BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsep merupakan gambaran mental
dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (2007:588). Konsep dalam penelitian ini adalah pemerolehan bahasa.
2.1.1 Pengertian Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia mempelajari bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Namun, banyak juga yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua, seperti Nurhadi dan Roekhan (1990 dalam Chaer 2003:167). Setiap anak yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertamanya dan proses itu terjadi hingga kira-kira umur lima tahun (Nababan, 1992:72). Menurut Tarigan (1987: 83), dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar, memperoleh sesuatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, kecuali ada gangguan
Universitas Sumatera Utara
psikologis seperti tuli atau pun alasan-alasan sosial, tetapi biasanya anak telah dapat berkomunikasi secara bebas pada saat dia mulai masuk sekolah. Bahasa Angkola sebagai bahasa pertama merupakan media yang dapat dipergunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai sosial dari masyarakat di sekelilingnya. Seluruh bahasa yang ada termasuk bahasa daerah harus melalui proses pembelajaran. Tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan mampu berbicara secara langsung (dalam Gustianingsih, 2002:2). Pemerolehan bahasa erat hubungannya dengan perkembangan sosial anak. Bahasa memudahkan anak-anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-benar dapat diterima secara sosial.
2.1.2 Pemerolehan Leksikal Nomina Anak Usia 3-4 Tahun Menurut Kridalaksana (2008:141), leksikal adalah bersangkutan dengan kata. Nomina adalah kelas kata yang berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa, kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda atau hal lain yang dibendakan (Kridalaksana, 2008:163). Macam leksikal yang dikuasai anak dapat dipengaruhi oleh masukan yang anak terima (Dardjowidjojo, 2000:263). Apabila anak mendapatkan masukan dari luar tentang ikan, maka leksikal yang anak dapatkan tentang ikan. Contohnya: udang, lele, ikan mas, ikan laut, ikan hias, cumi-cumi,dll Pada nomina orang anak menyebutkan kata ayah (ayah) ‘ayah’, uma (uma) ‘ibu’, ompung ‘nenek’, ompung ‘kakek’, babang (abang) ‘abang’, kakak ‘kakak’,
nggi (anggi)
‘adek’, ete ‘tante’, uda ‘paman’, bou ‘bibi’. Nomina makanan, anak menyebutkan kata dahan (indahan) ‘nasi’, oti (roti) ‘roti’, oleng (goreng) ‘gorengan’, ue (kue) ‘kue’, jaung ’jagung’, obu (tobu) ‘tebu’, kalupuk (karupuk) ‘kerupuk’, gulo-gulo ‘permen’, indomie ‘mie instan’. Nomina
Universitas Sumatera Utara
hewan anak menyebutkan kata uting (uting) ‘kucing’, anuk (manuk) ‘ayam’, itik (itik) ‘bebek’, kan (ikan) ‘ikan’, orbo (horbo) ‘kerbau’, unggas ‘burung’, anjing ‘anjing’, kerek ‘monyet’. Nomina buah-buahan anak menyebutkan kata tarutung ‘durian’, salak ‘salak’, pisang ‘pisang’, rambutan ‘rambutan’, botik ‘pepaya’, jambu ‘jambu’, unte ‘jeruk’. Nomina alat dapur anak menyebutkan kata inggan (pinggan) ‘piring’, angkuk (mangkuk) ‘cangkir’, endok ‘sendok’, ember ‘ember’, udon (hudon) ‘periuk’, sapu ‘sapu’. Nomina sayursayuran anak menyebutkan kata kangkung ‘kangkung’, silalat ‘daun singkong’, bayam ‘bayam’, kantang ‘kentang’, kol ‘kol’. Nomina elektronik anak menyebutkan kata
tipi (tv) ‘televisi’, handphone mereka
ucapkan hp (handphone), kaset ‘kaset’, Compact Disc (CD) mereka ucapkan sidi ‘CD’. Nomina minuman anak menyebutkan kata tendol (cendor) ‘cendor’, susu ‘susu’, sirup ‘sirup’. Contoh dalam percakapan: Orang dewasa:
Ise manyapu bagas ↓
↓
↓
mu ↓
Anwar? ↓
siapa menyapu rumah mu Anwar ‘Siapa menyapu rumahmu Anwar?’ Anwar
:
Kakak ‘kakak’
