BAB II KETELADANAN GURU DAN KEDISIPLINAN SISWA A. Keteladanan Guru 1.
Pengertian Keteladanan Guru Kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa kata “keteladanan”
mempunyai akar kata “teladan” yaitu (perbuatan atau barang dan sebagainya) yang patut ditiru, baik untuk dicontoh. Jadi, “keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.1 Dalam bahasa arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata “ukhwah” dan “qudwah”. Kata “uswah” terbentuk dari huruf-huruf: hamzah, as-sin, dan al waw. Secara etimologi setiap kata bahasa arab terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan arti yaitu “pengobatan dan perbaikan”.2 Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir, dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Hal itu karena dalam belajar, orang pada umumnya lebih mudah menangkap yang konkrit ketimbang yang abstrak. „Abdullbh „Ulwan, umpamanya, mengatakan bahwa pendidik barangkali akan merasa mudah mengkomunikasikan pesanya secara lisan. Namun, anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila ia
1
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia modern (Surabaya: Apollo, 1994) hlm. 204 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 117 2
20
21
melihat
pendidiknya
tidak
memberi
contoh
tentang
pesan
yang
disampaikanya.3 Keteladanan sangat efektif bagi pembentukan sikap dan prilaku anak, karena anak adalah pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang. Dalam proses perkembangan tersebut, anak memiliki kecendrungan meniru sikap dan perilaku orang yang dikenal dan dikaguminya. Keteladanan merupakan salah satu faktor yang sangat penting tidak hanya dalam proses pembentukan sikap dan kepribadian anak, tetapi juga bagi orang dewasa. 4 Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushola, di rumah, dan sebagainya.5 Bila dipahami maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Bahkan bila dirinci lebih jauh tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Menurut Roestiyah N.K bahwa guru dalam mendidik anak bertugas untuk: 1.
Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman.
3
Noer Aly Hery, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 178 Imam Suraji, Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadist (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm.196-197 5 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) Cet. 1, hlm. 31 4
22
2. Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita pancasila. 3. Menyiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik sesuai Undang-Undang pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. II Tahun 1983 4. Sebagai perantara dalam belajar. di dalam proses belajar guru hanya sebagai perantara/medium , anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu pengertian/insight, sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku, dan sikap. 5. Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya. 6. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. 7. Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu. 8. Guru sebagai administrator dan manajer. di samping mendidik, seorang guru harus dapat mengerjakan urusan tata usaha seperti membuat buku kas, daftar induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasi segala pekerjaan di sekolah secara demokratis, sehingga suasana pekerjaan penuh dengan rasa kekeluargaan.
23
9. Pekerjaan guru sebagai suatu profesiOrang yang menjadi guru karena terpaksa tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus menyadari benarbenar pekerjaanya sebagai suatu profesi. 10. Guru sebagai perencana kurikulum Guru menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka dalam penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditinggalkan. 11. Guru sebagai pemimpin (guidance worker) Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing anak ke arah pemecahan soal, membentuk keputusan, dan menghadapkan anak-anak pada problem. 12. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak Guru harus turut aktif dalam segala aktifitas anak, misalnya dalam ekstakulikuler membentuk kelompok belajar dan sebagainya.6
6
Syaiful Bahri Djamarah, ibid hlm.37-38
24
2.
Dasar keteladanan guru Dalam Alqur‟an, keteladanan diistilahkan dengan kata uswah, kata
ini ada di (Q.S al-Ahzab [33]: 21)
Artinya: “ Dan sesungguhnya Pada diri Rasulullah itu ada tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan (bertemu dengan) Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya” (Q.S al-Ahzab [33]: 21) Ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad Saw ke permukaan bumi ini adalah sebagai contoh atau tauladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orangorang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasullullah Saw hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan.7 Kepentingan penggunaan keteladanan juga terlihat dari teguran Allah terhadap orang-orang yang menyampaikan pesan tetapi tidak mengamalkan pesan itu. Allah menjelaskan:
7
Armai Arief, op. cit.,hlm. 118-119
25
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bawha kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Q.S. al-Shaff/61:2-3).8 3.
