BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian. Halusinasi adalah gangguan pencerapan ( persepsi ) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. ( Keliat, 1999 ). Halusinasi merupakan persepsi terhadap stimulus dari luar tanpa obyek nyata dari dunia luar. Hal itu memungkinkan mempengaruhi pemikiran mereka mencakup perasaan merasa mendengar, melihat, membau, meraba atau merasa. Klien akan membuka persepsi didalam pemikirannya sehingga memungkinkan memaksa klien untuk mempercayainya daripada kenyataan dari luar. Hal yang sangat penting untuk diingat bahwa halusinasi terlihat sangat nyata bagi klien dan klien mungkin melihat halusinasi sebagai kenyataan dan mengingkari kenyataan lingkungan sekitarnya atau orang-orang sekitarnya ( Judith and Sheila, 1998 ). Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. ( Maramis, 2004 ).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan suatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar ( Maramis, 1998 ). Menurut Townsend ( 1998 ) halusinasi yang sering terjadi pada gangguan persepsi sensori adalah halusinasi akustik (auditorik). Halusinasi ini sering berbentuk : 1. Akoasma : Suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat dibedakan dengan jelas. 2.
Phonema :
Suara-suara yang berbentuk suara jelas yang berasal dari
manusia, sehingga klien seperti mendengar suara tertentu. Halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang paling umum. klien bisa mendengar suara seperti suara Tuhan, suara setan atau suara orang-orang terdekat yang diterima sebagai suatu yang berbeda dari pemikiran klien. B. Rentang Respon Neurobiologik. Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan fungsi neurobiologik. Perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan adanya halusinasi disajikan dalam tabel berikut
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologik Respon Adaptif
1. Pikiran logis
1. pikiran kadang menyimpang
Respon Maladaptif
1. kelainan pikir an/delusi
2. Persepsi akurat 2.ilusi 3. Emosi konsisten 3.reaksi emosional dengan pengalaman berlebihan 4. perilaku sesuai 4. Perilaku ganjil hub.sosial menarik diri
2.halusinasi 3.ketidakmampuan untuk control emosi 4.ketidakteraturan isolasi social (Stuart and Sundeen, 1998 : 302)
C. Jenis-Jenis Halusinasi Halusinasi menurut Rasmun ( 2001 ), itu dapat menjadi : 1. Halusinasi penglihatan ( visual, optik ): tak berbentuk ( sinar, kilapan atau pola cahaya ) atau yang berbentuk ( orang, binatang, barang yang dikenal ) baik itu yang berwarna atau tidak. 2. Halusinasi pendengaran ( autif, akustik ): suara manusia, hewan, binatang mesin, barang, kejadian alamiah atau musik. 3. Halusinasi Penciuman ( olfaktorius ): mencium sesuatu bau. 4. Halusinasi pengecap ( gustatorik ) : merasa/ mengecap sesuatu. 5. Halusinasi peraba ( taktil ) : merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya. 6. Halusinasi kinestetik : merasa badannya bergerak dalam sebuah ruangan, atau anggota badannya bergerak ( umpamanya anggota badan bayangan atau phantom limb ). 7. Halusinasi viseral : perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya. 8. Halusinasi Hipnagogik : terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tetap sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah. 9. Halusinasi hipnopompik : seperti pada nomor 8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun samasekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
10. Halusinasi histerik : Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional. Jenis – jenis halusinasi menurut ( Stuart dan laraia, 2001 ) meliputi : 1. Halusinasi pendengaran. Karakteristik : mendengasr suara- suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai katakata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan kepercakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang – kadang membahayakan. 2. Halusinasi penglihatan. Karakteristik : stimulus visual dalam bentuk kilapan cahaya, gambar geometri, gambar kartun, bayangan yang rumit atau komplek. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi penghidu. Karakteristik : membaui bau bau tertentu seperti bau darah, urin atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halisinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau demensia. 4. Halusinasi pengecapan. Karakteristik : merasa menecap rasa seperti rasa darah, urin dan feses. 5. Halusinasi perabaan. Karakteristik : mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa terstrum listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau
orang lain. 6. Halusinasi kinesthetik. Karakteristik : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urin. 7. Halusinasi kinesthetik. Karakteristik : merasa pergerakan sementara gerak tanpa berdiri. D. Etiologi. 1. Faktor predisposisi. a. Biologis Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologik yang maladaptive yang baru mulaidipahami ( Stuart and Sundeen, 1991 ) b. Psikologis Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptive belum didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori psikologik terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebabgangguan ini. Sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya diri keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa professional. ( Stuart and Sundeen, 1991 ) c. Sosial budaya Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan. ( Stuart and Sundeen, 1991 ) d. Organik Gangguan orientasi realitas muncul karena kelainan organic yang mana
bisa disebabkan infeksi, racun, trauma atau zat-zat substansi yang abnormal sera gangguan metabolic masuk didalamnya. ( Shiver, 1998 ) 2. Faktor presipitasi. Menurut Stuart and Sundeen, 1991, faktor presipitasi halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Biologis 1) Stressor biologis yang berhubungan dengan resp[on neurobiologik yang maladaptive termasuk : 2) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengtur proses informasi. 3) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan
secara
selektif
menanggapi
rangsangan. b. Stres lingkungan Secara biologis menetapkan ambang terhadap toleransi stress yang berinteraksi dengan steressor lingkungan untuk menentukkan terjadinya gangguan perilaku. c. Pemicu gejala Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptive berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku individu. 3. Etiologi. Menurut Townsend ( 1998 ), kemungkinan etiologi pada klien dengan halusinasi adalah : a. Panik b. Menarik diri c. Stres berat yang mengancam ego yang lemah. Halusinasi dapat timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik ( Maramis 1998 ). Klien yang mendengar suara – suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien.
Suara– suara yang terdengar dapat berupa
perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain. ( Barbara, 1997 ) E. Manifestasi Klinik. Karakteristik perilaku yang dpat ditunjukkan klien dengan kondisi halusinasi berupa : berbicara, senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau dan kadang tidak masuk akal, tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata, menarik diri dn menghindar dari orang lain, disorientasi, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, ekspresi wajah tegang dan mudah tersinggung, tidak mampu melakukan aktivitas mandiri dan kurang bisa mengontrol diri, menunjukkan perilaku merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan). ( Townsend, 1998 )
F. Pengkajian. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien, cara ini yang akan dipakai pada uaraian berikut. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 ( lima ) dimensi, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Isi pengkajian meliputi : identitas klien, keluhan utama / alasan masuk, predisposisi, aspek fisik / biologis, aspek psikologis, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspek medik. G. Mekanisme Koping. Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik adalah : 1. Regresi berhub.dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas 2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi dan meanrik diri. 3. Menarik diri, sulit memepercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. 4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien
( Stuart and Sundeen, 1991 )
H. Masalah Keperawatan. Adapun masalah yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sensorori persepsi halusinasi akustik antara lain adalah : 1. Isolasi social : menarik diri (Townsend, 1998 ) 2. Resiko tinggi mencederai (diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan). (Keliat, 1991 ) 3. Kerusakan komunikasi verbal (Townsend, 1998 ) 4. Gngguan konsep diri : harga diri rendah. (Townsend, 1998 ) 5. perubahan sensori persepsi : halusinasi. ( Keliat, 1991 ) 6. isolasi sosial : menarik diri. ( Keliat, 1991 ). I. Pohon Masalah. Resiko tinggi mencederai (diri sendiri, orang lain, lingkungan)
perubahan sensori-persepsual halusinasi akustik verbal (core problem)
Interaksi sosial, kerusakan : Menarik diri
Gangguan konsep diri :Harga diri rendah Kombinasi ( Rasmun 2001, keliat 1991 ) J. FOKUS INTERVENSI 1. Resiko tinggi mencederai (diri sendiri, orang lain maupun lingkungan). ( Keliat, 1991 ). Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain. Tujuan khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Intervensi Keperawatan : 1. Bina hubungan saling percaya dengan mengguanakan prinsip komunikasi terapeutik. 2. Ciptakan lingkungan yang hangat dan bersahabat. 3. Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasannya. b. Klien dapat mengenal halusinasinya. Intervensi Keperawatan : 1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap. 2. Observasi perilaku (verbal dan nonverbal) yang berhubungan dengan halusinasinya. 3. terima halusinasi sebagai hal nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat. 4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul. 6. diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi. c. Klien dapat mengontrol halusinasinya. Intervensi Keperawatan : 1. Identifikasi bersama klien tindakan
