BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1
DEFINISI DAN PENGERTIAN MASALAH 2.1.1 PENDIDIKAN 2.1.1.1 Definisi Pendidikan •
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi. (sumber: http://www.wikipedia.org)
•
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. ( sumber: UU RI NO 20 tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan Nasional” )
2.1.1.2 Pendidikan Dasar Pendidikan ini merupakan pendidikan awal selama 6 tahun pertama masa sekolah anak-anak. Pada masa 6 tahun ini para siswa mempelajari bidangbidang studi antara lain: - Ilmu Pengetahuan Alam - Matematika - Ilmu Pengetahuan Sosial - Bahasa Indonesia - Bahasa Inggris - Pendidikan Seni Pendidikan Olahraga Di akhir masa pendidikan dasar, para siswa harus mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN) tingkat SD (Sekolah Dasar) untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu pendidikan menengah (SMP / Sekolah Menengah Pertama)
2.1.2 PENDIDIKAN INKLUSI
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
3
2.1.2.1 Konsep Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkelainan yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”. Secara hirarkis, Deno (1970) mengemukakan alternatif sebagai berikut: 1.Kelas biasa penuh 2.Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di dalam, 3.Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di luar kelas, 4.Kelas khusus dengan kesempatan bergabung di kelas biasa, 5.Kelas khusus penuh, 6.Sekolah khusus, dan 7.Sekolah khusus berasrama.
2.1.2.2 Model Pendidikan Inklusi Indonesia Alternatif Penempatan Melihat kondisi dan system pendidikan yang berlaku di Indonesia, model pendidikan inklusif lebih sesuai adalah model yang mengasumsikan bahwa inklusi sama dengan mainstreaming, seperti pendapat Vaughn, Bos & Schumn.(2000). Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut: 1. Kelas reguler (inklusi penuh) Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama 2. Kelas reguler dengan cluster Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus. 3. Kelas reguler dengan pull out
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
4
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler. 6. Kelas khusus penuh Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh), karena sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi berhubung gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian,
bagi
yang
gradasi
kelainannya
sangat
berat,
dan
tidak
memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit). Setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan diterapkan, terutama bergantung kepada: 1. Jumlah anak berkelainan yang akan dilayani, 2. Jenis kelainan masing-masing anak, 3. Gradasi (tingkat) kelainan anak, 4. Ketersediaan dan kesiapan tenaga kependidikan, serta 5. Sarana-prasara yang tersedia.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
5
Komponen Yang Perlu Disiapkan Mutu pendidikan (lulusan) dipengaruhi oleh mutu proses belajarmengajar; sementara itu, mutu proses belajar-mengajar ditentukan oleh berbagai faktor (komponen) yang saling terkait satu sama lain, yaitu: 1.input siswa, 2.kurikulum (bahan ajar), 3.tenaga kependidikan (guru/instruktur/ pelatih), 4.sarana-prasarana, 5.dana, 6.manajemen (pengelolaan), dan 7.lingkungan (sekolah, masyarakat, dan keluarga),
2.1.2.3 Profil Pembelajaran Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusi adalah satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsive terhadap kebutuhan individual
siswa.
Untuk
itu,
Sapon-Shevin
(dalam
Sunardi,
2002)
mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusi, yaitu: 1. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Guru mempunyai tanggungjawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku social yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosialekonomi, suku, agama, dan sebagainya. Pendidikan inklusi berarti penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas. 2. Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar. Pembelajaran di kelas inklusi akan bergerser dari pendekatan pembelajaran kompetitif yang kaku, mengacu materi tertentu, ke pendekatan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerjasama antarsiswa, dan bahan belajar tematik. 3. Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
6
Perubahan dalam kurikulum berkatian erat dengan perubahan metode pembelajaran. Model kelas tradisional di mana seorang guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak di kelas harus bergeser dengan model antarsiswa saling bekerjasama, saling mengajar dan belajar, dan secara aktif saling berpartisipasi dan bertanggungjawab terhadap pendidikannya sendiri dan pendidikan teman-temannya. Semua anak berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi melainkan untuk saling belajar dan mengajar dengan yang lain. 4. Pendidikan inklusi berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu berinteraksi dengan orang lain, pekerjaan mengajar dapat menjadi profesi yang terisolasi. Aspek terpenting dari pendidikan inklusif adalah pengejaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur keterampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama antara guru dengan profesi lain dalam suatu tim sangat diperlukan, seperti dengan paraprofessional, ahli bina bicara, petugas bimbingan, guru pembimbing khusus, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk dapat bekerjasama dengan orang lain secara baik memerlukan pelatihan dan dorongan secara terus-menerus. 5. Pendidikan inklusi berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. Keberhasilan pendidikan inklusif sangat bergantung kepada partisipasi aktif dari orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka dalam penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI) dan bantuan dalam belajar di rumah.
2.1.2.4 Pengembangan Kurikulum 2.1.2.4.1 Lingkup Pengembangan Kurikulum Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap
perkembangan
anak
berkebutuhan
khusus,
dengan
mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
7
Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap: 1. Alokasi waktu, 2. Isi/materi kurikulum, 3. Proses belajar-mengajar, 4. Sarana prasarana, 5. Lingkungan belajar, dan 6. Pengelolaan kelas.
2.1.2.4.2 Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum 1. Modifikasi alokasi waktu Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar
siswa.
Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam. •
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas
normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam. •
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif
normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam; •
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di
bawah normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan seterusnya. 2. Modifikasi isi/materi •
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas
normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat. •
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif
normal
materi
dalam
kurikulum
sekolah
reguler
dapat
tetap
dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
8
•
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di
bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu. 3. Modifikasi proses belajar-mengajar •
Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi
analisis, sintesis,
evaluasi, dan
problem solving,
untuk
anak
berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal; •
Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan
perbedaan individual setiap anak; •
Lebih terbuka (divergent);
•
Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa
di dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain. •
Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan berusaha seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik, “aku-lah sang juara”! Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan berkembang kurang baik. Anak
dapat
menjadi
egois.
Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan pembelajaran kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif, setiap anak dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang dengan baik. Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak akan berkembang harmonis.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
9
•
Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe
visual; ada yang bertipe auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis). Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan.Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja. 4. Modifikasi sarana-prasarana •
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas
normal (anak berbakat), karena mereka haus pengetahuan, dan mereka sering tidak puas kalau belum menemukan pengetahuan sendiri, maka perlu disediakan laboratorium, alat-alat praktikum, dan sumber belajar lainnya yang memadai. •
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif
normal, dapat menggunakan sarana-prasarana seperti halnya anak normal, hanya saja perlu adanya sarana-prasarana tambahan yang disesuaikan dengan karakaterisrtik masing-masing anak berkebutuhan khusus sebagai kompensasi kelainannya. •
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di
bawah normal, karena mereka kesulitan untuk berfikir abstrak maka perlu tambahan sarana-prasarana khusus yang lebih banyak, terutama untuk memvisualisasikan hal-hal yang abstrak agar menjadi lebih konkrit . 5. Modifikasi lingkungan belajar •
Diupayakan lingkungan yang kondusif untuk belajar.
•
Ada sudut baca (perpustakaan kelas).
6. Modifikasi pengelolaan kelas •
Pengelolaan kelas hendaknya fleksibel, yang memungkinkan mudah dilaksanakannya pembelajaran kompetitif (individual), pembelajaran kooperatif (kelompok/berpasangan), dan pembelajaran klasikal
2.2
TINJAUAN TERHADAP PENGGUNA SEKOLAH DASAR INKLUSI
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
10
2.2.1 KLASIFIKASI SISWA PADA SEKOLAH DASAR INKLUSI Pengertian Siswa / Peserta Didik ² A person registrered in an education and pursuing a course of study (Seseorang yang terdaftar pada sebuah lembaga pendidikan dan mengikuti suatu jalur studi). Asa S. Knowles, Editor-in-Chief, The International Encyclopedia of Higher Education, Volume 1, 1977.
