BAB II KETIDAKTANGGUHAN PANGAN DI SIERRA LEONE II.1 Sierra Leone Sierra Leone merupakan sebuah negara yang terletak di wilayah pantai sebelah barat Afrika, di utara khatulistiwa, area seluas 71.740 km2. Berbatasan langsung dengan Guinea di sebelah utara dan timur laut, dan Liberia di sebelah timur dan tenggara Sierra Leone memiliki populasi sekitar 5,7 juta penduduk dan lebih dari dua puluh kelompok etnis berbeda (Survey, 2004). Sistem pemerintahan Sierra Leone menggunakan sistem pemerintahan republik dengan ibukota negaranya Freetown. Pendapatan penduduk Sierra Leone mencapai sekitar $ 4,91 milliar pertahun. Sierra Leone awalnya merupakan negara jajahan Inggris, yang dibentuk oleh Inggris dengan tujuan untuk menempatkan budak yang sudah dibebaskan yang datang dari Amerika Utara. Selama Inggris menjajah Sierra Leone perusahaan-perusahaan milik Inggris mengembangkan pertambangan dan pertanian. Sierra Leone memiliki cadangan Berlian, bauksit dan batu permata, dalam bidang pertanian Inggris mengembangkan produksi kelapa sawit, coklat dan kopi. Pasca masa penjajahan hingga saat ini pertambangan masih menjadi sektor utama perekonomian Sierra Leone. Negara ini merupakan salah satu negara penghasil bauksit dan titanium terbesar di dunia dan juga memiliki
kandungan emas yang melipah. Meskipun Sierra Leone merupakan negara yang kaya dengan sumber daya alam, namun kenyataanya sebagian besar penduduk Sierra Leone masih hidup dalam garis kemiskinan. Sebanyak 70% penduduk Sierra Leone hidup dengan pengeluaran sebanyak US$1 per hari (Where is Sierra Leone, 2015). Indeks Pembangunan Manusia UNDP United Nations Development Program menempatkan Sierra Leone pada peringkat 167 dari 187 negara di dunia.
Sierra Leone sebenarnya merupakan negara yang cukup maju negara yang cukup maju dalam bidang pertanian dan keamanan pangan sebelum
pecahnya perang sipil tahun 1991. Sebelum perang sipil terjadi Sierra Leone memiliki potensi tinggi dalam sektor pertaniannya untuk dapat berkembang (Menteri Pertanian, Kehutanan dan Ketahanan Pangan, Dr. J. Sam Sesay). Potensi ini meliputi lahan pertanian yang subur serta curah hujan yang cukup banyak di wilayah Sierra Leone. Penduduk Sierra Leone sebagian besar bekerja di sektor pertanian,baik pertanian untuk konsumsi domestik maupun untuk komoditas ekspor ( Ministry of Health And Sanitation, 2012). Pertanian merupakan sektor penting yang cukup berperan besar sebagai sumber pendatan perekonomian nasional hingga saat ini. Sektor pertanian yang dimaksud terdiri dari tanaman, peternakan, kehutanan dan perikanan sebagai sub-sektor yang menyumbang rata-rata 47,2 % dari PDB nasional dalam periode 2000-2003 (World Food Programme , 2007). Sierra Leone memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1961. Pasca kemerdekaan penduduk Sierra Leone mewarisi kondisi sosial dan ekonomi yang sangat miskin. Sierra Leone memang memiliki kekayaan alam yang cukup besar, sumber daya alam pertambangan ini dikuasai oleh perusahaan asing, sedangkan sebagian besar penduduk Sierra Leone bekerja di sektor pertanian. Setelah masa penjajahan pemerintah Sierra Leone menghadapi
masalah
ekonomi
dan
sosial
yang
buruk.
