BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi, 2003: 558). 2.1.1
Fonem dan Sistem Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang membedakan makna. Fonem merupakan bagian dari ilmu fonologi yang membahas mengenai bunyi. Penelitian fonologi merupakan suatu penelitian yang mendasar untuk mengetahui struktur bunyi suatu bahasa. Dalam penelitian fonologi dibicarakan aspek bunyi dan aspek fonem suatu bahasa. Secara tepat tidak ada dua bunyi bahasa yang sama benar yang diucapkan oleh seorang pembicara. Untuk menentukan status bunyi bahasa apakah sebagai sebuah fonem atau bukan diperlukan suatu penelitian yang melibatkan berbagai teori fonologi. Menurut Verhaar (1982: 36), fonologi adalah ilmu yang menyelidiki perbedaan minimal antarujaran yang selalu terdapat dalam kata sebagai konstituen, contohnya adalah hapas dan hipas.(hapas = kapas dan hipas = sehat). Pasangan kata tersebut memiliki dua bunyi yang berbeda yaitu [a] dan [i]. Hal itu menunjukkan bahwa /a/ dan /i/ adalah dua fonem yang berbeda. Jadi, pasangan minimal adalah dua ujaran yang berbeda maknanya tetapi memiliki minimal satu perbedaan bunyi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara, bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan (Alwi dkk, 2003: 49). Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan tanpa penutupan atau penyempitan di atas glotis. Dengan kata lain, vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor: tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (Alwi dkk, 2003: 50), sedangkan konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan berbagai hambatan atau penyempitan aliran udara. Pada pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat, yaitu keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan (Alwi, 2003:52). Fonem tidak sama dengan bunyi bahasa. Fonem diberi nama sesuai dengan nama salah satu bunyi bahasa yang merealisasikannya. Misalnya: konsonan bilabial, konsonan bersuara, konsonan geseran velar bersuara, vokal depan atas, dan lain sebagainya. Kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu morfem dinamakan kaidah fonotaktik (Alwi dkk, 2003: 28).
Bahasa Indonesia, misalnya,
mengizinkan jejeran seperti /-nt-/ (untuk), /-rs-/ (bersih) dan /-st-/ (pasti), tetapi tidak mengizinkan jejeran seperti /-pk-/ dan /-pd/. Tiap bahasa mempunyai ciri khas dalam fonotaktik, yakni dalam merangkaikan fonem untuk membentuk satuan fonologis yang lebih besar. Di dalam bidang fonologi bunyi terkecil dalam analisis generatif adalah fitur yang berarti suatu bentuk yang hanya memperlihatkan hubungan secara eksplisit sifat atau ciri setiap segmen. Fitur adalah ciri umum yang membedakan
Universitas Sumatera Utara
satu benda atau bunyi dari satu jenis benda (bunyi) yang lain. Misalnya: elecric → electricity (bahasa Inggris) ‘listrik’(Schane 1992 : 26). Dalam contoh di atas [k] pada kata electric dan [s] pada kata electricity sudah memiliki ciri pembeda yang spesifik. Terdapat suatu bunyi yang eksplisit yaitu [k] sehingga muncul bentuk [s] menjadi kata ‘trisiti’ pada kata electricity yang sebelumnya adalah trik pada kata electric. Hal itulah yang menunjukkan peranan fonetik dalam kajian fonologi generatif. Berbeda halnya dengan fitur distingtif atau ciri pembeda. Fitur distingtif adalah ciri khusus yang membedakan suatu bunyi dari satu jenis bunyi yang lain menjadi bunyi yang sama. Misalnya bunyi [p] dan [b]. Bunyi [p] dan [b] mempunyai unsur pembentuk tuturan yang hampir sama yaitu [p] dan [b] merupakan bunyi labial dan [p] merupakan bunyi hambat tak bersuara sedangkan [b] merupakan bunyi hambat bersuara atau hal itu dapat disimpulkan [p] dan [b] adalah konsonan hambat labial penyuaraannya berbeda. Atau dapat digambarkan sebagai berikut: b
+ bilabial
p
+ bilabial
+bersuara
- bersuara
+plosif
+ plosif
