BAB II KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN Myoma uteri adalah Neoplasma jinak yang berasal dari uterus dan jaringan ikat
sehingga
disebut
juga
leiomioma,
fibromioma
atau
fibroid.
(PrawirahardjoS.1997). Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek Llewellyn- Jones, 1994). Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www. Infomedika. htm, 2004). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan Myoma uteri adalah unsur suatu tumor yang sebagian besar menutupi saluran genital pada wanita, terutama tumor yang mempunyai ciri-ciri tersembunyi pada otot uterus dan jaringan penyambung.
B. ANATOMI ORGAN REPRODUKSI WANITA Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ interna. Organ eksterma berfungsi dalam kopulsi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur interna berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
1. Organ Eksterna a. Mons Pubis Mions pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang terletak dipermukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas kulit mons pubis tertutup rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu (escutcheon). Mons pubis berfungsi sebagai bantalan pada waktu melakukan hubungan seks. Kulit mons pubis mengandung kelenjar keringat yang khusus dan sekresi kelenjar tersebut memberikan aroma yang khas. b. Labia Mayora Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lemak yang ditutupi kulit memanjang kebawah dan kebelakang dari mons pubis sampai sekitar satu inci dari rectum. Panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm, tebal 1-1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Pada nullipara kedua sisi labia terletak berdekatan sehingga menutupi sama sekali jaringan dibawahnya, sedangkan multipara labia mayora bias terbuka lebar. Labia mayora berlanjut menjadi mons pubis, dibagian superior bersatu menjadi perineum dibagian posterior, sedangkan pada daeah medial bergabung menjadi komisura posterior. Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak. Dibawah kulitnya terdapat jaringan ikat padat yang kaya akan serabut elastin dan jaringan lemak, tetapi tidak ditemukan unsur otot. Pada bagian dibawah kulit terdapat gumpalan lemak yang merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak
ini terdapat suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma eksternal dapat robek dan membentuk hematoma. Labia mayora berfungsi sebagai pelindung karena kedua bibir ini menutupi lubang masuk vagina sementara bantalan lemaknya bekerja sebagai bantal. c. Labia minora Jaringan berwarna kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada ujung atas vulva disebut labia minora atau nimfe. Labia minora merupakan dua buah lipatan tipis kulit yang terletak disebelah dalam labia mayora. Labia minora adalah lipatan jaringan yang tipis dan bila terbuka terlihat lembab dan kemerahan, menyerupai selaput mukosa. Jaringan ini ditutupi oleh epitel gepeng berlapis dengan banyak tonjolan papilla, tidak ditemukan folikel rambut namun banyak terdapat folikel sebasea dan kadang-kadang terdapat kelenjar keringan. d. Klitoris Klitoris adalah jaringan yang homolok dengan penis, bentuknya kecil, silinder, erektil dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini menonjol kebawah diantara kedua ujung labia minora. Klitoris terdiri dari : Glans, Korpus, dan dua buah krura. Glans terdiri dari sel-sel berbentuk fusiformis dan pada Korpus terdapat 2 korpora kavernosa, dimana pada dindingnya terdapat serabut otot polos. Krura bentuknya tipis dan panjang berawal dipermukaan interior ramus iskiopubis dan menyatu tepat dibawah pertengahan arkus pubis membentuk korpus klitoris. Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi
sekalipun dan posisinya sangat berlipat karena terikat minora. Akibatnya ujung klitoris mengarah kebawah dan menuju liang vagina. e. Vulva Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai kebelakang dibatasi perineum. f. Vestibulum Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora dilateral dan memanjang dari klitoris diatas hingga forchet dibawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang berasal dari urogenital pada embrio. Pada tahap kematangan terdapat 6 buah lubang uretra, vagina, 2 saluran kelenjar bartholini dan kadang kala terdapat duktus dari kelenjar parauretral atau disebut juga duktus skene. Disekitar vestibule terdapat kelenjar vestibularis mayora yaitu kelenjar bartolini. Kelenjar ini terletak dibawah otot konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis. g. Introitus vagina Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh labia minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka, ditutupi oleh selaput dara (hymen).