Bentuk-bentuk keteladanan Metode pemberian contoh teladan yang baik (uswatun khasanah)
terhadap peserta didik, terutama anak-anak yang belum mampu berpikir kritis, akan banyak mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam perbuatan sehari-hari atau dalam mengerjakan suatu tugas pekerjaan yang sulit. Guru sebagai pembawa dan pengamal nilai-nilai agama, kultural dan ilmu pengetahuan akan memperoleh keefektifan dalam mendidik anak bila menerapkan metode ini.9
8 9
Noer Aly Hery,op. cit., hlm. 179 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Cet 4 (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 212
26
Bentuk keteladanan ada 2 yaitu: a.
Keteladanan disengaja Peneladanan kadangkala diupayakan dengan cara disengaja, yaitu
pendidik sengaja memberi contoh yang baik kepada para peserta didiknya supaya dapat menirunya. Umpamanya guru memberikan contoh untuk membaca yang baik agar agar para murid menirunya, imam membaikkan shalatnya dalam mengerjakan shalat yang sempurna kepada ma‟mumnya, dan sebagainya. b.
Keteladanan yang tidak disengaja Keteladanan ini terjadi ketika pendidik tampil sebagai figur yang
memberikan contoh-contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk pendidikan semacam ini keberhasilanya banyak bergantung pada kualitas kesungguhan realitas karakteristik pendidik yang diteladani, seperti kualitas keilmuanya, kepemimpinanya, keikhlaskanya, dan sebagainya. Dalam kondisi pendidikan seperti ini, pengaruh teladan berjalan secara langsung tanpa disengaja.10 Kedua keteladanan itu sama pentingnya. Keteladanan yang tidak sengaja dilakukakan secara tidak formal, sedangkan keteladanan yang disengaja dilakukan secara formal. Keteladanan yang dilakukan tidak formal itu kadang-kadang kegunaanya lebih besar daripada kegunaan keteladanan formal. 11
10
Heri Jauhari Muchtar, FikihPendidikan(Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2005), hlm.224 Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset), hlm. 144 11
27
Selain itu keteladanan juga dijelaskan dalam 3 bentuk yaitu keteladanan dalam perkataan, keteladanan dalam perbuatan, keteladanan dalam berpakaian. Keteladanan dalam perkataan adalah bagaimana seorang guru dapat bertutur kata dengan baik khususnya pada saat memberikan materi pelajaran atau mengajar. Guru dituntut untuk dapat bertutur kata dengan baik sehingga dapat memberikan nilai-nilai kesopanan kepada siswanya dalam hal bertutur kata. Sedangkan keteladanan dalam perbuatan adalah bagaimana seorang guru dapat memberikan contoh yang baik kepada siswanya dalam hal tingkah laku atau perbuatan sehingga dapat membuat siswa dapat berprilaku dengan baik. Guru dituntut juga untuk dapat menjadi contoh dalam hal kerapian dalam berpakaian atau keteladanan dalam berpakaian sehingga dapat memberikan kesan yang baik bagi siswanya. Keteladanan dalam perkataan, perbuatan, dan berpakaian harus dilakukan secara bersamaan. Seperti yang sudah dijelaskan bahwasanya Allah mengutus Nabi Muhammad Saw ke permukaan bumi ini adalah sebagai contoh atau tauladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum menyampaikanya pada umatnya, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah Saw hanyai pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan.12
12
Armai Arief, op. cit., hlm. 119
28
4.
Nilai –Nilai Keteladanan Guru Allah SWT. Menjadikan keteladanan dalam diri Rasulullah SAW.
Bukan sekedar untuk dikagumi, tetapi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama dalam menanamkan pendidikan keislaman, seperti pembinaan akhlakul karimah dan penanaman nilai-nilai luhur kepada peserta didik. Di sekolah, seorang guru sebagai pendidik hendaklah selalu memberi contoh yang baik kepada peserta didik, karena peserta didik sangat membutuhkan suri tauladan yang dilihatnya secara langsung dari setiap guru yang yang mendidiknya, sehingga mereka merasa pasti dengan apayang dipelajarinya. Selain itu, dengan melihat langsung perilaku dan tindakan gurunya, para peserta didik merasa bahwa apa yang diajarkan guru- gurunya bukan suatu yang mustahil dapat direalisasikan dalam perbuatan seharihari. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik hendaklah memiliki keteladanan yang baik seperti yang sudah dijelaskan dalam Al Qur‟an. B. Kedisiplinan 1.