Bunyi ujaran pada dasarnya adalash udara yang dikeluarkan dari paru-paru yang dimodifikasi oleh alat ucap manusia. Udara yang keluar dari paru-paru itu berbeda-beda. Ada yang mengalami hambatan dan ada juga yang tidak mengalami hambatan. Maksud dari kata mengalami hambatan tersebut adalah hambatan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada artikulasi aktif atau bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan. Ada dua macam bunyi dalam bahasa yakni bunyi vokal dan bunyi konsonan berdasarkan ada tidaknya hambatan atau halangan dalam proses pembentukan bunyi. Jika bunyi tersebut dapat membedakan arti maka disebutlah sebagai fonem. Untuk membuktikan fonem vokal dan konsonan dapat ditentukan melalui pasangan minimal, misalnya / batu/ dengan /bata/ yang membuktikan adanya perbedaan fonem /a/ dan fonem /u/. Sistem fonem dapat dinyatakan dengan struktur fonemis contohnya sistem fonem dalam bahasa Jawa ialah /pr/, /tr/, /kr/, /cr/, /br/, /dr/, /gr/, /jr/, /sr/, /mr/, /nr/, /ňr/, /ŋr/, tetapi tidak ada */hr/, */lr/, dan */yr/ yang mana kelompok tersebut di luar */hr/, */lr/, dan */yr/ dimasukkan ke dalam kelompok /r/. Hal yang sama berlaku juga pada /l/. Struktur fonemis kedua fonem itu dapat dinyatakan secara umum bahwa kelompok /r/ dan /l/ di dalam bahasa Jawa terdapat sesudah semua konsonan kecuali /h/, /y/, /l/, /r/. Di dalam sistem fonem bahasa Indonesia terdapat struktur fonemis yang bisa dinyatakan kecuali /b, d, j, g, c, ǝ/. ň, Semua fonem terdapat pada akhir suku kata (Samsuri, 1994: 127). Sistem fonem diklasifikasikan dalam dua dua bunyi yaitu bunyi segmental dan bunyi suprasegmental. Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang bersambung- sambung terus- menerus dan diselang- seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan yang
Universitas Sumatera Utara
disebut bunyi suprasegmental atau prosodi (Chaer, 2007: 120). Jadi pada tingkat fonemik ciri- ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional atau dapat membedakan makna. Misalnya dalam bahasa Indonesia kata mental (dengan tekanan pada suku pertama) bermakna ‘bersangkutan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga’, sedangkan pada kata mental (dengan tekanan pada suku kedua) yang berarti ‘terpelanting, terpental’. Dengan berbedanya letak tekanan pada kedua kata itu yang telah menunjukkan unsur segmentalnya menyebabkan makna kedua kata itu berbeda. Klasifikasi fonem segmental baik vokoid maupun kontoid yang diucapkan oleh penutur bahasa Indonesia sangat variatif. Hal itu boleh dilihat dari sekian banyaknya fonem dalam bahasa Indonesia. Untuk menentukan bahwa suatu bunyi dalam suatu bahasa merupakan salah satu fonem maka hal itu bisa diuji melalui pasangan minimalnya. Pasangan minimal bertujuan untuk menciptakan kekontrasan yang pada gilirannya menunjukkan fonem yang berbeda. Dua fonem yang saling menggantikan dalam kerangka yang sama jika menghasilkan kata atau morfem yang berbeda dalam bahasa itu disebut kontras. Hal ini dapat kita lihat pada bahasa Batak Toba. Contoh: 1. /baba/
: /bapa/
→ [p,b]
2. /martapian/
: /partapian/
→ [m,p]
3. /lean/
: /leas/
→ [n,s]
4. /toras/
: /horas/
→ [t,h]
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Bahasa Batak Toba
Bahasa adalah alat komunikasi yang tak terlepas dari manusia karena tanpa bahasa segala apa pun tidak akan tercapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan bersama. Tanpa bahasa interaksi antarsesama manusia tidak akan berjalan dengan baik. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2007: 32). Bahasa Batak Toba termasuk rumpun bahasa Melayu, tetapi bila dibedakan antara protomalaya (Melayu Kuno) dari Deutoromalaya (Melayu Muda, Melayu Pesisir) maka bahasa Batak Toba adalah cabang dari Protomalaya sebagaimana bahasa Jawa dan bahasa Toraja adalah cabang dari bahasa Melayu Kuno (Anicetus,2002: vii). Bahasa Batak Toba ini digunakan oleh masyarakat penutur bahasanya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya di daerah Sumatera Utara. Bahasa Batak Toba adalah salah satu dari sekian ratus bahasa yang ada di tanah air yang secara gramatikal adalah khas yaitu mempunyai sistem tatabahasa sendiri dan arti kata sendiri. Bahasa Batak Toba mempunyai fonetik sendiri dan cara melafalkannya berbeda dengan penulisannya. Misalnya Godang hian hepeng ni Omak [Godak- kian- hepeng- ni- omak],” banyak sekali uang ibu atau uang ibu banyak sekali”. Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris, untungnya memang ada yaitu fonetik bahasa Batak Toba dapat dirumuskan dan tidak khas seperti kebanyakan dalam bahasa Inggris. Selain itu, ucapan dalam bahasa Batak Toba cukup sederhana dan keras sehingga tidak harus memakai bermacam- macam fonem.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori Fonologi adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang berfungsi untuk menganalisis bunyi-bunyi ujaran dalam suatu kata maupun kalimat. Bunyi ujaran tersebut dibagi menjadi dua buah kajian, yaitu kajian fonetik dan kajian fonemik. Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan yang menelaah bagaimana manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombanggelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak (O’Connor, 1982 : 10-11, Ladefoged, 1982 : 1 dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik berkaitan erat dengan bagaimana cara manusia berbahasa serta mendengar dan memproses ujaran yang diterima. Secara umum fonetik dibagi menjadi tiga bagian kajian, yaitu fonetik fisiologis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris/persepsi (Dew dan Jensen, 1997: 3 dalam Muslich, 2008: 8). Fonetik fisiologis mengkaji tentang fungsi fisiologis manusia karena manusia normal tentu mampu menghasilkan berbagai bunyi bahasa dengan menggerakkan atau memanfaatkan organ-organ tuturnya, misalnya lidah, bibir, dan gigi bawah (yang digerakkan oleh rahang bawah). Fonetik akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi bahasa dan bagaimana alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi bahasa yang diterima atau bagaimana suatu bunyi bahasa ditanggapi oleh mekanisme pertuturan manusia, bagaimana pergerakan bunyi-bunyi bahasa di dalam ruang udara yang dapat merangsang proses pendengaran manusia. Fonetik auditoris atau persepsi merupakan kajian yang menentukan pilihan bunyi- bunyi yang diterima alat
Universitas Sumatera Utara
pendengaran manusia atau bagaimana seseorang menanggapi bunyi yang diterimanya sebagai bunyi yang perlu diproses sebagai bunyi bahasa bermakna dan apakah ciri bunyi bahasa yang dianggap penting oleh pendengar dalam usahanya untuk membedakan setiap bunyi bahasa yang didengar (Singh dan Singh, 1976: 5 dalam Muslich, 2008: 10). Sedangkan
fonemik adalah ilmu
fonologi yang mempelajari sistem fonem suatu bahasa. Penelitian ini diarahkan pada pemahaman tentang fonologi generatif untuk melepaskan diri dari penelitian yang bersifat struktural. Salah satu hal yang membedakannya adalah satuan terkecil pada fonologi generatif yang berupa fitur dan hal itu sangat berbeda dengan kajian struktural yang menempatkan fonem sebagai satuan terkecil dalam kajiannya. Untuk dapat memahami fitur, penelitian ini tidak dapat terlepas dari segmen sebagai kesatuan yang terbentuk dari perangkat-perangkat sifat sebagai satuan tak terbagi. Hubungan yang terdapat secara ekspilist dari setiap segmen adalah yang dikenal sebagai fitur dalam tataran fonologi generatif. Analisis fonologi suatu bahasa di dalam teori generatif dilakukan dengan cara menentukan dulu hipotesis representasi dasar dari representasi fonetik yang ada. Hal ini dilakukan karena fonologi generatif menganggap bahwa beberapa aspek realisasi fonetik suatu morfem merupakan ciri idiosinkratik dari morfem itu sedangkan aspek realisasi yang lain mengikuti prinsip keteraturan yang sistemik. Oleh sebab itu, setelah hipotesis tentang representasi dasar ditentukan kemudian dicari aturan-aturan yang dapat mengubah representasi dasar menjadi representasi fonetik. Aturan-aturan yang disusun itu harus diaplikasikan kepada data yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia. Hipotesis-hipotesis tersebut kemudian diverifikasi untuk memperoleh hipotesis yang paling bisa diterima sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari sistem fonologi bahasa tersebut. Fonologi Generatif membicarakan bunyi-bunyi suatu bahasa berubah secara alamiah. Ada 4 kaidah yang diusulkan, yakni •
Kaidah perubahan ciri
•
Kaidah pelesapan dan penyisipan,
•
Kaidah permutasi dan perpaduan,
•
Kaidah bervariasi.
