BAB II KETELADANAN ORANG TUA DAN AKHLAK ANAK
A. Keteladan Orang Tua 1. Pengertian Keteladanan Orang Tua Keteladanan dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “keteladan” berasal dari kata ”teladan” yaitu suatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan sebagainya).1 Keteladanan juga mempunyai arti menjadikan dirinya sebagai contoh nyata yang dapat ditiru anak. Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang secara luas diakui sebagai metode yang efektif untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku anak.2 Keteladanan sangat efektif bagi pembentukan sikap dan perilaku anak, karena anak adalah pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang. Dalam proses perkembangan tersebut, anak memiliki kecendrungan meniru sikap dan perilaku orang yang dikenal dan dikaguminya. Orang yang pertama dikenal dan dikagumi adalah orangtuanya. Oleh karena itu, anak dipastikan akan berusaha meniru sikap dan tingkahlaku kedua orang tuanya. Kenyataan inilah yang
1
Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pendidikan Dasar (Jakarta: PT Indah Jaya, 2011), hlm. 783. 2 Imam Suraji, Prinsi-prinsip Pendidikan Anak dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm. 195-196.
24 26
25
menyebabkan orang tua berkewajiban untuk menjadikan dirinya sebagai teladan yang baik bagi anak-anaknya.3 Menurut Kartini Kartono, orang tua adalah persekutuan hidup primer dan dialami di antara seorang pria dan wanita yang diikat oleh tali perkawinan atau cinta kasih yang di dalamnya terdapat unsur hakiki yang sama, yaitu saling ketergantungan, saling membutuhkan, saling melengkapi sesuai dengan kodratnya masingmasing.4 Sedangkan menurut Sukirin, orang tua adalah ayah dan ibu yang merupakan pusat kehidupan rohaniyah dan sebagai penyebab berkembangnya dengan alam luar, maka setiap reaksi, emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari berpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dulu.5 Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan bahwa antara keluarga dan pendidikan adalah dua istilah yang tidak bisa dipisahkan. Sebab, dimana ada keluarga disitu ada pendidikan. Di mana ada orang tua di situ ada anak merupakan suatu kemestian dalam keluarga. Ketika ada orang tua yang ingin mendidik anaknya, maka pada waktu yang sama ada anak yang menghajatkan pendidikan dari orang tua. Dari sini muncullah istilah “pendidikan
3
Ramayulis, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Rumah Tangga (Jakarta: Kalam Mulia, 2000), hlm. 11. 4 Kartini Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Beberapa Kritik dan Sugesti (Jakarta: Pradnya Pramita, 2007), Cet. I, hlm. 7. 5 Sukirin, Pokok-Pokok Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: FIP IKIP, 2007), hlm. 14.
26
keluarga” artinya pendidikan yang berlangsung dalam keluarga yang dilaksnakaan oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik anak dalam keluarga.6 Orang tua yang menjadi teladan bagi anak adalah yang pada saat bertemu atau tidak dengan anak senantiasa berperilaku yang taat terhadap nilai-nilai moral. Dengan demikian, orang tua senantiasa patut dicontoh kaerna tidak sekedar memberi contoh. Orang tua yang mampu berperilaku baik maka oleh anak dapat dijadikan bahan imitasi dan identifikasi. Artinya, anak sadar untuk menjadikan bahan imitasi dan identifikasi perilaku orang tuanya. Misalnya orang tua yang haus ilmu pengetahuan yang senantiasa membaca buku, maka perilaku ini tidak disadari oleh orang tua dapat meningkatkan disiplin anak dalam membaca, dan oleh anak dijadikan bahan imitasi dan identifikasi diri sehingga disiplin dalam belajar.7 Keteladanan tentunya didasarkan kepada ketiga sumber tersebut. Dalam Al-Qur’an “keteladanan” diistilahkan dengan kata uswah dan terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan penggunaan
teladan
dalam
pendidikan.
