BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi 2.1.1 Pengertian Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamika yang sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan situasi hemodinamika seseorang saat itu. Hemodinamika adalah suatu keadaan dimana tekanan darah dan aliran darah dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan tubuh (Muttaqin, 2009). Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait denyut jantung. Tekanan pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi. Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui 140 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmHg dalam keadaan istirahat, sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik. (Sugiharto, 2007).
9
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Disebut juga sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Hipertensi merupakan risiko morbiditas dan mortalitas premature, yang meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Brunner & Suddarth, 2002). Sekitar 5% pengidap hipertensi memperlihatkan peningkatan cepat tekanan darah yang apabila tidak diterapi, menyebabkan kematian dalam 1 atau 2 tahun. Sindrom klinis ini disebut hipertensi maligna atau dipercepat, ditandai dengan hipertensi berat (tekanan diastol lebih dari 120 mmHg), gagal ginjal, serta perdarahan dan eksudat retina, dengan atau tanpa papil edema. Kelainan ini dapat timbul pada orang yang sebelumnya normotensi, tetapi lebih sering pada pengidap hipertensi jinak, baik esensial maupun sekunder (Robbins, 2012, 379).
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi 2.1.2.1 Klasifikasi berdasarkan Etiologi a. Hipertensi Primer (Essensial) Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer) (Chobaniam AV, 2003). Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron. Steroid adrenal, dan angiostensinogen (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006). Salah saru penyebab hipertensi yaitu gaya hidup modern, sebab dalam gaya hidup modern situasi penuh tekanan dan stress. Dalam kondisi tertekan, adrenalin dan kortisol dilepas ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah. Gaya hidup yang penuh kesibukan juga membuat orang kurang berolah raga dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol atau kopi sehingga resiko terkena hipertensi. Kedua yaitu pola makan yang salah dan yang ketiga adalah berat badan berlebih (Gunawan, 2007). b. Hipertensi Sekunder Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati atau mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Dosh SA, 2001).
2.1.3 Klasifikasi berdasarkan Derajat Hipertensi Berikut ini adalah klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (umur ≥ 18 tahun) berdasarkan JNC-VII (The Joint National Committee On Prevention, Detection Evaluation, and Treatment Of High Blood Presssure) Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC-VII Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Normal < 120 Prehipertensi 120-139 Hipertensi stage 1 140-159 Hipertensi stage 2 ≥ 160 Sumber : Chobaniam AV, 2003, 2560-2572 Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Diastolik (mmHg) < 80 80-89 90-99 ≥ 100
Klasifikasi tekanan darah mencakup empat kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi di masa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi (Chobaniam AV, 2003). Hipertensi stage 1, sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Sedangkan hipertensi stage 2 merupakan kelompok yang mempunyai risiko terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang berhubungan dengan hipertensi (Sugiharto, 2007).
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer yang akan mempengaruhi tekanan darah. Hubungan tekanan darah, curah jantung, dan tahanan perifer dapat dilihat dengan rumus sebagai berikut : Autoregulasi TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG x TAHANAN PERIFER Preload
Volume cairan
Retensi Na ginjal
Kontraktilitas
Konstriksi fungsional
Hipertrofi struktural
Konstriksi vena
Luas infiltrasi
Aktivitas simpatis
Renin angiotensin
Perubahan membran sel
Asupan Na
Faktor genetik
Hiper Insulinemia Stress
Faktor genetik
Obesitas
Gambar 1. Faktor yang berpengaruh terhadap tekanan darah
Ada beberapa macam faktor yang dapat menyebabkan perubahan tekanan darah, di antaranya adalah : a. Faktor yang mempengaruhi hipertensi yang tidak dapat diubah : 1. Umur Bertambahnya usia, resiko untuk menderita penyakit hipertensi juga semakin meningkat karena disebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Pada
orang berusia lanjut, arteri lebih keras dan kurang fleksibel, hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah. (Sheps, 2005). 2. Jenis Kelamin Pada pria umumnya lebih banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini disebabkan dari pola aktivitas dan pengaruh hormonal. Namun, perempuan yang mengalami menopause lebih variasi tekanan darahnya karena perubahan hormon berperan dalam perubahan tekanan darah pada perempuan usia lanjut (Muhammadun AS, 2010). 3. Riwayat Keluarga atau genetik Seseorang yang anggota keluarganya mempunyai riwayat tekanan darah tinggi, biasanya penyakit tersebut akan menurun kepada anak-anaknya. Tentunya faktor ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain (Sheps, 2005). Beberapa mutasi genetik pada gen-gen pengatur tekanan darah akan menyebabkan sebuah keluarga lebih rentan terhadap hipertensi daripada keluarga yang tidak memiliki riwayat hipertensi (Kumar, 2004). b. Faktor yang mempengaruhi hipertensi yang dapat diubah : 1. Obesitas Kelebihan berat badan akan mengakibatkan kerja jantung lebih berat dan dapat menyebabkan hipertropi jantung dalam jangka lama dan tekanan darah akan naik.