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Psikolinguistik Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari perpaduan dua bidang ilmu, yakni psikologi dan linguistik (Chaer, 2002:5). Psikologi berasal dari bahasa Yunani, psyche dan logos. Kata psyche berarti “jiwa, roh, sukma”, sedangkan logos adalah “ ilmu”. Berarti secara harafiah berarti “ilmu jiwa” (Chaer, 2002: 2). Linguistik berasal dari bahasa Latin, Langue dan Parole. Kata langue berarti “bahasa”, sedangkan parole berarti “ujaran atau bahasa yang wujudnya lebih nyata, konkret” (Chaer, 1994:2). Jadi, psikolinguistik merupakan gabungan psiko dan linguistik, bagaimana proses mental yang dilakukan manusia dalam berbahasa. Selain itu, Levelt (1975) (dalam Mar’at, 2005:1) mengatakan bahwa psikolinguistik adalah studi mengenai penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa oleh manusia. Psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendirisendiri, Laclo (dalam Tarigan, 1984:3). Psikolinguistik adalah studi tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa, Harley (2001) (dalam Dardjowijojo, 2003:7). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah gabungan dua ilmu antara psiko dan linguistik yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa oleh manusia dengan studi pengetahuan bahasa dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu. 2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme Salah seorang penganjur pandangan Behaviorisme dalam pemerolehan bahasa yang terkemuka adalah ahli psikologi B.F Skinner (1957). Perhatian dalam pemerolehan bahasa anak (B1) ditujukan pada ramalan (prakiraan), dan unit-unit fungsional manusia. Skinner
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa bahasa itu perilaku yang paling penting, karena dapat diperkuat oleh manusia saja, dan penguatan ini hanya dapat terjadi melalui efek yang terlihat pada orang lain (Nababan, 1992:99). Teori behaviorisme melihat aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dari hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah memuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Contohnya, seorang anak mengucapkan kata [anuk] yang seharusnya [manuk] ‘ayam’, sudah pasti para orang tua atau siapa saja yang mendengarnya akan mengajari anak tersebut supaya mengucapkan kata tersebut dengan manuk ‘ayam’. Jadi, apabila suatu saat anak mengatakan kata manuk ‘ayam’ dengan benar, maka anak tersebut tidak mendapat teguran lagi karena pengucapan anak sudah benar. Situasi yang seperti inilah yang dinamakan reaksi yang tepat terhadap rangsangan yang tepat pula.
2.2.3 Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia mempelajari bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. (Chaer 2002:167). Setiap anak yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertamanya dan proses itu terjadi hingga kira-kira umur lima tahun (Nababan, 1992:72).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Tarigan (1987: 83), dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar, memperoleh sesuatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, kecuali ada gangguan psikologis seperti tuli atau pun alasan-alasan sosial, tetapi biasanya anak telah dapat berkomunikasi secara bebas pada saat dia mulai masuk sekolah. Menurut Chomsky (dalam tulisannya 1989 dan dimunculkan lagi tahun 1999:34), manusia memunyai apa yang dia namakan (faculties of the mind), yakni semacam ruang-ruang intelektual abstrak dalam benak/otak mereka. Salah satu dari ruang- ruang ini dijatahkan untuk pemakaian dan pemerolehan bahasa. Pada saat lahir anak sudah memunyai bekal kodrati dalam bentuk suatu mekanisme abstrak yang dinamakan Language Acquisition Device (LAD) yang diterjemakan dalam bahasa Indonesia sebagai Piranti Pemerolehan Bahasa (PPB) (Dardjowidjojo, 2000:19). Slobin (dalam Nababan, 1992:101) mengatakan bahwa seorang anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan Chomsky sebagai LAD (Language Acquisition Device). Prosedur-prosedur dan kaidah-kaidah bahasa yang dibawa lahir itulah yang memungkinkan seorang anak mengolah data linguistik. Language Acquisition Device (LAD) atau perangkat pemerolehan bahasa merupakan sebuah alat nurani (bawaan) yang sudah tersedia dibawa lahir untuk memeroleh bahasa ibunya (Simanjuntak, 2009:108).