Salah
satu
metode
pendidikan yang dianggap besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses belajar mengajar adalah metode pendidikan dengan
6
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 2. 7 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 124.
27
keteladanan, yang dimaksud metode keteladanan disini yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik dalam ucapan maupun perbuatan. 8 Menurut
Abdullah
Nasih
Ulwan,
keteladanan
dalam
pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spritual, dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.9 Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keteladanan orang tua yaitu salah satu metode pendidikan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku anak yang dikembangkan dengan memberikan peranan figur personal sebagai pewujud nilai-nilai ajaran agama Islam, agar anak dapat melihat, merasakan, menyadari, menerima, dan mencontoh dari apa yang dicontohkan oleh orang tua.
8
Syahidi, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur‟an (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.150. 9 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), hlm. 142.
28
2. Dasar Keteladanan Orang Tua Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad SAW. sebagai teladan yang baik bagi umat muslim di sepanjang sejarah dan bagi manusia di setiap saat dan tempat. Allah SWT. juga meletakkan dalam personalitas Muhammad SAW. gambaran sempurna untuk metode Islam agar menjadi gambaran hidup dan abadi bagi umatnya.10 a. Keteladanan pribadi Rasulullah SAW.
)١٢:(األحزاب
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasululllah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab: 21) 11
Ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad SAW. kepermukaan bumi adalah sebagai contoh atau teladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu mempraktikkan sesuai ajaran yang disampaikan Allah SWT. sebelum menyampaikan kepada umatnya, sehingga
10
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (Bandung: Asy-syifa, 2005), hlm.2. 11 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Semarang: PT. Toha Putra, 2005), hlm. 670.
29
tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh Rasulullah SAW. b. Keteladanan luqman menyuruh anaknya shalat
)٧١ :(لقمان
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman: 17)12
Ayat di atas dapat dipahami tentang perintah untuk meneladani
Luqman
dalam
mengerjakan
shalat
dengan
sempurna, karena orang yang mengerjakan shalat berarti menghadap dan tunduk kepada-Nya, didalam shalat terkandung hikmah lain yaitu dapat mencegah orang yang bersangkutan dari perbuatan keji dan mungkar. Selain itu dapat dipahami tentang perintah untuk mendirikan shalat kemudian diakhiri dengan perintah untuk bersabar, karena sesungguhnya kedua perkara itu merupakan sarana pokok untuk meraih ridho Allah.
12
Ibid., hlm. 655.
30
c. Keteladanan akhlak yang diajarkan luqman kepada anaknya. Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Diantara contoh akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya salah satunya adalah akhlak anak terhadap kedua orang tua. Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Luqman ayat 14:
)٧١:(لقمان
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibubapakmu, hanya kepada Aku-lah kamu kembali. (QS. Luqman: 14)13
Ayat di atas dapat dipahami tentang Allah SWT telah memerintahkan supaya berbuat baik kepada orang tua. Dia menyebutkan penyebab dari pihak ibu saja, karena kesulitan yang dialami lebih besar. Selain itu kedua orang tua merupakan penyebab bagi keberadaanmu. Hal ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pada ayat yang pertama surat al-Ahzab ayat 21 menerangkan Allah SWT mengutus Muhammad SAW sebagai teladan yang baik bagi umat muslim di setiap saat dan
13
Ibid., hlm. 654.
31
tempat, sedangkan dua ayat yang terakhir tentang keutuhan pribadi muslim yang dinasehatkan oleh Luqman adalah pribadi beriman, taat beribadah, teguh pendirian, pandai bergaul, ramah, dan lain-lain. Selain dasar keteladanan orang tua dari Al-Qur’an, terdapat pula dasar keteladanan orang tua dari hadits Rasulullah SAW, antara lain: a. Diriwayatkan dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ِ ٍ ضل ِمن أ ََد .ب َح َس ٍن ْ ُ َ َْم َاَنَ َل َوال ٌد َولَ ًدا أَف
Artinya: “Tidak ada pemberian dari orang tua kepada anak yang lebih baik daripada adab yang baik”. (HR. At-Tirmidzi). 14 b. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:
.َح ِسنُ ْو أ ََدبَ ُه ْم ْ أَ ْك ِرُم ْوا أ َْوالَ َد ُك ْم َوأ
Artinya: “Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaguslah didikan kepadanya”. (HR. Ibnu Majah).
c. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a.:
.اْلَْي َر َوأ َِّد بُ ْوُى ْم ْ َعلِّ ُم ْوا أ َْوالَ َد ُك ْم
Artinya: “Ajarilah anak-anak kalian kebaikan dan didiklah mereka (dengan kebaikan)”. (HR. Abdur Razzaq dan Sa’id bin Manshur juga selainnya).15 14
hlm. 214.
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz V, (Baerut: Darul Kitab Al Ilmiyah, 241 H),
32
d. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:
.ُاْسَو ْ ِم ْن َح ِّق الْ َوالِ ِد َعلَى الْ َولَ ِد أَ ْن ُُْي ِس َن أ ََدبَِو َوُُْي ِس َن
Artinya: “Yang termasuk hak dari seorang anak atas orang tuanya adalah mengajarinya adab dan memberinya nama yang baik”. (HR. Baihaqi). e. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda:
َ َّ السابِ ِع َويُ َس َّمى َويَُا ُ َعْنوُ اْألَيَ ف فَِذيَا بَلَ َ ِت َّ الْغُالَ ُم يُ َع ُّق َعْنوُ يَ ْوَم ِ ِِ ِ ِِ ث َ َْي عُِّزَل َع ْن فَر ِاش ِو ف فَِذ َيا بَلَ َ ثَال َ ْ بف َوإِ َي بَلَ َ ت ْس َع تن َ ْ تن َ ْي أ ُِّد َّ الص ْوِمف فَِذ َيا بَلَ َ ِت َّ الصالَةِ َو َّ ب َعلَى ُ ًَع ْشَرَة َتنَة ُ َ َع ْشَرَة َزَّو َجو َ ض ِر ِ ِ أَب وه ف ُُثَّ أ ِكف وأَعويُ بِاهلل َ ُك َو َعلَّ ْمت َ ُ قَ ْد أ ََّدبْت:َخ َذبِيَده َوقَ َال َ ُ ُْ ْ َ َ َ ُك َوأَنْ َك ْحت ِ ِ ْك ِِف ا ِ .ِآلخَرة َ ِِم ْن فْت نَت ْ َ ك ِ ِْف الدُّنْيَا َو َع َذا ب Artinya: “Anak yang terlahir diaqiqahi baginya pada hari ketujuh, dan diberi nama dan dihilangkan penyakit darinya (dicukur). Jika sudah berumur enam tahun maka diajari adab. Jika sudah berumur sembilan tahun maka dipisahkan atau disendirikan tempat tidurnya. Jika sampai umur tiga belas tahun maka ia dipukul jika meninggalkan shalat dan puasa. Jika sudah sampai pada umur enam belas tahun maka ayahnya menikahkannya, kemudian memegang tangannya sambil berkata: “Aku telah mengajarimu adab, aku telah mendidikmu dengna ilmu, dan aku telah menikahkanmu. Aku berlindung kepada Allah dari fitnah (karena)mu di dunia dan azab (karena)mu di akhirat)”. (HR. Ibnu Hibban).16
3. Tujuan dan Manfaat Keteladanan Orang Tua Tujuan dari keteadalanan orang tua dari setiap nasehat yang diberikan orang tua kepada anaknya supaya setiap anak berbudi
15 16
Ibid., hlm. 135. Ibid., hlm. 135.