Mengatasi
permasalahan ini pemerintah yang berkuasa menggunakan seluruh sumber daya yang tersedia, tidak jarang mereka menggunakan kekerasan dan
melakukan korupsi untuk mempertahankan kekuasaanya. Akibatnya tentara Sierra Leone beberapa kali melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang berkuasa untuk menstabilkan keadaan. Namun para pemimpin militer juga mengadapi masalah ekonomi dan sosial. Mereka juga menggunakan taktik yang sama dengan penguasa sebelumnya untuk mempertahankan kekuasaan. Ketidakmampuan pemerintah Sierra Leone dalam mengatasi kemiskinan dan permasalahan sosial menyebabkan munculnya gerakan pemberontak yang bertujuan untuk memerangi pemerintah yang korup, kemiskinan dan kesetaraan bagi semua penduduk Sierra Leone. Gerakan pemberontak ini kemudian membawa Sierra Leone pada perang saudara yang sangat brutal dan berkepanjangan.
II.1.1 Konflik di Sierra Leone Sebelum mendapatkan kemerdekaannya pada 27 April 1961, Sierra Leone merupakan salah satu negara bekas koloni Inggris. Penjajahan Inggris di Sierra Leone terjadi sekitar abad ke-18 sampai dengan abad ke-19. Kekayaan pertambangan yang dimiliki oleh Sierra Leone, menarik perhatian koloni Inggris yang pada saat itu sedang mengalami stagnasi dan depresi ekonomi karena mengalami kekurangan sumber daya alam. Sejarah awal ditemukannya bahwa Sierra Leone memiliki sumber daya tambang yang kaya
berawal pada tahun 1930, sebuah tim survey geologi menemukan Distrik Kono, yang memiliki banyak kandungan berlian (Anneahira, 2011). Sejak penemuan ini, pemerintah koloni Inggris mulai memanfaatkan berlian sebagai sumber pendapatan mereka. Sejumlah penambang gelap mulai berdatangan ke distrik kono dalam skala besar. Penambang gelap ini berasal dari negara tetangga dengan tujuan untuk mendapatkan berlian seperti yang dilakukan Inggris, peristiwa ini berlangsung hingga awal 1950-an (AnneAhira, n.d). Pada tahun 1956, jumlah penambang gelap mencapai 75.000. Mereka menyelundupkan berlian-berlian dari negara di bagian Afrika dalam skala besar. “Great Diamond Rush” merupakan sebutan untuk penambang-penambang gelap yang mengambil secara ilegal berlian yang ada di Sierra Leone. Tindakan yang dilakukan sejumlah penambang gelap ini menyebabkan adanya kekacauan peraturan dan hukum yang ada di Sierra Leone. Sejak memperoleh kemerdekaannya dari koloni Inggris pada April 1961, Sierra Leone mengalami banyak tantangan termasuk ketidakstabilan dan kemiskinan. Pada saat yang sama di tahun 1961 prospek ekonomi Sierra Leone cukup menjanjikan. Ekonomi tumbuh secara signifikan selama tahun 1960'an, sebanyak sekitar 4.5 persen per tahun sebagian besar penghasilan Sierra Leone berasal dari hasil tambang, produksi pertanian dan ekspor. Namun perekonomian Sierra Leone melambat selama periode 1970 dan 1980
sebagai efek dari berkurangnya perusahaan pertambangan yang menyebar melalui perekonomian yang lebih berfokus pada produksi uang. Penurunan perekonomian ini dikaitkan juga karena kondisi pasar internasional yang berdampak terhadap ekspor domestik serta kebijakan nasional diambil pemerintah Sierra Leone yang tidak tepat. Pada tahun 1980'an perekonomian Sierra Leone hampir runtuh yang ditandai dengan penurunan PDB perkapita, inflasi yang sangat cepat dan ketidakseimbangan neraca pembayaran eksternal yang sangat parah. Meskipun upaya keras telah diambil oleh pemerintah dan mitra kerja dalam mempercepat pembangunan di Sierra Leone
untuk
meningkatkan standar hidup penduduknya, kemiskinan di negara ini masih tetap tinggi. Kemiskinan parah yang terjadi telah menyebabkan rendahnya kesehatan dan gizi pada populasi Sierra Leone. Seperti yang di sebutkan sebelumnya bahwa Sierra Leone memperoleh kemerdekaannya dari koloni inggris pada tahun 1961, pada saat itu Sierra Leone mewarisi sistem parlementer, Milton Margai yaitu pemimpin partai Sierra Leone People’s Party (SLPP) ditunjuk sebagai presiden. Tahun 1964 Milton Margai meninggal dan digantikan posisinya oleh Sir Albert Margai (adik dari Milton Margai) yang memimpin dari tahun 1964 sampai dengan 1967. Dari pemerintahan yang dipimpin oleh Albert Margai, diduga adanya praktek korupsi dan upaya-upaya otoriter untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan juga untuk menyingkirkan pihak oposisi.