2.2.4 Pemerolehan Leksikal Nomina Anak Usia 3-4 tahun Menurut Kridalaksana (2008:141), leksikal adalah bersangkutan dengan kata. Macam leksikal yang dikuasai anak dapat dipengaruhi oleh masukan yang anak terima (Dardjowidjojo,
Universitas Sumatera Utara
2000:263). Apabila anak mendapatkan masukan dari luar tentang ikan, maka leksikon yang anak dapatkan adalah tentang ikan. Contohnya: udang, lele, ikan mas, ikan laut, ikan hias, cumi-cumi,dan lain-lain. Pada usia 3-4 tahun, anak sudah dapat mengucapkan nomina orang seperti nomina orang anak menyebutkan kata ayah (ayah) ‘ayah’, uma (uma) ‘ibu’, ompung ‘nenek’, ompung ‘kakek’, babang (abang) ‘abang’, kakak ‘kakak’, nggi (anggi) ‘adek’, ete ‘tante’, uda ‘paman’, bou ‘bibi’. Nomina makanan, anak menyebutkan kata dahan (indahan) ‘nasi’, oti (roti) ‘roti’, oleng (goreng) ‘gorengan’, ue (kue) ‘kue’, jaung ’jagung’, obu (tobu) ‘tebu’, kalupuk (karupuk) ‘kerupuk’, gulo-gulo ‘permen’, indomie ‘mie instan’. Nomina hewan anak menyebutkan kata uting (uting) ‘kucing’, anuk (manuk) ‘ayam’, itik (itik) ‘bebek’, kan (ikan) ‘ikan’, orbo (horbo) ‘kerbau’, unggas ‘burung’, anjing ‘anjing’, kerek ‘monyet’. Nomina buah-buahan anak menyebutkan kata tarutung ‘durian’, salak ‘salak’, pisang ‘pisang’, rambutan ‘rambutan’, botik ‘pepaya’, jambu ‘jambu’, unte ‘jeruk’. Nomina alat dapur anak menyebutkan kata inggan (pinggan) ‘piring’, angkuk (mangkuk) ‘cangkir’, endok ‘sendok’, ember ‘ember’, udon (hudon) ‘periuk’, sapu ‘sapu’. Nomina sayursayuran anak menyebutkan kata kangkung ‘kangkung’, silalat ‘daun singkong’, bayam ‘bayam’, kantang ‘kentang’, kol ‘kol’. Nomina elektronik anak menyebutkan kata
tipi (tv) ‘televisi’, handphone mereka
ucapkan hp (handphone), kaset ‘kaset’, Compact Disc (CD) mereka ucapkan sidi ‘CD’. Nomina minuman anak menyebutkan kata tendol (cendor) ‘cendor’, susu ‘susu’, sirup ‘sirup’.