33
pekerti (berakhlak), bertingkah laku (bertabiat), berperangai adat istiadat yang baik sesuai dengan ajaran islam. Selain itu menasehati anak dalam urusan akhlakul karimah akan menjadikan anak : a. Berlaku sopan santun dan berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam dalam bermasyarakat. b. Dapat membentuk kepribadian anak menjadi muslim sejati. c. Membiasakan sifat-sifat yang baik dan akhlak yang baik, sopan santun, budi pekerti, adil dan sabar serta menjauhi sifat-sifat yang buruk. d. Memperkuat dan menyempurnakan agama e. Mempermudah perhitungan amal di akhirat f. Menghiangkan kesulitan g. Selamat hidup di dunia dan akhirat17 Pendidikan dengan keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberi contoh-contoh kongkrit pada anak. Dalam pendidikan, pemberian contoh-contoh ini sangat ditekankan. Tingkah laku orang tua
mendapat
pengamatan
khusus
dari
anaknya.
Seperti
perumpamaan yang mengatakan, “guru makan berjalan, murid makan berlari”. Disisni dapat diartikan bahwa setiap perilaku yang ditunjukan orang tua mendapat sorotan dan dicontoh oleh anaknya. Oleh karena itu, orang tua harus senantiasa memberi contoh yang 17
Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 10
34
baik bagi anaknya, khususnya dalam beribadah, dan kehidupan sehari-hari. Orang tua adalah penanggung jawab utama pendidikan akhlak
bagi
anaknya
di
rumah
maka
harus
betul-betul
memperhatikan dan mengawasi anaknya, agar mereka tidak terbiasa dengan kebohongan, ketidakjujuran, perkataan, perbuatan dan tindakan-tindakan lain yang dapat menyeretnya ke dalam kekeliruan dan kesengsaraan hidup dunia dan akhirat. Caranya, dengan membiasakan mereka berkata dan berbuat baik, berlaku jujur, dapat dipercaya, patuh kepada orang tua, menyayangi orang lain, selalu berusaha meminta dan memberi maaf, menghormati tamu, menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan, dan berbuat baik kepada kawan-kawannya.18 4. Bentuk Keteladanan Orang Tua Keteladanan adalah sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan dalam proses kependidikan. Sebab untuk merealisasikan segala apa yang diinginkan oleh pendidikan yang tertuang dalam konsep dan teori harus diterjemahkan dalam kawasan yang salah satu medianya adalah keteladanan. Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral, spiritual dan
18
Ibid., hlm. 17.
35
sosial. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya dan tata santunnya, disadari atau tidak bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik baik ucapan atau perbuatan. Selain itu keteladanan merupakan faktor yang sangat memberikan bekas
dalam
memperbaiki
anak,
memberi
petunjuk
dan
mempersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang secara bersama-sama membangun kehidupan.19 Pada dasarnya manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syari’ah Allah SWT. oleh karena itu keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama maka anak akan tumbuh menjadi seorang yang jujur, berakhlak mulia, berani dan sikap menjauhkan diri dari perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, dan begitu pula sebaliknya.
19
Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm. 2.
36
Rasulullah SAW. sangat memperhatikan agar para pendidik selalu tampil di depan anak didiknya dengan penampilan yang bisa dijadikan sebagai teladan yang baik dalam segala hal. Sehingga anak didik sejak usia pertumbuhan bisa tumbuh dalam kebaikan sejak kecil sudah mengenal akhlak yang luhur. Menurut Abdullah Nashih Ulwan ada beberapa macam bentuk keteladanan antara lain: a. Keteladanan dalam beribadah Pemberian contoh teladan yang baik (uswatun hasanah) dalam
beribadah
terhadap
anak
didik,
akan
banyak
mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam perilaku seharihari terutama dalam hal-hal ibadah. 20 b. Keteladanan dalam berperilaku Agar dapat menjadi contoh, guru haruslah mempunyai mentalitas sebagai guru dan mempunyai keterpanggilan hati nurani
untuk
menjadi
guru. Guru tidak akan berhasil
mengajarkan nilai-nilai kebaikan (akhlakul karimah) selama dirinya sendiri berperilaku dengan budi pekerti yang buruk. c. Keteladanan dalam berpenampilan Orang tua haruslah berpenampilan menarik dengan bentuk postur tubuh kuat, energik dan berwibawa sehingga secara psikologi akan mendorong anak didik untuk menghormati
20
Abdullah Nashih Ulwan, Op.Cit., hlm. 5-35.
