( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Pendidikan Madrasah 1. Tujuan Pendidikan Madrasah Telah menjadi kemestian bagi proses pendidikan, harus mempunyai tujuan, bahkan tujuan menjadi faktor yang pertama dan utama dalam proses pendidikan. Tujuan menjadi arah dan sesuatu yang menjadi harapan dan dambaan dari pendidikan. Untuk menguraikan tujuan pendidikan madrasah, tidak lepas dari tujuan pendidikan di Indonesia. Tujuan pendidikan di Indonesia dapat di baca dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, pelbagai peraturan pemerintah dan undang-undang pendidikan. Ungkapkan tujuan pendidikan menurut peraturan pemerintah sebagai berikut Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah menjelaskan tujuan pendidikan yaitu untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 mengemukakan bahwa tujuan pendidikan menengah adalah untuk meningkatkan pengetahuan untuk melanjutkan pendidikan kemudian ke jenjang yang lebih tinggi, mengembangkan diri sejalan dengan pengembangan ilmu, teknologi dan kesenian, meningkatkan
kemampuan sebagai anggota masyarakat dalam melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar. Berdasarkan beberapa aturan pemerintah di atas ada beberapa aspek perkembangan yang terjadi pada peserta didik yaitu sebagi berikut: a. PP Nomor 27 tahun 1990 menekankan pada aspek sikap, pengetahuan, daya cipta atau pikiran dan keterampilan. b. PP Nomor 28 Tahun 1990 bukan aspek-aspek jiwa yang dikemukakan, melainkan aspek-aspek kehidupan yang menyangkut kehidupan pribadi, anggota masyarakat, warga negara, umat manusia dan calon siswa sekolah menengah. c. PP Nomor 29 Tahun 1990 menekankan pada aspek perkembangan sebagai berikut : 1) Meningkatkan pengetahuan agar adapat diterima pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi 2) Mengembangkan diri agar dapat mengikuti perkembangan ilmu, teknologi dan seni. 3) Menjadi anggota masyarakat yang responsif terhadap budaya dan alam 4) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan kerja serta sikap profesional 5) Mengembangkan prilaku keagamaan 6) Melakukan tugas-tugsa kedinasan dengan baik.
Adapun tujuan pendidikan menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional berfungsi: Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mencermati tujuan pendidikan diatas, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan pada lembaga pendidikan Islam pun tetap berpedoman pada pencapaian tujuan pendidikan nasional. Sebab tujuan pendidikan nasional sebagai tujuan ideal yang harus dicapai oleh seluruh lembaga pendidikan dari berbagai jenis, jenjang maupun jenis pendidikan. Madrasah mengemban tugas untuk menyelesaikan rumusan-rumusan yang menjamin dapat menjangkau tercapainya cita-cita nasional dan agama Islam. (untuk melihat bagaimana tujuan institusional pendidikan madrasah akan dilihat pada perkembangan berikutnya) Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri tahun 1974 tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah bahwa maksud dan tujuan meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah yaitu agar tingkat mata pelajaran umum di madrasah merupakan pencapaian tujuan yang sama dengan tingkat mata pelajaran disekolah umum, sehingga :
a) Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan Ijazah sekolah umum yang setingkat b) Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas c) Siswa madrasah dapat berpindah sekolah ke sekolah umum setingkat Tuntutan masyarakat Indonesia di era kompetetif ini antara lain demokratisasi pendidikan yang memupuk lahirnya tingkah laku perserta didik yang demokratis, hubungan antar guru dan peserta didik demi perkembangan berpikir yang kreatif, pendidikan agama yang membentuk nilai-nilai moral serta memperkuat iman dan taqwa, menguasai iptek, serta memupuk kerjasama dalam persaingan sebagaimana yang dituntut oleh masyarakat global. Semua ini merupakan nilai-nilai yang tidak asing di dalam kehidupan madrasah. Untuk menjaga nilai-nilai yang dimiliki madrasah, maka demokratisasi dalam pendidikan tetap menjadi tujuan yang diwarnai oleh pembinaan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Tujuan seperti ini pada akhirnya dapat menelorkan pribadi-pribadi peserta didik yang mempunyai identitas dengan cerminan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam. 2. Madrasah dalam Konteks pendidikan Nasional Setiap bangsa di dunia ini, termasuk Indonesia meletakkan pendidikan sebagai upaya strategis untuk meningkatkan mutu kebudayaan dan peradabannya sebagai dua hal yang saling berkaitan. Pendidikan tanpa orientasi budaya akan menjadi
gersang dari
nilai-nilai
luhur.
