh penuruanan perhatian pada orang dengan siapa kita bekerja. Selama merasa penat klien merasakan kelelahan fisik dan emosional (Melamed, Kushnir dan Shirom, 1992). Pekerjaan atau profesi tidak lagi memberi dampak positif dan klien mungkin mengalami marah dan apatis. Perawat dan risiko terhadap stress kepenatan akibat pekerjaan dan dapat memamfaatkan tehnik penatalaksanaan stress yang sama seperti yang mereka ajarkan pada klien. Dalam organisasi dan domain kompetensi peran pekerja, perawat harus mengidentifikasi stressor tertentu di tempat kerja dan berupaya untuk menghilangkan stressor tersebut. Juga membantu untuk mendapat dukungan sosial dari perawat lainnya dengan harapan mempertahankan sikap merawat yang ditujukan pada klien.
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL DAN KECEMASAN PADA JIWA
A.
PENGERTIAN Kecemasan atau ansietas merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan seharihari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tak menentu, tidak tenteram, kadang disertai berbagai keluhan fisik. Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi
57
dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu terhadap sesuatu yang berbahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
B.
ETIOLOGI Penyebab gangguan ini kurang jelas. Gejala muncul biasanya disebabkan interaksi dari aspek-aspek biopsikososial termasuk genetik dengan beberapa situasi, stres atau trauma yang merupakan stressor muneulnya gejala ini. Di sistem saraf pusat beberapa mediator utama dari gejala ini adalah. norepinephrine dan serotonin. Sebenarnya anxietas diperantarai oleh suatu system kompleks yang melibatkan system limbic, thalamus, korteks frontal secara anatomis dan norepinefrin, serotonin dan GABA pada sistem neurokimia, yang mana hingga saat ini belum diketahui jelas bagaimana kerja bagian-bagian tersebut menimbulkan anxietas. Begitu pula pada depresi walapun penyebabnya tidak dapat dipastikan namun biasanya ditemukan defisensi relatif salah satu atau beberapa aminergic neurotransmitter (noeadranaline, serotonin, dopamine) pada sinaps neuron di susunan saraf pusat khususnya sistem limbic
C.
TANDA DAN GEJALA KECEMASAN Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1.
Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2.
Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3.
Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4.
Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5.
Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6.
Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
58
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
E.
TINGKATAN KECEMASAN Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1.
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut : a.
Respons fisik
- Ketegangan otot ringan - Sadar akan lingkungan - Rileks atau sedikit gelisah - Penuh perhatian - Rajin
b.
Respon kognitif
- Lapang persepsi luas - Terlihat tenang, percaya diri - Perasaan gagal sedikit - Waspada dan memperhatikan banyak hal - Mempertimbangkan informasi - Tingkat pembelajaran optimal
59
c.
Respons emosional
- Perilaku otomatis - Sedikit tidak sadar - Aktivitas menyendiri - Terstimulasi - Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut : a.
Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang - Tanda-tanda vital meningkat - Pupil dilatasi, mulai berkeringat - Sering mondar-mandir, memukul tangan - Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi - Kewaspadaan dan ketegangan menigkat b.
Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun - Tidak perhatian secara selektif - Fokus terhadap stimulus meningkat - Rentang perhatian menurun - Penyelesaian masalah menurun - Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c.
Respons emosional
- Tidak nyaman - Mudah tersinggung
60
- Kepercayaan diri goyah - Tidak sabar - Gembira
3.
Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut a.
Respons fisik
- Ketegangan otot berat - Hiperventilasi - Kontak mata buruk - Pengeluaran keringat meningkat - Bicara cepat, nada suara tinggi - Tindakan tanpa tujuan dan serampangan - Rahang menegang, mengertakan gigi - Mondar-mandir, berteriak - Meremas tangan, gemetar
b.
Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas - Proses berpikir terpecah-pecah - Sulit berpikir - Penyelesaian masalah buruk - Tidak mampu mempertimbangkan informasi - Hanya memerhatikan ancaman - Preokupasi dengan pikiran sendiri - Egosentris
61
c.
Respons emosional
- Sangat cemas - Agitasi - Takut - Bingung - Merasa tidak adekuat - Menarik diri - Penyangkalan - Ingin bebas
4.
Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut : a.
Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze - Ketegangan otot sangat berat - Agitasi motorik kasar - Pupil dilatasi - Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun - Tidak dapat tidur - Hormon stress dan neurotransmiter berkurang - Wajah menyeringai, mulut ternganga
b.
Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit - Pikiran tidak logis, terganggu - Kepribadian kacau
62
- Tidak dapat menyelesaikan masalah - Fokus pada pikiran sendiri - Tidak rasional - Sulit memahami stimulus eksternal - Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c.
Respon emosional
- Merasa terbebani - Merasa tidak mampu, tidak berdaya - Lepas kendali - Mengamuk, putus asa - Marah, sangat takut - Mengharapkan hasil yang buruk - Kaget, takut - Lelah
F.
FAKTOR PREDISPOSISI Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1.
Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2.
Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3.
Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4.
Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
63
5.
Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6.
Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7.
Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8.
Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
G.
FAKTOR PRESIPITASI Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a.
Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b.
Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2.
Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a.
Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b.
Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
64
H.
SUMBER KOPING Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
I.
MEKANISME KOPING Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1.
Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a.
Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b.
Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c.
Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
65
2.
Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a.
Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b.
Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c.
Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d.
Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
J.
PENATALAKSANAAN
1.
Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a.
Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b.
Tidur yang cukup.
c.
Cukup olahraga.
d.
Tidak merokok.
e.
Tidak meminum minuman keras
2.
Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam. 3.
Terapi somatik Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
66
atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan. 4.
Psikoterapi Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a.
Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b.
Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c.
Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d.
Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e.
Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f.
Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5.
Terapi psikoreligius Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN.
1.
Faktor Predisposisi.
2.
Faktor Presipitasi.
3.
Perilaku.
67
a.
Respon Fisiologis Terhadap Ansietas. Sistem Tubuh Kardiovaskuler
Respons •
Palpitasi.
•
Jantung berdebar.
•
Tekanan darah meningkat dan denyut nadi menurun.
•
Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.
Pernafasan
Neuromuskular
Gastrointestinal
Perkemihan
•
Napas epat.
•
Pernapasan dangkal.
•
Rasa tertekan pada dada.
•
Pembengkakan pada tenggorokan.
•
Rasa tercekik.
•
Terengah-engah.
•
Peningkatan reflek.
•
Reaksi kejutan.
•
Insomnia.
•
Ketakutan.
•
Gelisah.
•
Wajah tegang.
•
Kelemahan secara umum.
•
Gerakan lambat.
•
Gerakan yang janggal.
•
Kehilangan nafsu makan.
•
Menolak makan.
•
Perasaan dangkal.
•
Rasa tidak nyaman pada abdominal.
•
Rasa terbakar pada jantung.
•
Nausea.
•
Diare.
•
Tidak dapat menahan kencing.
•
Sering kencing.
68
Kulit
•
Rasa terbakar pada mukosa.
•
Berkeringat banyak pada telapak tangan.
•
Gatal-gatal.
•
Perasaan panas atau dingin pada kulit.
•
Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.
b.
Respon Perilaku Kognitif. Sistem Perilaku
Kognitif
Respons •
Gelisah.
•
Ketegangan fisik.
•
Tremor.
•
Gugup.
•
Bicara cepat.
•
Tidak ada koordinasi.
•
Kecenderungan untuk celaka.
•
Menarik diri.
•
Menghindar.
•
Terhambat melakukan aktifitas.
•
Gangguan perhatian.
•
Konsentrasi hilang.
•
Pelupa.
•
Salah tafsir.
•
Adanya bloking pada pikiran.
•
Menurunnya lahan persepsi.
•
Kreatif dan produktif menurun.
•
Bingung.
•
Khawatir yang berlebihan.
•
Hilang menilai objektifitas.
•
Takut akan kehilangan kendali.
•
Takut yang berlebihan.