² A student is a man or woman, who knows how tp read books. (Seorang peserta didik adalah seorang pria atau wanita yang mengetahui cara membaca buku-buku). The Future of The Indian University
² Peserta didik (siswa) adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertindak sebagai pelaku pencari, penerima dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkannya untuk mencapai tujuan (Aminuddin Rasyad, 2000 : 105)
1) Peserta didik sebagai individu / pribadi ( manusia seutuhnya ) : Individu ini diartikan "Seseorang yang tidak bergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar, juga mempunyai sifat dan keinginan sendiri ( Abu Ahmadi, 1991 ; 39 )
Untuk itu peserta didik harus dipandang secara filosofis, yaitu menerima kehadiran keakuannya, keindividuannya, sebagaimana mestinya ia ada ( eksistensinya ).
2) Peserta didik menurut tahap dan perkembangan umur a. 0 - 7 tahun masa kanak-kanak masa kanak-kanak adalah masa mulai bermain, berkawan, berkomunikasi dengan dunia luar. B. 7 - 14 tahun masa sekolah pada usia-usia 12 tahunan biasanya siswa memasuki masa kritis, dimana pendidik harus lebih memperhatikan dan memberi pengertian, serta bimbingan. C. 14 - 21 tahun puberitas Kata status disini diartikan dengan keadaan peserta didik dipandang secara umum dalam kemampuannya ( kecerdasannya ).
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
11
Kemampuan peserta didik dapat digolongkan 3 kelompok : a. Peserta didik super normal Genius IQ 140 keatas Super normal Gifted IQ 130 - 140 Superior IQ 110 - 130 b. Peserta didik normal Normal dan Normal IQ 90 - 110 c. Peserta didik sub normal Derajat mental Sedikit di bawah Normal Sub Normal / Berdoline IQ 70 - 90 Debil IQ 50 - 70 Sub normal Insibil IQ 25 - 50 Idiot IQ 20 - 25
2.2.1.1 Anak Normal Karakteristik fisik, emosi dan sosial pada anak normal usia sekolah dasar 6-12 tahun adalah sebagai berikut : Umur 6-9 tahun Fisik : 1. Terlihat jelas perbedaan antara angka pertumbuhan dari anak perempuan dan anak laki-laki 2. Nearsightedness may begin develop at 8 years. 3. Usia 6 tahun menggunakan seluruh tubuh untuk beraktifitas dan otot yang besar mulai terbentuk, usia 7 tahun lebih berhati-hati dan
mulai
memperlihatkan keseimbangan tubuh yang baik, 8 tahun memiliki keseimbangan yang baik dan mulai memperhatikan perkembangan tubuhnya. 4. Kebiasaan untuk gugup mulai menghilang pada usia 7 tahun
Emosi : 1. Usia 6 tahun mulai menyatakan kebebasan dirinya dan lebih percaya diri dalam bertindak
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
12
2. Usia 6 tahun menakuti hal-hal yang berbau supernatural. 3. Usia 7 tahun lebih stabil, narsistik, sopan, responsif, berempati, sedikit agresif, dan dapat menggambarkan hubungan antara sebab dan akibat. 4. Usia 8 tahun memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi, mudah terombang ambing oleh perasaan, dan mulai merasakan bagaimana penilaian orang lain terhadap mereka. 5. Usia 7 dan 8 tahun mulai menemukan beberapa keterbatasan mereka, dan mulai ragu-ragu untuk mengerjakan sesuatu yang baru, namun diusia 9 tahun mreka juga mulai menciptakan beberapa gambaran tentang persaingan dan hidup yang mandiri.
Social : 1. Pengaruh keluarga mulai berkurang, teman sebaya menjadi lebih penting , guru menjadi figure yang berkuasa. 2. Usia 6 tahun memiliki banyak konflik internal, yang dapat berakibat tidak diduga. 3. Usia 6 tahun memilih teman bermain dari segi umur dan besar badan ( bukan dari jenis kelamin atau etnik ) dan usia 7 tahun lebih sadar akan status social dan perbedaan etnik diantara mereka. 4. Usia 7 tahun lebih kritis terhadap diri sendiri dan kadang bisa membuat diri menjadi frustasi. 5. Usia 7 tahun mulai menyenangi pertemanan yang akrab, dan usia 8 tahun lebih membangun hubungan sosialnya 6. Usia 7 tahun lebih sadar akan posisi dirinya diantara teman sebaya dan anak laki-alaki dan perempuan bermain dalam kelompok yang terpisah. 7. Usia 8 tahun lebih memilih berhubungan dan meminta pendapat teman, dan memperlihatkan pengendalian diri yang lebih serta kesopanan dalam bergaul..
Umur 9-10 tahun Fisik : 1. Lebih berdaya tahan terhadap penyakit
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
13
2. Steady increases in body measurements : height and weight (girls and boys) and muscle growth 3. Memiliki keeimbangan tubuh yang baik 4. Beberapa tidak merasa nyaman dengan kegiatan olahraga 5. Beberapa anak perempuan mulai menunjukkan gejala pubertas.
Emosi : 1. Takut dikucilkan dari pergaulan 2. Mudah untuk meledak, namun juga berusaha untuk mengendalikannya. 3. Usia 10 tahun memiliki watak yang lebih sulit ditebak, kadang suka mencari perhatian, dan dapat marah dengan tiba-tiba 4. Usia 10 tahun takut terutama pada ketinggian dan kegelapan 5. Usia 11 tahun, takut sekolah, teman-teman, keselamatan orang tua, binatang yang aneh, kejadian-kejadian dunia seperti perang, biasanya cepat marah, bahkan pada anak laki-laki dapat diikuti dengan perkelhian
Social : 1. Berkumpul hanya dengan teman satu jenis 2. Membangun hubungan pertemanan yang sangat dekat, dengan beberapa orang 3. Hubungan
dengan
keluarga
terkadang
menjadi
kurang
penting,
dibandingkan dengan teman sebaya.
Usia 12-14 tahun Fisik : 1. Enter pubescence, puberty and postpubesence 2. Activated primary and secondary sex characteristic
Emosi : 1. Emotions vacillate, responses are inconsistent 2. 12 years old may develop a derogatory sense of humor to control emotions. 3. 13 years old withdraw from others, tending toward secrecy and sullenness
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
14
4. 14 years old use derogatory humor as defense and primary form of communication
Social : 1. Motivated by desire to fit in with peers, which prevents individual expression but emboldens adolescents to assert independence from home. 2. Peer groups are exclusive and develop from single sex to coed 3. Intensely drawn to a best friend, believing that only this other persons understands
2.2.1.2 Anak Berkebutuhan Khusus Untuk mengidentifikasi apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan, perlu terlebih dahulu dirumuskan pengertian anak dengan kebutuhan khusus, karakteristik (ciri-ciri) anak dengan kebutuhan khusus, baru kemudian dirumuskan hal-hal yang berkaitan dengan identifikasi.
2.2.1.2.1 Pengertian Anak Dengan Kebutuhan Khusus Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan pendidikan inklusi, anak dengan kebutuhan khusus akan dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah reguler. Jika di luar 9 jenis tersebut masih dijumpai di sekolah, maka guru dapat bekerjasama dengan pihak lain yang relevan untuk
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
15
menanganinya, seperti anak-anak autis, anak korban narkoba, anak yang memiliki penyakit kronis, dan lain-lain. Secara singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut Tunagrahita Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus.
Lamban belajar (slow learner) : Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita.
Dalam
beberapa
hal
mengalami
hambatan
atau
keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2.2.1.2.2 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Grahita dan Lamban Belajar Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan identifikasi, di bawah ini akan disebutkan ciri-ciri yang menonjol dari masing-masing jenis anak dengan kebutuhan khusus.
Tunagrahita a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/ besar, b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia, c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
16
d. Tidak
ada/kurang
sekali
perhatiannya
terhadap
lingkungan
(pandangan kosong), e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali), f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)
Anak Lamban Belajar a. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6), b. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya, c. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat, d. Pernah tidak naik kelas.