2. Merokok Merokok merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Nikotin dalam rokok akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Nikotin yang masuk ke dalam pembuluh darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis denyut jantung meningkat dan kebutuhan oksigen yang disuplai otot-otot jantung. Nikotin akan menaikkan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. 3. Stress Pada situasi stress, saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah intermien. Stress dengan peninggian aktivitas saraf simpatis menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Stress akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis yang akan menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan curah jantung. 4. Konsumsi Garam Berlebih Diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari arteri sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang semakin sempit, maka terjadilah penyakit hipertensi. Konsumsi garam berlebih menyebabkan natrium di dalam cairan intraseluler meningkat. Kenaikan kadar natrium intraselular akan meninggikan kadar kalium intraselular sehingga akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan peningkatan tekanan darah.
2.1.5 Patofisiologis Hipertensi Hipertensi terjadi karena adanya gangguan dalam sistem peredaraan darah dan menyebabkan darah tidak dapat disalurkan ke seluruh tubuh dengan lancar. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan sirkulasi darah, gangguan keseimbangan cairan dalam pembuluh darah atau komponen dalam darah yang tidak normal. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya tekanan dalam pembuluh darah (Price & Wilson, 2002). Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal merupakan peristiwa awal dalam hipertensi, kemudian dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokontriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang lebih tinggi, ginjal dapat mengekskresikan lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan darah (Price & Wilson, 2002). Pengaruh vasokontriksi merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasokontroksi yang kronis atau berulang dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Perubahan struktural pada dinding pembuluh mungkin terjadi pada awal hipertensi, mendahului dan bukan mengikuti vasokontriksi (Robbins, 2012).
2.1.6
Komplikasi Hipertensi Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endhotel arteri
dan mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya
organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskuler lain maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskulernya tersebut (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006). Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya akan memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Menurut Gray (2005) kerusakan organ yang terjadi berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi. Perubahan-perubahan utama organ yang terjadi akibat hipertensi adalah : a. Jantung Komplikasi berupa infark miokard, angina pektoris, dan gagal jantung. b. Ginjal Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu sehingga menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema. c. Otak Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan, hingga kebutaan
2.1.7
Mekanisme Fisiologis Pengaturan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi Tekanan darah bergantung pada curah jantung dan tahanan perifer. Curah
jantung dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung dan stroke volume. Frekuensi denyut jantung dipengaruhi oleh saraf simpatis yang akan meningkatkan frekuensi dan saraf parasimpatis yang akan menurunkan frekuensi denyut jantung. Aliran balik vena diatur oleh saraf simpatis yang akan mengkonstriksikan pembuluh darah vena. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh volume darah yang bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit yang diatur oleh sistem renin-angiotensinaldosteron (Sherwood, 2004). Di samping itu, pengaruh tekanan darah adalah tahanan perifer total yang dipengaruhi oleh diameter arteriola dan viskositas darah. Saraf simpatis juga akan mempengaruhi diameter arteriola dengan
memberikan efek vasokonstriksi.
