II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep pengaruh Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, dan kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan ada hubungan timbal balik, atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. Dua hal ini adalah yang akan dihubungkan dan dicari apa ada hal yang menghubungkannya. Disisi lain pengaruh adalah beruba daya yang memicu sesuatu, menjadikan sesuatu berubah. Maka jika salah satu yang disebut pengaruh tersebut berubah, maka akan ada akibat yang ditimbulkannya.
2.1.2
Konsep Model Pembelajaran
Model secara harfiah berarti “bentuk”, dalam pemakaian secara umum model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukurannya yang diperoleh dari beberapa sistem. Model pembelajaran merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran.
9
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran
yang sesuai
dan
efisien
untuk
mencapai
tujuan
pendidikannya. (Rusman, 2013:133)
Berdasarkan pengertian diatas, maka model pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas.
2.1.3 Konsep Model Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik dengan aktifitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Model pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) memiliki prinsip belajar yang berdasarkan aktifitas berarti bergerak aktif secara fisik ketika belajar, dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/ pikiran terlibat dalam proses belajar. Belajar berdasarkan aktifitas secara umum jauh lebih efektif daripada yang didasarkan presentasi, materi, dan media. Dave Meier (Rusman, 2011:373) mengatakan, suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal dengan model pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI).Model pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) merupakan model pembelajaran yang melibatkan seluruh
10
pikiran dan tubuh, pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi, kerjasama membantu proses pembelajaran, pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan, belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik, emosi positif sangat membantu pembelajaran, otak menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Pembelajaran dalam pendekatan SAVI memiliki Kelebihan dan Kelemahan diantaranya: 1. Kelebihan a) Membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melaluipenggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual b) Siswa tidak mudah lupa karena siswa membangun sendiri pengetahuannya. c) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar. d) Memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai. e) Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif f) Mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa g) Memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa h) Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik. i) Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskanjawabannya. j) Merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar 2. Kelemahan a) Model pembelajaran ini menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh. b) Penerapan Model pembelajaran ini membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhannya, sehingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang canggih dan menarik. Ini dapat terpenuhi pada sekolah-sekolah maju. c) Karena siswa terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri. d) Membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah. e) Membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu. f) Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai
11
g) Model pembelajaran SAVI masih tergolong baru, sehingga banyak pengajar guru yang belum mengetahui Model pembelajaran SAVI tersebut h) Model pembelajaran SAVI ini cenderung kepada keaktifan siswa, sehingga untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang, menjadikan siswa itu minder. (http://laportadoradesuenos.blogspot.com/2014/09/model-pembelajaransavi-terlengkap.html. di akses 20/05/2015.08:43)
Model pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) ini dilaksanakan dalam siklus pembelajaran empat tahap: 1. Tahap pertama ialah tahap persiapan. Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pembelajaraan, memberikan mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar; 2. Tahap kedua ialah tahap penyampaian. Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pacaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar. 3. Tahap ketiga, pelatihan. Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajaran mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dari berbagai cara; 4. Tahap keempat, penampilan hasil. Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan,sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat. (Rusman, 2013:373) Berdasarkan empat tahapan dalam model pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) di atas dapat diterapkan melalui rancangan pembelajaran sebagai berikut: 1) Tahap persiapan Dalam tahapan ini guru mengadakan apersepsi dengan cara menghubungkan pengetahuan
siswa
dikaitkan
dengan
materi
yang
akan
disampaikan
membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan diharapkan guru mampumengajak siswa terlibat penuh sejak awal dalam proses pembelajaran. 2) Tahap penyampaian
12
Guru menyampaikan materi. Lalu guru memutarkan sebuah video yang berhubungan dengan materi, sebelum memutar video guru membagikan lembar pertanyaan mengenai video yang akan diputar. 3) Tahap pelatihan Setelah pemutaran video selesai, siswa diberikan kesempatan untuk menjawab lembar pertanyaan yang telah dibagikan. Beri kesempatan mereka untuk membaca dan memahami pertanyaan di kertas masing-masing sambil memikirkan jawabannya. Lalu meminta siswa untuk membacakan pertanyaan yang ada di tangannya (untuk menciptakan budaya bertanya, upayakan memotivasi siswa untuk angkat tangan bagi yang siap membaca tanpa langsung menunjuknya). Mintalah dia memberikan respon (jawaban/penjelasan) atas pertanyaan atau permasalahan tersebut, kemudian mintalah kepada teman sekelasnya untuk memberi pendapat atau melengkapi jawabannya. Berikan apresiasi (pujian/tidak menyepelekan) terhadap setiap jawaban/tanggapan siswa agar termotivasi dan tidak takut salah. 4) Tahap penampilan hasil Dalam tahapan ini bentuk kelompok diskusi secara lebih lanjut dengan cara siswa bergantian membacakan pertanyaan di tangan masing-masing sesuai waktu yang tersedia. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. Dalam menggunakan model ini guru harus membentuk kelompok yang heterogen sehingga dalam proses pembelajaran tidak di dominasi oleh siswa yang aktif atau siswa yang pandai saja. Selain itu guru harus membimbing siswa yang kurang aktif dalam kelompoknya pada proses pembelajaran. Untuk pengelolaan kelas,
13
guru mengatur tempat duduk setiap kelompok terlebih dahulu agar dapat menghemat waktu dan mengurangi kegaduhan dalam proses pembelajaran.