69
Afektif
•
Mudah terganggu.
•
Tidak sabar.
•
Gelisah.
•
Tegang.
•
Nerveus.
•
Ketakutan.
•
Alarm.
•
Tremor.
•
Gugup.
•
Gelisah.
4.
Sumber Koping.
5.
Mekanisme Koping.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1.
Penyelesaian kerusakan.
2.
Kecemasan.
3.
Pola napas tidak efektif.
4.
Koping individu tidak efektif.
5.
Diam.
6.
Gangguan pembagian bidang energi.
7.
Ketakutan.
8.
Inkontinensial.
9.
Stress
10. Cedera resiko terhadap...... 11. Perubahan nutrisi. 12. Respon pasca trauma. 13. Ketidakberdayaan. 14. Gangguan harga diri 15. Gangguan pola tidur. 16. Isolasi sosial. 17. Perubahan proses berfikir.
70
18. Gangguan eliminasi urine.
C.
INTERVENSI.
Tujuan umum : Klien akan mengurangi ansietasnya dari tingkat ringan hingga panik. Tujuan khusus : Klien mampu untuk ; 1.
Membina hubungan saling percaya.
2.
Melakukan aktifitas sehari-hari.
3.
Mengekspresikan dan mengidentifikasi tentang kecemasannya.
4.
Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan ansietas.
5.
Meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
6.
Klien terlindung dari bahaya.
a.
Ansietas Ringan.
a)
Gerakan tidak tenang.
b)
Perhatikan tanda peningkatan ansietas.
c)
Bantu klien menyalurkan energi secara konstruktif.
d)
Gunakan obat bila perlu.
e)
Dorong pemecahan masalah.
f)
Berikan informasi akurat dan fuktual.
g)
Sadari penggunaan mekanisme pertahanan.
h)
Bantu dalam mengidentifikasi keterampilan koping yang berhasil.
i)
Pertahankan cara yang tenang dan tidak terburu.
j)
Ajarkan latihan dan tehnik relaksasi.
b.
Ansietas Sedang.
a)
Pertahankan sikap tidak tergesa-gesa, tenang bila berurusan dengan pasien.
b)
Bicara dengan sikap tenang, tegas meyakinkan.
c)
Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
d)
Hindari menjadi cemas, marah, dan melawan.
e)
Dengarkan pasien.
f)
Berikan kontak fisik dengan menyentuh lengan dan tangan pasien.
71
g)
Anjurkan pasien menggunakan tehnik relaksasi.
h)
Ajak pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
i)
Bantu pasien mengenali dan menamai ansietasnya
c.
Ansietas Berat.
a)
Isolasi pasien dalam lingkungan yang aman dan tenang.
b)
Biarkan perawatan dan kontak sering sampai konstan.
c)
Berikan obat-obatan pasien melakukan hal untuk dirinya sendiri.
d)
Observasi adanya tanda-tanda peningkatan agitasi.
e)
Jangan mennyentuh pasien tanpa permisi.
f)
Yakinkan pasien bahwa dia aman.
g)
Kaji keamanan dalam lingkungan sekitarnya
d.
Panik.
a)
Tetap bersama pasien ; minta bantuan.
b)
Jika mungkin hilangkan beberapa stressor fisik dan psikologisdari lingkungan.
c)
Bicara dengan tenang, sikap meyakinkan, menggunakan nada suara yang rendah.
d)
Katakan pada pasien bahwa anda (staf) tidak akan membahayakan dirinya sendiri atau orang lain.
D. EVALUASI Evaluasi terhadap kecemasan dapat di lihat dari pasien yang selalu khawatir dengan kematian dan mampu mengenali kecemasannya dengan respon subjektif klien mengatakan tahu arti cemas, klien mengatakan lebih senang diam memikirkan masalah sendiri sedangkan respon objektif ekspresi wajah tampak gelisah, klien menjawab pertanyaan yang diajukan, klien mampu mengenal kecemasannya. Kecemasan itu pula dapat diartikan sebagai reaksi yang timbul karena ancaman yang tidak menentu. Pencegahan dari kecemasan itu dapat dilakukan dengan cara perawat memberikan dorongan kepada pasien untuk mengembangkan kepercayaan diri, serta sering mendekatkan diri kepada Allah.
72
2.4.ASUHAN KEPERAWATAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DAN AIDS A. Pengertian Narkotika Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat tersebut ke dalam tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya rasa sakit rangsangan, semangat dan halusinasi. Dengan timbulnya efek halusinasi inilah yang menyebabkan kelompok masyarakat terutama di kalangan remaja ingin menggunakan Narkotika meskipun tidak menderita apa-apa. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan Narkotika (obat). Bahaya bila menggunakan Narkotika bila tidak sesuai dengan peraturan adalah adanya adiksi/ketergantungan obat (ketagihan). Adiksi adalah suatu kelainan obat yang bersifat kronik/periodik sehingga penderita kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menimbulkan kerugian terhadap dirinya dan masyarakat. Orang-orang yang sudah terlibat pada penyalahgunaan Narkotika pada mulanya masih dalam ukuran (dosis) yang normal. Lama-lama pengguna obat menjadi kebiasaan, setelah biasa menggunakan mar kemudian untuk menimbulkan efek yang sama diperlukan dosis yang lebih tinggi (toleransi). Setelah fase toleransi ini berakhir menjadi ketergantungan, merasa tidak dapat hidup tanpa Narkotika.
B. Kemungkinan Yang Terjadi Pada Pengguna Narkotika Banyak orang beranggapan bagi mereka yang sudah mengkonsumsi mar secara berlebihan beresiko sebagai berikut : 1. Sebanyak 60% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan kematian karena zat-zat yang terkandung dalam Narkotika mengganggu
73
sistem kekebalan tubuh mereka sehingga dalam waktu yang relatif singkat bisa merenggut jiwa si pemakai.
2. Sebanyak 20% orang beranggapan bahwa pengguna Narkotika dapat bertindak nekat/bunuh diri karena pemakai cenderung memiliki sifat acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Ia menganggap dirinya tidak berguna bagi lingkungannya ini yang memacunya untuk bertindak nekat. 3. Sebanyak 15% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan hilangnya kontrol bagi si pemakainya, karena setelah mengkonsumsi Narkotika. Zat-zat yang terkandung di dalamnya langsung bekerja menyerang syaraf pada otak yang cenderung membuat tidak sabar dan lepas kontrol. 4. Sebanyak 5% orang beranggapan bahwa Narkotika menimbulkan penyakit bagi pemakainya. Karena di dalam Narkotika mengandung zat yang mempunyai efek samping yang menimbulkan penyakit baru. C. Jenis-jenis Narkotika yang Disalahgunakan dan Peredarannya Narkoba meliputi : A. Narkotika Zat berasal dari tanaman atau bukan tanaman. 1) Tanaman a. Opium atau candu/morfin yaitu olahan getah tanaman papaver somniferum tidak terdapat di Indonesia, tetapi diselundupkan di Indonesia. b. Kokain yaitu olahan daun koka diolah di Amerika (Peru, Bolivia, Kolumbia). c. Cannabis Sativa atau Marihuana atau Ganja banyak ditanam di Indonesia.