2.2.1.3 Pengertian Belajar
² Cronbach (1954) berpendapat : Learning is shown by a change in behaviour as result of experience ; belajar dapat dilakukan secara baik dengan
jalan
mengalami.
² Menurut Spears : Learning is to observe, to read, to imited, to try something themselves, to listen, to follow direction, dimana pengalaman itu
dapat
diperoleh
dengan
mempergunakan
panca
indra.
² Robert. M. Gagne dalam bukunya : The Conditioning of learning mengemukakan bahwa : Learning is a change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and wich is not simply ascribable to process of growth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. Dalam teori psikologi konsep belajar Gagne ini dinamakan perpaduan antara aliran behaviorisme dan aliran
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
instrumentalisme.
17
² Lester.D. Crow and Alice Crow mendefinisikan : Learning is the acuquisition of habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap.
² Hudgins Cs. (1982) berpendapat Hakekat belajar secara tradisional belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku, yang
mengakibatkan
adanya
pengalaman
.
² Jung , (1968) mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman.
² Ngalim Purwanto, (1992 : 84) mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu
hasil
dari
latihan
atau
pengalaman.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat
dikatakan
bahwa
belajarnya
belum
sempurna.
2.2.1 MANAJEMEN SEKOLAH INKLUSI 2.2.1.1 Tugas Dan Kedudukan 1. Kepala Sekolah Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai manajer, administrator, educator, dan supervisor.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
18
a. Kepala Sekolah adalah penanggung jawab pelaksanaan pendidikan sekolah, termasuk di dalamnya adalah penanggung jawab pelaksanaan administrasi sekolah. b. Kepala Sekolah mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan, mengawasi, dan mengevaluasi seluruh proses pendidikan di sekolah, meliputi aspek edukatif dan administratif, yaitu pengaturan: 1) administrasi kesiswaan 2) administrasi kurikulum 3) administrasi ketenagaan 4) administrasi sarana-prasarana 5) administrasi keuangan 6) administrasi hubungan dengan masyarakat 7) administrasi kegiatan belajar-mengajar.
2. Tata Usaha Kepala Tata Usaha adalah penanggung jawab pelayanan pendidikan di sekolah.Ruang lingkup tugasnya adalah membantu Kepala Sekolah dalam menangani pengaturan: A. Administrasi kesiswaan b. Administrasi kurikulum c. Administrasi ketenagaan d. Administrasi sarana-prasarana e. Administrasi keuangan f. Administrasi hubungan dengan masyarakat g. Administrasi kegiatan belajar-mengajar.
3. Wakil Kepala Sekolah a. Tugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas Kepala Sekolah dan dalam hal tertentu mewakili Kepala Sekolah baik ke dalam maupun keluar, bila Kepala Sekolah berhalangan. Ru
4. Guru A. Guru Kelas
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
19
1. Pengertian Guru kelas adalah pendidik/pengajar pada suatu kelas tertentu di Sekolah Dasar yang sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan, bertanggungjawab atas pengelolaan pembelajaran dan adiministrasi kelasnya. Kelas yang dipegangnya tidak menetap, dapat berubah ubah pada setiap tahun ajaran sesuai dengan kondisi sekolah. Guru kelas biasanya ada pada kelas-kelas bawah, yaitu kelas 1, 2 dan 3. 2. Tugas Tugas Guru Kelas antara lain sebagai berikut: a. Menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga anak-anak merasa nyaman belajar di kelas/sekolah. b. Menyusun dan melaksanakan asesmen pada semua anak untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya c. Menyusun program pembelajaran individual (PPI) bersama-sama dengan guru pendidikan khusus. d. Melaksanakan kegiatan belajar-mengajar dan mengadakan penilaian untuk semua mata pelajaran (kecuali Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan Olahraga) yang menjadi tanggung jawabnya. e. Memberikan program remedi pengajaran (remedial teaching), pengayaan/ percepatan bagi siswa yang membutuhkan. f. Melaksanakan administrasi kelas sesuai dengan bidang tugasnya. 3. Kedudukan Guru Kelas berkedudukan di Sekolah Dasar Reguler yang ditetapkan oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah.
B. Guru Mata Pelajaran 1. Pengertian Guru Mata Pelajaran adalah guru yang mengajar mata pelajaran tertentu sesuai kualifikasi yang dipersyaratkan. Di Sekolah Dasar, biasanya untuk mata pelajaran Pendidikan Agama serta mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga diajarkan oleh Guru Mata Pelajaran, sedangkan mata pelajaran lain oleh Guru Kelas. Tetapi pada sekolah-sekolah besar (yang memiliki lebih dari 12 rombongan belajar) dan tenaga gurunya cukup banyak, biasanya untuk
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
20
kelas-kelas akhir (IV, V, dan VI) setiap mata pelajaran diajarkan oleh Guru Mata Pelajaran. 2. Tugas Tugas Guru Mata Pelajaran antara lain sebagai berikut: a. Menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga anak-anak merasa nyaman mengikuti pembelajarandi kelas/sekolah. b. Menyusun dan melaksanakan asesmen pada semua anak untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya c. Menyusun program pengajaran inidividual (PPI) bersama-sama dengan guru pendidikan khusus. d. Melaksanakan kegiatan belajar-mengajar dan mengadakan penilaian kegiatan belajar-mengajar untuk mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya; e. Memberikan
program
perbaikan
(remedial
teaching),
pengayaan/
percepatan bagi siswa yang membutuhkan 3. Kedududukan Guru matapelajaran berkedudukan di sekolah dasar yang ditetapkan berdasarkan kualifikasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh sekolah.
C. Guru Pendidikan Khusus 1. Pengertian Guru Pendidikan Khusus adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan khusus tentang pendidikan
luar
biasa.
2. Tugas Tugas Guru Pembimbing Khusus antara lain sebagai berikut: a. Menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan guru kelas dan guru matapelajaran. b. Membangun sistem koordinasi antara guru, pihak sekolah dengan orang tua siswa. c. Memberikan bimbingan kepada anak berkelainan, sehingga anak mampu mengatasi hambatan/kesulitannya dalam belajar.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
21
d. Memberikan bantuan (sharing pengalaman) kepada guru kelas dan/atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan khusus kepada anak luar biasa yang membutuhkan.
2.2.1.2 Pengertian Mengajar
² Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah " . Suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu ".
² Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar ialah . A way working with students ... A process of interaction . The teacher does something to student, the students do something in return. Dari definisi itu tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
² Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah " . Suatu aktivitas mengorganisasi
atau
menghubungkannya
mengatur
dengan
anak,
lingkungan sehingga
sebaik-baiknya terjadi
proses
dan
belajar".
² Tardif (1989) mendefinisikan, mengajar adalah . Any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar.
² Biggs (1991), seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam
pengertian
yaitu
:
a. Pengertian Kuantitatif dimana mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebai-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
22
jawab
pengajar.
B. Pengertian institusional yaitu mengajar berarti . The efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda
bakat
,
kemampuan
dan
kebutuhannya.
C. Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna
dan
pemahamannya
sendiri.
Dari definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar dan tujuan pengajaran tercaqpai.
2.3 KRITERIA DAN STANDAR DESAIN PADA SEKOLAH INKLUSI 2.3.1 ARAH JALAN Berhubungan dengan pertanyaan penempatan fasilitas adalah isu tentang bagaimana siswa bisa mengenali dirinya sendiri dan mencari arah di dalam lingkungan sekolah. Petunjuk dan Tata Letak Penempatan sekolah akan mempengaruhi bagaimana siswa mampu menghindarkan dirinya dari ketersesatan. Ketika memutuskan untuk menempatkan sebuah fasilitas baru maka penting untuk memperhatikan beberapa hal berikut ini:
Area masuk harus terlihat jelas dan bila ada meja informasi, harus cukup rendah untuk dapat dijangkau oleh siswa yang menggunakan kursi roda.