Pengertian kedisiplinan Kedisiplinan secara etimologi berasal dari kata dasar disiplin yang
mendapat awalan ke- dan akhiran –an, sehingga mempunyai arti membentuk kata benda. Sedangkan dalam kamus umum bahasa Indonesia disebutkan bahwa “disiplin adalah latihan batin atau watak dengan maksud segala perbuatannya selalu menaati tata tertib.”13
13
WJS Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2001),
hlm.254
29
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Pengertian disiplin menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya.14 Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih. Disamping mengandung arti taat dan patuh pada peraturan, disiplin juga mengandung arti kepatuhan terhadap perintah pemimpin, perhatian dan kontrol yang kuat terhadap
penggunaaan
waktu,
tanggung
jawab
atas
tugas
yang
diamanahkan, serta kesungguhan terhadap bidang keahlian yang ditekuni.15 Menurut Oteng Sutisna dalam bukunya yang berjudul Administrasi Pendidikan,
menyebutkan bahwa
pada
dasarnya
istilahdisiplin ini
mengandung banyak arti yang di antaranya yaitu : a.
Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakan yang lebih efektif dan dapat diandalkan.
b.
Pencarian cara-cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun menghadapi rintangan atau gangguan.
c.
Pengendalian perilaku murid dengan langsung dan otoriter melalui hukuman dan atau hadiah.
14
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran secara Manusiawi(Yogyakarta : Rineka Cipta, 1980), hlm. 114 15 Ngainun Naim, Character Building (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 142-143.
30
d.
Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau keadaan serba teratur dan efisiensi.
e.
Pengendalian diri, perilaku yang tertib.
f.
Penerimaan atau ketundukan kepada kekuasaan dan kontrol.16 Disiplin dimengerti sebagai cara untuk membantu anak agar dapat
mengembangkan
pengendalian
diri.
Dengan
disiplin,
anak
dapat
memperoleh batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah. Selanjutnya dijelaskan bahwa disiplin dapat memenuhi kebutuhan anak dalam banyak hal. Karena, dengan disiplin, anak dapat berpikir dan menentukan sendiri tingkah laku sosialnya sesuai dengan lingkungan sosialnya.17 2.
Bentuk-Bentuk Disiplin Ada tiga bentuk disiplin. Pertama, disiplin Otoriter yang
mengutamakan peraturan yang ketat agar tujuan yang ditetapkan tercapai. Menurut konsep ini anak harus melaksanakan aturan tanpa hak berkomentar tentang aturan tersebut. Bahkan sering kali anak tidak mengerti alasan aturan diterapkan. Akibatnya, disiplin ini kehilangan maknanya untuk memberikan kesempatan pada anak agar ia dapat memiliki kendali atas benar dan salah dalam dirinya sendiri. Kedua, disiplin Permisif yang merupakan jenis bentuk disiplin yang tidak atau hanya sedikit menerapkan disiplin. Anak dibiarkan bebas
16
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan (Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional), (Bandung : Angkasa, 1989), hlm.109 17 Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak(Jakarta : Gramedia, 2009), hlm. 8283
31
melakukan apa yang ingin lakukan, tanpa pengarahan akan tingkah laku yang diharapkan dari lingkungan sosialnya, dan tanpa konsekuensi negatif dari tindakannya tersebut. Ketiga, disiplin Demokratis yang mensyaratkan penjelasan mengenai peraturan yang diterapkan, adanya diskusi antara penentu peraturan dengan perilaku peraturan, serta adanya pemahaman dari perilaku peraturan akan yang berlaku. Inti dari disiplin ini adalah unsur pendidikan yang terkandung di dalamnya, bukan pada hubungan aturan dengan hukuman. Tujuan dari disiplin jenis ini adalah untuk melatih anak mengembangkan kontrol atas tingkah laku mereka sendiri sehingga mereka dapat melakukan kata lain, menjadi anak yang mau bekerja sama.18 Kedisiplinan juga dijelaskan dalam 3 bentuk yaitu dapat berprilaku sopan, menaati tata tertib, dapat mengatur diri sendiri. Yang dimaksud dapat berprilaku sopan adalah kedisiplinan dalam hal tingkah laku. Bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang ada. Contohnya tidak membolos dan lain sebagainya. Sedangkan menaati tata tertib adalah mematuhi segala peraturan yang ada dan tidak melanggarnya. Dan yang terakhir dapat mengatur diri sendiri adalah dapat bertanggung jawab sendiri dengan apa yang dilakukan, dapat mengatur diri sendiri juga dapat dikatakan disiplin diri atau pribadi.