Sebaliknya,
kebudayaan tanpa
pendukung-pendukungnya yang sadar dan terdidik, pada akhirnya akan memudar sebagai sumber nilai dan menjadi “tak terhitungkan” dalam perjalanan sejarah. Diketahui bahwa pendidikan nasional harus dilakasanakan berdasarkan landasan filosofis bangsa yakni pancasila, yang merupakan nilai-nilai luhur yang selalu di sosialisasikan secara terus menerus oleh aparatur negara. Hasan Langgulung berpendapat, pengertian pendidikan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari sudut pandangan masyarakat, dan dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan, sedangkan dari sudut pandang individu , pendidikan adalah pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Dari dua pendapat tersebut,peneliti menggaris bawahi bahwa usaha dalam bidang pendidikan perlu disusun secara sistimatis yang berskala dan berstandar nasional, karena pendidikan adalah permasalahan yang menyangkut seluruh komponen bangsa dan Negara Indonesia dan salah satu amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Oleh karena itu pemerintah, telah membuat sistem pendidikan Nasional, yang eksistensinya menghadapi berbagai peluang, tantangan, dan perubahan Dengan pendidikan nasional, proses pendidikan akan mengarah sesuai dengan cita-cita dan tahap-tahap pembangunan. Kurikulum pendidikan disusun berdasarkan realitas masyarakat dan kerangka ideologis untuk dipedomani secara
konsisten. Dalam hal ini, peranan masyarakat pun tentunya menjadi subjek penelitian. Penyelenggaraan pendidikan nasional diatur oleh undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) yang penjabarannya tertuang dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 27 tentang pendidikan prasekolah, Nomor 28 tentang Pendidikan Dasar, Nomor 29 Tentang pendidikan menengah dan Nomor 30 tentang pendidikan Tinggi. Undang-undang dan ke empat peraturan pemerintah tadi harus menjadi rujukan dalam penyelengaraan pendidikan oleh lembaga dimana pendidikan itu diselenggarakan. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 telah menetapkan bahwa pendidikan nasional terdiri dari tiga jenjang yaitu pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, serta Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lainnya yang sederajat. Pendidikan Menegah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister, Specialis, dan doktor yang diselengarakan oleh pendidikan tinggi. Dalam sistem pendidikan nasional ini juga termasuk penyelenggara pendidikan, seperti pendidikan yang berada dalam naungan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen agama, maupun pendidikan yang termasuk dalam jalur persekolahan. Undang-undang dan peraturan pemerintah terkait juga
mengatur pendidikan dan jalur luar sekolah, seperti pondok pesantren dan kursus-kursus keterampilan. Setiap jenis, satuan dan jenjang pendidikan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Demikian pula halnya dengan substansi pendidikan yang di selenggarakan untuk kepentingan penelitian ini, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kita dapat membuat kategorisasi. Pada jenjang pendidikan dasar ada dua kategori utama yakni pendidikan yang bercirikan umum (SD dan SLTP) dan pendidikan yang bercirikan keagamaan, khususnya Islam (Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah). Pada jenjang pendidikan menengah ada tiga kategorisasi, yakni pendidikan yang berciri umum (SMU) yang berciri kejuruan (SMK) dan yang berciri keagamaan Islam (madrasah Aliyah). Substansi pendidikan dari masing-masing kategori berdasarkan ciri atau karakteristik saling memiliki perbedaan. Jika penggunaan kategori diatas untuk jenjang pendidikan dasar yang berdiri umum (SD dan SLTP) maka keluaran pendidikan yang diharapkan adalah pengetahuan dan kemampuan dasar yang berguna baik untuk kehidupan di masyarakat maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Adapun