Vasopresin dan angiotensin II merupakan zat vasokonstriktor yang mempengaruhi diameter arteriola (Sherwood, 2004). Sistem renin-angiotensin-aldosteron merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam mengontrol tekanan darah Renin dilepas sebagai jawaban terhadap stimulasi dari sistem saraf simpatis dan juga bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi angiotensin II di paru-paru oleh angotensin converting enzyme. Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah serta menstimulasi pelepasan aldosteron
dari zona glomerulosa kelenjar adrenal yang mengakibatkan tekanan darah yang berkaitan dengan retensi garam dan air (Lumantobing, 2008). Sistem saraf simpatis dibagi menjadi tiga, yaitu serabut saraf simpatis pembuluh darah, dan serabut saraf simpatis jantung. Serabut vasokonstriktor simpatis terdapat hampir di seluruh pembuluh darah di dalam tubuh dan akan mengeluarkan norepinephrine yang akan berikatan dengan adrenoreseptor dalam membran sel otot polos pembuluh darah. Serabut vasokonstriktor simpatis menerima perintah dari area vasomotor di medulla sedangkan serabut vasodilator simpatis menerima perintah dari korteks serebral yang berhubungan dengan neuron di hipotalamus (Boron & Boulpaep, 2005). Sistem simpatis mempengaruhi jantung yang membentuk plexus di dekat jantung. Serat postganglion yang mensekresikan norepinephrine, menpersarafi SA node, atrium, dan ventrikel, sehingga meningkatkan frekuensi dan kontraktilitas jantung. Saraf simpatis yang masuk di bagian kanan lebih mempengaruhi frekuensi jantung karena banyak mempersarafi SA node, namun saraf simpatis yang masuk melalui bagian kiri lebih mempengaruhi kontraktilitas (Boron & Boulpaep, 2005). Saraf parasimpatis hanya berperan kecil dalam pengaturan sirkulasi dan pengaruh yang paling penting terhadap sirkulasi adalah pengaturan frekuensi jantung melalui serabut saraf parasimpatis menuju ke jantung melalui nervus vagus. Perangsangan saraf parasimpatis yang menuju ke jantung akan menyebabkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung saraf vagus. Hormon ini akan menurunkan frekuensi irama nodus sinus dan menurunkan eksitabilitas serabut penghubung A-V yang terletak diantara otot-otot polos atrium dan nodus A-V (Guyton, 2007).
Seluruh bagian dari medulla yang mengatur regulasi jantung disebut medullary cardiovascular center yang dibagi menjadi cardiac dan vasomotor center dan bagian tersebut dibagi lagi menjadi cardioacceletory
dan cardioinhibitory serta area
vasokonstriktor dan vasodilator. Aktivitas cardiac center dipengaruhi oleh baroreseptor, kemoreseptor, dan bagian otak yang lebih tinggi khususnya hipotalamus (Boron & Boulpaep, 2005; Sherwood, 2004).
Gambar 2. Mekanisme pengaturan tekanan darah (Sumber : Sherwood, 2004)
2.1.8
Penatalaksanaan Hipertensi
2.1.8.1 Penatalaksanaan Farmakologi Keputusan untuk memberikan obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target, dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor resiko lain (Sugiharto, 2007). Terdapat sembilan kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin, penghambat reseptor angiotensin, dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Yang harus diperhatikan adalah resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).
2.1.8.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi Pendekatan
non
farmakologi
merupakan
penanganan
awal
sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi. Pada pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan non farmakologi dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita (Suyono, 2001). Pengobatan
non
farmakologis
sama
pentingnya
dengan
pengobatan
farmakologis, terutama pada pengobatan hipertensi derajat satu. Pengobatan non farmakologis dapat mengendalikan tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan atau pemberiannya dapat ditunda. Jika obat antihipertensi
diperlukan, pengobatan farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik (Sugiharto, 2007). Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol. Olah raga yang teratur terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Pengurangan asupan garam, penurunan konsumsi lemak jenuh dan meningkatkan konsumsi lemak tidak jenuh, serta upaya penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah sehingga dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi, seperti kalium terbukti dapat mengurangi resiko terjadinya stroke dan penurunan tekanan darah arteri dimana terdapat pada seledri, kol, dan jamur. Mengkonsumsi kalsium dan magnesium yang terdapat pada kacang-kacangan, susu, dan produk susu juga bermanfaat dalam penurunan tekanan darah (Sugiharto, 2007). Salah satu pengobatan non farmakologis adalah dengan terapi bekam. Melakukan terapi bekam secara rutin dapat memelihara atau mengontrol tekanan darah dan menjaga fungsi organ tubuh. Bekam juga bermanfaat untuk memperbaiki fungsi hati agar dapat berperan secara maksimal dalam mengatur aliran darahnya. Pada jantung, bekam akan meringankan kerja jantung dalam memompa darah sehingga memperlancar aliran darah dalam tubuh (Umar, 2012). Titik pembekaman pada penderita hipertensi diutamakan di beberapa titik di punggung karena titik-titik tersebut dapat menurunkan tekanan darah secara cepat (Sharaf, 2012).