18
Singgih D Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta : Gunung Mulia, 2008), hlm. 103
32
3.
Tujuan Kedisiplinan Menanamkan disiplin pada anak bertujuan untuk menolong anak
memperoleh keseimbangan antara kebutuhannya untuk berdikari dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain. Disiplin di sekolah bukan suatu usaha untuk membuat anak menahaan tingkah laku yang tidak diterim oleh sekolah, melainkan suatu usaha untuk memperkenalkan cata atau memberi pengalaman, yang akhirnya membawa anak kepada pemilikan suatu disiplin dari dalam. Penanaman sikap disiplin juga tidak cukup satu atau dua kali dilakukan, melainkan disiplin dilakukan secara kontinyu atau terus menerus. Latihan dan latihan adalah kunci sukses untuk memiliki sikap disiplin. 19 4.
Fungsi Disiplin Dengan pemahaman tentang disiplin, dapatlah dimengerti bahwa
disiplin akan membantu anak dalam beberapa aspek kepribadiannya. Menurut Singgih D Gunarsa dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Disiplin dalam porsi yang tepat akan berguna untuk : a.
Membantu penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. Dengan disiplin, anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan harapan lingkungan, yang selanjutnya akan menentukan posisi mereka dalam lingkungan tersebut, diterima atau ditolak.
b.
Memberi rasa aman. Anak masih terbatas dalam pengalaman dan pemahaman mengenai segala sesuatunya di dunia ini. Jadi, anak akan
19
Amiroedin, Disiplin Militer dan Pembinaannya (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hlm. 21
33
lebih mudah bagi mereka jika, untuk beberapa hal, memiliki patokan yang jelas mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak, apa yang diterima lingkungan apa yang dihindari lingkungannya. c.
Dengan memiliki rasa amankarena arahan yang jelas, berarti anak juga terhindar dari rasa salah dan rasa malu yang mungkin ia alami jika ia melakukan “kesalahan” dalam berperilaku di lingkungannya.
d.
Dengan arahan yang jelas, berarti anak juga dapat mengembangkan keinginan untuk berbuat baik, benar, dan yang terutama adalah perbuatan yang sesuai dengan harapan lingkungannya, dan akan lebih baik lagi jika menghasilkan respons positif dari lingkungan (pujian, penghargaan).
e.
Disiplin dalam porsi yang sesuai dengan perkembangan anak akan membantu
anak
mengembangkan
kepribadiannya
dan
menjadi
pendorong bagi anak untuk peka terhadap keinginan lingkungan dan menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Hati nurani, atau “polisi” internal seorang anak juga dapat berkembang
f.
dengan adanya disiplin.20 Mendisiplinkan anak berarti membantu mereka mengembangkan tanggung jawab dan kendali diri. Kendali diri disebut juga dengan kesadaran diri, atau menjadi sadar pada akibat logis perilaku yang diinginkan dan tidak diinginkan, kemudian membuat pilihan yang benar.21
20
Singgih D Gunarsa, op. cit., hlm.94-95 Sirinam S. Khalsa, Pengajaran Disiplin dan Harga Diri : Strategi, Anekdot, dan Pelajaran Efektif untuk Keberhasilan Manajemen Kelas (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hlm. Xxi. 21
34
5.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Sifat disiplin yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil interaksi
berbagai unsur di sekelilingnya. Disiplin juga merupakan sikap yang bersifat lahir dan batin yang pembentukannya memerlukan latihan-latihan yang disertai oleh rasa kesadaran dan pengabdian, dimana perbuatan setiap perilaku merupakan pilihan yang paling tepat bagi dirinya. Hal ini tidak terlepas karena sikap disiplin seseorang sangat relatif tergantung pada dorongan yang ada di sekelilingnya, dimana dorongan tersebut sangat mudah mengalami perubahan, bisa meningkat, menurun bahkan bisa hilang. Artinya sikap disiplin yang ada pada diri siswa tergantung dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Diri sendiri b. Keluarga c. Pergaulan di lingkungan Disiplin yang dimaksud adalah membiasakananak dengan tradisi baik, seperti mengetahui kewajibannya, tepat dan teliti dalam melaksanakan tugasnya, memiliki motivasi dari dalam dirinya, dan bertanggung jawab.22
22
Makmum Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak (Jakarta: Pustaka AlKausar, 2007), hlm. 113.