yang bercirikan agama (MI dan MTs) keluarannya di harapkan memiliki selainpengetahuan dan kemampuan diatas, juga pengetahuan dan kemampuan yang terkait dengan keagamaan atau keIslaman. Pada jenjang pendidikan menengah yang berciri umum (SMU) keluarannya diharapkan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang terkait dengan dasar-dasar dan penggunaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang bisa di manfaatkan untuk kehidupan di masyarakat, dan berguna untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang pendidikan tinggi. Pada yang berciri kejuruan (SMK), hasil yang diharapkan adalah memiliki kemampuan atau keterampilan yang memadai pada suatu jenis pekerjaan tertentu. Adapun yang berdiri kegamaan (MA), out putnya diharapkan memiliki selain kemampuan sebagaimana yang dimiliki oleh keluaran SMU, juga kemampuan yang terkait dengan keIslaman. Jelas, pendidikan Islam dalam berbagai tingkatanya mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem pendidikan nasional sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tenang sistem pendidikan nasional. Dengan undang-undang ini, posisi pendidikan Islam sebagi sub-sistem pendidikan nasional semakin mantap. Pendidikan Islam, baik pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi umum maupun pada sekolah-sekolah keagamaan (madrasah) dan perguruan tinggi agama Islam telah semakin kokoh sebagai bagian integral dari pendidikan nasional. Walaupun telah diakui bahwa pendidikan Islam sebagai sub sistem pendidikan nasional, namun kenyataannya memperlihatkan bahwa dalam praktek penyelenggaraan pendidikan terlihat adanya tendensi bahwa pendidikan yang bercirikan umum, baik jenjang pendidikan Dasar (SD dan SLTP) maupun pada jenjang pendidikan menengah (SLTP dan SMU) pada umumnya memberi porsi pendidikan keagamaan yang kurang memadai. Dengan demikian, unsur pembinaan imtak diasumsikan lebih rendah dibandingkan dengan apa yang terjadi pada pendidikan yang bercirikan keagamaan. Pada pendidikan yang bercirikan keagamaan (MI, MTs, MA) ada ;kecenderungan bahwa secara umum keluarannya memiliki kemampuan yang terkait dengan iptek lebih rendah dari keluaran pendidikan yang nercirikan umum, namun diasumsikan lebih menonjol dalam pembinaan keIslaman (imtaq). Adapun
pada pendidikan yang berciri kejuruan (SMK), segi-segi yang diasumsikan lebih menonjol a\p-;ldalah segi keterampilan. Permasalahan yang dihadapi dalam praktek penyelengaraan pendidikan adalah a. Pada sekolah-sekolah yang bercirikan umum dan kejuruan, keberadaan kurikulum pendidikan agama (Islam) di pandang kurang memadai. Demikian pula halnya dengan tenaga pendidik untuk materi pendidikan agama. Kekurangan tenaga pendidikan ini bisa terkait dengan jumlah (kuantitas), bisa juga terkait dengan kualifikasi dan kemampuanya (Kualitas) b. Pada sekolah yang bercirikan Islam terdapat kecenderungan bahwa pada umumnya mereka menghadapi kekurangan dalam berbagai hal. Diantaranya adalah kekurangan guru untuk pendidikan Iptek, baik dari segi jumlah, kualifikasi dan kemampuan, maupun kesesuaian kualifikasi dan latar pendidikan dengan bidang studi yang diajarkannya. Selain itu, fasilitas belajar seperti perpustakaan, laboratorium, dan alat-alat pendidikan juga banyak kekurangan. Berbagai keterbatasan ini masih juga di tambah dengan kurangnya waktu belajar, baik disekolah maupun dirumah yang diakbatkan oleh beban pendidikan yang terlalu banyak. Dari pandangan diatas
dapat disimpulkan bahwa pendidikan Madrasah
merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang telah berurat berakar pada masyarakat Indonesia dan sekaligus memiliki nilai-nilai yang positif. Pada dasarnya pendidikan madrasah sama dengan pendidikan umum, namun
keunggulan madrasah adalah dari segi nuansa keIslamannya yang tercermin dari kurikulum pembelajarannya.
