BAB II KETELADANAN BERIBADAH DALAM KELUARGA DAN KESADARAN IBADAH ANAK
A. Keteladanan Beribadah dalam Keluarga 1. Pengertian Keteladanan Keteladanan berasal dari kata teladan, yang berarti contoh, panutan, yang patut ditiru.1 Dalam istilah bahasa Arab, keteladanan ini sering disebut dengan al-Qudwah.2 Menurut Yahya Jaya, kata al-Qudwah berarti al-Uswah yaitu ikutan, mengikuti, dan mengikuti seperti yang diikuti. Kata Uswah sendiri terbentuk dari huruf-huruf hamzah, al-sin, dan al-waw yang berarti menunjukkan pengobatan dan perbaikan. 3 Al-Qudwah dan al-Qidwah sebagaimana al-Uswah dan al-Iswah berarti suatu keadaan ketika seseorang manusia mengikuti manusia lain, baik itu dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan atau kemudlaratan. Namun, keteladanan yang dimaksud dan yang patut digunakan dalam pendidikan Islam adalah keteladanan yang baik atau Uswah al-Khasanah.4 Menurut Armai Arief, metode keteladanan adalah “Suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi
1
El Santoso dan S. Priatno, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya: Mekar, 1999, h. 301 A. Zainal Abidin, Memperkembangkan dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, h. 96 3 Yahya Jaya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam, Padang: Angkasa Raya, 2004, h. 76 4 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlak al-Karimah (Suatu Pengantar, Cet. 7, Bandung: CV. Diponegoro, 1996, h. 7 2
21
22
contoh keteladanan yang baik kepada siswa mereka yang dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang mulia”.5 Dalam pendidikan Islam, keteladanan diartikan dengan teknik yang dilakukan dengan cara menampilkan seperangkat teladan bagi diri orang tua/pendidik untuk anak didik melalui komunikasi transaksi di rumah/di luar rumah maupun di dalam kelas/di luar kelas. Teknik keteladanan ini dilakukan karena ajaran Islam tidak sekedar ditransformasikan kepada peserta didik tetapi juga diinternalisasikan dalam kehidupan yang nyata, sehingga tuntutan pendidikan tidak hanya berceramah, berkhutbah atau berdiskusi tetapi lebih penting lagi mengamalkan semua ajaran yang telah dimengerti sehingga peserta didik dapat meniru dan mencontohnya.6 Rasulullah adalah panutan terbaik bagi umatnya, pada diri beliau senantiasa ditemukan teladan yang baik serta kepribadian mulia. Sifat-sifat yang ada pada beliau adalah sidik, amanah, tabligh, dan fathonah. Pribadi seperti yang diteladankan Rasulullah itulah seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh setiap orang tua/pendidik, karena Rasulullah adalah manusia pilihan yang dimuliakan Allah Swt.7 Sebagaimana firman Allah:
...... Artinya: “Dalam diri Rasulullah adalah teladan yang baik bagi kalian…..”.8 (QS. Al-Ahzab: 21) Dalam proses pendidikan, setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan peserta didiknya dalam semua kebaikan, bukan sebaliknya. Hal ini 5
Armai Arief, Pengantar Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002, h. 140 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006, h. 196 7 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1998, h. 170 8 Depag RI., Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1999, h. 1157 6
23
dimaksudkan peserta didik senantiasa akan mencontoh segala sesuatu yang baik-baik, baik dalam perkataan maupun perbuatan.9 2. Landasan Psikologis Pengambilan Keteladanan Pada dasarnya, manusia sangat memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. Untuk itu, Allah mengutus rasul-rasul-Nya untuk menjelaskan berbagai syariat.10 Sejak fase-fase awal kehidupan manusia, banyak sekali belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang disekitarnya, khususnya dari kedua orang tuanya. Kecenderungan untuk meniru belajar lewat peniruan, menyebabkan keteladanan menjadi sangat penting. Artinya, dalam proses belajar mengajar Rasulullah adalah suri teladan yang baik bagi umat Islam.11 Pada diri Rasulullah senantiasa ditemukan teladan yang baik serta kepribadian mulia. Sifat-sifat yang ada pada beliau adalah sidik, amanah, tabligh, dan fathonah. Pribadi seperti yang diteladankan Rasulullah itulah seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh setiap pendidik, karena Rasulullah adalah manusia pilihan yang dimuliakan Allah Swt.12