2.1.4 Konsep Pembelajaran Sejarah Pembelajaran sejarah di sekolah merupakan salah satu pembelajaran yang harus dipelajari oleh siswa. Isjoni ( 2007 : 37 ) mengatakan Sejarah adalah ilmu yang menggambarkan perkembangan masyarakat, suatu proses yang panjang ”. Sejarah merupakan kisah manusia dengan perjuangan yang dikenal dengan kebudayaan. Memahami asal usul kebudayaannya, berarti memahami kenyataan dirinya dan kekiniannya. Memahami hakekat kekiniannya berarti mampu mengambil pelajaran untuk menghadapi masa depan. Mempelajari sejarah berarti mempelajari hubungan
antara
masa
lampau,
masa
kini
dan
masa
yang
akan
datang.Pembelajaran sejarah sebagai sejarah normatif, substansi dan tujuannya ditujukan pada segi – segi normatif, yaitu nilai dan makna sesuai tujuan pendidikan. Kegunaan pembelajaran sejarah bagi siswa menurut Hill adalah: a. Secara unik memuaskan rasa ingin tahu dari anak tentang orang lain, kehidupan, tokoh – tokoh, perbuatan dan cita – citanya, yang dapat menimbulkan gairah dan kekaguman. b. Lewat pembelajaran sejarah dapat diwariskan kebudayaan dari umat manusia, penghargaan terhadap sastra, seni serta cara hidup orang lain. c. Melatih tertib intelektual, yaitu ketelitian dalam memahami dan ekspresi, menimbang bukti, memisahkan yang penting dari yang tidak penting, antara propaganda dan kebenaran. d. Melalui pelajaran sejarah dapat dibandingkan kehidupan zaman sekarang dengan masa lampau. e. Pelajaran sejarah memberikan latihan dalam pemecahan masalah – masalah atau pertentangan dunia masa kini. f. Mengajar siswa unuk berpikir sejarah dengan menggunakan metode sejarah, memahami struktur dalam sejarah, dan menggunakan masa lampau untuk mempelajari masa sekarang dan masa yang akan datang.
14
g. h.
Mengajar siswa untuk berpikir kreatif. Untuk menjelaskan masa sekarang ( belajar bagaimana masa sekarang, menggunakan pengetahuan masa lampau untuk memahami masa sekarang untuk membantu menyelesaikan masalah – masalah kontemporer). i. Untuk menjelaskan sejarah bahwa status apapun hari ini adalah hasil dari apa yang terjadi di masa lalu, dan pada waktunya apa yang terjadi hari ini akan mempengaruhi masa depan. j. Menikmati sejarah k. Membantu siswa akrab dengan unsur – unsur dalam sejarah. ( Isjoni, 2007 : 39 – 40 ) Pembelajaran sejarah disekolah bertujuan membangun kepribadian dan sikap mental anak didik, membangkitkan keinsyafan akan suatu dimensi fundamental dalam eksistensi umat manusia ( kontinuitas gerakan dan peralihan terus menerus dari lalu ke arah masa depan), mengantarkan manusia ke kejujuran dan kebijaksanaan pada anak didik, dan menanamkan cinta bangsa dan sikap kemanusian. Pentingnya pembelajaran sejarah di sekolah – sekolah diakui semua bangsa dan negara, karena pembelajaran sejarah merupakan sarana untuk mensosialisasikan nilai – nilai tradisi bangsa yang sudah teruji dengan waktu, memahami perjuangan dan pertumbuhan bangsa dan negara, baik secara fisik, politik, dan ekonomi sekaligus mendidik sebagai warga dunia yang sangat peduli kepada pentingnya pemahaman terhadap bangsa – bangsa lain ( Isjoni, 2007 : 47 ). Oleh karena itu, tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang di dalam kurikulum sekolahnya tidak membahas materi sejarah. Karena pembelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
2.1.5 Konsep Minat Belajar Minat adalah satu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan suatu hubungan antara diri sendiri dan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau
15
dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Minat adalah keinginan jiwa terhadap sesuatu objek dengan tujuan untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang tidak akan mencapai tujuan yang dicitacitakan apabila di dalam diri orang tersebut tidak terdapat minat atau keinginan jiwa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakannya itu.