B. Manajemen Sekolah Istilah manajemen memiliki banyak arti, bergantung pada orang yang mengartikannya. Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda, pertama mengartikan administrasi lebih luas dari manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari administrasi; dan ketiga, pandangan yang mengaggap bahwa manajemen identik dengan administrasi. Kaitannya dengan penelitian ini, kata manajemen diartikan sama dengan administrasi atau pengelolaan, meskipun kedua istilah tersebut sering diartikan berbeda. Dalam berbagai kepentingan, pemakaian dari kedua kata tersebut sering digunakan secara bergantian, demikian halnya dengan berbagai literatur, acapkali dipertukarkan. Berdasarkan fungsi pokoknya istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah tersebut tidak konsisten dan tidak signifikan. Gaffar mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses
pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang. Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasannya tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat di wujudkan secara optimal, efektif, dan efisien. Konsep tersebut berlaku di sekolah yang memerlukan managemn yang efektif dan efisien. Dalam kerangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah, yang memerlukan kewenangan penuh kepada kepala sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan,
mengorganisasikan,
mengawasi,
mempertanggungjawabkan,
mengatur, serta memimpin sumber-sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. Manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu perlu, dipahami fungsi-fungsi pokok manajemen yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pembinaan. Dalam prakteknya keempat fungsi tersebut merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif dan efisien menuntut dilaksanakannya keempat fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu dan terintegrasi dalam pengelolaan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan. Melalui manajemen sekolah yang efektif dan efisien tersebut, diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas yang ringan karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahn teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan
yang sangat rumit dan kompleks, baik menyangkut perencanaan, pendanaan, maupun efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan sistem sekolah. Peningkatan kualitas juga menuntut manajemen pendidikan yang lebih baik. Sayangnya, selama aspek manajemen pendidikan pada berbagai tingkat dan satuan pendidikan belum mendapat perhatian yang serius, sehingga seluruh komponen sistem pendidikan kurang berfungsi dengan baik. Lemahnya manajemen pendidikan juga memberikan dampak terhadap efisiensi internal pendidikan yang terlihat dari jumlah peserta didik yang mengulang kelas dan putus sekolah. Manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hal tersebut kemudian sejalan dengan apa yang menjadi hasil penelitian Balitbang Dikbud yang menunjukkan bahwa manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mepengaruhi kualitas pendidikan. Pentingnya manajemen sekolah yang profesional kemudian melahirkan kepedulian pemerintah dengan menelorkan bijakan yang menetapkan standar nasional pendidikan yang
diatur oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Delapan standar nasional tersebut adalah standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan. Untuk mencapai sekolah/madrasah yang memikli kualitas pendidikan yang handal tentunya harus diupayakan dengan segala upaya yang sistematik. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka proses pembelajaran perlu dirancang sebaik mungkin agar pendidikan berjalan efektif dan efisien. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada bab IV pasal 19 ayat 1 menjelaskan bahwa, proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
C. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “School Based Manajement”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempeertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan paradigma baru yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola mengola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu, da mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu kebiajakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS), sekolah dituntut
mengalokasikan,
menentukan
priorotas,
secara mandiri
menggali,
mengendalikan,
dan
mempertangungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan
pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum yang meyakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan dan yang terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut. Kewenangan yang bertumpuh pada sekolah merupakan inti dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut: - Kebijaksanaan dan kewenagan sekolah membawah pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru, - Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya local - Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah. - adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan. Dalam pelaksanaanya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa tidak harus meniru secara persis model-model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dari negara
lain.