74
2) Bukan tanaman a. Semi sintetik : adalah zat yang diproses secara ekstraksi, isolasi disebutalkaloid opium. Contoh : Heroin, Kodein, Morfin. b. Sintetik : diperoleh melalui proses kimia bahan baku kimia, menghasilkan zat baru yang mempunyai efek narkotika dan diperlukan medis untuk penelitian serta penghilang rasa sakit (analgesic) seperti penekan batuk (antitusif). Contoh : Amfetamin, Metadon, Petidin, Deksamfetamin. B. Psikotropika Adalah obat keras bukan narkotika, digunakan dalam dunia pengobatan sesuai Permenkes RI No. 124/Menkes/Per/II/93, namun dapat menimbulkan ketergantungan psikis fisik jika dipakai tanpa pengawasan akan sangat merugikan karena efeknya sangat berbahaya seperti narkotika. Psikotropika merupakan pengganti narkotika, karena narkotika mahal harganya. Penggunaannya biasa dicampur dengan air mineral atau alkohol sehingga efeknya seperti narkotika. 1) Penenang (anti cemas) : bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan syaraf pusat. Contoh : Pil Rohypnol, Mogadon, Valium, Mandrax (Mx). 2) Stimulant : bekerja mengaktifkan susunan syaraf pusat. Contoh : Amphetamine, MDMA, MDA. 3) Hallusinogen : bekerja menimbulkan rasa halusinasi/khayalan. Contoh Lysergic Acid Diethylamide (LSD), Psylocibine. Alkohol Alkohol dalam ilmu kimia dikenal dengan sebutan etanol adalah minuman keras yang mempunyai efek bisa memabukkan jika minumnya berlebihan.
75
C. Zat Adiktif Zat adiktif adalah zat yang sangat berbahaya jika salah pemakaiannya bisa merusak tubuh, bila keracunan bisa menimbulkan halusinasi atau mungkin yang fatal kematian. Contoh : Terpentine, lem karet, thinner, spray aerosol, aceton, dll. Narkoba yang sering disalahgunakan : Narkoba yang sering dikonsumsi oleh masyarakat secara salah antara lain :
A. HEROIN Nama : Putauw, PT, bedak, putih, Brown Sugar, Benana, Smaek, Horse, Hammer, Snow White Brown. Asal : Papaver Somniferum. Bentuk : Seperti bedak berwarna putih, rasa pahit, terdapat paket hemat, dijual sebesar ujung kuku/ibu jari dalam kemasan kertas. Cara Pakai : Dihirup, dihisap, ditelan dan disuntikkan lewat tangan, kaki, leher.
Efek : Mual, mengantuk, cadel, pendiam, mata sayu, muka pucat, tidak konsentrasi, hidung gatal-gatal.
Gejala putus obat : Sebelum memakai : - Tulang otot sendi terasa nyeri, demam, takut air
76
- Keringat keluar berlebihan - Takut kedinginan, bulu kuduk berdiri - Mata berair, hidung berair - Mual-mual, perut sakit, diare - Tidak suka makan - Tidak bisa bekerja (lemas) Setelah memakai : - Fly (berkhayal), mata sembab kadang muntah - Jantung berdebar, mata susah bangun Bahaya : - Hepatitis B, C, AIDS, HIV - Menstruasi terganggu, infertilitas (impotensi) - Abses (jika pakai suntik) - Tubuh kurus, pucat, kurang gizi - Sulit buang air besar - Mudah terserang radang paru, TBC paru, radang hati, empedu, ginjal
B. KOKAIN Nama : Charlie, Nosc Candy, Snow, Coke
77
Asal : Daun (tanaman Erythrro – Xylon Coca) Bentuk : Serbuk putih, kadang dicampur dengan beberapa macam zat berbahaya, disebut “Drug Cocktail” Efek : - Suhu badan tinggi, denyut jantung bertambah - Mudah marah, agresif dan merusak - Merasa energik dan waspada dan merasa memiliki dunia (arogan).
Gejala putus obat : - Ada keinginan bunuh diri, mual, kejang-kejang Bahaya : - Paranoid - Menyebabkan perkelahian - Mabuk dan tidak bergairah - Jika dihirup akan menyebabkan mimisan dan sinusitis - Kerusakan jantung jika dicampur rokok - Pemakaian banyak, nafsu sex hilang - Bisa terjadi psikotik atau gila dalam jangka panjan C. GANJA Nama : Ganja, cimeng, gelek, daun, rumput, jayus, jum, barang, marihuana, bang bunga, ikat, labang, hijau Jenis-jenis : Stick, daun atau tembakau, hashish (minyak/lemak ganja)
78
Bentuk : Daun kering atau dalam bentuk rajangan kering, dimasukkan dalam amplop. Daun basah, runcing berjari-jari ganjil 5, 7, 9 dst. Cara Pakai : Dilinting seperti rokok, dihisap dan dimakan, minyak ganja bisa dioles pada rokok bias Efek : - Jantung berdebar-debar - Tidak bergairah, cepat marah, sensitif - Perasaan tidak tenang, eforia, kurang percaya diri, rasa letih/malas
Gejala putus obat : - Sebenarnya hanya faktor psikis dan sugesti yang lebih dominan, apabila tidak memakai ganja.
Bahaya : - Untuk pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai menjadi linglung. D. EKSTASI Nama : Kancing, XTC, Inex, Adam, Hug-Drug, Essence, Disco, Biscuits, Venus, Yupie, Butterfly, Elektrix, Gober, Beladin Bentuk : Pil, serbuk, kapsul. Cara Pakai : Diminum dengan air atau yang lain
Efek : - Mulut kering, gigi berkerut-kerut - Banyak berkeringat dingin, nafsu makan kurang
79
- Badan tak terkendali geraknya (triping) - Denyut jantung, nadi bertambah - Tekanan darah naik - Rasa percaya diri tinggi - Keintiman bertambah Gejala putus obat : - Rasa letih, malas - Mudah tersinggung, emosi labil - Sulit tidur, mimpi buruk jika tidur - Depresi, mata kabur Bahaya : - Paranoid (rasa takut berlebihan, curiga yang berlebihan) - Pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai bisa linglung - Merusak syaraf otak - Pucat kurang darah - Kurus kurang gizi - Penyakit Parkinson
E. SHABU-SHABU (Methyl – Amphetamin)
80
Nama : Ubas, SS, Mecin Bentuk : Bubuk atau kristal Jenis : Gold silver, coconut, crystal, blue ice, tebu Cara Pakai : Dibakar di atas kertas timah dan dihisap melalui alat yang disebut bong Pemakai bisa diindikasikan : Tidak tenang (cemas), mudah marah, dapat cepat lelah, mata nanar, tidak bersemangat, tidak beraktifitas, keringat berlebihan dan bahu, wajah pucat, lidah warna putih, nafsu makan kurang, susah tidur (2-3 hari), jantung berdebar-debar, banyak omong, percaya diri tinggi. Efek : - Sebelum memakai gelisah, ngantuk, lemas, tidak bergairah - Jika sudah memakai, agresif, hiperaktif dan percaya diri tinggi Gejala putus obat : - Mudah marah - Ngantuk - Faktor sugesti yang dominan apabila tidak memakai - Mudah capek - Rasa lebih malas - Malas hidup Bahaya : - Paranoid (rasa takut berlebihan) - Pemakaian yang lama akan menjadikan pemakai bisa linglung - Merusak syaraf otak
81
- Kanker hati
Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Narkotika Peran yang dilakukan oleh pemerintah sangatlah besar dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan Narkotika dan sejenisnya. Melalui pengendalian dan pengawasan langsung terhadap jalur peredaran gelap dengan tujuan agar potensi kejahatan tidak berkembang menjadi ancaman faktual. Langkah yang ditempuh antara lain dengan tindakan sebagai berikut : 1. Melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat yang diduga keras sebagai jalur lalu lintas gelap peredaran Narkotika. 2. Secara rutin melakukan pengawasan di tempat hiburan malam. 3. Bekerja sama dengan pendidik untuk melakukan pengawasan terhadap sekolah yang diduga terjadi penyalahgunaan Narkotika oleh siswanya. 4. Meminta kepada instansi yang mempunyai wewenang izin sebagai penerbit tempat hiburan malam untuk selalu menindak lanjuti surat izin pendirian tempat hiburan malam barangkali akan dijadikan media untuk memperlancar jalur peredaran Narkotika.
