BAB II KEDUDUKAN ZAKAT DALAM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka, yang berarti berkah, tumbuh bersih dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik.1 makna lain dari kata zakat, sebagaimana digunakan dalam al-Qur’an adalah suci dari dosa.2 Perkataan zakat diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang, serta berkah. Jika pengertian ini dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci, berkah (membawa keberkahan terhadap hartanya) dan membawa kebaikan hidup bagi yang punya harta. Sedangkan menurut terminologi syara’ (agama) ialah bagian tertentu dari harta benda yang diwajibkan Allah untuk sejumlah orang yang berhak menerimanya. Definisi diatas pada prinsipnya sama,
bahwa
zakat
adalah
mengeluarkan/memberikan sebagian dari harta atau bahan makanan kepada kelompok tertentu yang berhak menerimanya dengan berbagai syarat guna mewujudkan keadilan sosial, mensucikan jiwa, menyuburkan harta, dan
1
Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, edisi Indonesia Hukum Zakat, diterjemahkan oleh Salman Harun, Didin Hafidhuddin, dan Hasanudin, (Jakarta : PT Pustaka Litera Antarnusa dan Badan Amil Zakat dan Infaq/Shadaqah DKI Jakarta, 2002), Cet. ke-6, hlm. 34. 2 Mohammad Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, Edisi I, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. 1, hlm. 241.
18
19 mengharapkan pahala dari pada-Nya serta melaksanakan kewajiban yang telah digariskan oleh syara’ (agama). Sedangkan zakat menurut istilah fiqh, bermacam-macam definisi yang telah diberikan oleh para fuqaha. Sehubungan dengan masalah ini menarik untuk diperhatikan. Definisi-definisi yang telah diberikan oleh empat mazhab yaitu sebagai berikut :3 Malikiyah : Mengeluarkan sebagian harta tertentu ketika telah sampai nisab kepada mustahiqnya jika telah sempurna kepemilikannya dari haulnya, kecuali pada harta tambang dan hasil pertanian. Hanafiyah: Menyerahkan sebagian harta tertentu menurut ketentuan syara’ untuk memperoleh ridha Allah SWT. Syafi’iyah : Nama atau sebutan yang disandarkan kepada apa yang dikeluarkan dari harta (zakat mal) atau badan (zakat fitrah) kepada pihak tertentu. Hambaliyah : Suatu hak yang diwajibkan pada harta tertentu yang diberikan kepada segolongan pada zakat tertentu pula. Berdasarkan definisi diatas kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa zakat merupakan makna ganda yaitu: 1. Mengeluarkan jumlah tertentu (Malikiyah dan Hanafiyah) 2. Sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan (Syafi’iyah dan Hambaliyah) Al-Qur’an menggunakan beberapa terminologi untuk arti zakat yaitu: 3
Wahbah al-Zuhayly, Al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al- Fikr, 1989), II, hlm. 730.
20 a. Az-Zakat