Sebaliknya
Indonesia
akan
belajar
banyak
dari
pengalaman-pengalaman pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di negara lain. Kemudian memodifikasi, merumuskan, dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah, geografi, struktur masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan yang telah ada dan sedang berlangsung selama ini.
1. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam MBS BPPN bekerja sama dengan Bank Dunia tela mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kewajiban sekolah, kebijakan dan prioritas pemerintah, peranan orang tua dan masyarakat, peranan profesionalisme dan managerial, serta pengembangan profesi. Berbagai faktor tersebut dapat di jabarkan sebagai berkut : a.
Kewajiban Sekolah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang menawarkan keleluasan
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh karena itu, pelaksanaanya perlu disertai seperangkat kewajiban, serta monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhiharapan masyarakat sekolah. Dengan demikian sekolah di tuntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transfaran, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap
masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik. b. Kebijakan dan prioritas pemerintah Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang berkaitan dengan program peningkatan merek huruf dan angka (literacy and numeracy), efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis. Agar prioritas-prioritas pemerintah dilaksanakan oleh sekolah dan semua aktivitas sekolah ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga dapat belajar dengan baik, pemerintah perlu merumuskan seperangkat pedoman umum terhadap pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Pedoman-pedoman tersebut, terutama ditujukan untuk menjamin bahwa hasil pendidikan (student outcomes) terevaluasi dengan baik, kebijakan-kebijakan pemerintah dilaksanakan secara efektif, sekolah dioperasikan dalam kerangka yang disetujui pemerintah, dan anggaran dibelanjakan sesuai dengan tujuan. c.
Peranan orang tua dan masyarakat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menuntut dukungan tenaga kerja
yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktf dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefisienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih Untuk kepentingan tersebut, diperlukan partisipasi masyarakat dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Melalui dewan sekolah (school council), orang tua dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih memahami, serta mengawasi dan membantu sekolah dalam pengelolaan termasuk kegiatan belajar mengajar. Besarnya partsipasi masyarakat dalam pengelolaan sekolah tersebut, mungkin dapat menimbulkan rancunya kepentingan antar sekolah, orang tua, dan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah perlu merumuskan bentuk partisipasi (pembagian tugas) setiap unsur secara jelas dan tegas. d.
Peranan Profesionalisme dan Managerial Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menuntut perubahan-perubahan
tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoprasikan sekolah. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat profesional dan managerial. Untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi harus memiliki kedua sifat tersebut, yaitu profesional dan managerial. Mereka harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa segala keputusan
pending
yang
dibuat
oleh
sekolah,
didasarkan
atas
pertimbangan-pertimbangan pendidikan, kepala sekolah khususnya, perlu mempelajari dengan teliti kebijakan dan prioritas pemerintah maupun prioritas sekolah sendiri. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus memiliki : 1) Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah.
2) Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran 3) Memiliki kekampuan dan keterampilan untuk menganalsisi situasi sekarang
berdasarkan
apa
yang
seharusnya
memperkirakan kejadian di masa depan
serta
mampu
berdasarkan situasi masa
sekarang. 4) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan di sekolah, dan 5) mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan sebagai peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan. Pemahaman terhadap sikap profesional dan managerial tersebut sangat penting agar peningkatan efisiensi, mutu dan pemerataan serta supervisi dan monitoring yang direncanakan sekolah betul-betul untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan kerangka kebijakan pemerintah dan tujuan sekolah e. Pengembangan profesi Dalam Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) pemerintah ahrus menjamin bahwa semua unsur penting tenaga kependidikan (sumber manusia) menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengola sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi yang berfungsi sebagai penyedia jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Selain itu, penting untuk dicatat sebaiknya sekolah dan masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sedini mungkin.mereka tidak perlu hanya menunggu, tetapi melibatkan diri dalam diskusi-diskusi tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang berinisiatif untuk menyelenggarakan pelatihan tentang aspek-aspek yang terkait.
2. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang ditawarkan sebagai bentuk oprasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini.hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, dengan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah setempat. Karena peserta didik biasanya datang dari berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial, salah satu perhatian sekolah harus ditujukan pada asas
pemerataan, baik dalam bidang sosial,
ekonomi, maupun politik. Disisi lain, sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu, serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bisa diketahui anatara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya keuangan dan sumber daya lain serta administrasi.
3. Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah a. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu uapaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta disinsentif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah. b. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasan dalam mengelola sumber daya
dan
dalam
menyertakan
masyarakat
untuk
berpartisipasi,
mendorong
profesionalisme kepala sekolah dalam peranannya sebagai manager maupun pemimpin sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada kepala sekolah untuk menyusun kurikulum, guru di dorong untuk berinovasi dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peninkatan partisipasi orang tua, misalnya orang tua turut mengawas langsung proses belajar anaknya. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan berpastisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah pengelolaan sekolah menjadi akuntabel, transfaran, egaliter dan demokratis, serta menghapus monopoli dalam pengelolaan pendidikan. Untuk kepentingan tersebut diperlukan kesiapan pengelola pada berbagai level untuk melakukan perannya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.
4. Manajemen Berbasis Sekolah sebagai proses pemberdayaan Pemberdayaan meruapakan istilah yang sangat populer dalam era reformasi. Jika dikaitkan dengan terminologi demokratisasi, pembangkitan ekonomi kerakyat, serta partisipasi politik. Pemberdayaan dimaksud untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan kaum lain yang selama ini telah lebih mapan kehidupannya. Melalui pemberdayaan, kaum idealis atau para pejuang demokrasi, keadilan dan hak asasi manusia menginginkan adanya tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan. Pemberdayaan telah merambah pada berbagai bidang dan aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan, antara lain dikeluarkannya kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai paradigma baru manajemen pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan kemandirian sekolah. Dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diharapkan kepala sekolah, guru, dan personel lain di sekolah serta masyarakat setempat dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.
5. Model Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Model implementasi Manajemen Berbasis Madrasah ini di adaptasikan dari model implememntasi manajemen berbasis sekolah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (2002)
NO
KOMPONEN
1
Organisasi
ASPEK Komite Madrasah
INDIKATOR 1. Memiliki struktur Komite Sekolah
organisasi
2. Membentuk Komite Madrasah 3. Struktur Organisasi Komite Madrasah, sebaiknya terdiri atas : - Ketua - Wakil Ketua - Sekretaris - Bendahara - Koordinator Bidang : a. Kurikulum pembelajaran
&
Layanan
b. Usaha Organisasi Madrasah
2
Kurikulum
1. Materi 2. Pembelaja ran 3. Pengujian
1. Memiliki struktur madrasah yang jelas
organisasi
2. Mengembangkan struktur organisasi madrasah sesuai dengan ketentuan yang berlaku 1. merumuskan visi, misi dan strategi yang berorientasi pada kualitas pembelajaran 2. Menyusun rencana kerja : - Jangka panjang - Jangka Menengah - Jangka Pendek