E. Akibat Penyalahgunaan Narkotika Penyalahgunaan Narkotika akan mempengaruhi sifat seseorang dan menimbulkan bermacam-macam bahaya antara lain : 1. Terhadap diri sendiri. - mampu merubah kepribadiannya - menimbulkan sifat masa bodoh
82
- suka berhubungan seks - tidak segan-segan menyiksa diri - menjadi seorang pemalas
F. Cegah Narkoba Dengan Pendidikan Agama Say no to drug! Ini merupakan slogan yang sangat sederhana namun memiliki implikasi yang kompleks terkait dengan harapan yang harus diwujudkan, usaha berikut kebijakannya yang mesti diimplementasikan. Say no to drug, bukan hanya sebuah jargon, ini adalah tanggung jawab organisasi berbasis keagamaan, pemerintah, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), lembaga hukum, serta tanggung jawab kita bersama untuk meningkatkan dan memberdayakan masyarakat kita menuju kehidupan yang sehat baik dari aspek mental, jasmani, maupun spiritual. Di seluruh dunia banyak program yang didirikan dengan maksud mencegah penyalahgunaan Narkoba, atau untuk mengobati mereka yang terkena narkoba melalui kepercayaan dan praktek-praktek agama tertentu. Pendekatan ini banyak dilakukan di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Di barat, agama tidak begitu menonjol dalam mencegah penyalahgunaan narkoba : namun kita percaya bahwa programprogram berbasis keagamaan benar-benar memiliki kepedulian kearah sana. Sebagai pemimpin agama dan pendidikan, kita menyadari banyak tantangan yang dihadapi generasi muda di negara kita saat ini. Penggunaan obat-obat terlarang termasuk penggunaan alkohol dan produk-produk tertentu. Terus merangkak naik dalam masyarakat terutama para remaja, dan di beberapa tempat, obat-obat terlarang tersebut telah menarik pemuda dalam dunia kejahatan dan kecanduan yang mematikan setiap orang,
83
masyarakat, keluarga dan individu-individu serta penanaman nilai-nilai yang kuat, yang berakar dari kepercayaan agama merupakan faktor perlindungan yang efektif guna mencegah dampak pengguna narkoba sebagai tindakan yang beresiko tinggi. Penyalahgunaan narkoba menyebabkan peningkatan HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome). Kekacauan mental, dan kejahatan yang pada gilirannya merusak sendisendi kehidupan sosial. Puluhan bahkan ratusan juta orang telah kecanduan narkoba. Di Indonesia Badan Narkotika Nasional (BNN) menaksir bahwa kira-kira ada 3,2 juta orang yang sudah terjerat ketergantungan Narkotika. Kendati persoalan narkoba muncul, pemerintahan kita memberi harapan bagi setiap orang, keluarga, masyarakat yang terpengaruh oleh penyalahgunaan narkoba serta yang terkait dengan persoalan kesehatan dan sosial. Riset menunjukkan bahwa kaum muda yang terlibat dalam komunitas keagamaan nampaknya tidak begitu rentan terhadap penggunaan Narkoba. Komunitas keagamaan berada di garda depan dalam merespon kebutuhan pelayanan sosial yang mendesak bagi setiap individu dan masyarakat. Termasuk ketergantungan narkoba, kita memberikan makanan dan pakaian bagi yang membutuhkan, kita memberi naungan bagi tuna wisma. Kita menawarkan pengobatan narkoba, bingkisan dan membantu kelompok-kelompok anggota yang berjuang menjaga agama. Ketika mencegah penggunaan narkoba, kita juga dapat memainkan peranan penting. Indonesia bukan hanya negara perdagangan narkoba, namun juga produsen dan pasar jaringan global yang sistematik dalam industri ini, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama sinergis antara pemerintah, LSM, organisasi sosial, untuk mengatakan tidak pada narkoba guna menyelamatkan generasi masa depan kita. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi muslim moderat terbesar dengan anggota lebih dari 50 juta
84
orang, menaruh prihatin dan perlu mengambil peran dalam mengatasi persoalan ini. Pencegahan dan pengobatan akibat penyalahgunaan narkoba merupakan persoalan yang komplek yang masih perlu banyak dipelajari tentang apa yang terbaik dilakukan dan oleh siapa, agama tentunya memiliki peran untuk dimainkan, namun materi ajaran agama yang ada belum mencukupi untuk pencegahan dan pengobatan yang efektif, juga ada rumusan bahwa kegiatan berbasis keagamaan dapat diperbaiki dengan beberapa praktik pencegahan yang baik dalam masyarakat Islam kita. Seperti semua program pencegahan dan pengobatan yang didasarkan pada kebutuhan agama perlu dievaluasi secara hati-hati oleh peneliti yang independen yang menggunakan indikator keberhasilan yang obyektif. Dengan demikian pertukaran pandangan dan pengalaman diantara kita itu penting. Guna memberikan bantuan yang lebih baik bagi mereka yang memiliki persoalan narkoba. Lembaga-lembaga dibawah naungan NU seperti Muslimat NU, Fatayat NU, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), dan terutama pesantren juga memberikan peranan yang signifikan dalam persoalan ini. Terlebih pesantren memiliki lebih dari 10 ribu jaringan dengan masyarakat sekitarnya. Karena alasan itulah, pesantren bukan hanya kurikulum berbasis keagamaan, namun juga materi-materi yang meningkatkan kesehatan mental, spiritual, dan jasmani. Dalam waktu yang lama, pesantren akan membangun “bela diri” masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan narkoba dalam komunitasnya. Lewat kerja sama ini, NU, BNN, Colombo Plan dan Kementrian Negara Amerika Serikat, akan meningkatkan dan menindak lanjuti kerja sama yang lebih baik terkait persoalan ini. Mengambil bagian sebagai peserta dalam konferensi internasional ini, ulama, para sarjana muslim, para dokter, universitas dan instansi terkait supaya dapat mencari strategi dan solusi yang riil rencana kegiatan untuk menyelamatkan generasi muda dari narkoba.
85
Akhirnya, sekali lagi say no to drug dan mari kita tingkatkan pengetahuan kita tentang narkoba.
G. Ciri-Ciri Bagi Pengguna Narkotika Pada pengguna Narkotika yang berlebihan dapat menimbulkan keracunan atau efek sebagai berikut : 1. Efek yang ditimbulkan opium bagi penggunanya : a. muntah dan mual b. sakit kepala 2. Efek yang ditimbulkan kokain bagi penggunanya :
a. nafsu makan hilang b. denyut jantung dan tekanan darah meningkat 3. Efek yang ditimbulkannya heroin bagi penggunanya : a. reaksi panik b. gelisah
PENYAJIAN DATA, ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Penyajian Data Menurut laporan yang dicetak oleh kompas cyber media pada tanggal 5 Februari 2001, dari 2 juta pecandu narkoba dan obat-obatan berbahaya (narkoba) 90% adalah generasi muda, termasuk 25.000 mahasiswa. Karena itu, narkoba menjadi ancaman serius bagi
86
kelangsungan hidup bangsa akhir-akhir ini. Alwi nurdin, Kepala Kanwil Depdiknas DKI dikatakan sebanyak 1,105 siswa di 166 SMU Yogyakarta selama tahun 1999/2000 terlibat tindak penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan narkoba. Sedangkan 700 siswa sisanya ditindak dengan pembinaan agar jera, dan tidak mempengaruhi teman lain yang belum terkena sebagai pengguna Narkotika tersebar di Jakarta utara sebanyak 248 orang dari 26 SMU. Jakarta pusat 109 orang di 12 SMU. Jakarta barat 167 orang dari 32 SMU, Jakarta timur 305 orang dari 43 SMU, dari Jakarta selatan 186 orang dari 40 SMU. (http://www.google.com)
B. Pemecahan Masalah Berdasarkan hasil perolehan data pada penyajian data diatas dapat disimpulkan bahwa yang banyak menggunakan penyalahgunaan Narkoba adalah : 1. Golongan Mahasiswa (90%) Di masa remaja seseorang pasti mempunyai sifat selalu ingin tahu segala sesuatu dan ingin mencoba sesuatu yang belum tahu. Kurang diketahui dampak negatifnya. Bentuk rasa ingin tahu dan ingin mencoba itu misalnya dengan mengenal narkoba. Sedangkan 700 siswa sisanya di tindak dengan pembinaan agar jera, biar tidak mempengaruhi teman lainnya yang belum terkena sebagai pengguna narkoba. Lemahnya mental seseorang akan mudah untuk dipengaruhi perbuatannya dan tindakan atau hal-hal yang negatif, oleh teman/lingkungan sekitar, sehingga semua pengaruh negatif ini pada akhirnya menjurus pada aktifitas penyalahgunaan dan tidak dapat lagi mengimbangi perilaku dalam lingkungan.