2.1.9
Cara Mengukur Tekanan Darah Tekanan darah arteri dapat diukur baik secara langsung maupun tidak
langsung. Metode langsung memerlukan insersi kateter kecil ke dalam arteri. Pemantauan tekanan darah secara langsung hanya dilakukan untuk situasi perawatan intensif. Metode tidak langsung yang paling umum memerlukan penggunaan sfignomanometer
dan stetoskop. Perawat mengukur tekanan darah secara tidak
langsung dengan menggunakan auskultasi dan palpasi. Auskultasi merupakan teknik yang paling sering digunakan (Potter & Perry, 2005). Ada beberapa yang harus diperhatikan sebelum mengukur tekanan darah sebab apabila tidak diperhatikan akan mempengaruhi hasil tekanan darah. Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan setinggi jantung (Umar, 2012). Beberapa langkah yang dilakukan pada pemeriksaan tekanan darah menggunakan sfignomanometer dan stetoskop adalah sebagai berikut : a. Manset dipasang pada lengan atas dengan batas bawah manset 2-3 cm dari lipat siku dan posisi pipa manset harus menekan tepat di atas denyutan arteri dari lipat siku (arteri brakialis) b. Stekoskop diletakkan tepat di atas arteri brakialis c. Raba denyut arteri pada pergelangan tangan (arteri radialis) d. Manset dipompa hingga denyut arteri radialis menghilang dan terus dipompa hingga tekanan manset mencapai 30 mmHg setelah denyut arteri radialis menghilang
e. Katup manset lalu dibuka dan tekanan manset dibiarkan menurun perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik f. Bila bunyi pertama terdengar, itulah tekanan sistolik dan bunyi terakhir yang masih terdengar adalah tekanan diastolik g. Turunkan tekanan manset sampai 0 mmHg kemudian manset dilepaskan dari tangan
2.2 Terapi Bekam Basah 2.2.3
Pengertian Terapi Bekam Basah Bekam merupakan pengobatan yang sudah ada sejak 2000 tahun sebelum
Masehi. Sebagai pengobatan yang paling lama, bekam sudah dikenal luas di masyarakat dengan segala versinya, seperti cupping therapy, kop, blood letting therapy, al-hijamah, candhuk, dan lain-lainnya. Tidak hanya di Indonesia, pengobatan bekam juga menyebar rata di semua benua (Umar, 2012). Terapi bekam basah adalah metode penyembuhan dengan mengeluarkan darah perifer melalui permukaan kulit dengan cara melukai kulit dengan jarum dilanjutkan dengan penghisapan menggunakan piranti kop yang divakumkan. Terapi bekam terbagi menjadi dua, bekam kering dan bekam basah. Terapi bekam kering dilakukan dengan penghisapan pada permukaan kulit di bagian tubuh tertentu menggunakan piranti kop vakum selama 3-4 menit. Terapi bekam basah di awali dengan pengkopan pada daerah tertentu selama 3-4 menit. Setelah cup dilepas, dilakukan perlukaan daerah yang sama menggunakan jarum steril, dilanjutkan dengan cupping berikutnya (Majid, 2009).