Perlu mempertimbangkan rumitnya rute dan aktivitas yang harus ditempuh oleh siswa dari luar ketika harus menempuh perjalanan.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
23
Tingkat kebisingan, bau dan indikasi non visual lain harus dihilangkan dari ruang-ruang
membantu
memberikan
petunjuk
kepada
siswa
untuk
menemukan jalannya sendiri. Struktur bangunan dapat menjadi indikasi sebuah perubahan dalam aktivitas di tingkat yang terbatas, seperti penggunaan warna atau penyusunan rak sebagai pembatas yang dapat menunjukkan tempat kedatangan kepada siswa dan perlunya perubahan dalam perilaku. Fitur tata letak seperti tempat duduk, area pajangan, dan gedung dapat membantu siswa mengenali diri dan bergerak secara bebas di lingkungan sekolah. Pandangan ke luar dan ke bagian bangunan lain juga dapat membantu siswa menemukan jalannya sendiri. Penggunaan warna, tekstur, audio, penerangan, dan tanda arah dapat membantu siswa mengenali diri dan memudahkan pergerakannya di lingkungan sekolah. Sirkulasi di ruang terbuka yang luas dapat menyulitkan siswa, terutama untuk mereka yang memiliki gangguan penglihatan. Di area tersebut, penting untuk menentukan rute atau area dengan tekstur dan batas lantai yang berbeda. Pada waktu yang sama, pola yang jelas dan kontras pada penutupan dinding dan lantai dapat membingungkan, terutama pada siswa yang memiliki gangguan penglihatan sehingga penutupan itu harus digunakan secara selektif. Tanda Rambu-rambu Saat ini seni merancang sebuah simbol dan rambu-rambu dengan telah berkembang dengan cepat. Sangatlah penting mempertimbangkan hal ini dalam desain sekolah. Seni merancang simbol dan rambu-rambu terus berkembang dan oleh karena itu perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
Membuat perbedaan yang jelas di antara rambu-rambu yang menunjukkan arah dan rambu-rambu yang menunjukkan kedatangan.
Desain rambu-rambu harus dibuat dengan warna berbeda, tidak mencantumkan tulisan, sederhana dan penggunaan simbol yang konsisten serta menunjukkan informasi yang jelas, termasuk Braille.
Rambu-rambu harus dipasang dengan ketinggian yang sesuai.
Rambu-rambu perlu ditempatkan dengan cermat sehingga bisa membantu siswa melihat arah jalan dengan memberikan informasi yang berhubungan atau keterangan sepanjang jalan yang dilalui.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
24
Penggunaan
rambu-rambu
yang
diaktifkan
lewat
suara
juga
perlu
dipertimbangkan.
Selain itu, penting juga untuk memikirkan tentang ketinggian rambu-rambu. Di sini tidak ada ketinggian yang sempurna. Ketinggian siswa bervariasi dan siswa yang melewatinya mungkin kesulitan untuk melihat rambu-rambu ketika terhalang oleh siswa lain yang naik di atas kursi. Tetapi, lebih baik untuk menempatkan rambu-rambu lebih rendah daripada lebih tinggi.
Beberapa rambu-rambu dibuat bukan dalam bentuk tulisan. Sebagai contoh, jalur di sepanjang koridor dapat dilengkapi dengan tombol-tombol pemisah di bagian bawah atau dipasang di sudut untuk menunjukkan bahwa siswa tengah mendekati pintu.
2.3.2 PINTU MASUK
Area pintu masuk harus bisa dibedakan dengan mudah lewat desainnya, lokasi dan penerangan.
Rambu-rambu, termasuk rambu bersifat fisik, harus digunakan untuk menandai area pintu masuk gedung dan fitur desain seperti bangunan, tempat duduk dan tactile paving yang harus disusun untuk memberikan jalur rute yang nyata.
Jalan menuju area pintu masuk harus mudah dilalui dan permukaan pintu luar cocok untuk pengguna kursi roda.
Furniture pintu harus mudah dipegang dan dioperasikan, dan dorongan yang diperlukan untuk menghasilkan daya penutup pintu harus tetap minimum.
Batas ketinggian harus jelas dan jika mungkin memiliki tingkat yang mutlak.
Pada permukaan lantai di pintu eksterior, harus dibuat pintu masuk dan perawatan harus diberikan untuk menghindari kerusakan.
Pintu yang dioperasikan secara otomatis mungkin cocok di beberapa lokasi di mana pintu sering dilalui dan mudah diakses dengan konservasi energi tinggi. Pintu otomatis yang bergerak ke arah pengguna dapat membahayakan dan harus diberi rambu yang sesuai. Pintu otomatis tidak boleh terlalu dekat dengan manusia.
Jika perlu, pintu masuk harus memberikan zona transisi sehingga siswa yang memiliki gangguan penglihatan bisa menyesuaikan diri dari eksterior yang terang ke ruang interior yang lebih redup.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
25
Meja informasi harus diberi tanda yang jelas, posisinya lebih rendah, dan dapat menyediakan bantuan yang diminta. Downlight harus ditutup dengan baik di atas meja di mana siswa yang memiliki gangguan pendengaran bisa membaca gerak bibir.
Ruang tunggu harus disediakan juga untuk orang tua, carers, ahli terapi, dan ruang pengguna kursi roda.
Ruang penyimpanan harus disediakan untuk menyimpan kursi roda. Perlu ada ruang yang cocok untuk siswa dalam menyimpan peralatan pribadi mereka.
2.3.3 SIRKULASI Sirkulasi di Lantai Dasar Sekolah Isu ketiga berhubungan dengan bagaimana siswa bisa mendapatkan akses ke dalam lingkungan sekolah dari luar. Peningkatan akses ke dalam lingkungan sekolah juga akan memberi manfaat bagi saudara, atau orang tua yang hendak berkunjung, tamu yang menggunakan kursi dorong dan pengunjung lainnya.
Pengaturan jalur ke dan di sekitar sekolah tidak boleh membedakan siswa yang mengalami gangguan fisik dan memerlukan penddkan khusus. Pada dasarnya, semua siswa harus bisa menikmati jalur yang sama.
Perlu adanya titik pemberhentian yang dekat dengan area masuk sekolah yang dilengkapi dengan jalur pengarah ke ruang masuk utama.
Lahan parkir yang luas diperlukan agar memungkinkan siswa yang memiliki kesulitan dalam bergerak bisa keluar masuk kendaraan dengan mudah.
Kerbs harus ditempatkan di antara titik batas dengan pintu masuk utama.
Perubahan tingkat dan jalur eksternal harus meminimalkan efek ketinggian.
Jalur eksternal utama harus diberi tanda dengan jelas, posisinya lebih tinggi dan bebas dari penghalang seperti cabang-cabang gantungan yang terlalu tinggi.
Permukaan yang rendah harus diperlihatkan dengan jelas dan semua permukaan pintu keluar tidak dibuat bergeser. Ketinggian jalur adalah berbanding 1:20 jika tidak lebih dari 10 meter, dan berbanding 1:16 jika tidak lebih dari 6 meter atau berbanding 1:12 jika tidak melebihi 3 meter.
Perlu disediakan pilihan bagi siswa untuk bisa menggunakan tangga turunan ketika sebagian siswa ingin menggunakannya.
Jalur harus memungkinkan ruangan bisa dilewati dengan mudah dan memiliki sudut yang jelas.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
26
Tanaman dapat memberikan petunjuk dan informasi orientasi yang penting.
Tangga keluar harus memiliki jalur yang konsisten dan bebas dari kebisingan, dan penyangga tangan pada ketinggian yang sesuai.
Sirkulasi di Dalam Gedung Sekolah Ketika mempertimbangkan tatanan desain baru atau adaptasi dengan lingkungan sekolah yang ada, maka penting untuk memperhatikan bagaimana siswa bisa bergerak bebas di sekolah. Kendala fisik apa saja yang bisa menghambat pegerakan? Bagaimana mungkin siswa yang memiliki keterbatasan fisik dan perlu pendidikan khusus bisa keluar dengan aman dalam situasi darurat? Bagaimana mungkin siswa bisa mengenali dirinya sendiri dan terhindar dari kesesatan? Di sini ada beberapa isu yang perlu diperhatikan. Pergerakan Horisontal
Ruangan harus berada pada area di mana siswa bisa dilewati oleh siswa dengan mudah. Jika tidak bisa menghindari ruang yang terlalu sempit maka pintu menuju ruangan keluar utama idealnya harus memiliki pintu berukuran 1000 mm.