,
87
2.5. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN MOOD DAN BUNUH DIRI A. Pengertian Bunuh Diri Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain : a.
Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. : Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b.
Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c.
Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d.
Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
B. Rentang Respon
88
Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respon maladaptive. Rentang peningkatan diri sampai perilaku destruktif diri : Respon adaptif Peningkatan
Respon maladaptif Beresiko destruktif Destruktif diri
diri
Pencederaan diri
tidak langsung
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya : a.
Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
b.
Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
c.
Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d.
Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
e.
Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
Bunuh diri
89
yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya. f.
Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
C. Faktor predisposisi dan Faktor presipitasi 1. Faktor Predisposisi Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain : a.
Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b.
Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c.
Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d.
Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
e.
Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah : a.
Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b.
Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
90
c.
Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
d.
Cara untuk mengakhiri keputusasaan. Tanda dan Gejala Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut. a. Petunjuk dan gejala 1. Keputusasaan 2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna 3. Alam perasaan depresi 4. Agitasi dan gelisah 5. Insomnia yang menetap 6. Penurunan BB 7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. 8. Petunjuk psikiatrik a. Upaya bunuh diri sebelumnya b. Kelainan afektif c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia f. Riwayat psikososial 1) Baru berpisah, bercerai/ kehilangan 2) Hidup sendiri 3) Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami 4) Faktor-faktor kepribadian a) Implisit, agresif, rasa bermusuhan b) Kegiatan kognitif dan negatif c) Keputusasaan d) Harga diri rendah e) Batasan/gangguan kepribadian antisocial
91
Psikopatologi Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori : a. Isyarat Bunuh Diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan halhal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah. b. Ancaman bunuh diri Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. c. Upaya bunuh diri Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.
92
d. Bunuh Diri Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Medis Berdasarkan NANDA Diagnosa keperawatan primer untuk perilaku destruktif – diri : a.
Ketidakpatuhan
b.
Resiko terhadap mutilasi diri
c.
Resiko terhadap amuk, diarahkan pada diri sendiri Diagnosa lainnya :
1.
Kerusakan penyesuaian
2.
Ansietas
3.
Gangguan citra tubuh
4.
Inefektif koping komunitas
5.
Inefektif : perlemahan koping keluarga
6.
Inefektif koping individu
7.
Inefektif menyangkal
8.
Resiko terhadap defisit volume cairan
9.
Resiko terhadap kesepian
10. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 11. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh 12. Gangguan harga diri 13. Distres spiritual Penatalaksanaan 1. Penataaksanaan medis Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi. 2. Penatalaksanaan keperawatan
93
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI A. Pengkajian Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian : 1. Riwayat masa lalu : a.
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b.
Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c.
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d.
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e.
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisocial
f.
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
94
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri : a.
Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
b.
Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
c.
Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood).
d.
Sistem pendukung yang ada.
e.
Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
f.
Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
8. Symptom yang menyertainya a. Apakah klien mengalami : 1)
Ide bunuh diri
2)
Ancaman bunuh diri
3)
Percobaan bunuh diri
4)
Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri. Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
1)
Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
2)
Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
95
3)
Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
4)
Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri : 1.
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
2.
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
3.
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
4.
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
5.
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
6.
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
7.
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
8.
Peroleh riwayat penyakit fisik klien Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
1.
Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
2.
Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
3.
Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4.
Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5.
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
6.
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
7.
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
8.
Menunjukkan impulsivitas dan agressif
9.
Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
10. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun. 11. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
96
12. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah : 1.
Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2.
Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3.
Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4.
Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5.
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6.
Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
B.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :
1.
Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan : depresi.
2.
Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres, perasaan bersalah.
3.
Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan masalah.
4.
Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba
97
5.
Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.
6.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).
C.
Rencana Tindakan Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai. Aktivitas keperawatan secara umum
1.
Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
a.
Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
b.
Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
c.
Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi
d.
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
e.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
f.
Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
g.
Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan 1)
Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
2)
Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
98
3)
Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
h.
Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
i.
Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
j.
Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
k.
Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
l.
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
m.
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
n.
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
o.
Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
p.
Membantu meningkatkan harga diri klien
q.
Tidak menghakimi dan empati
r.
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
s.
Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
t.
Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
u.
Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
v.
Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
w.
Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat.
x.
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
y.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
z.
Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif. 1)
Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
2)
Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
3)
Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
99
4)
Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
5)
Explorasi perilaku alternative
6)
Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
7)
Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional. a)
Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
b)
Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
c)
Mengajari keluarga technique limit setting
d)
Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
e)
Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu : a.
Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.
b.
Meningkatkan harga diri: Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c.
Menguatkan koping yang konstruktif/sehat.: Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru.
d.
Menggali perasaan : Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien. Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.
D. Pelaksanaan
100
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
E.
Evaluasi 1.
Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.
2.
Klien menggunakan koping yang adaptif.
3.
Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
4.
Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial.
5.
Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.
101
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HALUSINAASI, WAHAM, MENARIK DIRI DAN PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian Waham adalah kepercayaan yang salah terhadap obyek dan tidak konsisten dengan latar belakang intelektual dan budaya (Rawlin, 1993) Waham adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas (Haber,1982).
102
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
B. Rentang Respon Neurobiologis 1.
Pengertian
Respon neurobiologis merupakan berbagai respon perilaku klien yang terkait dengan fungsi otak. Gangguan neurobiologist ditandai dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi dan gangguan proses pikir : waham atau umumnya dikenal dengan penyakit psikotik. 2.
Psikodinamika
Gangguan respon neurobiologis atau respon neurobilogis yang maladaptif terjadi karena adanya : a.
Lesi pada area frontal, temporal dan limbic sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi. b. Ketidak mampuan otak untuk menyeleksi stimulus. c. Ketidak seimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lainnya. 3.
Isi Pikir
Gangguan isi pikir merupakan ketidak mampuan individu memproses stimulus internal dan eksternal secara akurat. Gangguan ini diidentifikasi dengan adanya waham, yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas (Haber, 1982). Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang budayanya (Rawlin, 1993) dan tidak dapat digoyahkan atau diubah denagn alas an yang logis (Cook & Fontaine, 1987) serta keyakinan tersebut diucapkannya berulang kali.
103
4.
Penyebab Waham Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan. Tanda dan Gejala : · Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi) · Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri) · Gangguan hubungan sosial (menarik diri) · Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan) · Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. Berbagai macam masalah kehilangan dapat terjadi setelah bencana baik itu kehilangan harta benda, keluarga maupun orang yang bermakna. Kehilangan ini merupakan stressor yang menyebabkan stress pada mereka yang mengalaminya. Bila stress ini berkepanjangan dapat memicu masalah gangguan jiwa dan pasien dapat mengalami waham. 1.
Factor presipitasi :
Social – Budaya Teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon neurologis yang maladaptive, misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik (rasa bermusuhan); kehilangan kemandirian dalam kehidupan atau
104
kehilangan harga diri; kerusakan dalam interpersonal dan gangguan dalam hubungan interpersonal; kesepian; tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan. Teori ini mengatakan bahwa terjadinya gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan. 2.
Perilaku
Pengkajian pada klien dengan respon neurobiologis yang maladaptive perlu ditekankan pada fungsi kognitif (proses piker), fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi social. a.