2.2.4
Titik Bekam Penentuan titik bekam merupakan hal yang pokok dalam terapi bekam. Terapi
bekam menggunakan mekanisme jaring dan prinsip perwakilan jadi tidak semua bagian tubuh dilukai untuk mengeluarkan darah. Menurut asas fisiologi, bagian depan tubuh tidak dianjurkan. Tubuh bagian belakang berdekatan dengan pusat susunan saraf otak dan sumsum tulang belakang. Titik perwakilan yang dimaksud adalah ganglion yang menyebar di kanan dan kiri tulang belakang. Dengan aplikasi terapi pada titik-titik perwakilan, dapat terjadi perbaikan pada berbagai organ dan bagian tubuh. Ganglion-ganglion saling bergabung membentuk pleksus simpatis. Terdapat tiga bagian utama ganglion yang membentuk pleksus masing-masing mewakili berbagai organ, yaitu pleksus jantung, pleksus seliaka, dan pleksus mesentrikus (Majid, 2009). Menurut Majid (2009) berdasarkan letak ganglion tersebut, pemilihan titik bekam yang efektif sekaligus memininalkan terjadinya anemia pada saat perlukaan dapat dipetakan sebagai berikut :
Gambar 3. Titik Bekam (Sumber : Majid, 2009, 34) a. Titik 1 atau titik kahil terletak disekitar tonjolan tulang leher belakang nomor 7 (processus spinosus vertebaecervicalis VII). Pada terapi bekam dikenal dengan istilah titik atas yang dapat memperbaiki sirkulasi darah menuju otak. b. Titik 2 dan 3 atau titik paru-paru belakang terletak pada linea paravertebralis dextra dan sinistra, pada vertebra thoracal ke 3-4. Titik bekam pada posisi ini membantu mengeluarkan gas toksik yang berada di paru, mengeluarkan pathogen yang terdapat di hati dan juga membantu kelancaran peredaran darah menuju jantung. c. Titik 4 dan 5 atau titik liver belakang terletak pada linea paravertebralis dextra dan sinistra, pada vertebra thoracal ke 9-10. Titik ini mewakili organ-organ tubuh
berfungsi untuk produksi darah, yaitu hati dan sumsum tulang belakang dan sangat efektif untuk meningkatkan daya imun. d. Titik 6 dan 7 atau titik ginjal terletak pada linea paravertebralis dextra dan sinistra, pada vertebra lumbal ke 2-3. Titik ini merupakan titik-titik yang mewakili wilayah tubuh bagian tengah hingga bawah, yaitu saluran pencernaan dan ginjal.
2.2.5
Alat Bekam Menurut Asosiasi Bekam Indonesia (Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam
Indonesia, 2012) untuk menunjang kenyamanan terapi bekam dibutuhkan alat yang sekiranya cukup lengkap, antara lain : a. Kop Bekam
Gambar 4. Kop Bekam (Sumber : nabawi.org) Kop bekam berfungsi untuk menarik kulit dan darah dari tubuh pasien. Cara penggunaannya adalah pertama tentukan tempat atau lokasi yang akan dibekam, kemudian sedot tiga hingga lima kali atau sesuaikan dengan daya tahan tubuh pasien.
b. Pompa Bekam
Gambar 5. Pompa Bekam (Sumber : nabawi.org) Pompa bekam berfungsi sebagai pegangan atau alat untuk memudahkan agar kop bekam dapat ditarik dengan mudah. Cara penggunaannya adalah tempelkan ujung pompapada ujung kop bekam, kemudian tarik beberapa kali sampai kop bekam dapat menempel dengan baik pada area titik bekam. c. Lancing Device
Gambar 6. Lancing Device (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 38) Lancing Device berfungsi untuk memasang lancet atau jarum steril. Cara penggunaannya adalah buka penutup lancing kemudian masukkan lancetke dalam lubang ujung lancing dan tutup kembali. Setting ukuran kedalaman pada lancing device atau pen lancet, kemudian tekan pematik pen lancet agar terjadi luka kecil pada permukaan kulit.