ﺠﺪﻭ ﻩ ﺴﻜﹸ ﻢ ِﻣ ﻦ ﺧﻴ ٍﺮ ﺗ ِ ﺼﻠﹶﺎ ﹶﺓ ﻭﺀَﺍﺗﻮﺍ ﺍﻟ ﺰﻛﹶﺎ ﹶﺓ ﻭﻣﺎ ﺗ ﹶﻘﺪﻣﻮﺍ ِﻟﹶﺄﻧﻔﹸ ِ ﻭﹶﺃﻗِﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟ ِﻋﻨ ﺪ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻪ ِﺑﻤﺎ ﺗ ﻌ ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺑﺼِﲑٌ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ (110 : b. As-Sadaqah
ﻚ ﺻﻠﹶﺎﺗ ﺻ ﱢﻞ ﻋﹶﻠﻴ ِﻬ ﻢ ِﺇﻥﱠ ﺻ ﺪﹶﻗ ﹰﺔ ﺗ ﹶﻄﻬ ﺮ ﻫ ﻢ ﻭﺗ ﺰﻛﱢﻴ ِﻬ ﻢ ِﺑﻬﺎ ﻭ ﺧ ﹾﺬ ِﻣ ﻦ ﹶﺃ ﻣﻮﺍِﻟ ِﻬ ﻢ ﺳ ﹶﻜ ﻦ ﹶﻟ ﻬ ﻢ ﻭﺍﻟﻠﱠﻪ ﺳﻤِﻴ ﻊ ﻋﻠِﻴ ﻢ )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ (103 : c. AN- NAFAQAH
ﺱ ﻳﺎﹶﺃﻳﻬﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﻦ ﺀَﺍ ﻣﻨﻮﺍ ِﺇﻥﱠ ﹶﻛِﺜﲑﺍ ِﻣ ﻦ ﺍﹾﻟﹶﺄ ﺣﺒﺎ ِﺭ ﻭﺍﻟ ﺮ ﻫﺒﺎ ِﻥ ﹶﻟﻴ ﹾﺄ ﹸﻛﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﹶﺃ ﻣﻮﺍ ﹶﻝ ﺍﻟﻨﺎ ِ ﻀ ﹶﺔ ﻭﻟﹶﺎ ﺐ ﻭﺍﹾﻟ ِﻔ ﺼﺪﻭ ﹶﻥ ﻋ ﻦ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﻭﺍﱠﻟﺬِﻳ ﻦ ﻳ ﹾﻜِﻨﺰﻭ ﹶﻥ ﺍﻟﺬﱠ ﻫ ﺑِﺎﹾﻟﺒﺎ ِﻃ ِﻞ ﻭﻳ ﺏ ﹶﺃﻟِﻴ ٍﻢ )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ (34 : ﺸ ﺮ ﻫ ﻢ ِﺑ ﻌﺬﹶﺍ ٍ ﻳﻨ ِﻔﻘﹸﻮﻧﻬﺎ ِﻓﻲ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹶﻓﺒ d. Al-Haq
ﻉ ﺨ ﹶﻞ ﻭﺍﻟ ﺰ ﺭ ﺕ ﻭﺍﻟﻨ ﺕ ﻭ ﹶﻏﻴ ﺮ ﻣ ﻌﺮﻭﺷﺎ ٍ ﺕ ﻣ ﻌﺮﻭﺷﺎ ٍ ﺸﹶﺄ ﺟﻨﺎ ٍ ﻭﻫ ﻮ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﹶﺃﻧ ﺨﺘِﻠﻔﹰﺎ ﹸﺃ ﹸﻛﹸﻠ ﻪ ﻭﺍﻟ ﺰﻳﺘﻮ ﹶﻥ ﻭﺍﻟ ﺮﻣﺎ ﹶﻥ ﻣﺘﺸﺎِﺑﻬﺎ ﻭ ﹶﻏﻴ ﺮ ﻣﺘﺸﺎِﺑ ٍﻪ ﹸﻛﻠﹸﻮﺍ ِﻣ ﻦ ﹶﺛ ﻤ ِﺮ ِﻩ ِﺇﺫﹶﺍ ﻣ ﲔ ﺴ ِﺮِﻓ ﺤﺐ ﺍﹾﻟﻤ ﺴ ِﺮﻓﹸﻮﺍ ِﺇﻧ ﻪ ﻟﹶﺎ ﻳ ِ ﹶﺃﹾﺛ ﻤ ﺮ ﻭﺀَﺍﺗﻮﺍ ﺣﻘﱠﻪ ﻳ ﻮ ﻡ ﺣﺼﺎ ِﺩ ِﻩ ﻭﻟﹶﺎ ﺗ )ﺍﻻﻧﻌﺎﻡ (141 : Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 110 Allah berfirman :
ﺠﺪﻭ ﻩ ِﻋﻨ ﺪ ﺴﻜﹸ ﻢ ِﻣ ﻦ ﺧﻴ ٍﺮ ﺗ ِ ﺼﻠﹶﺎ ﹶﺓ ﻭﺀَﺍﺗﻮﺍ ﺍﻟ ﺰﻛﹶﺎ ﹶﺓ ﻭﻣﺎ ﺗ ﹶﻘﺪﻣﻮﺍ ِﻟﹶﺄﻧﻔﹸ ِ ﻭﹶﺃﻗِﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟ ﺼ ﲑ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ (110 : ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻪ ِﺑﻤﺎ ﺗ ﻌ ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺑ ِ Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 110).4 Dan juga dalam QS. Ar-Rum ayat 39 disebutkan : 4
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Asy-Syifa’, 1992), hlm. 30
21
ﺯﻛﹶﺎ ٍﺓ ﻦ ﻢ ِﻣ ﺘﻴﺗﺎ ﺀَﺍﻭﻣ ﺪ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﻨﻮ ِﻋﺮﺑ ﻳ ﺱ ﹶﻓﻠﹶﺎ ِ ﺎﺍ ِﻝ ﺍﻟﻨﻣﻮ ﻮ ﻓِﻲ ﹶﺃ ﺮﺑ ﻴﺎ ِﻟﻦ ِﺭﺑ ﻢ ِﻣ ﺘﻴﺗﺎ ﺀَﺍﻭﻣ (39 : ﻀ ِﻌﻔﹸﻮ ﹶﻥ )ﺍﻟﺮﻭﻡ ﻤ ﻢ ﺍﹾﻟ ﻫ ﻚ ﻪ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹶﻓﺄﹸﻭﹶﻟِﺌ ﺟ ﻭ ﻭ ﹶﻥﺮِﻳﺪﺗ Artinya : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksud untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian), itulah Orang-Orang yang melipatgandakan (pahalanya)”. (QS. Ar-Rum : 39).5 Ringkasnya istilah zakat digunakan untuk beberapa arti, namun yang berkembang dalam masyarakat, istilah zakat digunakan untuk sadaqah wajib dan kata shadaqah digunakan untuk shadaqah sunnah. Seseorang yang mengeluarkan zakat, berarti dia telah membersihkan diri, jiwa dan hartanya. Dia telah membersihkan jiwanya dari penyakit kikir (bakhil) dan membersihkan hartanya dari hak orang lain yang ada dalam hartanya itu. Orang yang berhak menerimanya pun akan bersih jiwanya dari penyakit dengki, iri hati terhadap orang yang mempunyai harta.6 Salah satu kemukjizatan Islam dan bukti bahwa ia merupakan agama dari Allah SWT serta eksistensinya sebagai risalah penutup yang abadi adalah bahwa sejak dulu Islam memberikan perhatian terhadap penyelesaian persoalan kemiskinan dan memberikan perlindungan terhadap fakir miskin, tanpa harus ada revolusi atau tuntutan secara personal atau komunal terhadap hak-hak mereka sendiri. Kewajiban zakat juga terdapat dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