Fungsi kognitif
Pada fungsi kognitif terjadi perubahan pada daya ingat. Klien mengalami kesukaran untuk menilai dan menggunakan memorinya atau klien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek atau jangka panjang. Klien menjadi pelupa dan tidak berminat. ·
Cara berfikir magis dan primitive
Klien menganggap bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang mustahil bagi orang lain, misalnya dapat berubah menjadi superman. Cara berfikir klien seperti anak pada tingkat perkembangan anak prasekolah. ·
Perhatian
Klien gangguan respon neurologis tidak mampu memprtahankan perhatiannya atau mudah teralihkan serta konsentrasinya buruk. Akibatnya klien mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan berkonsentrasi terhadap tugas. ·
Isi piker
Klien tidak mampu memproses stimulus internal dan eksternaldengan baik sehingga terjadi apa yang disebut dengan waham (agama, kebesaran, somatic, curiga, nihilstik, sisip piker, siar piker). ·
Bentuk dan pengorganisasian bicara
105
Klien tidak mampu mengorganisasi pemikiran dan menyusun pembicaraan yang logis serta koheren. Gejala yang sering ditemukan adalah kehilangan asosiasi, tangensial, inkoheren atau neologisme, sirkumstansial, tidak masuk akal. Hal ini dapat diidentifikasi dari pembicaraan klien yang tidak relevan, tidak logis, bizar dan bicara yang berbelit-belit. b. Fungsi persepsi Perubahan atau gangguan yang sering ditemukan pada klien adalah : ·
Depersonalisasi
Klien merasa tubuhnya bukanlah miliknya atau klien merasa dirinya terpisah dengan jati dirinya sendiri. ·
Halusinasi
Klien merasakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan lingkungan atau tidak ada stimulus dari lingkungan. Halusinasi yang sering terjadi adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan.
c. Fungsi emosi Emosi digambarkan dalam istilah mood dan afek. Mood adalah suasana emosi sedangkan afek mengaju kepada expresi emosi, yang dapat diamati dari expresi wajah, gerakan tangan, tubuh dan nada suara ketika individu menceritakan perasaannya. Pada respons neurobiologis yang maladaptif terjadi gangguan emosi yang dapat dikaji melalui perubahan afek : ·
Afek tumpul : kurangnya respon emosional terhadap pikiran, orang lain
atau pengalaman. Klien tampak apatis. ·
Afek datar : tidak tampak expresi aktif, suara monoton dan wajah datar,
tidak ada keterlibatan perasaan.
106
·
Afek tidak sesuai : afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan.
·
Reaksi berlebihan : reaksi emosi yang berlebihan terhadap suatu kejadian.
·
Ambivalen : timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada saat yang
bersamaan. d. Fungsi motorik Respon neurobiologis maladaptif menimbulkan perilaku yang aneh, membingungkan dan kadang-kadang tampak tidak kenal dengan orang lain. Perubahan tersebut adalah : ·
Impulsif : cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan spontan.
·
Manerisme : dikenal melalui gerakan dan ucapan seperti grimasentik.
·
Stereotipik : gerakan yang diulang-ulang tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimulus yang jelas. ·
Katatonia
e. Fungsi social Perilaku yang terkait dengan hubungan sosial sebagai akibat dari respon neurobiologis yang maladaptive adalah sebagai berikut : ·
Kesepian
Perasaan terisolasi dan terasing, perasaan kosong dan merasa putus asa sehingga kllien terpisah dengan orang lain. ·
Isolasi social
Terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan emosional dari lingkungan. Isolasi diri klien tergantung pada tingkat kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada orang lain merupakan inti masalah pada klien. Pengalaman hubungan yang tidak menyenangkan menyebabkan klien menganggap hubungan saat ini membahayakan. Klien merasa terancam setiap ditemani orang lain karena ia
107
menganggap oran tersebut akan mengontrolnya , mengancam, menuntutnya. Oleh karena itu klien memilih tetap mengisolasi diri dari pada pengalaman yang menyedihkan terulang kembali. 3.
Mekanisme koping
Mekanisme koping yamg sering digunakan klien adalah : a.
Regresi, merupakan usaha klien untuk menanggulangi ansietas.
b.
Proyeksi, sebagai untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
4.
Akibat dari Waham
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan Gejala : · Memperlihatkan permusuhan · Mendekati orang lain dengan ancaman · Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai · Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan · Mempunyai rencana untuk melukai
5. Jenis-jenis Waham Waham dapat diklasifikasikan menjadi delapan macam : 1. Waham agama : Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan, diungkapakan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
108
2. Waham kebesaran : Klien yakin bahwa ia memiliki kebesaran dan kekuasaan khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. 3. Waham somatik : Klien yakin bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. 4. Waham curiga : Klien yakin bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. 5. Waham nihilistik : Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi/meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. 6. Waham sisip pikir : Klien yakin bahwa ad aide atau pikiran orang lain yang disisipkan kedalam pikirannya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. 7. Waham siar pikir : Klien yakin orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun tidak dinyatakannya kepada orang tersebut , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. 8. Waham kontrol pikir : Klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar, , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. 3.6. Proses terjadinya waham: 1.
Perasaan di ancam oleh lingkungan, cemas, merasa sesuatu yang
tidak menyenangkan terjadi
109
2.
Mencoba mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek dari realitas
dengan menyalahartikan kesan terhadap kejadian 3.
Individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada lingkungan
sehingga perasaan, pikiran dan keinginan negative/tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal 4.
Individu mencoba memberi pembenaran/rasional/alasan interprestasi
personal tentang realita pada diri sendiri atau orang lain. 6. Tanda dan Gejala Waham Untuk mendapatkan data waham, Saudara harus melakukan observasi terhadap perilaku berikut ini :
f.
Waham kebesaran :
Contoh “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya memiliki tambang emas..” g.
Waham curiga :
Contoh “saya tahu seluruh keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya...” h.
Waham agama :
Contoh “kalau saya masuk surge, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari..” i.Waham somatic : Contoh “saya sakit kanker..” setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker j.
Waham nihilistic :
110
Contoh “inilah alam kubur..dan semua yang ada disini adalah roh-roh..”
Tanda dan Gejala Umum : · Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan · Klien tampak tidak mempunyai orang lain · Curiga · Bermusuhan · Merusak (diri, orang lain, lingkungan) · Takut, sangat waspada · Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas · Ekspresi wajah tegang · Mudah tersinggung
7. Prinsip tindakan keperawatan pada waham; 1. Tetapkan hubungan saling percaya 2.
Identifikasi isi dan jenis waham
3.
Kaji intensitas, frekuensi, dan lamanya waham
4.
Identifikasi stressor waham
5.
Identifikasi stressor terbesar yang dialami baru-baru ini
6.
Hubungan unsure waham dan onset stress
111
7.
Jika klien bertanya apakah anda percaya pada waham tersebut, katakan
bahwa itu merupakan pengalaman klien 8. Penuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh waham 8.
Sekali waham dimengerti, hindari dan jangan mendukung pembicaraan
berulang tentang waham
2.7. Rencana tindakan keperawatan perubahan proses pikir: waham 1.
Bina hubungan yang saling percaya
2.
Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
3.
Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang tidak dipenuhi
4.
Bantu klien berhubungan dengan realita
5.
Libatkan keluarga
6.
Ajar klien memanfaatkan obat dengan benar
2.8. Strategi Merawat Pasien Waham 1.
Tempatkan waham dalam kerangka waktu dan identifikasi pemicu
2.
Kaji intensitas, frekuensi, dan lamanya waham
3.
Identifikasi komponen emosional waham
4.
Amati adanya bukti pemikiran konktrit
5.
Amati pembicaraan yang menunjukan gejala gangguan pemikiran
6.
Amati kemampuan pasien untuk menggunakan pertimbangan sebab
akibat secara akurat
112
7.