Menurut Djaali (2008:122) minat adalah perasaan ingin tahu, mempelajari, mengagumi atau memiliki sesuatu. Menurut John Crites (Djaali, 2008:122), bahwa minat merupakan bagian dari ranah afeksi, mulai dari kesadaran sampai pada pilihan nilai. Gerungan (Djaali, 2008:122) menyebutkan minat merupakan pengerahan perasaan dan menafsirkan untuk sesuatu hal (ada unsur seleksi). Sedangkan Holland (Djaali, 2008:122) mengatakan, minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat tidak timbul sendirian melainkan ada unsur kebutuhan, misalnya minat belajar.
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan berkurang, minat pun berkurang. Sebaliknya, kesenangan merupakan minat yang sementara. Ia berbeda dari minat bukan dalam kualitas melainkan dalam ketetapan (persistence). Selama kesenangan itu ada, mungkin intensitas itu ada, mungkin intensitas dan motivasi yang menyertainya sama tinggi dengan minat. Namun ia segera berkurang karena kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang sementara. Minat lebih tetap (persistent) karena minat memuaskan kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang (Hurlock, 1999). Adalah penting mengenal perbedaan antara minat dan kesenangan, dan menyadari bahwa kesenangan sering kemudian mengarah ke kebosanan, karena minat dan kebosanan berpengaruh pada penyesuaian pribadi dan sosial. Suatu kegiatan yang tidak memuaskan, merangsang atau menantang individu disebut “membosankan”. individu tidak mampu melihat bagaimana kegiatan itu dapat memberikan keuntungan pribadi atau kepuasan. Jadi kebosanan, yang terdiri dari perasaan jemu dan ketidakpuasan, merupakan lawan dari minat (Hurlock, 1999).
16
Apabila seseorang menaruh perhatian terhadap sesuatu, maka minat akan menjadi motif yang kuat untuk berhubungan secara lebih aktif dengan sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika disalurkan dalam suatu kegiatan. Keterikatan dengan kegiatan tersebut akan semakin menumbuh kembangkan minat. Sesuai pendapat yang dikemukakan Hurlock, “bahwa semakin sering minat diekspresikan dalam kegiatan maka semakin kuatlah ia, sebaliknya minat akan padam bila tidak disalurkan”. Minat dapat menjadi sebab terjadinya suatu kegiatan dan hasil yang akan diperoleh (Hurlock, 1999) “Selain itu, guru harus mampu memelihara minat belajar siswa dalam belajar, yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu untuk pindah dari satu aspek ke lain aspek pelajaran dalam situasi belajar ”(Slameto,2003:176) Minat dapat digolongkan menjadi beberapa macam, antara lain berdasarkan timbulnya minat dan berdasarkan arahnya minat. 1) Berdasarkan timbulnya, minat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Minat primitive adalah minat yang timbul karena kebutuhan biologis atau jaringan-jaringan tubuh, misalnya kebutuhan makanan, perasaan enak atau nyaman, kebebasan beraktivitas dan seks b. Minat social adalah minat yang timbulnya karena proses belajar, minat ini tidak secara langsung berhubungan dengan kita sendiri. Misalnya minat belajar, individu ounya pengalaman bahwa masyarakat atau lingkungan akan lebih menghargai orang-orang terpelajar dan pendidikan tinggi, sehingga hal ini akan menimbulkan minat individu untuk belajar dan berprestasi agar dapat mendapat penghargaan dari lingkungan, hal ini mempunyai arti yang sangat penting bagi harga dirinya. 2) Berdasarkan arahnya, minat dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a) Minat intrinsik adalah minat yang langsung berhubungan dengan aktifitas itu sendiri, ini merupakan minat yang lebih mendasar. Misalnnya, seseorang belajar karena senang membaca, bukan kerana ingin mendapatkan pujian atau penghargaan. b) Minat ekstrinsik adalah minat yang berhubungan dengan tujuan akhir dari kegiatan tersebut, apabila tujuannya sudah tercapai ada kemungkinan minat tersebut hilang, misalnya seseorang yang belajar dengan tujuan agar menjadi juara kelas (Abdul rahman, 2009:265)