9
Muhammad Qutb, At-Tarbiyah al-Islam (Sistem Pendidikan Islam), Bandung: Al-Ma’arif, 1993, h. 325 10 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam Di rumah Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h. 260 11 Ramayulis, Op. Cit., h. 44 12 Ibid., h. 170
24
Nabi Muhammad sebagai pendidik agung telah memberikan keteladanan terhadap umat dalam kesempurnaan akhlak, ketinggian budi pekerti, dan keagungannya, yang di antaranya yaitu sebagai berikut:13 a. Dari segi kejujuran, orang-orang sejak jaman jahiliyahpun sudah memberi beliau gelar al-Amin (orang yang jujur). b. Dari segi kecerdasan, waktu beliau belum diangkat menjadi rasul beliau dapat menemukan jalan keluar dalam pertikaian peletakan batu Hajar al-Aswad dan menyelamatkan manusia dari pertumpahan darah. c. Dalam hal ibadah, beliau selalu bangun malam untuk salat tahajud sehingga bengkak kedua telapak kakinya. d. Dalam hal bermurah hati, beliau selalu memberi tanpa takut kekurangan dan miskin. e. Tentang kerendahan hati, beliau selalu mengucapkan salam kepada para sahabat, memperhatikan dengan serius pembicaraan mereka, dan memenuhi undangan mereka. Oleh karena itu, kesepakatan adanya pengaruh yang begitu besar, maka orang tua harus memanfaatkan untuk pendidikan agama dengan keteladanan serta menampilkan pribadi yang baik secara wajar tanpa dibuat atau memaksakan diri. Wajah yang cerah, hidup yang wajar, dan pribadi yang luhur akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap anak didik, sehingga inti kewibawaan yang sangat penting dalam pendidikan akan datang dengan sendirinya.
13
125
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, h.
25
Pada dasarnya, kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantiasa merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan kelompok lain (empati) sehingga dalam peniruan ini anak-anak cenderung meniru orang dewasa. Mereka terdorong oleh keinginan samar yang tanpa disadari membawa mereka pada peniruan gaya bicara, cara bergerak, cara bergaul, atau perilaku-perilaku lain dari orang yang dikagumi.14 Masalah itu timbul ketika mereka bukan hanya meniru hal-hal positif. Pada gilirannya, mereka mulai meniru perilaku-perilaku buruk. Dalam hal ini, al-Quran telah memberikan peringatan kepada para orang tua, terutama ayah. Ketika seorang ayah memberikan kehangatan dan kasih sayang kepada anak-anaknya, semaksimal mungkin dia harus berusaha untuk memelihara kedudukannya sebagai sosok teladan bagi anak-anaknya. Pada dasarnya, keteladanan memiliki sejumlah asas kependidikan, yaitu antara lain:15 a. Pendidikan Islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan Allah. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan dihadapan anak-anak didiknya sehingga harus menjauhkan diri dari hal-hal yang hina. Artinya, setiap anak didik akan meneladani pendidiknya dan benar-benar puas terhadap ajaran yang diberikan 14
Abdurrahman an-Nahlawi, Op. Cit., h. 263 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Quran, terj. M. Arifin, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h. 82 15
26