Bedakan antara gambaran pengalaman dan kenyataan yang terjadi dan
arti dari kenyataan tersebut 8. Secara cermat, tanyakan pada pasien tentang kenyataan yang terjadi dan arti kenyataan tersebut 9. Diskusikan tentang waham dan konsekuensinya 10. Tingkatkan distraksi sebagai cara untuk menghentikan focus pada waham
2.9. 1. 1.1.
Penatalaksanaan Keperawatan Pengkajian Wawancara
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara pada pasien dan keluarga, adalah : a. Memperlihatkan permusuhan b. Mendekati orang lain dengan ancaman c. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai d. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan e. Mempunyai rencana untuk melukai Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham : a.
Apakah pasien memiliki pikiran/isi piker yang berulang-ulang dan
menetap? b.
Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah
pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
113
c.
Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnnya
aneh dan tidak nyata? d.
Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya?
e.
Apakah pasien pernah merasakan diawasi atau dibicarakan oleh orang
lain? f.
Apakah pasien berfikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol orang
lain atau kekuatan dari luar? g.
Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
1.2.
Observasi
Tanda dan gejala waham yang dapat diobservasi: a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan b. Klien tampak tidak mempunyai orang lain c. Curiga d. Bermusuhan e. Merusak (diri, orang lain, lingkungan) f. Takut, sangat waspada g. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas h. Ekspresi wajah tegang
114
i.
Mudah tersinggung
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor , sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi : 1.
Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal masuk rumah sakit , informan, tangggal pengkajian, No rumah klien dan alamat klien. 2.
Keluhan Utama
Keluhan biasanya sering berbicara diluar kenyataan, komunikasi kurang atau tidak ada,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen. 3.
Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah , PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama. 4.
Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien. 5.
Aspek Psikososial
115
Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
6.
Konsep diri
a. citra tubuh : Menolak dilihat dan disentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh. Mendekati orang lain dengan ancaman. Menyentuh orang lain dengan menakutkan. Mempunyai rencana untuk melukai. b. Identitas diri Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan. c. Peran Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK. d. Ideal diri Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi. e. Harga diri Perasaan marah terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, mencederai diri. f. Status Mental Kontak mata klien seperti mencurigai, kurang dapat memulai pembicaraan, klien kurang mampu berhubungan dengan orang lain. 7.
Aspek Medik
116
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas 2.9.2. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. 2. kerusakan interaksi social, waham.
2.9.3. Tindakan keperawatan Tindakan keperawatan yang umum untuk gangguan neurobiologist No.
Prinsip
Rasional
Tindakan
1.
Menciptakan
Lingkungan fisik
Lingkungan
lingkungan
dan psikososial
fisik :
teurapeutik.
yang teurapeutik akan menstimulus kemampuan orientasi realitas.
1)
Tempatkan
klien pada ruangan yang tenang dan cukup terang (siang atau malam). 2)
Cukup
stimulus untuk waktu (kalender, jam), tempat (nama-nama tempat), berita (Koran, radio, tv, majalah), kegiatan berupa
117
jadwal harian, mingguan atau bulanan. Lingkungan psikososial : 1)
Sikap
perawat, tim kesehatan dan keluarga yang bersahabat, penuh perhatian, lembut dan sangat. Bina hubungan saling percaya : 1)
Tunjuk
perawat yang bertanggung jawab pada klien. 2)
Tingkatkan
kontak klien dengan lingkungan social secara bertahap. 3)
Beri
stimulus untuk interaksi dengan
118
lingkungan.
2.
Memenuhi
1)
Klien yang
kebutuhan
terganggu
kebutuhan
biologis.
orientasi realitas
fisiologis klien,
dapat cedera dan
makan, tidur
tidak perduli
dan kegiatan.
terhadap kebutuhan biologis. 2)
1)
Perhatikan
2)
Perhatikan
tanda-tanda yang
Pada
membahayakan
awalnya perawat
klien dan orang
harus
lain
memperhatikan
dilingkungan.
pemenuhan kebutuhan secara adekuat.
3)
Latih klien
melakukan kegiatan seharihari, makan, mandi, dll. 4)
Sertakan
keluarga untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis dan pelaksanaan ADL. 3.
Mengembangkan
Klien perlu
1)
Bantu
orientasi realitas
mengembangkan
klien untuk
kemampuan
mengenal
119
klien.
menilai realitas secara adekuat agar klien dapat beradaptasi dengan lingkungan.
persepsinya. 2)
Beri
umpan balik tentang perilaku klien tanpa menyokong atau membantah kondisinya. 3)
Kontak
sering dan singkat oleh perawat dan tim kesehatan lain. 4)
Beri
kesempatan klien untuk mengungkapkan persepsi dan daya orientasi. 5)
Bicarakan
topik-topik yang berkaitan dengan orientasi diri sendiri, orang lain dan lingkungan. 6)
Bantu dan
tingkatkan konta social secara
120
bertahap. 4.
Meningkatkan
1)
Peningkatan
harga diri klien.
harga diri akan
kesempatan
meningkatkan
mengungkapkan
percaya diri
perasaan.
sehingga kecemasan klien berkurang. Keadaan ini akan membantu klien
1)
2)
Beri
Beri respon
yang tidak menghakimi dan tidak menyalahkan.
berhubungan dengan
3)
lingkngan.
setiap pendapat
2)
Mendorong
Hargai
klien.
pengulangan
4)
Bantu
perilaku yang
klien
positif.
mengidentifikasi hal-hal positif pada dirinya. 5)
Berikan
penghargaan terhadap aspek positif yang dimiliki klien. 6)
Bimbing
klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan
121
kesenangannya. 7)
Berikan
pujian setiap kali klien melakukan kegiatannya dengan baik. 8)
Beri
kesempatan klien untuk sukses dala kegiatannya.
122
2.9.4. Strategi Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien Waham 1. SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan, mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. a. Orientasi (Perkenalan): “Assalammu’alaikum” “Saya S … … …., Saya senang dipanggil Ibu Ser … … …, Saya perawat di ruang Mawar ini… yang akan merawat Ibu.” “Siapa nama anda? Senang dipanggil siapa?” “Apa keluhan R hari ini? ”Bagaimana kalau kita berbincang-bincang? Di mana enak nya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, R? Bagaimana kalau 15 menit.” b. Kerja : “Saya mengerti R merasa bahwa R adalah seorang artis, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus R?” “Tampaknya R gelisah sekali, bisa R ceritakan apa yang R rasakan?” “O…jadi R merasa takut nanti di atur-atur oeh orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri R sendiri?” “Siapa menurut R yang sering mengatur-atur diri R?” “Kalau R sendiri inginnya seperti apa?” “O…bagus R sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri?”
123
“Coba tuliskan rencana dan jadwal tersebut?” “Wah…bagus sekali,jadi setiap harinya abang ingin ada kegiatan di luar rumah karena bosan kalau ada di rumah terus y?” c. Terminasi: “Bagaimana perasaan R setelah kita latihan berkenalan?” “Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus” “Bagaimana kalau jadwal ini abang coba lakukan,setuju R”? “Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?” “Kita berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah R miliki? Mau di mana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini lagi?” 2. SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekkannya a.
Orientasi (Perkenalan) “Asslammualaikum R,bagaimana perasaan nya
saat ini? Bagus!” “Apakah R sudah mengingat-ingat apa saja hobi R?” “Bagaimana kalau kita bicarakan hobby R tersebut?” “Dimana enak nya R mau berbincang-bincang tentang hobi R tersebut?” “Berapa lama R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?” b. Kerja “Apa saja hobby R? Saya catat ya,terus apa lagi?”