Memudahkan pengguna kursi roda untuk memutar balik arah dengan jarak diameter kurang dari 1500 mm.
Pada sekolah yang besar dan memiliki lobby, harus memberikan ruang yang cukup untuk siswa yang menggunakan kursi roda untuk bergerak bebas ke pintu utama dan ke arah lainnya.
Jika diperlukan pintu ganda di beberapa koridor, maka salah satu pintunya harus bisa terbuka dengan lebar minimal 750.
Jalur tidak boleh terhalang. Komponen alat pemadam kebakaran harus dipasang pada posisi yang mudah dilihat tetapi tidak mengganggu siswa.
Penutup lantai perlu digunakan untuk memudahkan pergerakan dan membuat siswa merasa aman ketika jatuh. Untuk kemudahan penggunaan kursi roda, permukaan lantai harus dibuat secara kokoh, dan tanpa arah. Beberapa karpet bantalan yang tebal dapat menimbulkan masalah bagi pengguna kursi roda atau pengguna yang membutuhkan bantuan dalam bergerak. Hubungan di antara permukaan tidak boleh menyebabkan gangguan dalam bergerak dan pandangan, misalnya menunjukkan arah tangga padahal tidak ada.
Permukaan lantai tidak boleh licin sekalipun dalam keadaan basah.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
27
Pergerakan Vertikal Perubahan tingkat dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk menggunakan tangga, ramp, lift, platform lift dan stair lift pada kondisi yang jelas.
Dalam banyak kasus, perubahan tingkat harus dibuat dengan jelas untuk menghindari agar siswa tidak mudah jatuh atau kehilangan keseimbangan. Upaya ini dapat ditempuh dengan menggunakan warna dan tone, perubahan tekstur, penerangan dan rambu-rambu.
Penyangga tangan harus tetap dipasang di kedua sisi ketika terjadi perubahan tingkat.
Di bagian tangga, nosing harus diberi tanda dengan jelas.
Penyangga tangan harus di pasang di kedua sisi tangga. Jika tangga ini tidak berjenjang maka penyangga harus dipasang pada jarak pendek di atas dan bawah agar siswa bisa menjaga keseimbangan dan beristirahat.
Desain yang berbeda untuk ukuran dan bentuk penyangga tangan dapat memberikan perlindungan dan dukungan atau befungsi sebagai indicator perubahan. Desain penyangga tanggan juga perlu memberikan kemudahan saat dipegang oleh siswa yang mengalami gangguan fisik.
Pada sekolah yang menggunakan lift. Chairlift tidak boleh digunakan di lingkungan sekolah. Platform lift dapat digunakan saat perubahan tingkat di dalam storey, tetapi platform lift di antara storey cukup berbahaya dan membutuhkan penutup.
Stairlift tidak boleh dipegunakan tetapi bisa menjadi solusi tunggal untuk bangunan jika tidak ada ruang yang tersedia untuk pemasangan tangga, atau tidak ada ruang yang cukup lebar untuk konfersi ke platform lift saat meninggalkan ruangan.
Pintu Keluar dan Pintu-pintu Lain Pintu keluar dan pintu-pintu lain yang dirancang kurang baik bisa menjadi penghambat bagi pergerakan.
Pembukaan pintu paling tidak bisa selebar 800 mm.
Batas pembuka harus selebar mungkin.
Sewaktu berkonsultasi dengan petugas pemadam kebakaran, maka perlu dibuat jalan keluar selain pintu. Pintu keluar saat kebakaran harus bisa terbuka dan terhubung dengan tombol alarm.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
28
Rangka pintu dan daun pintu harus terlihat jelas untuk membantu siswa terutama yang memiliki gangguan penglihatan untuk membedakan pintu dari dinding sekelilingnya.
Jika perlu, pintu tidak boleh berbobot terlalu berat sehingga mudah dibuka. Mekanisme tombol pembuka mungkin diperlukan jika pintu berat dan ada waktu yang memungkinkan siswa bergerak perlahan untuk melewatinya.
Peralatan pintu harus mudah dipegang dan dioperasikan, terlihat jelas dan kontras dengan latar belakangnya.
Panel yang terlihat jelas harus dipasang pada tingkat yang berbeda agar siswa dan mereka yang menggunakan kursi roda bisa melihat ke dalam ruangan. Penting untuk diketahui bahwa bagi kebanyakan anak panel yang dapat terlihat jelas bisa berbahaya jika tidak menggunakan kaca pengaman.
Pintu Darurat Sehubungan dengan keselamatan anak didik, maka vandalisme dan perlindungan terhadap peralatan yang melahirkan isu keamanan menjadi perhatian utama. Berbagai langkah pengukuran seperti memastikan semua pintu keluar termasuk pintu darurat bisa menimbulkn konflik di antara kemampuan akses fisik, keamanan, dan keselamatan. Beberapa dari konflik tersebut bisa diatasi dengan memperkenalkan simulasi seperti bel pintu dan pintu yang dioperasikan oleh pengungkit. Prosedur manajemen yang diperbaharui juga dapat membantu hal tersebut. Jelasnya isu pintu keluar yang aman dalam kasus kebakaran sangat memerlukan perencanaan yang matang dan konsultasi yang detail dengan petugas pemadam kebakaran. Prosedur
Pengaturan keamanan untuk lingkungan sekolah harus diperiksa kemudahan akses masuknya. Misalnya pada sekolah-sekolah besar, pengaturan penggunaan swipe card atau kode masuk ke bagian gedung harus ditentukan dan ditempatkan untuk memaksimalkan akses masuk.
Penting untuk memasukkan kebutuhan siswa di sekolah ke dalam rencana dan prosedur evakuasi. Mampukah siswa melihat, mendengar dan memahami tandatanda bahaya kebakaran?
Dalam beberapa kasus, siswa secara temporer harus menunggu di area yang aman sebelum ditolong ke tempat yang aman. Area yang aman harus disediakan di
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
29
tangga keluar, satu ruang aman disediakan di tingkat atas dan bawah, dan lebar tangga harus memungkinkan untuk evakuasi pengguna kursi roda. Mereka yang menunggu di ruangan aman juga harus bisa berkomunikasi dengan mereka yang mengorganisir evakuasi dengan menggunakan sistem intercom.
Beberapa siswa perlu mendapat bantuan orang dewasa saat melakukan evakuasi secara aman. Bentuk bantuan tersebut, peran yang harus dimainkan oleh anggota staf yang berbeda dan pelatihan harus diberikan, dijelaskan secara tertulis dan dilakukan ujicobanya secara reguler.
Kursi evakuasi bisa diberikan untuk beberapa siswa tetapi tidak semuanya mendapatkan kursi tersebut.
Isu-isu manajemen, seperti menjaga koridor agar tidak rusak, menguji alarm dan menjaga pintu tetap tertutup adalah hal penting untuk menjamin keluar secara aman dalam kasus kebakaran.
Sistem Alarm Kebakaran
Mereka yang bekerja di lingkungan sekolah harus bisa mengembangkan sistem alarm kebakaran dalam berkonsultasi dengan pihak berwenang dalam hal ini petugas pemadam kebakaran.
Sistem alarm dan deteksi kebakaran BS 5834 untuk bangunan gedung memberikan jarak di antara panduan ‘call point’ yang direkomendasikan untuk memecah kaca.
Rambu-rambu call point perlu diperjelas.
Tanda alarm alternatif mungkin perlu dipertimbangkan untuk digunakan, seperti alarm visual, paging system, sinyal getar atau sinyal suara dengan gelombang frekuensi yang dipilih secara khusus.
2.3.4 DESAIN LINGKUNGAN Pencahayaan Dan Warna It is difficult to overstate the importance of good lighting and colour contrasting within school buildings and grounds.
Pencahayaan alami dengan tingkatan yang baik, harus ditempatkan dimanasa bila memungkinkan.