5
ibid., hlm. 647. M. Ali Hasan, Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan (Masail Fiqhiyah II), Ed. Revisi. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. 4, hlm. 1. 6
22
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺃﺑﻮ ﻋﺎﺻﻢ ﺍﻟﻀﺤﺎﻙ ﺑﻦ ﳐﻠﺪ ﻋﻦ ﺯﻛﺮﻳﺎﺀ ﺑﻦ ﺇﺳﺤﺎﻕ ﻋﻦ ﳛﲕ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﺑﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﺻﻴﻔﻲ ﻋﻦ ﺃﰉ ﻣﻌﺒﺪ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ))ﺍﺩﻋﻬﻢ ﺇﱃ ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﷲ: ﺑﻌﺚ ﻣﻌﺎﺫﺍ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﺇﱃ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﻓﻘﺎﻝ ﻓﺈﻥ ﻫﻢ ﺃﻃﺎﻋﻮﺍ ﻟﺬﻟﻚ ﻓﺄﻋﻠﻤﻬﻢ ﺃﻥ ﺍﷲ ﺍﻓﺘﺮﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﲬﺲ،ﻭﺃﱏ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻓﺈﻥ ﻫﻢ ﺃﻃﺎﻋﻮﺍ ﻟﺬﻟﻚ ﻓﺄﻋﻠﻤﻬﻢ ﺃﻥ ﺍﷲ ﺍﻓﺘﺮﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ،ﺻﻠﻮﺍﺕ ﰱ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﻭﻟﻴﻠﺔ 7 ((ﺻﺪﻗﺔ ﰱ ﺃﻣﻮﺍﳍﻢ ﺗﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﺃﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻭﺗﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﻓﻘﺮﺍﺋﻬﻢ Artinya : Hadits dari Abu Ashim adh-Dhahak bin Mukhalad dari Zakariya bin Ishak dari Yahya bin Abdillah bin Shofiiy dari Abi Mu’bad dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Nabi SAW mengutus Mu’adz ke Yaman beliau bersabda : “Ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Jika mereka mentaati hal itu, maka ajarkanlah kepada mereka bahwasanya Allah telah memfardlukan kepada mereka shalat lima waktu dalam setiap sehari dan semalan. Jika mereka mentaati maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah memfardlukan atas mereka zakat di dalam harta mereka yang dipungut dari orang kaya mereka dan dikembalikan atas orangorang fakir miskin mereka”. B. Hikmah Dan Tujuan Zakat Kita semua mempunyai keyakinan, bahwa semua aturan-aturan yang datang dari Allah SWT sebagai pencipta mempunyai hikmah atau makna yang dalam yaitu manfaat yang bersifat rohaniyah. Para ahli telah banyak mengungkap rahasia dan hikmah yang terkandung dalam pensyari’atan zakat ini dengan redaksi yang bervariasi, namun tetap dalam makna yang sama. Diantara hikmah dimaksud adalah: 1. Menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri. 7
Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Al-Maghiroh Ibn Barzabatin Al-Bukhori Al-Ja’fiyy, Shohih Bukhori, (Bairut - Libanon : Daarul Kitab Al-Ilmiyyah, 1992), Juz I, hlm. 327.