124
“Wah..,rupany R pandai menyanyi, tidak semua orang bisa bernyanyi seperti kamu” (atau yang lain sesuai yang di ucapkan pasien). “Bisa R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar bernyanyi,siapa yang mengajarkannya kepada R,di mana?” “Bisa R bernyanyi di depan saya?” “Wah..,bagus sekali suara R” “Coba kita buat jadwal untuk kemampuan R ini ya,berapa kali sehari R bernyanyi?” “Apa yang R harapkan dari kemampuan bernyanyi R ini?” “Ada tidak hobby atau kemampuan R yang lain selain bernyanyi?” c.
Terminasi
“Bagaimana perasaan R setelah kita berbincang-bincang tentang hobby dan kemampuan R?” “Setelah ini coba R bernyanyi sesuai jadwal yang telah kita buat ya?” “Besok kita ketemu lagi ya R?” “Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Di ruang makan saja, setuju?” “Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus R minum,setuju?” 3. SP 3 Pasien
:
Menganjurkan dan melatih cara minum obat
yang benar a. Orientasi (Perkenalan) “Assalammualaikum R” “Bagaiamana R sudah di coba latihan bernyanyi nya? Bagus sekali” “Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu, bagaimana kaau sekarang kita membicarakan tentang minum obat yang R minum?”
125
“Di mana sebaiknya kita berbicara? Di ruang makan?” “Berapa lama R mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?” b. Kerja “Ada berapa macam obat yang R minum / jam berapa saja obat tersebut di minum?” “R perlu meminum obat ini agar pikiran R jadi tenang, dan tidur R juga nyenyak” “Obat nya ada 3 macam, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar R merasa tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar R merasa rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran R jadi teratur. Semuanya ini di minum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”. “Bila nanti setelah minum obat mulut R terasa kering, untuk membantu mengatasi nya R bisa minum dan mengisap-isap es batu”. “Sebelum minum obat ini, R harus mengecek dulu label kotak obat, apakah benar nama R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”. “Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam jangka waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya R tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter”. c. Terminasi “Bagaimana perasaan R setelah kita berbincang-bincang tentang obat yang R minum? Apa saja nama obat nya? Jam berapa minum obat?” “Mari kita masukkan jadwal kegiatan R. Jangan lupa minum obat nya dan nanti saat makan minta sendiri obat nya pada suster”.
126
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya R!” “R, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal yang telah dilaksanakan. “Sampai besok.”
2.9.5.Tindakan keperawatan untuk keluarga a. Tujuan : 1. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien 2. Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh waham nya. 3. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal b. Tindakan : 1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga saat merawat pasien dirumah 2. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien 3. Diskusikan dengan keluarga tentang : ·
Cara merawat pasien waham dirumah
·
Follow up dan keteraturan pengobatan
·
Lingkungan yang tepat untuk pasien
4. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat,dosis,frekuensi,efek samping,akibat penghentian obat).
127
5. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera 6. Latih cara merawat 7. Menyusun rencana pulang pasien bersama keluarga
SP 1 Keluarga :
Membina hubungan saling percaya dengan keluarga,
mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah, dan obat pasien. a. Orientasi (perkenalan) “Assalamualaikum pak / bu,perkenalkan nama saya S, saya perawat yang dinas di ruang ini. Saya yang merawar R selama ini. Nama bapak / ibu siapa, senang nya dipanggil apa?” “Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah R dan cara merawat R dirumah?” “Dimana kita mau berbicara? Bagaimana kalau di ruang wawancara?” “Berapa lama waktu bapak / ibu? Bagaimana kalau 30 menit? b. Kerja “Pak / bu, apa masalah yang Bpk/ibu rasakan dalam merawat R? Apa yang sudah dilakukan R dirumah? Dalam menghadapi sikap anak bapak/ibu yang sudah mengaku-ngaku sebagai artis tetapi kenyataannya bukan artis merupakan salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapi nya. Setiap kali anak bapak/ibu berkata bahwa ia seorang artis maka bapak/ibu mengatakan : “Baoak/ibu mengerti R merasa seorang artis, tapi sulit bagi bapak/ibu untuk mempercayai nya karena R adalah seorang remaja yang biasa saja.”
128
“Kedua, bapak/ibu harus lebih sering memuji R jika ia melakukan hal-hal yang baik.” “Ketiga, hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi dengan R.” “Bapak/ibu dapat berbincang-bincang dengan R tentang kebutuhan yang diinginkan R, missal nya: “Bapak/ibu percaya R punya kemampuan ………..” (kemampuan yang pernah dimiliki oleh R) “Keempat, Bagaimanakalau dicoba lagi sekarang?” (Jika anak mau mencoba berikan pujian) “Bapak/ibu, R perly minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidur nya juga tenang.” “Obat nya ada tigamacam, yang warna nya oranye nama nya CPZ, guna nya agar tenang, yang putih ini nama nya THP guna nya agar pikiran tenang semuanya ini harus diminum secara teratur 3 kali sehari, jam 7 pagi,jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangan dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan R kambuh kembali” (Libatkan keluarga saat memberikan penjelasan tentang obat kepada pasien). R sudah mempunyai jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jadwal jam nya, segera beri pujian.
c. Terminasi “Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berbincang-bincang tentang cara merawat R di rumah?” “Setelah ini coba bapak/ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung ke rumah sakit.”
129
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak/ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat R sesuai dengan pembicaraan kita tadi” “Jam berapa bapak/ibu bisa kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak/bu.”
SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga cara merawat pasien
a. Orientasi (perkenalan) “Assalammualaikum bapak/ibu, sesuai janji dua hari yamg lalu kita sekarang ketemu lagi” “Bagaimana bapak/ibu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari yang lalu?” “Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya bapak/ibu?” “Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke R ya?” “Berapa lama bapak/ibu punya waktu?” b. Kerja “Sekarang anggap saya R yang sedang mengaku-ngaku sebagai artis, coba bapak/ibu praktekkan cara bicara yang benar bila R sedang dalam keadaan yang seperti ini” “Bagus,betul begitu caranya” “Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang dimiliki R. Bagus.” “Sekarang coba cara memotivasi R minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai jadwal?” “Bagus sekali, ternyata bapak/ibu sudah mengerti cara merawat R”
130
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung ke R?” (Ulangi lagi semua cara di atas langsung kepada pasien). c. Terminasi “Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berlatih cara merawat R?” “Setelah ini coba bapak/ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak/ibu membesuk R” “Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak/ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat R sampai bapak/ibu lancar melakukan nya.” “Jam berapa bapak/ibu bisa kemari?” “Baik saya tunggu,kita ketemu lagi di tempat ini ya baoak/ibu
SP 3 Keluarga :
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
a. Orientasi (perkenalan) “Assalammualaikum bapak/ibu, karena R sudah boleh pulang, mari kita bicarakan jadwal R selam dirumah” “Bagaimana bapak/ibu, selama bapak/ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat R?” “Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak/ibu duduk disini.” “Berapa lama bapak/ibu punya waktu? Baik 30 menit saja, sebelum bapak/ibu menyelesaikan administrasi di depan.” b. Kerja “Bapak/ibu ,ini jadwal R selama di rumah sakit. Coba diperhatikan. Apakah kira-kira dapat dilaksanakan semua dirumah? Jangan lupa memperhatikan R,
131
agar ia tetap menjalankan dirumah, dan jangan lupa member tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakan).” “Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak bapak/ibu selama dirumah. Kalau misalnya R mengaku sebagai seorang artis terus menerus dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Suster S di Puskesmas Hangtuah, puskesmas terdekat dari rumsh bapak/ibu, ini nomor telepon puskesmasnya: 123456. Selanjutnya suster E yang akan membantu memantau peerkembangan R selama di rumah.” c. Terminasi “Apa yang ingin bapak/ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak/ibu? Sudah siap melanjutkan di rumah?” “Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukkan untuk Sr E di PKM Jaya. Kalau ada apa-apa bapak/ibu boleh juga menghubungi kami. Silahkan menyelesaikan administrasi ke kantor depan.