h. Selaput dara (hymen) Lubang hymen biasanya berbentuk bulan sabit atau bulat kadang berupa banyak lubang kecil dan dapat berupa celah atau berumbai tidak beraturan. Hymen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin. Sisanya disebut kurunkula mirtiformis. Hymen imperforata merupakan keadaan dimana liang vagina teitutup sama sekali dan menyebabkan retensi kotoran saat menstruasi. i. Orifisium uretra eksterna (lubang kemih) Dua per tiga bagian bawah uretra terletak tepat diatas dinding depan vagina dan bermuara pada meatus uretra. Meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum, 1-1,5 cm dibawa arkus pubis, letaknya dekat dengan bagian atas liang vagina dan biasanya terlihat menonjol berkerut-kerut. j. Perineum Perinem terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelis dan urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit dan menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan. 2. Organ internal a. Vagina Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina memiliki panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui
sekresi uterus, dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalian. Dinding vagina terdiri dari empat lapisan : 1). Lapisan epitel gepeng berlapis; pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberikan kelembaban 2). Jaringan konektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik 3). Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan siskuler 4). Lapisan luar Jaringan ikat fibrosa berwarna putih b. Uterus Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandangkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beramya 80 gram atau lebih (Langlois,1975).
Uterus terdiri atas: 1. Fundus uteri Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Didalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri. 2. Korpus uteri Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dam mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang. 3. Servik uteri Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus. Servik memliki serabut otot polos, mamun terutama terdiri atas jaringan kolagen ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan secret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servik tersumbat dapat terbentuk kista retensi berdiameter beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel nabothian.
C. ETIOLOGI Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone. 1. Estrogen. Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan
dengan
kelainan
lainnya
yang
tergantung
estrogen
seperti
endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron Progesteron merapakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor. 3. Hormon pertumbuhan Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merapakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen. Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : 1. Umur: Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun. 2. Paritas: Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik: Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma. 4. Fungsi ovarium : Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga teriadi hipoestrogenik
dapat
mengurangi
ukuran
mioma.
Efek
estrogen
pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor-faktor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadangkadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
PATOLOGI Jika tumor dipotong, akan menonjol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu keputihan, tersusun atas berkas- berkas otot jalin- menjalin dan melingkar- lingkar didalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik dan serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik serta serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat lapisan jaringan areolar tipis yang membentuk pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah kedalam mioma. Pada pemeriksaan mikroskopis, kelompok - kelompok sel otot berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas -berkas oleh jaringan ikat. Karena seluruh suplai darah mioma berasal dari beberapa pembuluh darah yang masuk ke pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah mioma. Mula mula terjadi degenerasi hyalin, mungkin menjadi degenerasi kistik, atau klasifikasi dapat terjadi kapanpun oleh ahli ginekologi pada abad ke -19 disebut sebagai "batu rahim". Pada kehamilan, dapat terjadi komplikasi. dengan dikuti ekstravasasi darali diseluruh tumor yang memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan tumor menjadi sarkoma.
D. PATOFISIOLOGI Mioma uteri terjadi karena adanya sel-sel yang belum matang dan pengaruh estrogeu *yang menyebabkan sub. mukosa yang di tandai dengan pecahnya pembuluh darah dan intra nurel, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang manyebabkan perdarahan pervaginan lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan pervaginan lama dan banyak akan terjadi resiko tinggi kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah di tandai dengan adanya nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. Penatalaksanaan pada mioma uteri adalah operasi. Jika informasi tidak adekuat, kurang support dari keluarga, dan kurangnya pengetahuan dapat mengakibatkan cemas. Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut.Terputusnya integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan pola aktivitas.kerusakan jaringan juga mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anastesi yang mengakibatkan depresi pusat pernafasan dan penurunan kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif.
E. PENUNJANG DIAGNOSTIK Pemeriksaan penunjang a
USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
b
Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
c
Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d
Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.
e
Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f
Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin darah.
g
Tes kehamilan.