Selanjutnya Schane juga menyebutkan tataran generatif berhubungan dengan proses fonologis dimana setiap bahasa mengalami proses fonologis yang tidak hanya disebabkan karena adanya interaksi dengan bunyi lain tetapi juga dipengaruhi oleh aspek-aspek morfologis ataupun sintaksis. Proses fonologis biasanya terjadi pada tingkat kata maupun frasa. Proses fonologis yang terjadi pada tingkat kata sebagai satu unit morfem bebas maupun gabungan antara morfem terikat dengan morfem lain dan salah satu dari bunyi morfem tersebut mengalami perubahan karena pengaruh bunyi dari morfem lain. Proses fonologis lain terjadi pada tingkat frasa, yaitu pada saat perubahan bunyi terjadi karena pengaruh faktor sintaksis. Ketika morfem bergabung untuk membentuk kata, segmen dari morfem yang berdekatan kadang mengalami perubahan. Perubahan itu juga terjadi dalam lingkungannya yang bukan berupa pertemuan dua morfem,
Universitas Sumatera Utara
misalnya posisi awal kata dan akhir kata atau hubungan antara segmen dengan vokal bertekanan yang mana perubahan itu disebut dengan proses fonologis. Perubahan bunyi-bunyi morfem biasanya berhubungan erat dengan proses morfofonemik, yaitu perubahan bentuk fonemis sebuah morfem yang disebabkan oleh fonem yang ada di sekitarnya atau dipengaruhi oleh syarat-syarat sintaksis atau syarat-syarat lainnya, dalam hal ini ciri distinctive feature (fitur distingtif) ini sendiri dibedakan menjadi 17 ciri bahasa saja yang akan disebut “ultimate disctinctive entities of language’ yaitu partikel-partikel submorfemik yang tidak bisa untuk diuraikan lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Ini adalah rincian mengenai ciri distingtif itu sendiri yang secara garis besar dikelompokkan menjadi enam, yaitu cirri golongan utama, ciri daerah artikulasi, dan ciri cara artikulasi, ciri batang lidah, ciri tambahan, ciri prosodi. Selanjutnya, keenam ciri ini dijabarkan dalam 17 ciri pembeda, yaitu 1) silabis, 2) sonoran, 3) konsonantal, 4) malar (kontinuan), 5) penglepasan tertunda, 6) kasar (striden), 7) nasal, 8) lateral, 9) anterior, 10) koronal, 11) tingggi, 12) rendah, 13) belakang, 14) bulat, 15) tegang, 16) bersuara, 17) panjang, 18) tekanan. Dalam bahasa Batak Toba, keenam ciri pembeda itu dijabarkan sebagai berikut: 1.Ciri Golongan Utama: Persamaan dan perbedaan antar vokal dan konsonan dapat dilihat dari sifat yan berkaitan dengan silabisitas, sonoritas, dan jenis penyempitan. Ketiga ciri tersebut silabis, sonoran, dan, konsonantal memengaruhi sifat suatu fitur. Ciri silabis menggambarkan peran yang dimainkan oleh suatu segmen dalam struktur
Universitas Sumatera Utara