Lights should be positioned where they do not cause glare, reflection, confusing shadows or pools of light and dark that can be misleading, especially for pupils
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
30
with visual impairments.
If possible, all lighting, whether natural or artificial, should be controllable and adjustable to suit the needs of individual pupils. It may not be possible to install lighting controls in all spaces. Although some lighting systems allow them to be added later when needed. This allows the lighting to be adjusted and controlled to suit the needs of individual pupils.
Attention should be paid to the lighting of potentially hazardous areas such as stairwells.
Sudden changes in light level should be avoided as it can be disorientating, especially for pupils with visual impairments.
Wherever possible, glare should be avoided. Glossy wall and floor surfaces give rise to reflections, which can be uncomfortable and cause visual confusion.
Lighting can be used to enhance subtly the impact of variation in colour and contrast, thus providing visual clues to help pupils orientate themselves and find their way around.
Up-lighting, set above standing eye level, can be especially helpful in creating a glare-free environment.
Mains frequency fluorescent lighting can create a magnetic field, which can cause a hum in hearing aids. High frequency fluorescent lighting should be selected to eliminate this problem but you need to check with hearing aid manufacturers that this is the case.
Careful selection of contrasting colours can help differentiate parts of the school. Examples include the designation of different floors and specific teaching areas using different colours.
When considering colour schemes, there is no need to adopt strong contrasts that create garish interiors.
Most pupils with visual impairments can perceive
relatively subtle contrasts. Using relatively small areas of strong colour and large areas of light colour tends to make the most efficient use of natural light and lighting.
The use of contrasting colours also helps pupils identify areas, doorways, electrical switches and other furnishings. The key area of interest to pupils with visual impairments is the space seen when looking downward and within two metres of where they are standing.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
31
Pupils with visual impairments often use the ceiling area of orientation and to identify the size of the space they are in. Adequate contrasting is therefore needed between ceilings and walls.
Audio Tujuan penggunaan audio adalah untuk mengontrol tingkat kebisingan, frekuensi dan waktu gema. Kebutuhan siswa yang mengalami gangguan pendengaran untuk keadaan bahaya perlu mendapat perhatian. Kondisi audio juga memiliki pengaruh besar pada kehidupan siswa yang memiliki gangguan penglihatan, yang menggunakan suara untuk membantu mengenali dirinya, maupun siswa yang bisa mendengarkan tingkat kebisingan. Tentu saja semua siswa perlu mendapatkan kondisi audio yang baik untuk membantu mereka berkonsentrasi dan belajar. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian serius.
Ketika memperhitungkan di mana lokasi gedung yang baik akan dibangun, maka perluasan atau aktivitas yang penting untuk diperhatikan adalah letak sumber kebisingan eksternal (seperti jalan dan taman bermain) maupun aktivitas lain yang bising seperti tempat penyajian hidangan makanan atau tempat bermain musik.
Tingkat kebisingan bisa diatasi dengan menggunakan buffer zone dan pembatas fisik, seperti dinding atau jendela.
Material yang dibutuhkan harus dipilih secara teliti untuk memberikan daya serap audio dalam suatu ruangan. Jumlah serapan mempengaruhi waktu gema. Pemilihan penutup, bubungan tempat dipasangnya audio, karpet dan pinboard semuanya dapat meningkatkan daya serap dalam ruangan sehingga bisa mengurangi waktu gema.
Bentuk dan proporsi ruang akan mempengaruhi kualitas audio. Ruang yang besar, jika dirancang dengan baik, dapat menghasilkan gema yang cukup keras untuk semua siswa terutama mereka yang memiliki gangguan pendengaran agar bisa mengerti apa yang disampaikan lewat pengeras suara. Atap yang tinggi akan mengakibatkan kualitas audio yang sangat berbeda dari ruang dengan atap rendah. Ruang berbentuk L dapat memuat dead spot di mana hal ini menyulitkan pendengaran suara secara jelas. Masalah tersebut dapat diatasi dengan mengubah
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
32
ruangan, yaitu dengan menggunakan bahan yang dapat menyerap suara dan melalui penempatan posisi material difusif yang cermat.
Area ruang terbuka dapat mengakibatkan kesulitan dalam mengontrol audio dan harus dihindari sebisa mungkin. Dalam beberapa kasus, kebisingan dapat ditutupi dengan bunyi lain seperti suara musik atau air.
Pemanas dan Ventilasi
Unit pemanas dan pendingin ruangan harus disetel serendah mungkin dan dijaga agar tingkat kebisingan tetap rendah. Dan jika mungkin, pemakaian pendingin ruangan harus dihindari.
Pemanas dan sistem ventilasi harus bisa dapat dikontrol dan disetel, sesuai kebutuhan siswa secara individu.
2.3.5 UNSUR-UNSUR FUNGSI DAN BANGUNAN GEDUNG Pemasangan dan Kontrol Listrik Ketentuan mungkin diperlukan untuk pengisian baterai di area yang berventilasi baik.
Suplay listrik utama ke cadangan listrik sekolah merupakan medan magnit yang perlu mendapatkan perhatian karena bisa mengakibatkan kebisingan bagi semua siswa yang menggunakan alat bantu pendengaran (hearing aid). Jika memungkinkan, kabel utama harus dijauhkan dari area yang digunakan oleh siswa dan orang lain.
Komputer, overhead projector, dan penerangan dapat mengakibatkan background noise dan mengganggu alat bantu pendengaran.
Induction loop, sistem radio, sistem infra merah dan sistem amplifikasi medan bunyi mungkin perlu dipasang di area di mana siswa yang menggunakan alat bantu pendengaran bisa dengan mudah menerima informasi. Saran
harus
diberikan oleh pihak pabrikan dalam hal memiih dan memasang sistem loop.
Suara bisa mengalir ke luar medan induction loop dan akan mengalami overlap ketika sistem loop ditempatkan berdekatan satu sama lain. Hal ini bisa membuat sistem loop menjadi tidak sesuai di mana kerahasiaan diperlukan: sistem infra merah mungkin lebih cocok. Sistem radio sekarang banyak di gunakan di ruang kelas.
Perlu adanya suplay socket lisrik yang sesuai di seluruh lingkungan sekolah. Ketinggian, warna dan lokasi yang tepat harus dirancang dengan seksama.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
33
Instalasi penerangan yang terkontrol dengan baik, flush toilet yang otomatis dan peralatan listrik lain dapat ditambahkan.
Peralatan amplifikasi bisa dipasang.
Saklar listrik besar dapat memberikan kemampuan manual yang memungkinkan untuk siswa.
Sistem komunikasi dan alarm bisa dipasang untuk siswa dan orang dewasa yang bekerja di sekolah.
Desain Ergonomi Furniture Furniture nyaman yang memungkinkan siswa bisa berpartisipasi dalam aktivitas pendidikan dan sosial adalah bagian terpenting. Akan tetapi, di sini tidak ada ukuran umum di mana desain mengharuskan siswa dalam usia yang berbeda bisa memahami. Sebaliknyaa, tantangan yang dihadapi adalah untuk menciptakan furniture yang muda disesuaikan dan responsif terhadap kebutuhan siswa secara individu. Dalam beberapa kasus, furniture khusus perlu dibeli dari pabrik. Lainnya, furniture siap pakai seperti furniture kantor yang teruji kualitasnya bisa memenuhi kebutuhan siswa. Ketika berpikir tentang furniture. Maka penting untuk membawa spesialis untuk bisa menampung gagasan. Isu lain yang harus dipertimbangkan adalah:
Kualitas dan kekuatan furniture.
Ketinggian tampilan, cermin, rambu-rambu, saklar lampu, shelving dan fixture dinding lain.
Ketinggian counter, meja, ruang komputer, bangku, bantalan, dan furniture lain.
Area dan desain permukaan kerja. Apakah ada ruang untuk siswa untuk menyusun alat bantu komunikasi yang dibutuhkan? Adakah ruang untuk asisten bekerja dengan siswa? Apakah siswa bisa menjangkau keyboard dan alat belajar lainnya?