d. Lancet atau Jarum Steril
Gambar 7. Lancet (Sumber : nabawi.org) Lancet atau Jarum Steril yaitu alat yang digunakan untuk perlukaan pada titik bekam. Cara penggunaannya adalah masukkan gagang lancet pada lancing device dan pastikan sudah masuk dengan sempurna, kemudian buka kepala jarumnya. e. Handscoon
Gambar 8. Handscoon (Sumber : nabawi.org) Handscoon berfungsi untuk melindungi kontak langsung antara pembekam dan pasien dari zat-zat atau materi berbahaya yang dapat merugikan kedua belah pihak. Cara penggunaannya adalah masukkan kedua tangan ke dalam handscoon atau sarung tangan sebelum kontak langsung dengan tubuh pasien.
f. Masker
Gambar 9. Masker (Sumber : nabawi.org) Masker berfungsi sebagai media untuk proteksi terhadap penyebaran pathogen dari pasien dan atau penterapisnya. Cara penggunaannya adalah sangkutkan karet yang berada di kedua sisi masker pada ke dua telinga. g. Kassa Steril
Gambar 10. Kassa Steril (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 40) Kassa steril berfungsi untuk membersihkan lokasi pembekaman pada permukaan kulit pasien, baik sebelum atau sesudah pembekaman dan untuk membersihkan darah bekam dan juga sebagai penutup luka bekas bekam agar luka terbuka tidak terinfeksi. Cara penggunaannya adalah berikan minyak herbal pada kassa steril
dan jepit dengan menggunakan klem arteri, kemudian usapkan dengan lembut pada area bekam dengan gerakan memutar dari tengah ke luar. h. Baskom Stainless
Gambar 11. Baskom Stainless (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 40) Baskom stainless berfungsi untuk menampung gelas bekam yang sedang atau telah dipakai. Cara penggunaannya adalah lepaskan kop bekam yang ada di tubuh pasien, kemudian letakkan dalam baskom stainless. i. Nampan Stainless
Gambar 12. Nampan Stainless (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 41) Nampan stainless berfungsi untuk menyimpan perlengkapan bekam, terutama kop, lancing device, lancet, pompa yang belum dipakai, dan beberapa perlengkapan
lainnya. Cara penggunaannya adalah letakkan alat bekam seperti kop, lancing device, lancet, pompa dan beberapa perlengkapan lainnya yang belum digunakan ke dalam nampan stainless. j. Neirbeken
Gambar 13. Neirbeken (Sumber : nabawi.org) Neirbeken berfungsi untuk menampung lancing device dan klem arteri yang sedang digunakan. Cara penggunaannya adalah letakkan lancing device dan klem arteri yang sedang digunakan atau sudah digunakan. k. Baskom Stainless Tertutup
Gambar 14. Baskom Stainless Tertutup (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 41) Baskom stainless tertutup berfungsi untuk menampung sementara darah bekam. Cara penggunaannya adalah masukkan darah bekam pasien dalam baskom
stainless tertutup, kemudian buang darah bekam ke dalam wadah penampung khusus. l. Tempat Sampah
Gambar 15. Tempat sampah (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 41) Tempat sampah berfungsi untuk menampung limbah berupa kassa steril, sarung tangan, dan masker. Cara penggunaannya adalah masukkan kantung plastik ke dalam tempat sampah sebelum digunakan. Sediakan dua tempat sampah dan masukkan kantung plastik warna kuning untuk limbah infeksius dan warna hitam untuk limbah domestik pada dalam tempat sampah sebelum digunakan. m. Skort atau Apron
Gambar 16. Skort atau Apron (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 42)
Skort atau apron berfungsi untuk melindungi tubuh atau baju pembekam dari percikan darah bekam dan minyak herbal. Cara penggunaannya adalah kenakan saat akan melakukan pembekaman. n. Goggle
Gambar 17. Goggle (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 43) Goggle atau kaca mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan darah yang mungkin terjadi saat membekam. Cara penggunaannya adalah kenakan saat mulai membekam sampai proses pembekaman selesai. o. Minyak Herbal
Gambar 18. Minyak herbal (Sumber : nabawi.org) Minyak herbal berfungsi sebagai media pelembut kulit dan anti septik yang digunakan sebelum dan sesudah pembekaman. Cara penggunaannya adalah lumuri area kulit yang akan dibekam dengan menggunakan kassa steril.