silabelnya. Pada umumnya, vokal [+silabis] dan konsonan [-silabis]. Ciri ini juga diperlukan untuk membedakan bunyi nasal dan likuid silabis dengan pasangannya yang nonsilabis. Ciri sonoran merujuk ke kualitas resonan suatu bunyi vokal selalu [+sonoran], seperti halnya bunyi nasal, likuid, dan semivokal. Bunyi obstruen-konsonan hambat, frikatif, afrikat, dan luncuran laringal [-sonoran]. Ciri konsonantal merujuk ke hambatan yang menyempit dalam rongga mulut, baik dalam hambatan total maupun geseran. Bunyi hambat frikatif, afrikatif, nasal, dan likuid adalah [+konsonantal], sedangkan vokal dan semivokal adalah [konsonantal]. Bunyi luncuran laringal juga digolongkan sebagai [-konsonantal] karena bunyi ini tidak memiliki penyempitan dalam rongga mulut. a. Consonantal [kons] Bunyi ini ditandai dengan penyempitan dan penutupan pita suara pada waktu kita mengucapkan bunyi bahasa: [+kons] adalah bunyi-bunyi obstruenthambat, frikatif dan afrikat, bunyi nasal , dan alir (liquids). [-kons] adalah bunyibunyi vocal, semivocal, hambat glottal dan frikatif glotal (h). b. Silabik [sil] Ciri silabik ini menandai bunyi yang berfungsi sebagai inti suku kata: [+sil] dalam hal ini adalah bunyi vocal, alir dan nasal berfungsi sebagai inti suku kata, yaitu fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/ . [-sil] adalah fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, g, k, p, t/, fonem konsonan frikatif /h, s/, fonem konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
c. Sonoran [son] Bunyi sonoran ditandai dengan terbukanya pita suara sehingga menghasilkan bunyi yang dapat dilagukan pada titik nada tertentu. [+son] adalah bunyi-bunyi vocal /a, i, u, ɛ, ͻ/, semivokal /w/, alir /l, r/, dan nasal /m, n, ŋ, ň/ . [son] adalah bunyi-bunyi obstruen. 2.Ciri Daerah Artikulasi Secara sederhana, ciri distingtif yang didasarkan pada daerah artikulasi bunyi ujar dapat dikelompokkan menjadi dua ciri, yaitu koronal dan anterior. a. Koronal [kor] Bunyi koronal ditandai dengan (1) posisi glottis menyempit sehingga apabila ada hembusan udara yang melewatinya, pita suara akan secara otomatis bergetar; (2) langit-langit lunak terangkat, dan (3) psosisi lidah bagian depan terangkata sampai berada di atas posisi “netral”. [+kor] adalah bunyi hambat eksplosif /t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s/, fonem konsonan likuida /l, r/. [-kor] adalah bunyi hambat eksplosif /b, g, k, p/, fonem konsonan frikatif /h/, fonem konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/. b. Anterior [ant] Bunyi ujar dengan ciri ini dihasilkan dengan pusat penyempitan sebagai sumber bunyi berada disebelah depan pangkal gusi (alveolar-ridge). [+ant] adalah fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, p, t/, frikatif /s/,
Universitas Sumatera Utara
nasal /m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/. [-ant] adalah fonem konsonan hambat eksplosif /j, g, k/, frikatif /h/, konsonan nasal /ň, ŋ/. 3.Ciri Cara Artikulasi Cara-cara pengucapan bunyi ujar, seperti dihambat (stops/plosives), dialirkan (liquids), digeserkan (fricatives), dan seterusnya juga dengan menentukan ciri distingtif. Pada garis besarnya, ciri-ciri itu dapat dibagi menjadi enam ciri, yaitu delayed-release (penglepasan tertunda), strident, malar, nasal, dan lateral. a. Delayed-release [delrel] (penglepasan tertunda) Pada dasarnya ada dua cara bagaimana bunyi yang dihambat di dalam rongga mulut itu di lepaskan , yaitu (1) di letupakan segera