yang biasa dilakukan jika
halusinasi muncul. 2. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang positif. 3. Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi. 4. Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol halusinasi. 5. Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi halusinasi. 6. Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang benar. 7. Diskusikan dengan klien hasil upaya yang telah dilakukan. d. Klien
mendapatkan
dukungan
keluarga
untuk
mengendalikan
halusinasinya Intervensi keperawatan : 1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga. 2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat klien. 3. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang positif.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda dan cara merawat klien di rumah. 5. Anjurkan keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien dirumah. 2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah ( Townsend, 1998 ) Tujuan jangka panjang : pasien memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang meningkat saat pulang, ditandai dengan ekspresi-ekspresi verbal dari aspek-aspek positif tentang diri, pencapaian masa lalu dan prospek-prospek masa depan. Tujuan jangka pendek : pasien akan secara bebas mengarahkan perawatan diri dan aktivitas-aktivitas sehari-hari dalam 1 minggu. Intervensi keperawatan : a. Bersikap menilai klien apa adanya b. Sampaikan perhatian tanpa syarat bagi klien. c. Luangkan waktu bersama klien setiap aktivitas. d. Bantu klien mengidentifikasi aspek-aspek positif pada dirinya. e. Beri pujian atas aspek positif yang telah dicapai. 3. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan halusinasi pendengaran Tujuan Umum : Klien dapat mengatakan berkurangnya pikiran-pikiran waham
Tujuan khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : bina hubungan saling percaya. b. Klien dapat mengenal halusinasinya Intervensi : adakan kontak sering dan singkat, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, bantu klien mengenal halusinasi, diskusikan tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi. c. Klien dapat mengontrol Halusinasi Intervensi : Identifikasi bersama klien tentang tindakan yang digunakan klien jika terjadi halusinasi, diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian, diskusikan cara baru untuk memutuskan/mengontrol halusinasi, bantu klien memilih cara memutus halusinasi, beri kesempatan untuk melaksanakan cara yang telah dipilih klien. d. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi Intervensi : Anjurkan klien untuk membantu keluarga jika mengalami halusinasi, diskusikan dengan keluarga tentang gejala, cara yang dapat dilakukan keluarga untuk memutus halusinasi, cara merawat klien dengan halusinasi, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
e. Klien memanfaatkan obat dengan baik Intervensi : diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat, anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat
dan merasakan manfaatnya, anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek dan efek samping obat, diskusikan akibat berhenti mengkonsumsi obat tanpa konsultasi, bantu klien dalam menggunakan obat dengan prinsip lima benar. f. Perubahan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. (Townsend, 1998 ) Tujuan Umum : klien apathy berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi Tujuan Khusus : 1) Klien dapat membina hubungan saling percaya Intervensi : bina hubungan saling percaya 2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri berasal dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan Intervensi : Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya, beri kesempatan klien mengungkapkan perasaan penyebab klien menarik diri, diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda, serta penyebab yang muncul, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain Intervensi : Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain serta kerugian tidak berhubungan
dengan
orang
lain,
beri
kesempatan
kepada
klien
untuk
mengungkapkan perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian berhubungan kemampuan
dengan
orang
mengungkapkan
lain,
beri
perasaaan
penguatan tentang
terhadap
berhubungan
dengan orang lain serta kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. 4) Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap antara klien-perawat, klien-perawat-klien, klien-perawat-keluarga, klien-perawat-kelompok Intervensi : Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain, dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain secara bertahap, beri penguatan positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai, bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan, diskusikan jadwal harian, motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan. 5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain Intervensi : dorong klien mengungkapkan parasaannya bila berhubungan dengan orang lain, diskusikan tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain, beri penguatan positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain. 6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain Intervensi : bina hubungan saling percaya dengan keluarga, diskusikan dengan keluarga tentang