2.2.6
Proses Terapi Bekam Basah Bekam basahmerupakan pengobatan yang terdiri dari empat proses, yaitu
penghisapan kulit dan jaringan bawah kulit, pembiaran gelas dalam posisi tekanan negatif, pengeluaran darah, dan titik yang tepat (Umar, 2012). a. Proses penghisapan akan merangsang syaraf-syaraf pada permukaan kulit. Rangsangan ini akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis ke thalamus yang akan menghasilkan endorphin dan sebagian rangsangan akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju motor neuron dan menimbulkan refleks intubasi simpatis sehingga menimbulkan intubasi nyeri secara general melalui siklus endorphin dan segmental simpatis. b. Tekanan negatif yang ditimbulkan dari penghisapan menyebabkan kongesti pasif dari jaringan lokal di permukaan superfisial serta meningkatkan dilatasi pembuluh darah. Hal ini akan meningkatkan volume aliran darah dan mempercepat sirkulasi darah sehingga suplai darah ke kulit menjadi lebih baik. Selain itu juga menyebabkan jaringan kulit dan darah dalam keadaan hipoksia karena oksigen terhisap oleh gelas bekam. Kondisi ini akan mengaktifkan hipoxia inducible factor dan menstimulasi hormon Epo sehingga terjadi regenerasi eritrosit. Proses ini juga menimbulkan efek anestesi pada ujung-ujung syaraf sensorik sehingga mampu mengurangi rasa nyeri pada pasien dan membantu mengurangi rasa nyeri saat poses penyayatan untuk mengeluarkan darah. c. Pada proses pengeluaran darah , suhu kulit di area local akan meningkat dan terjadilah proses perbaikan metabolisme. Proses ini mengakibatkan perbaikan
sirkulasi darah, membuang stasis darah, membuang patogen angin dan patogen basah, melancarkan darah, membuang patogen dingin dan meredakan nyeri. d. Proses terakhir adalah titik yang tepat. Bekam pada titik yang tepat akan menimbulkan proses pengobatan yang lebih efektif dan berlipat.
2.2.7
Mekanisme Terapi Bekam Basah Bekam adalah cara pengobatan dengan membekam titik-titik di permukaan
kulit. Titik yang dibekam bisa berupa titik akupuntur, akupresur, refleksi, dan yang sedang berkembang di Indonesia adalah membekam pada titik-titik meridian akupuntur. Titik meridian adalah bagian tertentu dari tubuh yang sangat sensitif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa titik meridian mengandung kumpulan syaraf dan motor-neuron dan pembuluh darah mikrovaskuler. Titik meridian juga disebut motor point yang terletak pada perlekatan otot syaraf. Otot-otot tersebut mengandung banyak mitokondria, pembuluh darah, dan mioglobin. Jika bekam dilakukan tepat pada titik-titik tadi akan terjadi proses pada kapiler dan arteriola, peningkatan jumlah leukosit, limfosit, dan sistem retikulo-endothelial, pelepasan ACTH, kortison, endorphin, enkefalin, dan faktor humoral lain. Selain itu juga terjadi efek anti peradangan, penurunan serum lemak trigliserida, fosfolipida, dan kolesterol LDL, merangsang proses lipolisis jaringan lemak dan mengatur kadar glukosa darah agar normal (Umar, 2008). Proses penyembuhan terjadi apabila bekam dilakukan pada titik-titik meridian tersebut dimana titik tersebut akan bekerja langsung pada sistem endokrin, metabolisme, dan peningkatan imunitas. Selain itu akan terjadi pelepasan zat
neuorokimia seperti endorphin yang bisa mengurangi nyeri. Nyeri akan hilang disertai dengan peningkatan oksigen dan aliran darah dari titik pembekaman sehingga menyebabkan otot menjadi rileks. Pada setiap penghisapan kulit akan diikuti dengan pengumpulan jaringan bawah kulit dan darah, serta komponen yang terdapat di bawah kulit. Penghisapan akan merangsang syaraf-syaraf pada pemukaan kulit dan akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis serta traktus spino thalamikus ke arah thalamus yang akan menghasilkan endorphin. Sebagian rangsangan akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan refleks intubasi nyeri secara general melalui siklus endorphin dan segmental simpatis (Umar, 2008). Akibat tekanan negatif yang ditimbulkan dari penghisapan menyebabkan kongesti pasif dari jaringan lokal di permukaan superfisial dan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga akan meningkatkan volume aliran darah dan mempercepat sirkulasi darah dan suplai darah ke kulit menjadi lebih baik. dengan demikian, sel-sel di permukaan kulit dan jaringan bawah kulit dapat dipertahankan daya vitalitasnya. Pada bekam basah, setelah penghisapan kulit akan dilanjutkan dengan mengeluarkan darah sehingga suhu kulit di area lokal akan meningkat dan disertai dengan dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga menghasilkan perbaikan metabolisme. Terjadinya proses penekanan titik-titik pembekaman di bawah kulit di sepanjang meridian karena adanya efek penghisapan dan penarikan kulit karena tekanan negatif. Dapat dikatakan bahwa efek terapi tidak hanya mengenai bagian permukaan kulit yang dibekam saja akan tetapi bisa menembus ke dalam jaringan di bawahnya. (Umar, 2008).