F. MANIFESTASI KLINIK Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Faktorfaktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi: 1. Besarnya mioma uteri. 2. Lokalisasi mioma uteri. 3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri. Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % - 50% dari pasien yang terkena. Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri: 1. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea.
Perdarahan
dapat
menyebabkan
anemia
defisiensi
Fe.
Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium. 2. Penekanan rahim yang membesar : a
Terasa berat di abdomen bagian bawah.
b
Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan hidronefrosis.
c
Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
d
Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
3. Nyeri, dapat disebabkan oleh : a
Penekanan saraf.
b
Torsi bertangkai.
c
Submukosa mioma terlahir.
d
Infeksi pada mioma.
4. Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa. 5. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia. 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi: a
Kehamilan dapat mengalami keguguran.
b
Persalinan prematuritas.
c
Gangguan proses persalinan.
d
Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
e
Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.
Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri : a
Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat dalam kehamilan.
b
Degenerasi merah dan degenerasi karnosa : tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk, dan berwarna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi perdarahan.
c
Mioma subserosum yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasakan nyeri yang hebat pada perut (abdoment akut).
d
Kehamilan dapat mengalami keguguran.
e
Persalinan prematuritas.
f
Gangguan proses persalinan.
g
Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas.
h
Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
i
Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak kedalam kavum douglasi dan terjadi inkarserasi.
Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan : a. Subfertil (agak mandul) sampai fertil (mandul) dan kadang- kadang hanya punya anak satu. Terutama pada mioma uteri sub mucosum. Sering terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus. Terjadi kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak sub serus. b. Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya diservix. c. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.
d. Atonia uteri terutama paska persalinan ; perdarahan banyak, terutama pada mioma yang letaknya didalam dinding rahim. e. Kelainan letak plasenta. f. Plasenta sukar lepas (retensio plasenta), terutama pada mioma yang sub mukus dengan intra mural.
Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan, kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan komplikasi obstetrik, maka:
a. Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa haras dikeluarkan. b. Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16-20 minggu. c. Operasi yang dilakukan pada umur kehamilan dibawah 20 minggu harus diberikan substitusi progesteron: - Beberapa hari sebelum operasi. - Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus. d. Operasi darurat apabila terjadi torsi dan aboment akut. e. Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan, penanganan yang dilakukan - Coba reposisi, kalau perlu dalam narkosa - Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan sectio cesarea dan jangan lupa, tumor sekaligus diangkat.
G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan penanganan secara operatif. 1. Penanganan konservatif sebagai berikut: a
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b
Bila anemia, Hb < 8 g% transrusi PRC. 0 Pemberian zat besi.
c
Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat mi mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula
diberikan
sebelum
pembedahan,
karena
memberikan
beberapa
keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kahilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut.
Catatan : Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterine
2. Penanganan operatif, bila : a
Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b
Pertumbuhan tumor cepat.
c
Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d
Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e
Hipermenorea pada mioma submukosa.
f
Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operas! yang dilakukan dapat berupa : 1). Enukleasi Mioma Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan secsio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut: a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang. b. Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas. c. Apabila tidak
ditemukan
alasan yang jelas penyebab
kegagalan
kehamilan dan keguguran yang berulang. 2). Histerektomi Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut: a. Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien. b. Perdarahan uterus berlebihan :
Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari.
Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
c. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi:
Nyeri hebat dan akut.
Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
3). Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uteras. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 - 50%. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi. Lama perawatan: -
1 hari pasca diagnosa keperawatan.
-
7 hari pasca histerektomi/ miomektomi.
Masa pemulihan: -
2 minggu pasca diagnosa perawatan.
-
6 minggu pasca histerektomi/ miomektomi.
4). Penanganan Radioterapi a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient). b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu. c. Bukan jenis submukosa. d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum. e. Tidak dilakukan pada
wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. H. KOMPLIKASI 1. Perdarahan sampai terjadi anemia. 2. Torsi tangkai mioma dari: a
Mioma uteri subserosa.
b
Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi. 4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan. a
Pengaruh mioma terhadap kehamilan 1). Infertilitas. 2). Abortus. 3). Persalinan prematuritas dan kelainan letak. 4). Inersia uteri. 5). Gangguan jalan persalinan. 6). Perdarahan post partum. 7). Retensi plasenta.
b
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri a
Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b
Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
I. PENGKAJIAN FOKUS Data subjektif: -
Pasien mengeluh nyeri saat menstruasi.