23 2. Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yg sangat memerlukan bantuan. 3. Zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan batkhil Ia juga melatih seseorang mukmin untuk bersifat pemberi dan dermawan. 4. Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta yang telah dititipkan kepada seseorang.8 Zakat merupakan pertolongan bagi orang fakir dan miskin. Zakat bisa mendorong mereka untuk semangat dalam bekerja meraih kehidupan yang layak. Dengan tindakan ini masyarakat terlindungi dari penyakit kemiskinan, dan negara akan terpelihara dari penganiayaan dan kelemahan. Juga memberikan rambu-rambu bagi penguasa untuk menuju kebenaran dan kebaikan.9 Mereka tidak dilatih untuk menahan diri dari mengeluarkan zakat, tetapi dilatih untuk adil dalam menunaikan kewajiban sosial untuk mengangkat (kemakmuran) negara dengan memberikan harta kepada fakir miskin. Dan yang terpenting adalah mengajak manusia untuk mengabdi pada Allah SWT dan tidak menyekutukan. Tujuan zakat dalam Islam secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama, tujuan yang orientasinya adalah pada subyek yang menunaikan zakat. Artinya pengaruh positif dari penunaian zakat itu, jika ia
8
Wahbah al-Zuhayly, Al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu, terj. Agus Efendi dan Bahruddin Fannany, Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), Cet. I, hlm. 86-88. 9 Yusuf Qardhawi, Musykilat al-Faqr wa Kaifa ‘Alajaha, terj. A. Maimun Syamsuddin dan A. Wahid Hasan, Teologi Kemiskinan Doktrin Dasar dan Solusi Islam atas Problema Kemiskinan, Edisi Revisi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2002), Cet. I, hlm. 176.
24 memenuhi prinsip-prinsip yang dikemukakan sebelumnya, akan dialami dan dirasakan secara nyata oleh pemberi zakat. Kedua, tujuan yang berhubungan dengan penerima zakat yakni manfaat yang bisa diperoleh dan dinikmati oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan berkat menerima zakat. Tujuan kedua ini, lebih bercorak kemasyarakatan, dapat disebut dengan tujuan “kemaslahatan Umum”.10 Konsep pemerataan yang dimaksud disini ialah bahwa orang-orang miskin yang diperuntukkan bagi kepentingan kemaslahatan umum harus mendapatkan tunjangan dana yang mana tunjangan itu diperoleh dan ditarik dari orang-orang kaya dalam masyarakat. Secara sosiologis, menurut Qutb keengganan menunaikan zakat dikalangan orang-orang kaya akan bermuara pada kebencian manusia didunia, dan kerusakan masyarakat karena ulah yang tidak mau menafkahkan sebagian harta, yang selanjutnya terus pada fitnah, kedengkian dan kelemahan.11 Sedangkan dalam bukunya A. Rofiq menjelaskan bahwa tujuan dari adanya zakat adalah untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi dan juga merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya membangun kesejahteraan ummat.12 Dengan kata lain, salah satu prasyarat untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, stabil, dan harmonis ialah dengan melenyapkan atau sekurang-kurangnya menekan seminimal mungkin ketimpangan sosial10
Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, op.cit., hlm. 848. Sayyid Quthb, Al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fil-Islam, terj. Afif Mohammad, Keadilan Sosial dalam Islam, (Bandung : Pustaka, 1994), Cet. II, hlm. 111. 12 Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual : Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 297. 11
25 ekonomi dalam struktur kehidupan sosial. Zakat adalah bertujuan untuk merealisasikan gagasan tersebut, yakni gagasan pemerataan dan kesejahteraan sosial. C. Mustahiq Zakat 1. Dalil yang Menjelaskan Batasan-Batasan Mustahik Seperti sudah kita ketahui, kalau soal zakat itu dalam Qur’an disebutkan secara ringkas, maka secara khusus pula Qur’an telah memberikan perhatian dengan menenangkan kepada siapa zakat itu harus diberikan. Tidak diperkenankan para penguasa membagikan zakat menurut kehendak mereka sendiri, karena dikuasai nafsu atau karena adanya fanatik buta. Pada masa Rasulullah SAW, mereka yang serakah tak dapat menahan air liur melihat sedekah itu. Mereka mengharapkan mendapat percikan harta itu dari Rasulullah SAW, tetapi ternyata setelah mereka tidak diperhatikan oleh Rasulullah SAW, mulai mereka menggunjing dan menyerang kedudukan beliau sebagai Nabi.13 Kemudian turun ayat Qur’an menyingkap sifat-sifat mereka yang munafik dan serakah itu dengan menunjukkan
kepalsuan
mereka
itu
yang
hanya
mengutamakan
kepentingan pribadi, dan sekaligus ayat itu menerangkan kemana sasaran (masarif) zakat itu harus dikeluarkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S At-Taubah ayat : 59-60.14
13 14
Yusuf Qordlowi, Fiqh Zakat, op.cit., hlm. 507. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, op.cit., hlm. 643.