Saat pemilihan umum di tahun 1967, Siaka Stevens yang merupakan pemimpin dari partai All People’s Conggres (APC) yang di tetapkan oleh Gubernur Jenderal Sierra Leone, sebagai Presiden Sierra Leone berikutnya. Pada masa pemerintahanya di Sierra Leone, Presiden Stevens berhasil mengeksploitasi berlian dengan cara mendekati penambang gelap dan dengan membentuk
National
Diamond
Mining
Company
(NDMC)
untuk
menasiolisasi Sierra Leone Selection Trust (SLTT). Pertengahan tahun 1980 kondisi domestik dari Sierra Leone adanya peningkatan inflasi, menurunnya kekuasaan pemerintah, tidak tersedianya bahan pangan, meluasnya korupsi dan juga semakin banyak pengangguran dari generasi muda. Stevens pensiun tahun 1985 karena semakin memburuknya kondisi domestik Sierra Leone. Stevens menunjuk Mayor Jendral Joseph Saidu Momoh untuk menggantikannya sebagai Presiden. Kembali melemahnya kepemimpinan Presiden baru yaitu Momoh, dimanfaatkan oleh dua pihak oposisi yaitu; Kopral Foday Sankoh yang memimpin RUF (Revolutionary United Front) dan mendapat dukungan dari kelompok pemberontak National People Front di Liberia (NPFL). RUF merupakan kelompok pemberontak, pada tanggal 23 maret 1991 kelompok ini menyerang sebelah Timur Sierra Leone dari Liberia. Tujuan dari RUF melakukan pemberontakan ini adalah untuk mengakhiri kekuasaan rezim APC yang telah berlangsung kurang lebih selama 2 tahun di Sierra Leone.
Konflik tersebut terus berlangsung hingga januari 1999. Konflik terbuka ini belum menandai berakhirnya bencana kemanusiaan di Sierra Leone. Tekanan untuk segera menyeselaikan krisis ini terus menguat, utamanya dari masyarakat internasional dan pemerintahan sipil baru. Adanya proses perdamaian yang dilakukan antara kelompok RUF dengan warga Sierra Leone masih terus berjalan saat tahun 1999, tetapi masih banyak kesepakatan yang belum diimplementasikan. Semua pihak yang terlibat dalam konflik ini bersepakat untuk kembali ke Freetwon dengan pengawalan pemerintah dan pasukan penjaga perdamaian, meski masih ada rasa tidak percaya dan kecurigaan, masih membayangi masing-masing pihak. Pada Januari 2002, konflik sipil yang berlangsung selama 11 tahun lamanya di Sierra Leone berakhir ketika seluruh pihak yang terlibat dalam konflik ini mendeklarasikan sudah berakhir. Perang sipil yang berakhir di tahun 2002 tersebut berefek kepada hancurnya struktur sosial, serta menghancurkan sebagian besar infrastruktur ekonomi, pertanian dan fisik negara. Perekonomian Sierra Leone jatuh pada saat perang, tahun 1990-an produk domestik bruto telah menurun hingga setengahnya yaitu mencapai US$ 104 per kapita di tahun 2000, menurut Strategi Penanggulangan Pemerintah. Infrastruktur sosial yang produktif seperti toko, penggilingan beras dan bangunan pelayanan masyarakat benarbenar sangat rusak pada saat perang. Ternak hampir sepenuhnya musnah,
pertambangan dan pertanian yang rusak dan ditinggalkan akibat perang (PRSP, 2005). Selain itu masih rendahnya kapasitas otoritas dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya, rendahnya kapasitas institusi dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi populasi di negaranya serta lemahnya legitimasi politik untuk untuk secara efektif mewakili kebutuhan warga negaranya baik itu di dalam maupun luar negeri membuat negara ini dikategorikan sebagai fragile states. II.2
Ketidaktangguhan Pangan Di Sierra Leone Pasca Perang Sipil