Keberhasilan suatu pendidikan ditentukan oleh proses pendidikan, karena adanya proses pendidikan, karena pada proses pendidikan diperlukan peran siswa secara aktif. Sementara itu, keaktifan sisiwa dalam proses belajar mengajar erat keitannya dengan kondisi minat belajarnya. Minat belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
17
Faktor internal adalah faktor yang berkaitan dengan diri siswa meliputi kondisi fisik dan psikisnya. Kondisi fisik yang dimaksud adalah kondisi yang berkaitan dengan keadaan jasmani seperti kelengkapan anggota tubuh, kenormalan fungsi organ tubuh.
Ciri-ciri timbulnya minat dapat dilihat dari perubahan aktivitas belajar, perhatian dan rasa senang dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Minat adalah suatu ketertarikan dan rasa suka terhadap sesuatu yang diwujudkan melalui partisipasi dan aktivitas tanpa paksaan atau tanpa disuruh orang lain.
Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, minat menjadi motor penggerak untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, tanpa dengan minat, tujuan belajar tidak akan tercapai.
Menurut Muhibin Syah (2002:129), bahwa minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang studi tertentu. Guru seyogyanya membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara yang kurang lebih sama dengan membangun sikap positif. Menurut Winkel (1983:30), perasaan senang akan menimbulkan minat pula, yang diperkuat lagi oleh sikap yang positif. Minat dapat ditimbulkan dengan cara:
1. Membangkitkan suatu kebutuhan. 2. Menghubungkan dengan pengalaman yang lampau.
18
3. Memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih baik (Effendi dan Praja, 1993:72) Perasaan tidak senang menghambat dalam belajar, karena tidak melahirkan sikap yang positif dan tidak menunjang minat dalam belajar. Menurut Dalyono (2001:56-57), bahwa minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap sesuatu dipelajari sejak lahir melainkan diperoleh
kemudian. Minat terhadap sesuatu dipelajari dan
mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat baru. Jadi minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya walaupun minat terhadap sesuatu hal tidak merupakan hal yang hakiki untuk dapat mempelajari hal tersebut.
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses ini berarti menunjukkan pada siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggapnya penting dan bila siswa melihat bahwa dari hasil dari
19
pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya, kemungkinan besar siswa akan berminat dan bermotivasi untuk mempelajarinya.
Dengan demikian perlu adanya usaha-usaha atau pemikiran yang dapat memberikan solusi terhadap peningkatan minat belajar siswa, utamanya dengan yang berkaitan dengan bidang studi tertentu. Minat sebagai aspek kewajiban bukan aspek bawaan, melainkan kondisi yang terbentuk setelah dipengaruhi oleh lingkungan. Karena itu minat sifatnya berubah-ubah dan sangat tergantung pada individunya.