Universitas Sumatera Utara
Contoh dalam percakapan: Orang dewasa:
Ise donganmu
tu
↓
↓
↓
siapa temanmu
pasar Nifa? ↓
↓
ke pasar Nifa
‘Siapa temanmu ke pasar Nifa?’ Nifa
:
Uma ‘ibu’
2.2.5 Keuniversalan dan Pemerolehan Bahasa Menurut Dardowidjojo (2000:34), pemerolehan leksikal khususnya jumlah kata dan macam katanya sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti budaya, latar belakang keluarga, taraf hidup keluarga, tingkat pendidikan keluarga, dan lokasi keluarga (desa atau kota besar). Dalam penelitian ini, faktor yang paling dominan adalah taraf hidup keluarga yang umumnya mata pencaharian masyarakatnya adalah bertani. Lokasi keluarga yang tinggal di desa juga menjadi faktor penentu dalam pemerolehan leksikal. Jadi, masukan dari luar (dalam hal ini lingkungan di desa) mempengaruhi pemerolehan leksikal anak. Anak dari keluarga petani yang di sekitar rumahnya adalah sawah akan berbeda kosa katanya dengan anak dari keluarga yang terdidik dan tinggal di kota yang di rumahnya terdapat banyak buku bacaan. Demikian juga anak-anak yang tinggal di desa apalagi desa terpencil, kemungkinan besar tidak akan memperoleh kosa kata seperti komputer, disket, apalagi hang seperti yang diperoleh anak yang masukan dari lingkungannya tentang komputer. Munculnya kata-kata Ibrani seperti [mic] ‘jus minuman’ dan [?agala] ‘kereta dorong bayi’ seperti penelitian Dromi pada anaknya Keren yang saat itu berusia 1;3 tinggal di kota tidak akan muncul pada anak yang tinggal di
Universitas Sumatera Utara
desa. Anak-anak yang tinggal di desa akan menguasai kosa kata tentang daerah sekelilingnya seperti sawah, padi, cangkul, dan sebagainya.
2.3
Tinjauan Pustaka Penelitian tentang pemerolehan bahasa sudah pernah diteliti sebelumnya, seperti
Kiparsky, 1968 (dalam Tarigan, 1987) mengatakan bahwa, pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai anak dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Dardjowidjojo (2000) tentang penelitian longitudinalnya yang menggunakan waktu lima tahun terhadap cucunya Echa mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu terdiri atas pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga mengatakan bahwa pemerolehan bahasa tidak dapat terjadi hanya karena adanya bekal kodrati (innate properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja, kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa. Menurut Tarigan (1987), pemerolehan bahasa itu adalah suatu proses yang digunakan anak-anak untuk menyesuaikan serangkain hipotesis dangan ucapan orang tua sampai anak dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Tarigan juga membahas tentang tahap-tahap pemerolehan bahasa prasekolah, ujaran kombinasi, masa sekolah. Gustianingsih (2002) dalam tesisnya yang berjudul Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak, mengatakan kemampuan anak usia
Universitas Sumatera Utara
taman kanak-kanak akan kalimat majemuk merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di sekolah dasar. Susanti (2005) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia 3-4 tahun, membahas tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri atas empat tahapan, yaitu tahap holofrastik, tahap dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, dan tahap tata bahasa menjelang dewasa. Susanti juga membahas tentang kalimat sederhana yang dihasilkan anak usia 3-5 tahun dalam bahasa Jawa, yaitu kalimat berpola S-P, S-P-K, K-S-P. Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5 Tahun: Analisis Psikolinguistik, membahas tentang tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri dari tahap perkembangan prasekolah dan tahap perkembangan kombinatori. Tahap perkembangan prasekolah meliputi tahap merabam, tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap pengembangan tata bahasa, dan tahap kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinatori meliputi perkembangan negatif, perkembangan interogatif, dan perkembangan sistem bunyi. Fauzi juga membahas tentang perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif. Pemerolehan Bahasa Batak Toba anak usia 1-5 tahun yang diteliti oleh Marpaung (2006) membahas tentang tahap-tahap pemerolehan bahasa anak serta ciri-cirinya. Tahapan pemerolehan bahasa tersebut terdiri atas empat tahapan, yaitu tahap holofrasitik, tahap ucapan-ucapan dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, dan tata bahasa menjelang dewasa. Marpaung juga membahas tentang persyaratan instrumental dan pengantaran. Selain itu kalimat sederhana bahasa Batak Toba yang dihasilkan anak yang berusia 2-5 tahun yang berpola P-S, P-O, P-O-S, P-S-K, P-S-Pel-K, juga dibahasnya.
Universitas Sumatera Utara