Keadaan Sierra Leone telah berubah dari situasi gawat darurat yang terjadi pada akhir 1990-an menjadi situasi yang lebih baik yang mendukung pembangunan yang berkelanjutan sejak berakhirnya perang sipil pada tahun 2002. Sehingga, kebutuhan akan sistem informasi yang stabil yang dapat menangkap perubahan-perubahan yang terjadi pun semakin mendesak. Hal ini memiliki keterkaitan dengan informasi-informasi yang bersifat penting seperti keamanan pangan pada rumah tangga dan masyarakat, tingkat kerentanan dan status nutrisi masing-masing individu (World Food Programme, 2005). Meskipun Sierra Leone telah mengalami pertumbuhan ekonomi selama dua tahun terakhir, masih terdapat berbagai bukti yang signifikan bahwa ketidaktangguhan pangan dan malnutrisi masih terus terjadi bagi sebagian
besar masyarakat desa di Sierra Leone dan hal ini kemudian menjadi tantangan tersendiri bagi Sierra Leone dalam sektor pembangunan. Dalam konteks pembangunan, Sierra Leone dengan jumlah penduduk mencapai 5,7 juta jiwa, 70% diantaranya hidup dalam garis kemiskinan dalam kebutuhan dasar dan 26% tidak dapat memenfuhi kebutuhan pangan pokok. Akibat perang sipil yang melanda negara tersebut membuat banyak pengangguran dan pembangunan yang sangat buruk. Terjadinya kerusakan infrastruktur dan penduduk migrasi keluar daerah (lebih dari dua juta orang) membuat
situasi
perekonomian
Sierra
Leone
semakin
memburuk.
Pertambangan dan pertanian hampir seluruhnya berhenti beroprasi, kebunkebun hancur, populasi ternak semakin berkurang. Pada tahun 1990, UNDP, menyebutkan bahwa perekonomian Sierra Leone terus-menerus menempati urutan 177 dalam 187 negara di dunia, yang GDPnya mencapai 50%. Kemiskinan
dan
kerawanan
pangan
adalah
siklus
yang
berkepanjangan di Sierra Leone. Kondisi yang sangat memperihatinkan ini sudah menyebar luas dikarenakan produktivitas pertanian yang stagnan dan jumlah populasi yang semakin berkembang pesat melebihi laju produksi pertanian. Berdasarkan dari garis kemiskinan nasional bahwa, jumlah penduduk miskin di Sierra Leone mencapai 70% dari total populasi (Government of Sierra Leone, 2004). Sekitar 68% penduduk tidak memiliki
akses memperoleh bahan pangan yang cukup dan 26% berada dalam kondisi yang sangat miskin. Kemiskinan di Sierra Leone terkonsentrasi di wilayah pedesaan dan kota-kota diluar Freetwon. Sekitar 75% populasi tidak mampu mengakses bahan pangan yang mencukupi pada tingkat provinsi, apabila dibandingkan dengan kondisi masyarakat di Freetown yang 38% penduduknya mampu memperoleh bahan pangan. Berdasarkan data dari pemerintah Sierra Leone (2004), kemiskinan diakibatkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya tingkat pengangguran yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang lambat dan minimnya pelayanan sosial. Sebagian produksi makanan di Sierra Leone didominasi oleh beras yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat setempat. Pada umumnya, tanaman padi dibudidayakan oleh para petani berskala kecil dan dikonsumsi oleh masyarakat Sierra Leone. Konsumsi beras per kapita per tahun yaitu diperkirakan sekitar 104 kg. Dari segi kontribusi beras dalam hal total pemasukan kalori, Sierra Leone merupakan yang tertinggi di kawasan SubSahara. Hal ini diidentifikasikan bahwa masyarakat Sierra Leone memiliki ketergantungan pada nasi untuk memenuhi energi harian dan lebih memfokuskan pada signifikansi beras sebagai tanaman panen yang utama.