37
dan mempunyai rasa sopan terhadap gurunya. Selain itu juga sangat menekankan agar pendidik tampil di depan anak didiknya dengan penampilan jujur, adil dan kasih sayang. Pribadi yang luhur akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap peserta didik, sehingga inti kewibawaan yang sangat penting dalam pendidikan akan datang dengan sendirinya. Dengan kata lain bahwa Rasulullah SAW. memberikan pelajaran kepada siapapun yang menjadi beban pendidikan dengan memberikan teladan yang baik dalam segala sesuatu. Sehingga dijadikan cermin ikutan dan membekas dalam diri anak-anak dengan perilaku yang terpuji, nasehat yang berbekas, perhatian yang terus menerus dan ajaran yang bijak dan menyeluruh. d. Anak diajarkan untuk berbuat baik dengan tetangga
ِ َم ْن كاَ َن:صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َتلَّ َم َ قَ َال َر ُت ْو ُل اهلل:َع ْن أَِ ْب ُىَريْ َرَة قَ َال ِ ْي ْؤِمن بِاهللِ واْلي وِم ا آلخ ِر فَ َال يُ ْؤِي َج َارهُ َوَم ْن كاَ َن يُ ْؤِم ُن بِاهللِ َوالْيَ ْوِم َْ َ ُ ُ ِ ْآلخ ِر فَ ْلي ْك ِرم ضي َفو ومن َكا َن ي ْؤِمن بِاهللِ والْي وِم ا ِ ْا آلخ ِر فَ ْليَ ُق ْل َخْي ًرا أَْو ْ َ َ ُ َْ ْ ُ َْ َ ُ ُ ِ ) َ (رواه البخار ْ ص ُم ْ َلي
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah saw bersabda: “barang siapa yang beriman kepada Allah swt dan hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah swt dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah swt dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam”. (H.R. Bukhory).21 21
Imam Bukhari, Op.Cit., hlm. 245.
38
Dari hadits di atas dapat kita ambil pelajaran, untuk mengukur keimanan seseorang menurut cara Rasulullah saw. Yaitu agar keimanan seorang muslim dilihat dari tiga hal, yaitu: kebaikannya terhadap tetangga, berbuat baik kepada tamu dan perkataannya kepada orang lain. Tiga alat ukur yang sudah disampaikan oleh Rasulullah saw di atas bisa dijadikan barometer bagi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Tidak menyakiti hati tetangga, menghormati tamu, dan berkata baik atau memilih diam menjadi kerangka ukur bagi orang yang beriman kepada Allah swt dan hari akhir. Orang yang sudah mendeklarasikan beriman kepada Allah swt dan hari akhir, dilarang keras mengganggu apalagi menyakiti tetangga, baik fisik maupun psikis. Menghormati dan memuliakan orang lain merupakan langkah baik untuk membangun relasi antara lembaga keluarga dengan tetangga. Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa manusia yang mulia bukanlah yang banyak harta bendanya, tinggi kedudukannya, tampan rupanya ataupun keturunan bangsawan, akan tetapi yang terpuji akhlaknya. Baik akhlak terhadap Allah swt. Maupun akhlak terhadap sesama manusia. Kunci akhlak yang baik adalah dari hati yang bersih. Dan hati yang bersih adalah hati yang selalu mendapatkan cahaya dan sinar dari Allah SWT. Dengan sinar
39
itu, hati akan dapat melihat dengan jelas mana akhlak yang baik dan mana akhlak yang buruk.