26
ﻀِﻠ ِﻪ ﻪ ﻣِﻦ ﹶﻓ ﺎ ﺍﻟﻠﹼﺆﺗِﻴﻨ ﻴﺳ ﻪ ﺎ ﺍﻟﻠﹼﺒﻨﺴ ﺣ ﻭﻗﹶﺎﻟﹸﻮﹾﺍ ﻪ ﻮﹸﻟﺭﺳ ﻭ ﻪ ﻢ ﺍﻟﻠﹼ ﻫ ﺎﺎ ﺁﺗﻮﹾﺍ ﻣ ﺿ ﺭ ﻢ ﻬ ﻧﻮ ﹶﺃ ﻭﹶﻟ ﲔ ِ ﺎ ِﻛﻤﺴ ﺍﹾﻟﺍﺀ ﻭﺕ ِﻟ ﹾﻠﻔﹸ ﹶﻘﺮ ﺪﻗﹶﺎ ﺼ ﺎ ﺍﻟﻧﻤ{ ِﺇ59} ﻮ ﹶﻥﺍ ِﻏﺒﺎ ِﺇﻟﹶﻰ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ﺭﻪ ِﺇﻧ ﻮﹸﻟﺭﺳ ﻭ ﺑ ِﻦﺍﺳﺒِﻴ ِﻞ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ﻭ ﻭﻓِﻲ ﲔ ﺎ ِﺭ ِﻣﺍﹾﻟﻐﺏ ﻭ ِ ﺮﻗﹶﺎ ﻭﻓِﻲ ﺍﻟ ﻢ ﻬ ﺑﺆﻟﱠ ﹶﻔ ِﺔ ﹸﻗﻠﹸﻮ ﺍﹾﻟﻤﺎ ﻭﻴﻬﻋﹶﻠ ﲔ ﺎ ِﻣِﻠﺍﹾﻟﻌﻭ (60) ﻢ ﺣﻜِﻴ ﻢ ﻋﻠِﻴ ﻪ ﺍﻟﻠﹼﻦ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ﻭ ﻣ ﻀ ﹰﺔ ﺴﺒِﻴ ِﻞ ﹶﻓﺮِﻳ ﺍﻟ Artinya : Dan diantara mereka ada orang yang mencelamu tentang pembagian sedekah-sedekah, jika mereka diberi sebagian dari padanya, mereka bersenang hati dan jika mereka tidak diberi sebagian dari padanya (maka) dengan serta merta mereka menjadi marah. Jika mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan rasulnya kepada mereka, dan berkata : “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberi kepada kami sebagian dari karunianya dan dengan demikian (pula) rasulnya, sesungguhnya adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka). Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.15 Maka dengan turunnya ayat tersebut harapan mereka itupun menjadi buyar, sasaran zakat menjadi jelas dan masing-masing mengetahui haknya yakni bahwa yang berhak menerima zakat ialah delapan asnaf. Diriwayatkan oleh al-jama’ah dari Ibn Abbas bahwasanya Nabi SAW pernah berkata kepada Mu’adz bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke Yaman.
15
Ibid. hlm. 353.
27
ﺃﻱ ﺍﻹﻗﺮﺍﺭ ﺑﻮﺟﻮﺏ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻓﺄﻋﻠﻤﻬﻢ ﺃﻥ ﺍﷲ.ﻓﺈﻥ ﻫﻢ ﺃﻃﺎﻋﻮﻙ ﻟﺬﺍﻟﻚ... 16 ...ﺍﻓﺘﺮﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺻﺪﻗﺔ ﺗﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﺃﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻓﺘﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﻓﻘﺮﺍﺋﻬﻢ Artinya : “…jika mereka menuruti perintahnya untuk itu ketetapan atas mereka untuk mengeluarkan zakat beritahukanlah kepada mereka bahwasanya Allah SWT mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan lagi kepada orang-orang fakir diantara mereka.17 Dalil ini menunjukkan bahwa zakat diambil oleh imam dari orangorang muslim yang kaya, kemudian dibagikan olehnya kepada orangorang fakir. 2. Kriteria Mustahik Zakat Dari urutan penerima zakat yang disebutkan dalam ayat 60 atTaubah,
penerima
zakat
dilihat
dari
penyebabnya
dan
dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu: a. KETIDAKMAMPUAN DAN KETIDAKBERDAYAAN KELOMPOK DAPAT
ATAU ORANG YANG MASUK DALAM KATEGORI INI
DIBEDAKAN
PADA
DUA
HAL,
KETIDAKMAMPUAN DI BIDANG EKONOMI.