kepadanya sehingga perilaku ideal yang diharapkan dari setiap anak merupakan tuntutan realistis dan dapat diaplikasikan. Dengan begitu, para pendidik harus menyempurnakan dirinya dengan akhlak mulia yang berasal dari al-Quran dan dari perilaku Rasulullah Saw. b. Sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap kali membaca riwayat beliau semakin bertambahlah kecintaan dan hasrat untuk meneladani beliau. Dalam hal ini, Islam tidak menyajikan keteladanan ini untuk menunjukkan kekaguman yang negatif atau perenungan yang terjadi dalam alam imajinasi belaka. Islam menyajikan keteladanan ini agar manusia menerapkan suri teladan itu kepada dirinya sendiri. Keteladanan dalam Islam senantiasa terlihat dan tergambar jelas sehingga tidak beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak yang nyata. Barangkali yang mempermudah transfer keteladanan itu ialah kesiapan peniruan yang menjadi karakteristik manusia. Dengan demikian, melalui konsep peniruan yang Islami anak didik akan memahami bahwa meniru dan mangikuti jejak Rasulullah dan kaum Muslimin akan memberikan kebahagiaan, kekuatan, kegagahan, dan ketaatan kepada Allah. Sehingga dalam diri anak didik akan terpancar kepribadian yang Islami yang selalu bertindak dan berbuat sesuai dengan norma-norma Islam.
27
3. Macam-macam Keteladanan Dalam proses pendidikan, setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Dengan keteladanan ini dimaksudkan peserta didik senantiasa akan mencontoh segala sesuatu yang baik-baik dalam perkataan maupun perbuatan. Metode pendidikan melalui teladan ini merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses.16 Pola pengaruh keteladanan berpindah kepada peniru melalui beberapa macam bentuk, dan bentuk yang paling penting adalah:17 a. Pemberian pengaruh secara spontan Pengaruh
yang
tersirat
dari
sebuah
keteladanan
akan
menentukan sejauhmana seseorang memiliki sifat yang mampu mendorong orang lain untuk meniru dirinya, baik dalam keunggulan ilmu pengetahuan, kepemimpinan, atau ketulusan. Dalam kondisi yang demikian, pengaruh keteladanan itu terjadi secara spontan dan tidak disengaja. Ini berarti bahwa setiap orang yang ingin dijadikan panutan oleh orang lain harus senantiasa mengontrol perilakunya
dan
menyadari
bahwa
dia
akan
diminta
pertanggungjawaban dihadapan Allah atas segala tindak-tanduk yang diikuti oleh orang yang mengaguminya. Semaikn dia waspada dan tulus, semakin bertambahlah kekaguman orang kepadanya sehingga bertambah pula kebaikan dan dampak positif baginya.
16 17
Muhammad Qutb, Op. Cit., h. 325 Abdurrahman an-Nahlawi, Op. Cit., h. 266
28
b. Pemberian pengaruh secara sengaja Pemberian pengaruh melalui keteladanan bisa juga dilakukan secara sengaja. Misalnya, seorang pendidik menyampaikan model bacaan yang diikuti oleh anak didiknya, atau seorang imam membaguskan salatnya untuk mengajarkan salat yang sempurna, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, Rasulullah telah memberikan teladan langsung kepada para sahabatnya sehingga mereka mempelajari masalah keagamaan sesuai dengan permintaan beliau agar mereka meneladani sebagaimana yang beliau kerjakan. Demikianlah
Rasulullah
sebagaimana
pendidik
Islami,
mengisyaratkan agar pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mengarahkan anak didiknya melalui teladan dan contoh perbuatan secara langsung. Untuk itu, para pendidik (baik orang tua maupun guru) dituntut untuk
mengarahkan
pandangan
anak
didik
agar
meneladani
perbuatannya. Tentunya, para pendidik yang bersangkutan harus mengacukan perbuatannya sesuai dengan perilaku Rasulullah Saw., sehingga dia termotivasi untuk menyempurnakan salat, ibadah lain, dan perilaku lain. Pendidik yang demikian dapat dikatakan sebagai pendidik yang telah membuat jejak-jejak kebaikan. 4. Fungsi Keteladanan dalam Keluarga terhadap Pendidikan Anak Keluarga merupakan benih akal penyusunan kematangan individu dan struktur kepribadian. Anak-anak mengikuti orang tua dan berbagai
29
kebiasaan serta perilaku, dengan demikian keluarga adalah elemen pendidikan lain yang paling nyata, tepat dan sangat besar. Keluarga adalah salah satu elemen pokok pembangunan entitas-entitas pendidikan, menciptakan
proses
naturalisasi
sosial,
membentuk
kepribadian-