setelah penutupan alatalat ucap yakni untuk bunyi-bunyi hambat dan secara perlahan-lahan sehingga menghasilkan bunyi afrikat. Cara yang kedua itulah yang menjadi ciri delayedrelease ini. [+delrel] adalah bunyi-bunyi afrikat. [-delrel] adalah fonem konsonan hambat eksplosif /b, d, g, k, t, p/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/. b. Strident [strid] Kelompok bunyi ini ditandai dengan pelepasan bunyi dalam intensitas yang tinggi, yakni bunyi-bunyi frikatif dan afrikat. [+strid] adalah fonem frikatif /s, h/. [-strid] adalah konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, g, k/. Hambat nasal /m, n, ŋ, ň/, dan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
c. Kontinuant [kont] Kelompok bunyi ini dihasilkan dengan mengalirkan udara ke rongga mulut dengan bebas. [+kont] adalah fonem vokal /a, i, u, ɛ, ͻ/, fonem frikstif /s, h/, fonem likuida /l, r/. d. Nasal Bunyi ini ditandai dengan ditariknya langit-langit lunak ke bawah dengan menyentuh bagian belakang lidah sehingga aliran darah berhembus melewati hidung. [+nasal] yaitu fonem nasal /m, n, ň, ŋ/. [ -nasal] adalah fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, g, k/, frikatif /s, h/, likuida /l, r/. e. Lateral [lat] Ciri ini juga membedakan antara bunyi lateral alir [l] dan nonlateral, misalnya, [r]. [+lat] adalah bunyi [l]. [-lat] adalah bunyi lainya, terutama [r]. 4. Ciri Batang lidah Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri batang lidah dapat dikelompokkan menjadi empat ciri, yaitu tinggi, rendah, belakang, bulat. a. Tinggi [+tinggi] adalah fonem vokal tinggi /i, u/, hambat eksplosif /j, k, g/, konsonan nasal /m, n, ŋ, ň/. [ -tinggi] adalah fonem vokal /a, ɛ, ͻ/, fonem hambat eksplosif /p, b, t, d/, fonem frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m, n/, fonem konsonan likuida /l, r/.
Universitas Sumatera Utara
b. Rendah [+rendah ] adalah fonem vokal /a/, fonem konsonan faringal /h/. [-rendah] adalah fonem vokal /i, u, ɛ, ͻ/, konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, k,g/, konsonan frikatif /s/, konsonan nasal /m, n, ň, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/. c. Belakang [+belakang] adalah fonem vokal /u,ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif /k, g/, fonem konsonan nasal ŋ/. / [ -belakang] adalah bunyi fonem vokal /a, i, ɛ/, fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j/, fonem konsonan frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/, fonem konsonan likuida /l, r/. d. Bulat [+bulat] adalah bunyi fonem vokal /u, ͻ/. [
-bulat] adalah bunyi fonem
vokal /a, i ɛ/, fonem konsonan hambat eksplosif /p, b, t, d, j, k, g/, fonem konsonan hambat frikatif /s, h/, fonem konsonan nasal /m,ŋ,n,ň/, dan fon
em
konsonan likuida /l, r/, dan fonem semivokal /j/. 5. Ciri Tambahan Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri batang tambahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tegang dan bersuara. a. Tegang [+tegang] adalah fonem vokal tegang /i, u, a, e, o/. [-tegang] adalah bunyi fonem vokal kendur /ɛ, ͻ/.