Sebelum perang sipil tahun 1991 dimulai, Sierra Leone sudah mengalami kekurangan beras. Adapun data statistik yang tersedia dari sebelum perang menunjukkan bahwa selama tiga dekade (1970-2000), Sierra Leone hanya mampu swasembada beras pada tahun 1975. Dalam rentang waktu 1979-81 dan 1999-2000, produksi padi pada tingkat domestik mengalami penurunan dari 504.000 menjadi 200.000 Mt. pada periode yang sama, volume impor beras untuk memenuhi kebutuhan domestik pun mengalami peningkatan dari semula 30% total konsumsi masyarakat setempat menjadi 60%. Singkong merupakan tanaman kedua yang terpenting di Sierra Leone. Baik daun maupun batangnya dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Selama periode perang, produksi singkong mengalami peningkatan dengan perkiraan sebesar 6% per tahun sejak 1986-1987. Selama periode 2000/20012001/2002, produksi singkong meningkat sebesar 67%, jagung 47%, kacang tanah 55%, sorghum 46% dan millet 38%. Jika dibandingkan dengan beras dan singkong, tanaman-tanaman pangan lainnya tidak terlalu berperan signifikan dalam hal kontribusi bagi total konsumsi masyarakat setempat. Pola konsumsi pangan di Sierra Leone cenderung memiliki kesamaan pada periode 1969 dan 1992 dengan sereal, dan beras memiliki kontribusi yang besar dalam rata-rata konsumsi masyarakat sebesar 56%, akar dan umbi-umbian 6%, kacang-kacangan 4%, berbagai produk hewan 5% dan lainnya sebesar 29%
dari total suplai energi masyarakat setempat. Adapun pola konsumsi ini dianggap tidak akan berubah secara signifikan sejak 1992. Terdapat beberapa variasi dalam pengelompokan antara kelompokkelompok sosial-ekonomi masyarakat. Hal yang penting dari sistem ketersediaan makanan di Sierra Leone adalah, bahwa ketersediaan makanan tidak terus ada sepanjang tahun dan hal ini dapat berbeda pada setiap masingmasing wilayah. Secara tradisional, konsumsi makanan di daerah pedesaan telah disesuaikan dengan ketersediaan pada tingkat domestik. Misalnya, diperkirakan bahwa 40% dari pemasukan energi satu rumah tangga adalah beras yang dikonsumsi pada kuartal pertama, bersamaan dengan panen dari padi pogo, hal ini mengalami penyesuaian menjadi 30% pada kuartal kedua, dan penyesuaian ini kembali terjadi pada kuartal ketiga sebesar 20% yang bersamaan dengan panen padi rawa serta menjadi 10% pada kuartal keempat selama periode kelaparan. Walaupun kondisi keamanan pangan berangsur membaik setelah perang saudara, namun jumlah penduduk yang mengkonsumsi makanan kurang dari 1,809 kcal/day) masih berada diatas ambang yang ditetapkan MDG yaitu diatas 21%. Daerah pedesaaan adalah wilayah yang mengalami kerawanan pangan yang buruk (54,1%), dibandingkan daerah perkotaan (29,1%). Kerawanan pangan ini disebabkan oleh akses utama Sierra Leone terhadap makanan adalah pertanian subsisten dan impor pangan. Hal ini
menyebabkan harga pangan menjadi fluktuatif bahkan cenderung lebih sering mahal. Di daerah pedesaan, puncak kelaparan terjadi pada bulan Agustus dimana akses pangan sudah sulit didapatkan pada bulan Juni dan Juli. Harga pangan yang mahal pula berpengaruh pada malnutrisi yang terjadi di negara ini, selain itu perubahan musim yang ekstrim yang mempengaruhi petani lokal, infrastruktur akan akses pasar yang buruk, tingkat pengangguran yang masih tinggi, terlilitnya masyarakat pada hutang, kemiskinan dan faktor demografi seperti banyaknya kaum perempuan yang menjadi kepala rumah tangga dengan jumlah anak yang banyak. Sejak tahun 2001, berbagai