-
Pasien mengatakan ada perdarahan abnormal.
Data objektif: -
Pasien merasa penuh pada perat bagian kanan bawah. Pasien mengeluh adanya perabahan pola BAK dan BAB. Pasien merasa haidnya tidak teratur.
-
Ada benjolan pada perut bagian bawah yang padat, kenyal, permukaan tumor rata serta adanya pergerakan tumor.
-
Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanual di dapat tumor menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas. Infertilitas atau abortus.
Anamnesis -
Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
-
Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
Pemeriksaan fisik -
Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
-
Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.
-
Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.
Gejala klinis -
Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa yang padat kenyal. Adanya perdarahan abnormal. Nyeri, terutama saat menstruasi. Infertilitas dan abortus. Pemeriksaan luar
-
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas.
Pemeriksaan dalam. -
Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
I. PATHWAYS Sel-sel yang belum matang
Pengaruh estrogen
Mioma Uteri
Sub mukosa
Intramural
Sub berorerosa
Pecahnya pembuluh darah
Gangguan kontraksi otot uterus
Pembesaran urat
Penekanan organ lain
Perdarahan pervaginan lama dan banyak
Gangguan peredaran darah Nekrosa dan perlengketan
Nyeri
Mual muntah
Resiko tinggi kekurangan cairan
Operasi
Post operasi
Pre operasi Informasi tidak adekuat Kurangnya support sistem Kurangnya pengetahuan
Terputusnya jaringan kulit
Pengaruh obat anastesi
Robekan pada jaringan saraf perifer
Depresi pusat pernafasan penurunan kesadaran
Nyeri akut
Pola nafas tidak efektif
Cemas
Proses epilesasi
Terpapar agen infeksius
Pembatasan aktivitas
Resiko tinggi infeksi Perubahan pola aktivitas
J. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL Pre opersasi 1. Nyeri berhubungan degan trauma saraf, gangguan peredaran darah. Tujuan: Nyeri dapat mengalami penurunan atau berkurang. Intervensi: a. Kaji tingkat nyeri pasien (skala) b. R : Untuk mengetahui skala nyeri. c. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian
obat analgetik.
d. R : Untuk mengurangi / menghilangkan rasa nyeri pada pasien e. Atur posisi tidur senyaman mungkin. f. R : Pasien merasa nyaman g. Ajarkan teknik relaksasi atau distraksi untuk mengurangi nyeri. h. R : Pasien bisa dengan mandiri mengurangi rasa nyeri 2. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan muntah. Tujuan : - Keseimbangan cairan yang adekuat. - Turgor kulit baik. Intervensi: a. Hitung balance cairan. R : Mengetahui keseimbangan cairan pasien b. Pantau tanda-tanda vital. R : Mengetahui keluaran cairan pasien melalui akral.
c. Kolaborasi pemberian cairan parenteral. R : Menjaga keseimbangan kebutuhan cairan pasien. d. Berikan anti ametik sesuai kebutuhan. R : Menghindari resiko kekurangan cairan pada pasien. e. Pantau hasil laboratorium. R : Menentukan intervensi selanjutnya. 3. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakan operasi. Tujuan: - Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan harapan operasi - Cemas berkurang. Intervensi : a. Kaji ulang tingkat pemahaman pasien. R : Mengetahui tingkat pemahaman pasien. b. Gunakan sumber - sumber bahan pengajaran sesuai keadaan. R : Menyesuaikan degan keadaan. d. Pengajaran
pra
operas!