KE
KESULITAN
KEPADA
MEREKA
EKONOMI
KETIDAKBERDAYAAN
SELAIN
YANG DALAM
RIQAB
MENIMPA WUJUD
PERTAMA,
DALAM KELOMPOK INI
MASUK FAKIR, MISKIN, GHARIM, DAN IBN SABIL. DIBERIKAN
:
YAITU
HARTA
UNTUK
ZAKAT
MENGATASI
MEREKA.
KETIDAKBEBASAN
KEDUA, DAN
KETERBELENGGUANNYA UNTUK MENDAPATKAN HAK ASASI MANUSIA, 16
Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Al-Maghiroh Ibn Barzabatin Al-Bukhori Al-Ja’fiyy, op.cit., hlm. 657. 17 Dr. Wahbah al-Zuhaili, op.cit., hlm. 277.
28 MAKA RIQAB DIBERIKAN UNTUK MEMBELI KEMERDEKAANNYA.
INI
BERARTI ZAKAT DIBERIKAN UNTUK MENGATASI KETIDAKBEBASAN DAN KETERBELENGGUAN KARENA
DALAM
MANUSIAWI,
MENDAPATKAN SEJARAHNYA,
DAPAT
DIGAULI
HAKNYA
SEBAGAI
MANUSIA.
BUDAK
DIPERLAKUKAN
TIDAK
TANPA
NIKAH
DAPAT
DAN
DIPERJUALBELIKAN.
b. Kemaslahatan Umum Umat Islam Mustahik bagian kedua ini mendapatkan dana zakat bukan karena ketidakmampuan finansial, tapi karena jasa dan tujuannya untuk kepentingan umum umat Islam. Yang masuk dalam kelompok ini adalah amil, muallaf dan fi sabilillah. Amil mendapatkan pendanaan dari harta zakat karena telah melakukan fungsi dan tugasnya sebagai pengelola dana umat. Muallaf mendapatkan pendanaan zakat karena memberi dukungan kepada umat Islam dan mengantisipasi umat Islam dari tindakan anarkis kelompok yang tidak menyenangi Islam dan umatnya. Untuk fi sabilillah, dana zakat diperuntukkan untuk pelaksanaan semua kegiatan yang bermuara pada kemaslahatan Islam pada umumnya. Pada kelompok ke dua ini, alasan pemberian dana zakat tidak dilihat dari keadaan finansial perorangan, tetapi pada jasa atau kegiatannya. Artinya meskipun dilihat dari perorangan yang terlibat di dalamnya tergolong orang yang mampu atau berkecukupan, maka amil dan muallaf tersebut mendapatkan dana zakat sebagai kompensasi dari jasanya. Sedangkan untuk fi sabilillah,
29 dana zakat dapat diberikan kepada kelompok, perorangan ataupun kegiatan-kegiatan untuk kemaslahatan umum umat manusia.18 3. Sasaran Zakat Menurut Para Ulama Seperti sudah disebutkan sasaran (masarif) zakat sudah ditentukan dalam surat Taubah (60), yaitu delapan golongan.
Namun dalam
pembagiannya, para ulama berbeda pendapat. Mazhab Syafi’i mengatakan “zakat wajib dikeluarkan kepada delapan kelompok manusia dengan alasan bahwa dalam Q.S. at-Taubah ayat 60 menisbatkan bahwa kepemilikan semua zakat oleh kelompok-kelompok itu dinyatakan dengan pemakaian huruf lam yang dipakai untuk menyatakan kepemilikan, kemudian masing-masing kelompok memiliki hak yang sama karena dihubungkan dengan huruf wawu (salah satu kata sandang yang berarti “dan”) yang menunjukkan kesamaan tindakan, oleh karena itu semua bentuk zakat adalah milik semua kelompok itu, dengan hak yang sama.19 Imam Nawawi telah berkata dalam al-Majmu’ : Imam Asy-Syafi’i dan ashabnya telah berpendapat, bahwa apabila yang membagikan zakat itu pemiliknya langsung atau wakilnya, maka hilanglah bagian untuk petugas, dan ia wajib membagikan zakat itu pada tujuh golongan yang lain, apabila semua ada, dan apabila tidak ada, maka wajib diberikan pada semua yang ada saja, tidak diperbolehkan membiarkan salah satu golongan
18
Masdar F. Mas’udi, dkk, Reinterprestasi Pendayagunaan ZIS (Menuju Efektifitas Pemanfaatan Zakat, Infaq Dan Sedekah), Jakarta : Piramedia, 2004, cet. 1., hlm. 19-20. 19 Ibid. hlm. 278.