bantuan datang dari lembaga-lembaga internasional seperti WFP, FAO, UNICEF dan juga pemerintah, serta berbagai NGO yang telah melakukan survei dengan memfokuskan pada ketidaktangguhan pangan, kerentanan, produksi pertanian, nutrisi dan juga kesehatan. Berbagai survey yang dilakukan, mencakup representasi sampel secara nasional maupun dilaksanakan ketika sebagian besar masyakarat desa masih belum kembali ke desanya untuk melanjutkan kembali aktivitas mata pencahariannya. Pada bulan Januari tahun 2005, Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Keamanan Pangan (MAFFS) bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan dan Sanitasi (MOMS) Sierra Leone meminta bantuan kepada mitra pembangunan khususnya WFP yang bekerjasama dengan FAO, UNICEF, UNDP, WHO,
CORAD Group dan HKI berserta lembaga statistik Sierra Leone untuk meninjau keamanan pangan dan situasi nutrisi di Sierra Leone. II.3
Bantuan Pangan Dunia, World Food Programme (WFP) World Food Programme (selanjutnya akan disebut menjadi WFP) didirikan oleh PBB pada tahun 1961 yaitu sebagai organisasi yang bergerak pada bidang bantuan pangan. Organisasi ini mulai beroperasi pada tahun 1963, dan merupakan organisasi multinasional terbesar di dunia yang menangani sekitar seperempat dari bantuan pangan global. Mulainya WFP beroprasi telah memberikan bantuan kepada orang-orang yang mengalami kelaparan dan mengalami kemiskinan senilai lebih dari US$ 18 miliar. Pada tahun 1994 WFP memberikan 2,8 juta ton metrik bantuan pangan yang secara langsung bermanfaat untuk 50 juta orang. Direktur Eksekutif, Mrs Catherine Bertini yang memulai masa jabatannya pada tahun 1992, sebagai pemimpin WFP. WFP memperkerjakan 4000 staf di seluruh dunia, kantor pusatnya yang berada di Roma. Pengawasan program ini berada di tangan Komite Program dan Kebijakan Bantuan Pangan (CFA). Departemen yang bekerja sama dengan WFP yaitu:
Departemen Pertanian
Departemen Perdagangan dan Industri
Departemen Kesehatan
Departemen Pertahanan
Misi WFP dianggap sebagai dokumentasi yang akan ditinjau secara berkala. Bantuan pangan adalah salah satu dari banyak instrumen yang dapat membantu
untuk
mempromosikan
ketidaktangguhan
pangan,
yang
didefinisikan sebagai akses ke semua orang setiap saat dengan makanan yang dibutuhkan untuk hidup aktif dan sehat. Kebijakan yang mengatur penggunaan
bantuan
pangan
WFP
harus
berorientasi
pada
tujuan
pemberantasan kelaparan dan kemiskinan. Tujuan utama dari bantuan pangan seharusnya adalah pengurangan atau bahkan menghilangkan kebutuhan akan bantuan pangan. Intervensi yang direncanakan perlu dilakukan untuk meningkatkan standar kehidupan bagi orang-orang yang sangat miskin yang tidak dapat menghasilkan makanan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan mereka atau tidak memiliki sumber daya yang diperlukan untuk memperoleh makanan yang dibutuhkan demi hidup sehat. Sejalan dengan mandat yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip universal, WFP akan terus melakukan sebagai berikut :
Menggunakan
bantuan
pangan
untuk
mendukung
pembangunan sosial dan ekonomi
Memenuhi kebutuhan dari para pengungsi dan kebutuhan pangan lainnya yang bersifat darurat dan dukungan logistic yang berkaitan dengan hal tersebut
Mendorong
keamanan
pangan
yang
sesuai
dengan
rekomendasi PBB dan FAO Strategi-strategi dan kebijakan ini yang mengatur berbagai aktivitas WFP untuk menyediakan bantuan pangan untuk:
Menyelamatkan hidup para pengungsi dan situasi darurat lainnya