secara
individual
tentang pembatasan dan
prosedur pra operasi. R : Menyiapkan pasien dengan tindakan yang akan dihadapi. e. Informasikan
kepada
pasien,
keluarga
atau
orang terdekat tentang
rencana prosedur tindakan. R : Pasien dan keluarga tahu kemungkinan hasil terbaik dan terburuk setelah dilakukan tindakan
.Post operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan robekan pada jaringan saraf perifer. Tujuan : - Ekspresi wajah pasien rileks. - Mengungkapkan penurunn nyeri. Intervensi: a. Kaji tingkat nyeri pasien (skala) R : Mengetahui skala nyeri b. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik. R : Membantu mengurangi nrei pada pasien dengan obat. c. Atur posisi tidur senyaman mungkin. R : Membantu pasien istirahat d. Ajarkan teknik relaksasi/ distraksi untuk mengurangi nyeri. R : Pasien mampu mengatasi nyeri secara mandiri. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidak nyaman pasca operasi. Tujuan : - Bunyi nafas normal. - Nafas tidak cuping hidung - Tidak terjadi retraksi dada. Intervensi : a. Atur posisi kepala ekstensi atau sesuai kebutuhan untuk mempertahankan ventilasi. R : Menjaga intake oksigen tetap adekuat
b. Bantu pasien untuk merabah posisi bentuk dan nafas dalam. R : Menjaga keefektifan jalan nafas. c. Auskultasi paru untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 4 jam. R : Mengetahui adanya bunyi tambahan pada paru. "
Kaji adanya hipoksia.
R : Mengetahui pemenuhan kebutuhan oksigen. d. Monitor respiratori rate. R : Mengetahui volume oksigen pasien. 3. Perubahan Pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktifitas setelah operasi. Tujuan: - Melakukan aktivitas sesuai kamampuan. - Kebutuhan tubuh pasien terpenuhi Intervensi: a. Pantau aktivitas yang dapat dilakukan pasien. R : Menentukan latihan aktivitas pasien secara mandiri. b.
Bantu
pasien
untuk
ambulasi
dini
dan
tingkatkan aktivitas sesuai
kemampuan pasien. R : Mencegah kekakuan otot. c. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari — hari. R : Kebutuhan pasien terpenuhi. d. Libatkan
keluarga
dalam
membantu
pemenuhan kebutuhan sehari - hari
pasien. R : Keluarga mampu memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan opersi. Tujuan: - Penyembuhan luka tepat waktu. - Tidak ada tanda - tanda infeksi. Intervensi: a. Monitor luka operasi. R : Mengetahui tanda - tanda infeksi sejak dini. b. Rawat luka sesuai prinsip. R : Mencegah resiko infeksi. c.
Pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. R ; Proteksi diri dan mencegah kuman / bakteri menular.
d. Monitor TTV. R : Mengetahui infeksi dari peningkatan suhu tubuh. e. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R : Mencegah infeksi.
1. Pengkajian Data Subyektif: a. Pasien mengeluh nyeri saat menstruasi. b. Pasien mengatagan ada perdarahan abnormal. c. Pasien merasa penuh pada perut bagian kanan bawah. d. Pasien mengeluh adanya perubahan pola BAK dan BAB. e. Pasien merasa haidnya tidak teratur. Data obyektif: a
Ada benjolan pada perut bagian bawah yang padat, kenyal, permukaan tumor rata serta adanya pergerakan tumor.
b
Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanual di dapat tumor menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas.
c
Infertilitas atau abortus.
2. Diagnosa a. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan adanya penekanan syaraf. b. Resiko terjadi anemi berhubungan dengan perdarahan abnormal yang ditandai dengan perdarahan pervaginan berlebihan, pasien lemah, sklera pucat. c. Gangguan pola eliminasi; disuria berhubungan dengan pembesaran uterus yang menekan vesika urinaria. d. Gangguan pola eliminasi; konstipasi berhubungan dengan pembesaran uterus yang menekan rektum.
e. Resiko terjadinya infertilitas berhubungan dengan penutupan saluran indung telur. f. Resiko terjadinya abortus berhubungan dengan adanya distorsi rongga uterus. 3. Perencanaan 1. Diangnosa Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan adanya penekanan pada organ dan syaraf viseral. Tujuan : Nyeri dapat mengalami penurunan / berkurang. Intervensi: a. Kaji tingkat nyeri pasien (skala) R : Mengetahui skala nyeri b. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik. c. Atur posisi tidur senyaman mungkin. R : Membantu pemenuhan istirahat pasien d. Ajarkan teknik relaksasi/ distraksi untuk mengurangi nyeri. R : Pasien mampu secara mandiri mengurangi rasa nyeri. 2. Diagnosa Resiko terjadi anemi berhubungan dengan perdarahan abnormal yang ditandai dengan perdarahan pervagina berlebihan, pasien lemah, sklera pucat.