Gaya furniture dan jenis pesan emenjelaskan tentang status siswa yang menggunakannya.
Lokasi tempat duduk di sepanjang rute, di area pintu keluar dan di dalam ruang guru.
Desain detail dan tempat duduk serta penetapan bauran tempat duduk dengan dan tanpa lengan sandaran.
Jumlah ruang yang mengitari furniture agar memungkinkan siswa di kursi roda atau yang memakai alat mobilitas bisa merasa nyaman.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
34
Memastikan bahwa warna dan tekstur dipilih secara cermat agar memungkinkan siswa bisa menempatkan dan mengenali furniture dan peralatan.
Penyelesaian furniture dan kebutuhan sudut yang terbuka dapat dikelilingi.
Lebar counter dan permukaan kerja dan jarak terhadap obyek atau pemasangan alat bisa dijangkau oleh siswa.
Gagang pegangan dalam posisi yang tepat, seperti di toilet dan memungkinkan siswa yang sulit berdiri bisa menjangkau permukaan kerja.
Akses mudah ke fasilitas pencucian tangan bagi siswa yang sulit menggerakkan tangan.
2.3.6 RUANG – RUANG SEKOLAH Tujuannya sekarang adalah agar bisa bergerak ke seluruh ruang sekolah dan mempelajari masalah desain khusus yang berhubungan dengan area dan kelas berbeda di sekolah. RUANG BELAJAR Jumlah, jenis, dan kelompok ruang belajar bervariasi dari satu sekolah ke sekolah lain. Dalam beberapa kasus, semua kelas akan diisi oleh siswa. Seperti dijelaskan dalam bagian 3.1, pada kebanyakan kasus, ruang kelas diperuntukkan bagi siswa yang mengalami gangguan fisik dengan pendidikan khusus yang ingin berhubungan ke ruang lain tetapi terpisah dari ruang kelas lain dalam semua kasus membuat:
Perlu menyediakan berbagai ruang kelas yang berbeda dari segi ukurannya.
Ada baiknya menghubungkan ruang belajar yang besar ke ruang belajar yang kecil di mana penilaian, pelajaran pendukung, jenis terapi dan studi kelompok kecil yang berbeda dapat ditempatkan, dan peralatan khusus dapat disimpan.
Perlu ada ruang penyimpanan tambahan bagi kelompok dan alat bantu belajar individu.
Ruang belajar, sebisa mungkin disesuaikan dan bersifat fleksibel. Ruang dapat disesuaikan dan dapat dirubah strukturnya dengan mudah. Ruang yang fleksibel adalah ruang yang dengan mudah bisa ditata ulang dan digunakan untuk tujuan dan kelompok atau siswa yang berbeda.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
35
Pertimbangan desain furniture dan tata letak bisa membantu menciptakan ruang belajar yang fleksibel dan memungkinkan perpaduan kerja praktek dan akademik yang sesuai untuk siswa dengan gaya belajar berbeda.
Ruang belajar harus memiliki ruang untuk aktivita praktek, studi yang tenang, atau di mana siswa bisa bergerak bebas jika ia merasa tak nyaman atau butuh bekerja sendiri.
Perlu adanya ruang tambahan di ruang guru untuk asisten pendidikan dalam bekerja dengan siswa atau untuk penyimpanan kursi roda.
Semua siswa harus diberi pilihan tempat di mana mereka bisa duduk dan belajar, menciptakan ruang khusus dan tingkat aktivitas yang bisa dinikmati siswa.
Perlu jalur yang tersendiri di ruang
belajar yang aman bagi siswa dengan
gangguan visual.
Perlu adanya penerangan yang baik di depan guru untuk membantu siswa yang mengalami gangguan pendengaran dan visual.
RUANG PENDUKUNG Ruang kelompok minor dirancang untuk memungkinkan pemakaian fleksibel dari sumber yang berharga bagi sekolah. Dalam beberapa kasus, sangat mungkin untuk menggunakan ruang bagi berbagai fungsi berbeda. Di sisi lain, deretan ruang mungkin diperlukan. Ruangan-ruangan tersebut dapat digunakan untuk:
Belajar kelompok kecil, bimbingan dan terapi.
Belajar dan staf pendukung yang harus mempersiapkan pelajaran dan memberikan penilaian.
Mengunjungi ahli terapi hingga menyimpan peralatan, data dan tempat kerja personal dengan para siswa.
Orang tua dan carer untuk bertemu dengan staf sekolah dan kunjungan ke ahli terapi. Kebutuhan ruang tambahan untuk menambah pengetahuan siswa yang
memiliki gangguan fisik melibatkan ruang pendkung SEN agar bisa mendapatkan akses, dan bisa juga dipergunakan oleh siswa lain di sekolah, termasuk oleh para ahli dan sentra pendukung. Barangkali mereka dapat digunakan untuk kebanyakan kegiatan sekolah dan mereka yang mengalami kesulitan tertentu, seperti kelas bagi
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
36
penderita gangguan pendengaran atau mereka yang perlu perhatian khusus dari pihak sekolah. Secara inklusif sekolah memungkinkan masyarakat, tambahan lokasi dan fungsi dari semua siswa yang membutuhkan bantuan khusus. Para spesialis tampaknya hanya melakukan langkah temporer dalam pendidikan untuk mencapai tambahan ruang secara keseluruhan. Ruangan tersebut yang dapat menampung kegiatan praktek spesialis dan keahlian kejuruan ditempatkan di dekat ruang kelas dan sesuai dengan panduan dalam BB77. Ruang Teknisi 10-20m2 Ruang ini dibutuhkan untuk menyesuaikan, memelihara dan memperbaiki alat bantu jika jumlah siswa pemakainya tinggi. Ruang Sumber SEN 25-54m2 Ruang ini adalah ruang kunci bagi pelajaran kelompok kecil dan individu yang sesuai dengan kelas standar, untuk material spesialis dan peralatan dan untuk pertemuan dengan staf dan penasihat. Ruang ini biasanya memiliki koordinator SEN (SENCO) dan ruang penyimpanan sebagai bagian ruang besar. Area Bermain 10-30m2 Area ini harus memiliki permukaan vertikal dan horisontal yang rendah dengan beberapa bidang yang lembut sehingga memungkinkan kondisi fisik untuk bermain secara aman, dengan menyertakan suasana alami. Meski dianggap cocok untuk anakanak (dan mereka yang mengalami gangguan dalam hal pergerakan), namun area ini bisa berguna untuk media pembelajaran (bentuk, dimensi, dan warna) untuk semua siswa. Ia juga bisa berguna untuk tujuan pemilihan dan penilaian siswa. Ruang Kelompok Kecil 25-30m2 Jika ada permintaan, ruang sosial dapat memberi area di mana mereka yang memiliki keterbatasan atau butuh dukungan tambahan bisa mengembangkan keahlian sosial dalam kelompok kecil (biasanya sampai enam) dalam suasana formal ketimbang dalam ruang kelas. Kolam Air Hangat 70-150m2 Kolam juga turut dibuat di sekolah yang dibuat berdekatan tetapi dianggap terlalu mahal kecuali ada sejumlah siswa yang mendaftar bisa memberi keuntungan dari hidroterapi atau permintaan yang besar dari masyarakat.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
37
Ruang Sensory 10-20m2 Ruang ini disediakan dilengkapi peralatan khusus untuk memberikan banyak pengalaman termasuk apandangan, suara, bau dan sentuhan yang berharga bagi anak yang memiliki kekurangan fisik, sensorik, dan membutuhkan bimbingan khusus. Furniture dan dekorasi ruang sensory harus dirancang secara cermat. Dalam banyak kasus, simulasi fitur desain seperti suplay yang mudah dapat diberikan untuk mengenalkan pihak lain di sekolah. Kantor SENCO 6-10m2 Koordinator SENCO dapat menggunakan sumber SEN sebagai kantor atau membutuhkan ruang terpisah, biasanya dekat dan dapat digunakan untuk wawancara khusus. Area memungkinkan menjamin penyimpanan data pribadi. SEN Central Store 10-20m2 Untuk alat bantu komunikasi, data dan peralatan. Ia dapat ditempatkan di dekat sumber SEN dan/atau kantor SENCO. Di sini mungkin ada lebih dari satu central store jika terdapat permintaan yang lebih tinggi. Ruang Penyimpanan Perabotan dan Kursi Roda 8-10m2 Peralatan yang dioperasikan oleh baterai perlu diisi ulang, sehingga socket daya yang sesuai memang diperlukan. Siswa atau staf yang memiliki keterbatasan fisik bisa menggunakan alat ini ketimbang kursi roda, dan alat tersebut bisa disimpan kembali.