kepribadian serta memberi berbagai kebiasaan baik pada anak-anak yang akan terus bertahan lama.18 Keluarga memiliki dampak yang besar dalam pembentukan perilaku individu serta pembentukan vitalitas dan ketenangan dalam benak anak-anak, karena melalui keluarga anak-anak mendapatkan bahasa, nilainilai, serta kecenderungan mereka. Keluarga bertanggung jawab mendidik anak-anak dengan benar dalam kriteria yang benar, jauh dari penyimpangan. Untuk itu dalam keluarga memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab. Tugas dan kewajiban keluarga adalah bertanggung jawab menyelamatkan faktorfaktor cinta kasih serta kedamaian dalam rumah, menghilangkan kekerasan, keluarga harus mengawasi proses-proses pendidikan, orang tua harus menerapkan langkah-langkah sebagai tugas mereka. Pada dasarnya, kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia. Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantiasa merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan kelompok lain (empati) sehingga dalam peniruan ini anak-anak cenderung meniru orang
18
Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995, h. 51
30
dewasa. Mereka terdorong oleh keinginan samar yang tanpa disadari membawa mereka pada peniruan gaya bicara, cara bergerak, cara bergaul, atau perilaku-perilaku lain dari orang yang dikagumi.19 Masalah itu timbul ketika mereka bukan hanya meniru hal-hal positif. Pada gilirannya, mereka mulai meniru perilaku-perilaku buruk. Dalam hal ini, al-Quran telah memberikan peringatan kepada para orang tua, terutama ayah. Ketika seorang ayah memberikan kehangatan dan kasih sayang kepada anak-anaknya, semaksimal mungkin dia harus berusaha untuk memelihara kedudukannya sebagai sosok teladan bagi anak-anaknya. Pada dasarnya, keteladanan memiliki sejumlah asas kependidikan, yaitu antara lain:20 a. Pendidikan Islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan Allah. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan dihadapan anak-anak didiknya sehingga harus menjauhkan diri dari hal-hal yang hina. Artinya, setiap anak didik akan meneladani pendidiknya dan benar-benar puas terhadap ajaran yang diberikan kepadanya sehingga perilaku ideal yang diharapkan dari setiap anak merupakan tuntutan realistis dan dapat diaplikasikan. Dengan begitu, para pendidik harus menyempurnakan dirinya dengan akhlak mulia yang berasal dari al-Quran dan dari perilaku Rasulullah Saw.
19
Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam Di rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h. 263 20 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Quran, terj. M. Arifin, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h. 82
31
b. Sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap kali membaca riwayat beliau semakin bertambahlah kecintaan dan hasrat untuk meneladani beliau. Dalam hal ini, Islam tidak menyajikan keteladanan ini untuk menunjukkan kekaguman yang negatif atau perenungan yang terjadi dalam alam imajinasi belaka. Islam menyajikan keteladanan ini agar manusia menerapkan suri teladan itu kepada dirinya sendiri. Keteladanan dalam Islam senantiasa terlihat dan tergambar jelas sehingga tidak beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak yang nyata. Barangkali yang mempermudah transfer keteladanan itu ialah kesiapan peniruan yang menjadi karakteristik manusia.21 Dengan demikian, melalui konsep peniruan yang Islami anak didik akan memahami bahwa meniru dan mangikuti jejak Rasulullah dan kaum Muslimin akan memberikan kebahagiaan, kekuatan, kegagahan, dan ketaatan kepada Allah. Sehingga dalam diri anak didik akan terpancar kepribadian yang Islami yang selalu bertindak dan berbuat sesuai dengan norma-noram Islam. 5. Keteladanan Beribadah dalam Keluarga Keluarga, menurut pandangan Islam, tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya suami, istri dan anak. Lebih dari itu, keluarga memiliki fungsi dan peranan yang signifikan dalam menentukan nasib suatu bangsa.