2.2.8
Kontraindikasi Bekam Basah Meskipun bekam terbukti efektif, namun tidak semua orang atau bagian tubuh
bisa dilakukan pembekaman. Ada beberapa pertimbangan, antara lain : a. Kulit keriput b. Anemia c. Mengkonsumsi obat pengencer darah d. Penyakit kulit kronis e. Demam tinggi f. Hipotensi g. Kelainan darah (hemofilia dan kanker darah) h. Oedema anasarka i. Kelainan pembuluh darah j. Trombosit rendah k. Adanya infeksi terbuka l. Mengalami dehidrasi m. Hipotermi
2.3 Pengaruh Terapi Bekam Basah terhadap Penurunan Tekanan Darah Memilih titik yang tepat maka bekam basah akan membantu penanganan hipertensi. Titik bekam disesuaikan keluhan dan ada atau tidaknya komplikasi karena titik bekam pada satu pasien bisa berbeda dengan pasien lainnya. Titik utama pada hipertensi adalah titik 1 atau titik kahil, titik 2 dan 3 atau titik paru-paru belakang, titik 4 dan 5 atau titik liver belakang, dan titik 6 dan 7 atau titik ginjal. Ketujuh titik
ini bisa diberikan pada semua kasus hipertensi. Titik kahil terletak di sekitar tonjolan tulang leher belakang nomor 7 (processus spinosus vertebaecervicalis VII). Titik paru-paru belakang terletak pada linea paravertebralis dextra dan sinistra, pada vertebra thoracal ke 3-4. Titik liver belakang terletak pada linea paravertebralis dextra dan sinistra, pada vertebra thoracal ke 9-10. Titik ginjal terletak pada linea paravertebralis dextra dan sinistra, pada vertebra lumbal ke 2-3 (Umar, 2012). Mekanisme penyembuhan bekam basah pada hipertensi didasarkan atas teori aktivasi organ, dimana bekam akan mengaktivasi organ yang mengatur aliran darah seperti hati, ginjal, dan jantung agar organ-organ ini tetap aktif dalam mengatur peredaran darah sehingga tekanan darah tetap terjaga. Bekam juga berusaha menyeimbangkan secara alamiah bila ada tekanan darah yang meningkat (Umar, 2012). Pembekaman di kulit akan menstimulasi kuat saraf permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis melalui saraf A-delta dan C, serta traktus spino thalamicus ke arah thalamus yang akan mengahasilkan endorphin. Sebagian rangsangan akan diteruskan melalui serabut aferen simpatis menuju motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri dan dilatasi pembuluh darah. Selanjutnya endorphin akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis sehingga curah jantung akan menurun dan tekanan darah akan turun. Meningkatnya aktivitas saraf simpatis juga akan mempengaruhi dilatasi diameter arteriola sehingga otot halus yang terdapat pada dindingnya akan membuat pembuluh darah menjadi lebih lebar sehingga tahanan perifer total menurun dan tekanan darah akan menurun (Ridho, 2012).
Gambar 19. Mekanisme terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah (Sumber : Ridho, 2012)