RUANG MEDIS DAN TERAPI Di sini perlu ada ruang pengobatan dan medis yang perlu ditambah. Ruang medis harus memiliki ruang yang sesuai untuk:
Siswa bergerak bebas, parkir kursi roda, memiliki kenyamanan pada saat perawatan.
Asisten bisa diberikan untuk membantu siswa bergerak.
Ruang perawatan, penyimpanan data dan informasi serta peralatan tambahan seperti lift dan shower bisa disediakan. Perlu juga untuk merancang atau menyesuaikan ruang sehingga siswa bisa
mendapat bentuk perawatan dan terapi berbeda seperti fisioterapi, hidroterapi, dan terapi musik. Pembahasan harus dilakukan bersama tenaga professional dan pabrikan tentang peralatan yang didesain khusus dan peralatan yang dibutuhkan.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
38
Ahli terapi yang berkunjung seperti ahli terapi bicara dan bahasa, ahli terapi kerja dan psikolog pendidikan umumnya bisa menggunakan ruang medis atau ruang kelompok minor meski data dan alat harus disediakan. Jika jumlah spesialis peripatetic tinggi, maka bisa ditambah satu atau beberapa ruang tambahan. Ruang Pemeriksaan Medis 10-15m2 Sekolah harus memiliki ruang pemeriksaan medis, sesuai Undang-Undang pendidikan Tahun 1999 (School Premises), sebagai ruang istirahat untuk siswa yang sakit dan untuk spesialis yang datang berkunjung. Di sekolah yang lebih besar, di mana ada banyak siswa yang membutuhkan perawatan medis, maka bisa disediakan medical suite termasuk ruang perawat, ruang perawatan, ruang istirahat dan fasilitas toilet. Ruang Fisioterapi 16-20m2 Ruangan ini harus memungkinkan satu atau dua ahli terapi bisa bekerja dengan siswa secara individu yang memiliki gangguan fisik. Ruang bisa dilengkapi dengan matras lantai, inflatable yang lebar, bar parallel dan peralatan lain, plus cermin dan meja. Jika permintaan sedikit, beberapa fasilitas bisa disediakan di sumber SEN yang besar atau ruang kelompok minor yang digunakan untuk tujuan lain.
RUANG MAKAN Perlu adanya peningkatan perhatian dalam desain ruang makan di mana siswa belajar lebih banyak tentang nutrisi, tempat makan yang sehat dan memiliki kesempatan untuk beristirahat. Sebelumnya, ada banyak kecenderungan tempat menjadi bising di mana siswa mengalami kesulitan saat makan atau bersosialisasi dalam situasi yang santai. Situasi sulit ini dialami terutama oleh siswa yang membutuhkan nutrisi khusus atau yang sulit makan sendiri. Perhatian besar perlu diberikan dalam merancang, mendekorasi, menyiapkan peralatan ruang makan.
Siswa harus bisa makan dengan santai bersama teman jika itu yang mereka pilih.
Tambahan ruang sirkulasi diperlukan agar siswa pemakai kursi roda dan yang memiliki gangguan mobilitas bisa menikmatinya.
Ruang dan peralatan diperlukan untuk penyajian makanan khusus dan ruang penyimpanan peralatan.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
39
Ruang perlu ditambah untuk para asisten yang duduk bersama siswa dan membantu mereka makan.
Desain furniture, seperti kursi, meja dan meja hidangan harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan siswa. Sebagai contoh, ketinggian meja hidangan harus sesuai kebutuhan siswa pengguna kursi roda.
Pilihan alat makan, seperti piring dan nampan harus disesuaikan kebutuhan siswa. Sebagai contoh, hindari pemakaian piring logam agar tidak membuat suasana menjadi bising.
Gudang Gudang adalah salah satu subyek penting dalam seluruh lingkungan sekolah. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan peralatan tambahan dan sumber guru di seluruh sekolah. Ruang tambahan juga disediakan :
Di area masuk untuk penyimpanan alat bantu mobilitas, kursi roda dan peralatan lainnya.
Untuk gudang yang dikontrol secara pribadi oleh siswa, seperti makanan, alat bantu komunikasi atau pakaian. Area dan perabotan gudang tersebut harus dirancang secara cermat untuk memastikan bahwa semua siswa bisa menggunakannya dengan aman.
Di dalam kelas, area olahraga dan kelas kelompok kecil.
Di area kantor untuk menyimpan informasi dan data.
Untuk teknisi menyimpan peralatan khusus seperti alat bantu mobilitas dan baterai.
2.5.7 PERAWATAN PRIBADI Seperti furniture , tidak ada desain ergonomic untuk toilet, wastafel, atau shower.
Siswa
berbeda
memiliki
kebutuhan
berbeda.
Beberapa
mungkin
membutuhkan satu atau dua pembantu. Beberapa mungkin akan bekerja sendiri dengan kursi roda untuk menuju toilet, membutuhkan penyangga tangan, penyangga punggung dan lain-lain. Lainnya membutuhkan rel penyangga untuk keseimbangan dan peringatan yang jelas pada keran, handuk dan peralatan lain.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
40
Toilet
Toilet harus ditempatkan pada jarak di mana siswa bisa bergerak dengan mudah dan tidak terlalu jauh.
Toilet harus diberi tanda peringatan yang jelas.
Setidaknya ada satu toilet yang harus cukup besar untuk bisa mengakomodir kursi roda listrik, asisten dan peralatan yang dibutuhkan seperti hoist dan pemasangan gagang pegangan.
Perlu adanya panduan desain untuk toilet, yang diujicoba secara seksama.
Warna atau tone dari latar belakang, pemasangan alat Bantu dan gagang pegangan harus berwarna kontras.
Lantai mengkilap dapat menyebabkan refleksi dan bisa menimbulkan kebingungan.
Pintu toilet harus bisa dibuka keluar untuk memastikan saat seseorang masuk tidak akan tergelincir atau terbentur pintu.
Mekanisme kunci, dan ada tidaknya kunci di pintu harus diperhitungkan sesuai kebutuhan desain fisik siswa dan kemampuan kognitif mereka.
Lantai tidak boleh licin.
Sistem alarm harus dipasang pada tingkat berbeda, termasuk di lantai, sehingga siswa bisa memanggil asisten.
Metode harus dibuat dan disediakan di dekat lokasi peralatan sehingga staf bisa merespon panggilan bantuan saat siswa ingin menggunakan toilet.
Ruang Sanitasi 15-30m2 Ruang ini diperlukan agar sekolah bisa mengakomodir kebutuhan siswa memiliki gangguan fisik atau memiliki gangguan belajar multiple. Ruang harus memiliki shower, sluice, basic toilet, lemari, changing trolley dan ruang untuk asisten. Mobile hoist juga bisa ditambahkan. Ruang Pencucian 5-8m2 Di beberapa sekolah di mana siswanya incontinent, maka ruang pencucian perlu disediakan. Ruang ini harus terpisah dari ruang makanan. Seperti halnya toilet maka panduan desain detail dalam pembuatan shower yang mudah diakses harus diikuti. Shower harus dibuat rendah dengan tanpa lip atau rim, menggabungkan kursi di transfer level, gagang shower dilengkapi dengan operasi pengungkit, dan kontrol panas dengan temperatur di bawah 43oc.
TUGAS AKHIR DESAIN INTERIOR ( DI 40Z0 ) – SEKOLAH DASAR INKLUSI
41