30 yang ada, sehingga apabila ia melakukan, ia harus bertanggung jawab terhadap bagiannya itu.20 Adapun menurut jumhur (Hanafi, Maliki, dan Hambali) zakat boleh dibagikan hanya kepada suatu kelompok saja. Bahkan mazhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan pembayaran zakat kepada satu orang saja diantara delapan kelompok yang ada. Dan menurut mazhab Maliki, memberikan zakat kepada orang yang sangat memerlukan dibandingkan dengan kelompok yang lainnya merupakan sunat. Dalil mereka adalah bahwa sesungguhnya ayat tersebut menyatakan zakat tidak boleh dibagikan kepada selain 8 kelompok tersebut dan bila dibagikan kepada delapan kelompok yang ada untuk tindakan itu dianggap sangat baik.21 Adapun dalil yang menjelaskan bahwa zakat boleh diberikan hanya kepada satu orang diantara delapan kelompok tersebut ialah bahwa kelompok – kelompok dalam ayat tersebut disebut dengan menggunakan huruf alif dan lam (lam al-ta’rif) misalnya al-fuqara.
22
Oleh karena itu,
penyebutan dengan menggunakan lam al-ta’rif mengandung suatu kiasan (majaz), yang berarti jenis atau kelompok orang fakir, dan itu boleh terdiri atas satu orang saja sebab tidak mungkin zakat diberikan secara merata kepada semua orang fakir dan mencakup semua orang fakir.23
20 21
Ibid.hlm 279. Yusuf Qardhawi,.fikih zakat, op.cit hlm.664
22 23
Ibid.,.hlm 280.
31 24
Sehingga Imam Malik, Abu Hanifah dan golongannya telah
berbeda pendapat dengan imam asy-Syafi’i, mereka tidak diwajibkan pembagian zakat pada semua sasaran, mereka berkata : Sesungguhnya lam (li) pada ayat itu bukan lam tamlik, akan tetapi lamul ajli (lam menunjukkan karena sesuatu) seperti ucapan : kelana ini untuk kuda dan pintu ini untuk rumah.25 Mereka beralasan dengan firman Allah:
ﺮ ﻴﺧ ﻮ ﺍﺀ ﹶﻓﻬﺎ ﺍﹾﻟﻔﹸ ﹶﻘﺮﻮﻫﺆﺗ ﻭﺗ ﺎﺨﻔﹸﻮﻫ ﺗ ﻭﺇِﻥ ﻲ ﺎ ِﻫﺕ ﹶﻓِﻨ ِﻌﻤ ِ ﺪﻗﹶﺎ ﺼ ﻭﹾﺍ ﺍﻟﺒﺪﺗ ﺇِﻥ (271 : ﻢ…)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻟﱡ ﹸﻜ Artinya : “Jika kamu menampakan sedekah (mu) maka itu adalah baik sekali dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”.26 27
Kemudian mengenai besarnya zakat yang diberikan kepada
penerimanya, khususnya fakir miskin
para fuqaha berselisih pendapat.
Mazhab Syafi’i dan Hambali mengatakan,28 kita boleh memberikan zakat
kepada masing-masing fakir dan miskin sebesar keperluan yang dapat memenuhi semua hajatnya, atau sekedar memberikan sesuatu yang membuatnya dapat bekerja jika mereka masih kuat atau memberi barangbarang yang dapat diperdagangkan oleh mereka.
25 26
Ibid.., hlm. 665. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, op.cit., hlm. 63.