Untuk
meningkatkan
kualitas
hidup
dan
nutrisi
bagi
masyarakat yang tergolong rentan pada saat mereka mengalami krisis
Untuk membantu membentuk berbagai aset dan mendorong kemandirian masyarakat khususnya melalui berbagai program padat karya
WFP sangat sesuai untuk memainkan peranan yang besar dalam berkelanjutan dari bantuan yang bersifat darurat hingga pembangunan. WFP akan memberikan prioritas untuk mendukung pencegahan, kesiapan dan
migrasi serta rehabilitasi pasca bencana sebagai bagian dari program-program pembangunan. Adapun bantuan yang bersifat darurat akan digunakan semaksimal mungkin demi tujuan bantuan dan pembangunan. Tujuan secara keseluruhan dari hal ini adalah untuk membangun kemandirian masyarakat setempat. Dalam melaksanakan mandatnya, WFP akan berkonsentrasi untuk menentukan tindakan yang tepat dengan sumber daya yang tersedia. WFP akan memfokuskan pada aspek-aspek pembangunan untuk memaksimalkan intervensi berbasis pangan. Hal ini akan mengakibatkan berbagai usaha yang dilakukan bertujuan demi mencegah berbagai dampak negatif pada produksi makanan pada tingkat lokal, pola konsumsi dan ketergantungan pada bantuan pangan (World Food Programme Organization, 2010). WFP akan terus memainkan peran yang signifikan dalam menyediakan transportasi dan logistik serta bantuan untuk memastikan sampainya bantuan humaniter secara cepat dan efisien. Sifat
WFP
yang
multilateral
adalah
merupakan
salah
satu
kekuatannya. WFP akan memaksimalkan kapabilitasnya untuk beroperasi dimana saja tanpa mengacu pada orientasi politik dari pemerintah dan untuk menyediakan bantuan dalam situasi yang mana banyak negara donor tidak memberikan bantuan secara langsung. WFP akan menyediakan berbagai jasa seperti saran, kantor, bantuan logistik dan informasi serta bantuan ke berbagai
negara untuk mendirikan dan mengatur berbagai program bantuan pangannya secara mandiri. II.4
World Food Programme di Sierra Leone WFP telah beroprasi di Sierra Leone sejak tahun 1968. WFP mendukung di daerah selatan, utara, barat, timur dengan sebuah kantor di Freetown dan dua sub-kantor yang berlokasi di Kenema dan Makeni. WFP pun berkerjasama dengan Pemerintah Sierra Leone dan partner-partner lainnya untuk mengurangi atau memberantas kelaparan dan membangun ketahanan dari kelompok masyarakat yang rentan, dengan mendukung rekonstruksi dan rehabilitasi pasca perang sipil pada 1990-an. Melewati berbagai situasi konflik yang dihadapi oleh Sierra Leone dan akhrinya konflik berakhir sejak tahun 2002, pengungsi-pengungsi yang berada di desa telah kembali ke daerah mereka, berusaha membangun kembali pertanian yang rusak akibat perang bertahun-tahun. WFP telah berfokus terhadap rekontruksi komunitas-komunitas tersebut, mengembalikan assetaset produktif membangun kembali mata pencaharian penduduk desa, meningkatkan kesehatan pada ibu dan anak serta menumbuhkan pendaftaran sekolah dasar. Dengan ini ada dua program yang dirilis oleh WFP untuk Sierra Leone yaitu:
Protacted Relief and Recovery Operation (PRRO) PRRO beroprasi di daerah yang terkena efek perang di bagian selatan dan timur negara ini, program ini lebih berfokus kepada mata pencaharian dari masyarakat yang membantu meningkatkan akses makanan, pasar, dan juga pelayanan social. Country Programme (CP) Country Programme beroprasi di wilayah utara yang miskin dan kekurangan pangan dan berfokus terhadap pengembangan pendidikan dasar dan mengurangi tingkat malnutrisi di kalangan ibu dan balita.