21
Ibid., h. 83
32
Allah Swt. menegaskan bahwa kerugian terbesar pada hari kiamat nanti adalah ketika kita kehilangan keluarga yang kita sayangi.22 Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal.23 (QS. Asy-Syuura: 45). Perbaikan keluarga dalam segala hal haruslah menjadi prioritas utama sebelum kita memprioritaskan yang lain, Kualitas keluarga yang sesungguhnya bukan hanya sekedar baik nilai ujian atau yang lainnya. Ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh orang tua sebagai konsep dasar keteladanan beribadah dalam keluarga apabila orang tua tidak ingin kehilangan keluarga kelak di akhirat, yaitu:24
22
Amir Kumadin, SF, Filosof Cilik Bertanya tentang Islam, Jakarta: Intuisi Press, 2007, h. 95 Depag RI., Op. Cit., h. 1822 24 Umar Hasyim, Anak Saleh: Cara Mendidik Anak dalam Islam 2, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983, h. 83 23
33
a. Menanamkan nilai-nilai ketauhidan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang pertama ini, telah dilakukan dan dicontohkan oleh para rasul dan nabi yang mulia kepada keluarga, anak, dan istrinya. Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub, sebagaimana yang tersirat dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anakanaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): ''Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.25 (QS. Al-Baqarah: 132) Demikian pula dengan apa yang dicontohkan Luqman kepada anaknya. Allah berfirman:
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.26 (QS. Luqman: 13) b. Menanamkan kebiasaan untuk saling menasehati 25
Menteri Agama, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Islam, Al-Quran dan Terjemahnya, Makkah: lembaga Percetakan Raja Al-Fahd, 1971, h. 109 26 Ibid., h. 997
34
Saling memberikan nasehat, selain sebagai bagian dari hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya, juga merupakan salah satu perilaku orang beriman. Sebagaimana firman Allah Swt.:
Artinya: “Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang”.27 (QS. Al-Balad: 17)
Dengan dibudayakan saling memberi nasehat, maka keluarga akan selalu terjaga dari kemaksiatan dan kemunkaran serta akan terbina hubungan yang harmonis dan sakinah.28 c. Memperbanyak doa kepada Allah memohon kebaikan dan keberkahan dalam keluarga Dalam memperbaiki kualitas keluarga, orang tua tidak bisa lepas dengan yang namanya pendidikan. Bahkan keseluruhan ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran dan sunnah merupakan materi pendidikan dan ilmu pengetahuan yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh selain Islam. Sejarah mencatat bahwa bangsa Arab yang buta huruf, dengan pendidikan Islam telah berubah menjadi bangsa pelopor, menerangi dan menjadi guru dunia.29
27 28
Ibid., h. 1986 Yuni Nur Khayati, Anakku Sayang; Ibumu Ingin Bicara, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999,
h. 38 29
Hunainin, Pendidikan Keimanan bagi Anak, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2007, h. 66
35
Pendidikan adalah pemindahan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al-Quran dan sunnah, pandangan hidup Islam dan berbagai pengetahuan Islam yang mempertebal pemahaman para peserta didik. Bekal ini diharapkan menjadi pengendali tingkah laku. Ajaran Islam meliputi seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan, Islam memperhatikannya dengan porsi yang sangat besar. Allah berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu "Berlapang-lapanglah dalam majlis", niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dan apabila dikatakan "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.30 (QS Al-Mujaadilah: 11)
Dengan demikian, kedua orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya, yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak 30
Depag RI., Op. Cit., h. 764
36
masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orang tua melakukan tindakan-tindakan yang salah dihadapannya. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak, karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali.