Minat belajar dapat diingatkan melalui latihan konsentrasi. Konsentrasi merupakan aktivitas jiwa untuk memperhatikan suatu objek secara mendalam. Dapat dikatakan bahwa konsentrasi itu muncul jika seseorang menaruh minat pada suatu objek, demikian pula sebaliknya merupakan kondisi psikologis yang sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kondisi tersebut amat penting sehingga konsentrasi yang baik akan melahirkan sikap pemusatan perhatian yang tinggi terhadap objek yang sedang dipelajari Cara-cara untuk menumbuhkan atau meningkatkan minat belajar pada diri siswa adalah sebagai berikut : 1. Periksalah kondisi jasmani anak, untuk mengetahui apakah segi ini yang menjadi sebab. 2. Gunakan metode yang bervariasi dan media pembelajaran yang menarik sehingga dapat merangsang anak untuk belajar 3. Menolong anak memperoleh kondisi kesehatan mental yang lebih baik. 4. Cek pada orang atau guru-guru lain , apakah sikap dan tingkah laku tersebut hanya terdapat pada pelajaran saudara atau juga ditunjukkan di kelas lain ketika diajar oleh guru-guru lain. 5. Mungkin lingkungan rumah anak kurang mementingkan sekolah dan belajar. Dalam hal ini orang-orang di rumah perlu diyakinkan akan pentingnya belajar bagi anak
20
6. Cobalah menemukan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian anak, atau tergerak minatnya. Apabila minatnya tergerak, maka minat tersebut dapat dialihkan kepada kegiatan-kegiatan lain di sekolah. (JT. Loekmono,1985:98) Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa minat dapat ditingkatkan dengan daya tarik dari luar, perasaan senang, dan sikap yang positif yang akan dapat meningkatkan kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang studi tertentu.
2.2.
Kerangka Pikir
Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas XI IPS SMA Negeri 2 Metro mengamati proses pembelajaran diperoleh beberapa temuan, yakni pada saat guru memaparkan materi, siswa-siswa cenderung ramai, beberapa siswa lebih senang berbicara dengan teman mereka dibandingkan dengan mendengarkan penjelasan dari guru. Minat belajar masih rendah, ini terlihat dari respon mereka yang cenderung
tidak
memperhatikan
pelajaran.
Minat
belajar
itu
nantinya
akanberpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Akan sulit untuk mendapatkan nilaiyang baik jika siswa tidak memiliki minat belajar yang tinggi.
Meningkatkan minat belajar pada diri siswa terutama pada pembelajaran sejarah, siswa perlu diberikan model pembelajaran baru, sehingga terdapat suasana yang selalu berbeda setiap kesempatan pembelajaran. Jika minat belajar siswa mengalami peningkatan, maka kecenderungan untuk meningkatkan minat belajar siswa akan jauh lebih mudah.
Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah dengan menggunakan model pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI).
21
Model pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) ini menuntut keaktifan dan peranan siswa dalamkegiatan belajar mengajar . Menggunakan model pembelajaran ini dapat meningkatkan minat belajar siswa.
2.3.
Paradigma
Model SAVI
MINAT BELAJAR SISWA
Keterangan: : Garis Pengaruh
2.4.
Hipotesis
Hipotesis menurut Suharsimi Arikunto (2002:62) hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian seperti terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H0
:Model
pembelajaran Somatis Auditori Visual dan Intelektual(SAVI) tidak
berpengaruh terhadap minat belajar Sejarah siswa kelas XI IPSSMA Negeri 2 Metro. H1
:
Model pembelajaran Somatis Auditori Visual dan Intelektual (SAVI)
berpengaruh terhadap minat belajar Sejarah siswa kelas XI IPSSMA Negeri 2 Metro
22
REFERENSI
Rusman.2013.Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta:Rajagrafindo Persada. Hlm 133 Rusman.Ibid. Hlm 373 http://laportadoradesuenos.blogspot.com/2014/09/model-pembelajaran-saviterlengkap.html. di akses 20/05/2015.08:43. Isjoni.2007.Pembelajaran sejarah pada Satuan Pendidikan.Bandung: Alfabeta Hlm 37 Isjoni.Ibid.Hlm 38-40 Isjoni.Ibid.Hlm 47 Djaali.2008.Psikologi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 122 Djaali.Ibid.Hlm 122 Djaali.Ibid.Hlm 122 Hurlock, B. Elizabeth. 1999. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga. Slameto.2003.Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta:Rineka Cipta. Hlm 176 Abdul rahman, Muhibb abdul Wahab.2009.Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam.Jakarta: Kencana. Hlm 265 Muhibin Syah.2002.Psikologi Pendidikan suatu pendidikan baru.Bandung: Rosdakarya. Hlm 129 Winkel.1983.Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm 30 Efendi dan Praja.1993.Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa.Hlm 72 Dalyono,M.2001.“Psikologi Pendidikan”. Jakarta: Rineka Cipta.Hlm 56-57 JT. Loekmono.1985.Bimbingan bagi Anak Remaja yang bermasalah. Jakarta: CV. Rajawali.Hlm 98