B. Akhlak Anak 1. Pengertian Akhlak Anak Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab “Akhlaq” bentuk jamak kata “Khuluq” atau “Al-Khuluq” yang secara etimologis berarti: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Akhlak merupakan sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku tingkah laku) mungkin baik dan mungkin buruk.22 Menurut A. Mustofa, dari segi bahasa perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari mufrodnya khuluq ( ْ ) ُخلُقyang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at.23 Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani, pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati
22
M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),
23
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 11.
hlm. 346
40
untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.24 Dalam kamus Al-Munjid, khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.25 Akhlak diartikan sebagai ilmu tata krama yakni ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila. 26 Jadi, pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Dapat dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia, dan makhluk sekelilingnya. 27 Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Akhlak merupakan penyentralan segala sesuatu
24 25
Sahilun A. Nasir, Tinjauan Akhlak (Surabaya: Al-Ikhlas, 2001), hlm. 14.. Luis Ma’luf, Kamus Al-Munjid, Al-Maktabah Al-Katulikiyah (Beirut, tt), hlm.
194. 26 27
hlm. 1.
Husin Al-Habysi, Kamus Al-Kautsar (Surabaya: Assegaf, tt), hlm. 87. Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
41
yang berkenaan dengan seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia dengan Allah bahkan manusia dengan manusia. Akhlak senantiasa dibimbing, diawasi dan dikontrol oleh ibadah.28 2. Sumber Akhlak Anak Menurut A. Qodry, mengatakan bahwa: “ajaran tentang akhlak merupakan inti dari pada ajaran dasar Al-Qur’an adalah ajaran akhlak dan kami telah menunjukkan ide-ide tentang keadilan yang secara langsung mengikutinya dalam Al-Qur’an”.29 Al-Qur’an menjadi sumber akhlak karena Al-Qur’an mempunyai tujuan membangun alam yang berakhlak mulia, yang bersih perasaannya dan baik perilakunya. Al-Qur’an datang dengan sistem yang sempurna yang meliputi berbagai prinsip dan aturan yang menjadi dasar tegaknya alam ini. Al-Qur’an membawa satu tujuan yaitu akhlak yang sempurna yang mencakup segala sesuatu yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan.30 Dalam Al-Qur’an banyak memuat ayat yang menyeru pada keluhuran akhlak dan menjelaskan misi utama pengangkatan manusia menjadi khalifah di muka bumi ini tidak lain hanya untuk
28
Ashadi Falih, Cahya Yusuf, Akhlak Membentuk Pribadi Muslim (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 115 29 A. Qodry, A. Azizy, Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 90 30 M. Syadid, Manhaj Tarbiyah, Metode Pembinaan dalam Al-Qur‟an (Jakarta: Rabbani Press, 2003), hlm. 163
42
memakmurkan bumi dengan kebaikan dan kebenaran seperti firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 41 yang berbunyi:
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”. (QS. AlHajj: 41)31
Hadits menjadi sumber karena hadits merupakan semua perbuatan dan perkataan nabi Muhammad SAW. Rasulullah merupakan manusia yang paling sempurna akhlaknya. Rasulullah selalu mewarnai seluruh hidupnya dengan keluhuran akhlak, karena beliau diutus memang untuk menyempurnakan akhlak manusia. Allah
SWT
pun
memuji
keluhuran
akhlaknya.