Tujuan: Anemia dapat dicegah Intervensi: a. Monitor jumlah darah yang keluar. R : Mengetahui jumlah darah yang keluar. b. Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan cek Hb dan Ht. R : Menentukan program selanjutnya. c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penatalaksanaan nutrisi adekuat. R : Menjaga atau meningkatkan kondisi tubuh pasien. d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat penambah darah (SF). R : Meningkatkan volume darah pasien. e. Kaji TTV. R : Mengetahui perubahan tanda vital pasien. b
Diagnosa Gangguan pola eliminasi; disuria berhubungan dengan pembesaran uterus yang menekan vesika urinaria. Tujuan : Disuria dapat dicegah. Intervensi: a
Kaji tingkat nyeri. R : Mengetahui skala nyeri.
b
Berikan penjelasan pada pasien mengenai penyebab nyeri.
R : Mengurangi rasa takut pada pasien c
Anjurkan kepada pasien agar tidak takut untuk miksi. R : Pasien mau melakukan miksi.
d
Anjurkan pada pasien untuk menarik nafas panjang sewaktu terasa nyeri. R : Mengurangi intensitas nyeri.
e
Kolaborasi dengan doter untuk pemberian obat analgetik. R : Membantu pasien mengurangi / menghilangkan nyeri dengan analgetik sesuai kebutuhan.
c
Diagnosa Gangguan pola eliminasi; konstipasi berhubungan dengan pembesaran uterus yang menekan rektum. Tujuan: - konstipasi dapat dicegah Intervensi: a. kaji adanya tanda - tanda adanya konstipasi. R : Menentukan program selanjutnya b. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar. R : Membantu pasien BAK. c. anjurkan pasien untuk relaksasi. R : Mengurangi rasa nyeri pada area kandung kemih. d. anjurkan pasien untuk banyak minum. R : Merangsang hajat BAK. e. anjurkan pasien untuk banyak makan makanan berserat.
R : Mencegah feces keras. d
Diangnosa. Resiko terjadinya infertilitas berhubungan dengan penutupan saluran indung telur. Tujuan: Infertilitas dapat dicegah Intervensi: a. Kolaborasi dengan ahli radiologi (USG) untuk menentukan jenis tumor, letak mioma. R : Menentukan program selanjutnya. b. Kolaborasi dengan ahli histerografi dan histeroskopi. R : Menentukan program selanjutnya c. Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk cek darah lengkap. R : Menentukan program selanjutnya d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang adekuat. R : Menjaga / meningkatkan kondisi pasien. R : Melaksanakan program,
e
Diagnosa Resiko terjadinya abortus berhubungan dengan adanya distorsi rongga uterus. Tujuan: abortus dapat teratasi Intervensi: a
Kaji tanda - tanda perdarahan dan jumlah darah.
R : Mengetahui resiko / terjadi abortus. b
Observasi dengan pemeriksaaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan. R : Mengetahui perkembangan pasien.
c
Kolaborasi pemberian obat penguat janin, obat anemi (zat besi). R : Mencegah resiko abortus.
d
Anjurkan pasien untuk lebih banyak istirahat (bedrest total). R : Mengurangi resiko abortus.
e
Ajarkan pasien untuk relaksasi. R : Mengurangi rasa nyeri saat terjadi kontraksi.
f
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang adekuat. R : Membantu menguatkan kondisi pasien dan janin.
4. Evaluasi 1. Anemi dapat teratasi 2. Rasa nyeri berkurang 3. Pola eliminasiBAK 4. BAB teratasi 5. Infertilitas dapat dicegah 6. Abortus dapat dicegah.