3. Menyusun Laporan Tahunan - Menjabarkan, Melaksanakan dan mengembangkan kurikulum nasional, muatan lokal, dan khusus agama melalui kegiatan ekstra kurikuler - Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran kegiatan ekstra kurikuler dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dengan prinsip belajar aktif mandiri - Menyusun instrumen evaluasi dan melaksanakannya dengan mengacu pada standar yang ditetapkan - Mengolah dan melaporkan hasil evaluasi kepada steakholder (pihak yang berkepentingan) 3
SDM
1. K e p a l a Madrasah
1. Memiliki kualifikasi pendidikan formal minimal D-2 bagi SD, D-3 dan S-1 bagi SLTP, SMU, SMK 2. Memiliki yaitu
kemampuan
teknis
- Melaksanakan tugas pokok guru yaitu mengajar 3. Memiliki kemampuan manajerial a.l : - Mengembangkan model kepemimpinan yang demokratis, transparan, dan partisipatif
2. Guru
4. Memiliki sikap dan kepribadian yang baik dengan menunjukkan keteladanan dalam pelaksanaan tugasnya 1. Memiliki kwalifikasi pendidikan formal minimal D-2 bagi SD, D-3 dan S-1 bagi SLTP, SMU, SMK 2. Memiliki kemampuan antara lain a. Merencanakan pembelajaran KBM
teknis kegiatan
b. Melaksanakan KBM c. Menilai proses pembelajaran
dan
d. Memanfaatkan hasil bagi peningkatan pembelajaran
hasil
penilaian layanan
e. Memberikan umpan balik secara tepat, teratur dan terus menerus kepada peserta didik 3. TU 4. Penjaga
3. Memiliki sikap dan kepribadian yang baik dengan menunjukkan keteladanan dalam pelaksanaan tugasnya - Memiliki kemampuan dalam bidang aadministrasi dan ketatalaksanaan yang menunjang KBM - Memiliki kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan bidang tugasnya
4
Kesiswaan
1. Organisasi siswa 2. Pelayanan khusus 3. Penyaluran minat dan bakat
- Memiliki dan memfungsikan organisasi siswa untuk mewadahi kegiatan siswa - Mengidentifikasi siswa perlu pelayanan khusus
yang
- Mengefektifkan layanan bimbingan dan konseling - Mengidentifikasi siswa berbakat (talented student) - Menyediakan faaasilitas untuk mengembangkan bakat siswa
5
Sarana dan prasarana pendidikan
1. Perencana an
- Mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan di madrasah - Menetapkan prioritas kebutuhan sarana dan sarana pendidikan
2. Pengadaan
3. Penggunaa n
- Menuangkan program
dalam
bentuk
- Mengusulkan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan kepada pihak terkait - Mengadakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan prioritas dan kemampuan madrasah - Mendistribusikan pendayagunaan sarana prasarana secara optimal
4. Perawatan
dan dan
- Melaksanakan perawatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan secara
teratur dan berkesinambungan 6
Pembiayaan/ anggaran
1. Perencana an 2. Penggalian sumber dana 3. Pengelolan dana 4. Akuntabilit as
- Mengidentifikasi sumber dana - Menyusun RAPBM bersama dengan komite madrasah dengan penekanan pada pelaksanaan upaya peningkatan mutu pembelajaran - Menggali sumber dana internal maupun eksternal
baik
- Menghimpun dan mengalokasikan dana sesuai dengan RAPBM - Merealisasikan penggunaan dana sesuai dengan RAPBM - Pemanfaatan dana dengan prinsif efektifitas dan efisien - Melakukan audit RAPBM - Menyusun dan merekomendasikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada steakholders (pihak terkait).
7
Partisipasi masyarakat
1. Sumber
2. Memotiva si
- Mengidentifikasi partisipasi masyarakat
sumber
a. Tokoh masyarakat b. Pelaku bisnis pedagang)
(pengusaha,
c. Orang tuas siswa 3. Mekanism e
d. Nara sumber - Memotivasi dan bentuk-bentuk
menghimpun partispasi
masyarakat melalui a. Ide, gagasan, aspirasi, saran b. Dana c. Tenaga d. Materi - Mengatur peran serta masyarakat secra proporsional melalui komite madrasah dengan cara a. Pertemuan b. Diskusi c. Dialog d. Usulan tertulis e. Pemanfaatan nara sumber f. Penilaian program madrasah g. Kontrol masyarakat