Pemerintah Sierra Leone bersama WFP dan FAO telah berjanji untuk berjuang mengatasi kelaparan yang melanda negeri tersebut (World Food Programme, 2010). Semakin banyaknya sumber daya yang dicurahkan untuk mengembangkan industry pangan, produksi ternak, dan penanaman benih unggul. Mulainya penurunan pemberian bantuan pangan sejak 2002, ada peningkatan pada pertumbuhan produksi pangan lokal. Jumlah bantuan makanan yang mencapai negara tersebut pada 2006 hanya mencapai setengah dari tahun 2002. Dari jumlah bantuan makanan perkapita Sierra Leone menduduki peringkat 20 dari 40 negara di Afrika yang diberi bantuan makanan sehari-hari.
Sebuah analisis mengenai kerentanan pasokan pangan biasanya dilakukan oleh WFP tiap tahun di Sierra Leone untuk memberikan informasi kepada pemerintahan dan pemegang kepentingan lainnya mengenai berapa banyak populasi yang kekurangan, dimana populasi tersebut tinggal, dan mengapa mereka mengalami kekurangan makanan. Analisis ini berperan penting dalam mengurangi angka kelaparan dan mendukung penghidupan. Pada tahun 2005, analisis mengenai keamanan pasokan pangan dan informasi gizi dilakukan. Pada tahun 2007 WFP melakukan survey untuk meng-update informasi terkini mengenai produksi pangan local, penghidupan dan akses ke bahan pangan di masing-masing distrik Sierra Leone sebagaimana untuk menjadi panduan bagi WFP dan badan lainnya untuk memfokuskan penanganan stabilitas pangan nasional, objektif khusus yang disebutkan meliputi:
Menentukan proporsi rumah tangga di daerah pedesaan yang mengalami kekurangan bahan pangan
Menilai level kekurangan bahan pangan dalam sudut pandang demografis dan kelompok yang bervariasi di masyarakat.
Menilai produksi agrikultur local, dan menganalisa bagaimana produksi makanan dapat dikombinasikan dengan pertanian lokal, kegiatan ekonomi lainnya
Mendapatkan pandangan yang jelas bagaimana pasar bergerak, aksesbilitas fisiknya, dan peranannya dalam
mempertahanankan stabilitas pngan di daerah pedesaan
Memberikan rekomendasi bagi orientasi program WFP selanjutnya
Memberikan studi follow-up mengani indicator stabilitas pangan yang digunakan CFSVA Sierra Leone pada tahun 2005
Pada tahun 2012, WFP telah membantu 455.900 masyarakat yang rentan di wilayah Sierra Leone dengan 11.200 metric ton of food. Bantuan WFP di Sierra Leone memfokuskan pada ketidaktangguhan pangan dan masyarakat yang rentan di daerah pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan serta membantu pemerintah untuk mempercepat transisi dari usaha-usaha pemulihan pasca perang sipil menuju pembangunan jangka panjang. WFP bekerjasama pengen dengan pemerintah Sierra Leone dan mitra-mitra lainnya berusaha untuk memenuhi target-target tujuan pembangunan dari tiga area yang saling berkaitan yaitu pendidikan, kesehatan/nutrisi dan mata pencaharian. WFP mendukung melalui pendidikan dasar, menyediakan makanan harian di sekolah-sekolah demi meningkatkan jumlah siswa yang masuk sekolah khususnya anak-anak dari kelompok masyarakat yang rentan. WFP juga berusaha untuk mendukung peningkatan kondisi kesehatan. nutrisi
wanita dan anak-anak setempat melalui program-program Kesehatan dan Nutrisi Ibu dan Anak. Program ini juga menyediakan beberapa bantuan makanan bagi masyarakat yang penghidap HIV dan TBC. WFP juga mendukung mata pencaharian kelompok penduduk termiskin dengan memfokuskan pada wanita dan anak-anak. Berbagai aktivitas pun dijalankan terkait hal ini, seperti program-program Food for Work dan Cash for Work, sebagaimana disediakannya penyediaan makanan melalui beberapa lembaga pelatihan yang terpilih.