Sekaligus
melantiknya sebagai manusia terbaik yang menjadi suri tauladan dan menjadi panutan umat sepanjang masa seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yaitu:
31
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan (Semarang: Toha Putra, 2005), hlm. 518
43
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21)32
Jadi dapat disimpulkan bahwa suri tauladan yang diberikan Rasulullah selama hidup beliau merupakan contoh akhlak yang tercantum dalam al-Qur’an. Butir-butir akhlak yang baik yang disebut dalam berbagai ayat yang tersebar di dalam al-Qur’an terdapat juga dalam hadits yang memuat perkataan, tindakan, dan sikap diam Nabi SAW selama kerosulan beliau 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah.33 Al-Qur’an dan as-Sunnah menjadi sumber akhlak karena memang konsep akhlak yang terdapat dalam keduanya adalah mutlak, berlaku sepanjang masa tidak berubah oleh waktu keadaan, tempat dan sangat universal.34 Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan pegangan umat Islam dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. 3. Macam-Macam Akhlak Anak Ada dua jenis akhlak dalam Islam, yaitu akhlakul karimah (akhlak terpuji) ialah akhlak yang baik dan benar menurut syari’at,
32
Ibid, hlm. 670 Muna Hadad Yakan, Hati-hati terhadap Media yang Merusak Anak (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 54 34 Luqman Haqani, Perusak Pergaulan dan Kepribadian Remaja Muslim (Bandung: Pustaka Ulumudin, 2004), hlm. 94 33
44
dan akhlakul madzmumah (akhlak tercela) ialah akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut Islam.35 a. Akhlakul Karimah (akhlak terpuji) Akhlakul karimah adalah akhlak yang sesuai dengan akal dan syari’at (agama Islam). Termasuk bagian dari akhlakul karimah yaitu bersifat lemah lembut kepada sesama, suka berdermawan ketika mendapatkan rizki yang lapang maupun ketika berada dalam kesempitan, menahan emosi dan memaafkan kesalahan orang lain, sedikit bicara banyak bekerja, dan lain sebagainya. Seseorang yang berakhlak mulia pikirannya disinari dan diarahkan oleh iman dan taqwanya kepada Allah SWT. Sikapnya terhadap sesuatu dibimbing oleh nilai-nilai agama, perkataan dan perilakunya dikendalikan oleh nilai-nilai Islami. Orang yang berakhlak positif dan berkata jujur dan benar. Allah SWT akan senantiasa memberikan jaminan kemuliaan di dunia dan di akhirat kepada orang yang memiliki akhlak mulia baik dalam pergaulan maupun dalam peribadatan. Orang yang bergaul secara baik dengan sesama manusia hingga tidak pernah melakukan kezhaliman dan kedustaan terhadap sesama maka dia termasuk golongan orang-orang yang berbakti kepada Allah SWT sehingga di akan mendapatkan perlindungan
35
Barmawi Umary, Materi Akhlak (Solo: Ramadhani, 2003), hlm. 196.
45
dari
sisi-Nya,
mendapatkan
surga
dan
sangat
dengan
keridhaannya.36 Adapun jenis-jenis akhlakul karimah itu adalah sebagai berikut: 1) Al-Amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya) 2) Al-Alifah (sifat yang disenangi) 3) Al-„Afwu (sifat pemaaf) 4) Sifat manis muka 5) Al-Khairu (kebaikan atau berbuat baik) 6) Al-Khusyu‟ (tekun bekerja sambil menundukkan diri berdzikir kepada-Nya) b. Akhlakul Mazdmumah (Akhlak Tercela) Akhlakul Mazdmumah adalah akhlak yang bertentangan dengan akal dan syari’at. Akhlak-akhlak yang tercela itu diantaranya: dengki, sombong, khianat, bakhil, tidak tahu berterima kasih, ingkar janji, dusta, putus asa, riya’, dan lain sebagainya. Orang yang buruk akhlaknya menjadikan orang lain benci kepadanya, menjadi celaan orang dan tersisih dari pergaulan. Hidupnya susah dan menyusahkan orang lain, hatinya selalu resah, gelisah, karena dia menganggap semua orang adalah musuhnya. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan “Akhlak 36