B. Kesadaran Ibadah Anak 1. Pengertian Kesadaran Ibadah Anak Kesadaran ibadah adalah bagian atau segi yang hadir/ terasa dalam pikiran dan dapat dilihat gejalanya melalui introspeksi. Dapat dikatakan bahwa kesadaran beribadah adalah aspek mental atau aktivitas ibadah. Dari kesadaran beribadah tersebut akan muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang anak yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ketaatannya pada agama yang dianutnya. Sikap tersebut muncul karena konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif yang merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan, perasaan serta tindakan beribadah dalam diri seorang anak. Hal ini menujukkan bahwa kesadaran beribadah menyangkut dengan segala kejiwaan.31 2. Dasar-dasar Sikap Ibadah Anak
31
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h. 21
37
Dasar-dasar sikap ibadah seorang anak dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu antara lain:32 a. Faktor Sosial Hal ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap beribadah melalui pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi sosial, dan pengaruh lingkungan
sosial, untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan tersebut.
b. Pengalaman Hal ini mencakup semua pengaruh yang tampaknya lebih terikat secara langsung dengan Tuhan pada sikap beribadah. c. Faktor Kebutuhan Dalam hal ini yaitu anak merasa tidak terpenuhi secara sempurnya sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cita, kebutuhan memperoleh harga diri, kebutuhan yang timbul karena adanya kematian. d. Faktor proses pemikiran Manusia adalah makhluk yang berpikir dan salah satu akibat dari pemikirannya adalah bahwa ia membantu dirinya untuk menentukan keyakinan-keyakinan
yang mana
yang harus diterimanya dan
sebaliknya, hal ini merupakan salah satu unsur yang membantu pembentukan sikap dasar beribadah.
32
Ibid., h. 42
38
3. Bentuk-bentuk Ibadah Anak Secara garis besar, bentuk-bentuk ibadah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:33 a. Ibadah khassah (khusus) atau ibadah mahdhah (ibadah yang ketentuannya pasti), yaitu ibadah yang ketentuan dan pelaksanaannya telah ditetapkan oleh nash dan merupakan sari ibadah kepada Allah Swt., seperti shalat, puasa, zakat dan haji. b. Ibadah ‘ammah (umum), yaitu semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah Swt., seperti minum, makan dan bekerja mencari nafkah. Hal ini berarti niat merupakan kriteria sahnya ibadah ‘ammah. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Ibadah Anak Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesadaran beribadah anak dapat dicapai dari dua faktor, yaitu antara lain:34 a. Faktor Intern Faktor intern dalam hal ini yaitu keimanan atau kesadaran yang tinggi akan ibadah, anak yang memiliki kesadaran beragama yang matang akan melaksanakan ibadahnya dengan konsisten, stabil, mantap, dan penuh tanggung jawab serta dilandasi pandangan yang luas.35 Hal ini juga dipengaruhi oleh fitrah manusia yang memiliki motif ketuhanan dalam dirinya, yaitu belajar dengan tujuan hanya semata-mata untuk 33
A. Tabrani Rusyan, Pendidikan Budi Pekerti, Jakarta: PT. Cuti Media Cipta Nusantara, 1990, h. 142 34 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama; Kepribadian Muslim Pancasila, Bandung: Sinar Baru Algensido, 1995, h. 47 35 Ibid., h. 54
39