perilaku
menarik
diri,
penyebabnya, akibat bila perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik diri, dorong keluarga untuk mendukung klien berkomunikasi dengan orang lain, anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien, beri penguatan positif atas hal-hal yang telah dicapai keluarga. 4. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah (Townsend, 1998 ) Tujuan jangka panjang : Klien dengan meluangkan waktu bersama dengan klien lain dan staf dalam aktivitas kelompok di bangsal. Tujuan jangka pendek : klien dapat mengembangkan hubungan saling percaya dan mampu berinteraksi dengan perawat diruangan setiap pergantian jam kerja. Intervensi keperawatan : a. Bina hubungan saling percaya dengan klien. b. Beri kesempatan pada klien untuk menjelaskan alas an klien tidak bersedia bergaul dengan orang lain. c. Diskusikan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian menarik diri. d. Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain. e. Ajarkan tekhnik asertif dalam berinteraksi. f. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam berkomunikasi dengan orang lain. g. Dorong keluarga untuk membantu klien dalam berkomunikasi dengan orang lain. h. Anjurkan keluarga untuk menjenguk klien minimal 1x seminggu. 5. Perubahan
proses
pikir
:
waham
berhubungan
dengan
halusinasi
pendengaran. ( Keliat, 1991 ) Tujuan Umum
: Klien dapat mengatakan berkurangnya pikiran-pikiran
waham
Tujuan khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya Intervensi : bina hubungan saling percaya. b. Klien dapat mengenal halusinasinya Intervensi : adakan kontak sering dan singkat, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, bantu klien mengenal halusinasi, diskusikan tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi. c. Klien dapat mengontrol Halusinasi Intervensi : Identifikasi bersama klien tentang tindakan yang digunakan
klien jika terjadi halusinasi, diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian, diskusikan cara baru untuk memutuskan/mengontrol halusinasi, bantu klien memilih cara memutus halusinasi, beri kesempatan untuk melaksanakan cara yang telah dipilih klien. d. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi Intervensi : Anjurkan klien untuk membantu keluarga jika mengalami halusinasi, diskusikan dengan keluarga tentang gejala, cara yang dapat dilakukan keluarga untuk memutus halusinasi, cara merawat klien dengan halusinasi, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
e. Klien memanfaatkan obat dengan baik Intervensi : diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat, anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya, anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek dan efek samping obat, diskusikan akibat berhenti mengkonsumsi obat tanpa konsultasi, bantu klien dalam menggunakan obat dengan prinsip lima benar. 6. Perubahan proses pikir ( Townsend, 1995 ) Sasaran jangka pendek : pasien dapat mengakui bahwa ide-ide yang salah itu terjadi khususnya terjadi pada saat ansietas meningkat dalam dua minggu. Sasaran jangka panjang : Pasien menyatakan berkurangnya pikiran-pikiran
waham. Intervensi : tunjukkan bahwa perawat menerima keyakinan pasien yang salah tersebut, sementara itu biarkan pasien tahu bahwa perawat tidak mendukung keyakinan tersebut, jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien. Gunakan teknik keraguan yang beralasan sebagai teknik terapeutik, bantu pasien menghubungkan keyakinan yang salah tersebut dengan peningkatan ansietas yang dirasakan oleh pasien, fokus dan kuatkan pada realita. Kurangi lamanya ingatan tentang pikiran irasional. Bicara tentang kejadian-kejadian dan orang-orang yang nyata, bantu dan dukung pasien dalam usahanya untuk mengungkapkan secara verbal perasaan ansietas 7. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran Sasaran jangka pendek : pasien dapat mendiskusikan isi halusinasinya dengan perawat dalam satu minggu. Sasaran jangka panjang : pasien dapat mendefinisikan dan memeriksa realitas, mengurangi halusinasi. Intervensi : observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi, hindari menyentuh pasien sebelum anda mengisyaratkan kepadanya bahwa anda juga tidak apaapa bila diperlakukan seperti itu, sikap menerima akan mendorong pasien untuk menceritakan halusinasinya, coba untuk menghubungkan waktu terjadinya halusinasi dengan waktu meningkatkan ansietas, coba untuk mengalihkan pasien dari halusinasinya.