Abu Firdaus Al-Hawani, Membangun Akhlak Mulia dalam Bingkai Al-Qur‟an dan Sunnah (Yogyakarta: Al-Manan, 2003), hlm. 37
46
yang buruk itu ibarat racun yang membunuh, perbuatanperbuatan keji memisahkan seseorang dari masyarakat dan dari Tuhannya. Ia berteman dengan setan yang selalu merayunya untuk jatuh ke jurang kehinaan.37 Rasulullah sangat mencintai orang yang berakhlak mulia hingga kepadanya diberikan jaminan tempat duduk yang berdekatan dengan beliau pada hari kiamat nanti. Sedang kepada orang yang banyak bicara, orang yang memperpanjang pembicaraan, dan orang yang sombong. Rasulullah sangat membenci hingga mereka akan terjauh dari rahmat dan syafaatnya.38 Adapun jenis-jenis akhaqul madzmumah (akhlak tercela) itu adalah sebagai berikut: 1) Ananiyah (sifat egoistis) 2) Al-Baghyu (suka obral diri pada lawan jenis yang tidak hak atau melacur) 3) Al-Bukhlu (sifat bakhil, kikir atau terlalu cinta harta) 4) Al-Kazab (sifat pendusta atau pembohong) 5) Al-Khamru (gemar minum minuman yang mengandung alkohol) 6) Al-Khiyanah (sifat pengkhianat) 37 38
Oemar Bakri, Akhlak Muslim (Bandung: Angkasa, 2003), hlm. 24-25 Muna Hadad Yakan, Op.Cit., hlm. 38
47
7) Sifat aniaya 8) Al-Jubnu (sifat pengecut).39 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak Anak
Kepribadian muslim adalah terwujudnya akhlak mulia, namun akhlak mulia tersebut tidak akan terbentuk tanpa faktorfaktor yang mempengaruhinya. Menurut Zakiyah Darajat bahwa perkembangan agama yang di dalamnya termasuk pembentukan akhlak terjadi melalui pengalaman hidup sejak masih anak-anak, yaitu terdapat pada lingkungan keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan masyarakat.40 a. Lingkungan Keluarga Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrosyi, peranan ibu bapak dalam membina anaknya mempunyai pengaruh, terutama dalam bahasa dan gaya bahasa, di mana anak akan senantiasa mengikuti dan menirukan gaya ibunya. Jika dalam bertutur kata ibu bapak baik, maka secara otomatis anaknya juga akan bertutur kata dengan baik pula. Dalam tingkah laku, sopan santun juga sangat berpengaruh bagi anak. Tingkah laku yang baik akan lahir dalam keluarga yang baik (dengan contoh dari kedua orang tua). Suasana yang tercipta (dalam keluarga) yang melingkupi anak
39
Ibid., hlm, 16. Zakiyah Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Cet. ke-V (Jakarta: Gunung Agung, 2005), hlm. 65 40
48
adalah merupakan faktor terpenting dalam pembentukan akhlaknya.41 Melalui keluargalah, pendidikan akhlak diterima oleh anak-anak kita, dan dengan keluarga tersebut dapat dijadikan bekal bagi perkembangan psikologinya di masadepan. Bapak
ibunya
adalah
orang
yang pertama
mewariskan
kebudayaan dan mengajarkan pendidikan agama bagi anaknya.42 b. Lingkungan Pendidikan Pembinaan akhlak dapat pula dilakukan melalui lembagalembaga pendidikan, baik formal maupun non formal. Sikap pengalaman yang dilalui oleh anak baik melalui penglihatan dan perlakuan
yang
diterima
akan
ikut
menentukan
dalam
pembentukan dan pembinaan akhlaknya kelak dikemudian hari. c. Lingkungan Masyarakat Dalam pembentukan dan pembinaan akhlak anak, masyarakatlah yang sangat berpengaruh dalam menghiasi kepribadian dan akhlak anak. Hal ini dikarenakan bahwa sebagian masyarakat adalah kelompok sosial yang majemuk yang akan selalu bersinggungan dengan anak.43
41
Muhammad Athiyah Al-Abrosyi, Ruh At-Tarbiyah Wa Al-Ta‟lim (Kairo: Paru Ihya Al-Kutubi Al-Arobiyah, 2000), hlm. 88 42 Baron Abu Bakar Ikhsan, Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam (Bandung: CV Diponegoro, 2000), hlm. 11 43 Bakir Yusuf Barnawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak (Semarang: Bina Utama, 2003), hlm. 40