meningkatkan amal ibadah dan kedekatannya dengan Tuhannya, serta menyadari kewajiban sebagai makhluk untuk selalu beribadah.36 Keimanan dan kesadaran yang tinggi akan pentingnya ibadah, keduanya dipengaruhi oleh pemahaman ilmu agama yang tinggi pula. b. Faktor Ekstern 1) Lingkungan keluarga Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang paling pertama dikenal oleh anak dan paling berperan utama dalam membentuk kepribadian dan kebiasaan yang baik. Kebiasaan yang ada pada lingkungan keluarga merupakan pendidikan yang nantinya sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan kebiasaan yang baik pada anggota keluarga.37 Sebagai gambaran langsung, keluarga yang anggota keluarganya selalu membiasakan shalat berjama’ah, maka akan mewarnai kebiasaannya (terutama anak) baik ketika berada di dalam maupun di luar lingkungan keluarga. 2) Lingkungan pendidikan agama Lingkungan pendidikan agama, baik formal maupun non formal, sangat mempengaruhi dalam membentuk corak warna kepribadian dan kebiasaan anak. Seseorang yang tinggal di pondok pesantren, anak akan cenderung melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh santri, ustadz atau bahkan sang kyai. Sebagai contoh, sekolah atau pondok pesantren yang semua gurunya (ustadz) selalu membiasakan 36 37
h. 134
L. Pasaribu dan B. Simanjuntak, Proses belajar Mengajar, Bandung: Tarsito, t.th., h. 23 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999,
40
untuk shalat berjama’ah maka secara tidak langsung santrinya akan menirunya. 3) Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat juga sangat berperan dalam mempengaruhi aktivitas keagamaan seorang anak. Di mana dari lingkungan ini akan didapat pengalaman, baik dari teman sebaya maupun orang dewasa, yang dapat meningkatkan kesadaran ibadah anak.38 4) Media komunikasi yang membawa misi agama Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku anak adalah interaksi di luar kelompok. Adapun yang dimaksud interaksi di luar kelompok ialah interaksi dengan buah kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, internet, buku-buku dan lainnya.39 Apabila yang disampaikan oleh pondok pesantren yang ada ditengah-tengah masyarakat yang mempunyai motivasi tinggi dalam menjalankan perintah-perintah agama, seperti kebiasaan shalat jama’ah, maka ketika waktu shalat masjid-masjid di lingkungan tersebut akan penuh jama’ah shalat, kemungkinan besar kebiasaan santri pondok pesantren tersebut tidak akan jauh dari masyarakat yang ada. Melalui alat komunikasi tersebut adalah hal-hal yang berkenaan dengan agama, maka secara otomatis perubahan perilaku yang muncul adalah perubahan perilaku keagamaan, sebagai contoh
38 39
Abdul Aziz Ahyadi, Op. Cit., h. 57 W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung: PT. Gresco, 1991, h. 155
41
apabila santri selalu membaca media yaitu kitab-kitab kuning atau buku-buku keagamaan lainnya yang berisi tentang shalat berjama’ah secara otomatis ia akan terdorong melalui pemikirannya untuk berusaha melakukannya. 5) Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap dan perilaku Dalam hal ini, adalah mereka yang berotoritas dan berprestasi tinggi dalam masyarakat yaitu para pemimpin baik formal maupun non formal. Dari kewibawaan mereka akan muncul simpati, sugesti, dan imitasi pada seseorang atau masyarakat. Dalam pesantren, para pengasuh dan kyai-lah yang menduduki posisi ini. Oleh karena itu, nasehat atau petuah yang disampaikannya akan diterima oleh anak dengan cepat dan penuh keyakinan sehingga akan menumbuhkan rasa kesadaran dalam beribadah.40 Dengan demikian, peran orang tua sangat penting dalam mendidik anak secara Islam agar dalam diri mereka tumbuh kesadaran dalam menjalankan ibadah. Naungan keluarga dalam mendidik anak merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan sikap kesadaran beribadah. Fungsi dan peran orang tua sangat penting untuk membentuk arah kesadaran anak-anak mereka.
40
M. Arifin, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang, 1972, h. 126