Universitas Sumatera Utara
b. Bersuara [+bersuara] adalah bunyi fonem vokal /a, i, u, e, o, ɛ, ͻ/, fonem konsonan hambat eksplosif bersuara /b, d, j, g/, fonem konsonan nasal /m, n, ŋ/, ň, fonem konsonan likuida /l, r/. [-bersuara] adalah bunyi fonem hambat tak bersuara /p, t, k/, fonem konsonan frikatif tak bersuara /s, h/. 6. Ciri Prosodi Ciri distingtif yang didasarkan pada ciri prosodi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu panjang dan tekanan. a. Panjang [+panjang] adalah fonem vokal panjang /a, ɛ, ͻ/. [-panjang] adalah fonem vokal tidak panjang /a, i, u, e, o, ɛ, ͻ/. b. Tekanan [+tekanan] adalah fonem vokal bertekanan /i, á, é, ú, ó/. [-tekanan] adalah bunyi vokal /ə/. Contoh:
[bagãs] ‘dalam’ dengan [bãgas]’rumah’ [gέllɛŋ]’kecil’ dengan [gɛllέŋ] ‘anak’ Demikian diatas adalah beberapa pengertian tentang fitur distingtif yang
akan digunakan untuk memembedakan ciri menurut fonetiknya sehingga akan terlihat bentuk perubahan dalam kata menurut bunyi pada masing-masing bahasa. Perubahan bunyi yang dapat mempengaruhi ciri pembeda atau fitur distingtif itu
Universitas Sumatera Utara
dapat dikategorikan sebagai asimilasi (segmen-segmennya menjadi semakin serupa), struktur silabel (ada alternasi dalam distribusi konsonan dan vokal), pelemahan dan penguatan (segmen-segmennya dimodifikasi menurut posisinya dalam kata itu), dan netralisasi (segmen-segmennya begabung dalam lingkungan tertentu). Asimilasi adalah sebuah segmen yang mendapat ciri- ciri dari segmen yang berdekatan. Ciri-ciri yang dimaksud berupa konsonan berasimilasi dengan ciri-ciri vokal, vokal berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, konsonan berasimilasi dengan ciri-ciri konsonan, dan vokal berasimilasi dengan ciri-ciri vokal. Struktur silabel mempengaruhi distribusi relatif antara konsonan dan vokal dalam kata. Konsonan dan vokal dapat dilesapkan atau disisipkan. Dua segmen dapat berpadu menjadi satu segmen dan sebuah segmen dapat mengubah ciri-ciri kelas utama, seperti bunyi vokal menjadi bunyi luncuran. Dua segmen dapat saling bertukar tempat. Setiap proses ini dapat menyebabkan alternasi dalam struktur silabel yang asli. Pada pelemahan dan penguatan tidak semua perubahan dalam struktur silabel selalu berakibat struktur silabel yang lebih sederhana. Struktur silabel akan menjadi kompleks. Hal ini memaparkan bahwa sinkope dan apokope dapat menganalisis sistem fonologi dalam sebuah bahasa. Pelemahan dan penguatan dibagi menjadi sinkope dan apokope, kontraksi vokal, diftongisasi, dan perubahan vokal.
Universitas Sumatera Utara
Netralisasi adalah proses yang pembedaan fonologisnya dihilangkan dalam lingkungan tertentu. Jadi, segmen-segmen yang berkontras dalam satu lingkungan mempunyai representasi yang sama dalam lingkungan netralisasi. Hal ini dapat kita lihat pada netralisasi konsonan dan netralisasi vokal.(dalam Schane 1992:51).
2.3 Tinjauan Pustaka Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi 2005: 912). Penelitian mengenai bahasa Batak toba memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Aritonang (1981) dalam skripsinya yang berjudul “Struktur Fonem dalam Bahasa Batak Toba”. Dalam kajiannya dia membahas struktur fonemnya saja dan menggunakan analisis struktural. Begitu juha dengan Rosmalinda (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Sistem Fonem Vokal Bahasa Melayu Langkat Dialek Tanjung Pura”. Dia mengidentifikasi mengenai bunyi vokal dan mendiskripsikan sistem fonem vokal bahasa Melayu Langkat dialek Tanjung Pura. Dalam penelitian tersebut dia hanya membahas mengenai sistem fonem vokalnya saja tanpa memperhatikan fungsi fonem konsonannya. Penelitian ini tentunya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan karena dalam analisisnya dia menggunakan teori struktural. Dalam skripsinya juga, Sitindaon (1999) membahas “Sistem Fonologi dalam Struktur Morfologi Bahasa Batak Toba” yang menganalisis fonem- fonem, distribusi,
Universitas Sumatera Utara
persukuan, dan persengauan (nasalisasi). Sementara, Siahaan (2009) dalam tesisnya juga membahas “Fonotaktik Bahasa Toba”. Di dalam kajiannya, dianalisis struktur fonotaktik dalam deret vokal dan konsonan dan penetapan kaidah struktur bahasa Toba. Semua penelitian yang dilakukan di atas sama-sama membahas fonologi dan menggunakan analisis struktural. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan dalam penelitian penulis sendiri, yaitu menggunakan analisis generatif karena dalam perkembangan teori fonologi belum banyak yang menggunakan analisis ini.
Universitas Sumatera Utara