32 Abu Hanifah sangat tidak menghendaki jika satu orang diberi zakat sampai sebesar satu nisab zakat, tetapi dia membolehkan untuk diberi berapa saja asal dibawah nisab, sedangkan Malik berpendapat bahwa boleh saja satu orang diberi bagian sebesar satu nisab, berdasarkan ijtihad, karena sesungguhnya maksud zakat ialah agar orang-orang yang fakir bisa menjadi kaya. Sehingga imam Malik berpendapat hendaknya pemberian kepada satu orang tidak melebihi biaya yang cukup dipakai untuk satu tahun.29 Oleh karena itu, Allah secara tersendiri merumuskan sasaran-sasaran pembagian zakat yang terkenal dengan “mustahiq zakat” yaitu golongan orang-orang yang berhak menerima zakat. Keterangan tersebut tercantum dalam surat at-Taubah (9): 60). Ayat tersebut menunjukkan bahwa sasaran penerima zakat ada delapan golongan, pengertian secara jelas delapan golongan menurut ulama adalah sebagai berikut : a. FAKIR (AL-FUQARA’) AL-FUQARA’ BAGIAN ZAKAT.
MERUPAKAN ORANG PERTAMA YANG MENERIMA
SEBAGAIMANA
MENURUT
IMAM HANAFI
ORANG FAKIR
ADALAH ORANG YANG MEMPUNYAI HARTA KURANG DARI NISHAB, SEKALIPUN
DIA
SEHAT
DAN
MENURUT IMAMIYAH DAM
MEMPUNYAI
MALIKI
PEKERJAAN.
SEDANGKAN
BAHWA FAKIR ADALAH ORANG YANG
TIDAK MEMPUNYAI BEKAL UNTUK BERBELANJA DALAM SATU TAHUN DAN JUGA TIDAK MEMPUNYAI BEKAL UNTUK MENGHIDUPI KELUARGANYA. MENURUT
29
IMAM SYAFII
DAN
HAMBALI
DAN
BAHWA ORANG FAKIR ADALAH
Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, op.cit., hlm. 292.
33 ORANG YANG TIDAK MEMILIKI HARTA BENDA DAN PEKERJAAN YANG 30
MAMPU MENCUKUPI KEBUTUHAN SEHARI-HARI.
b. Miskin (al-Masakin) “Al-Masakin” adalah bentuk jama’ dari kata “al-Miskin”. Kelompok ini merupakan kelompok kedua sebagai penerima zakat. Orang miskin ialah orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Menurut mazhab Syafi’i dan Hambali, orang fakir lebih sengsara dibandingkan dengan orang miskin. Sedangkan mazhab Maliki dan Hanafi berpendapat sebaliknya.31 c. Amil Menurut Wahbah Al-Zuhayly, Al-Amil adalah orang-orang yang bekerja memungut zakat. Amil ini disyaratkan harus memiliki sifat kejujuran dan menguasai hukum zakat.32 Sedangkan menurut Qaradhawi, amilun adalah semua orang yang bekerja dalam perlengkapan administrasi urusan zakat, baik urusan pengumpulan, penyimpanan, pencatatan, perhitungan maupun yang mencatat keluar masuk surat.33 Perhatian al-Qur’an dengan nashnya yang tegas terhadap kelompok ini dan memasukkannya kedalam kelompok mustahiq yang delapan, setelah fakir dan miskin sebagai sasaran zakat pertama dan 30 Muhamamad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: PT. Lentera Basritama, cet. VII, 2001, hlm. 189-190 31 Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, op.cit., hlm. 512. lihat. Wahbah al-Zuhayly, Kajian Berbagai mazhab, alih bahasa Agus Efendi dan Bahruddin Fannany, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1995, Cet. I, hlm. 281. 32 Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai mazhab, op.cit., hlm. 282. 33 Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, op.cit., hlm. 545.
34 utama, menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada seseorang. Tetapi juga merupakan salah satu tugas dari tugas-tugas pemerintah untuk mengaturnya, dan memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Adapun bagian yang diberikan kepada para ‘amilun’ dikategorikan sebagai upah kerja yang dilakukannya. Amil masih diberi zakat meskipun dia termasuk orang kaya.34 d. Muallaf (Orang-Orang yang perlu diikat hatinya) Ialah mereka yang perlu ditarik simpatinya kepada Islam, atau mereka yang ingin dimantapkan hatinya didalam Islam. Juga mereka yang perlu dikhawatirkan berbuat jahat terhadap orang Islam dan mereka yang diharapkan akan membela orang Islam. ini
dapat
diberikan
kepada
35
Pada konteks sekarang muallaf
lembaga-lembaga
dakwah
yang
mengkhususkan garapannya untuk menyebarkan Islam didaerah-daerah terpencil dan lembaga-lembaga yang biasa melakukan training-training keislaman bagi orang yang baru masuk Islam.36 e. Riqab Secara harfiah Riqab artinya budak. Untuk masa sekarang manusia dengan status budak belian sudah tidak banyak lagi ditemukan atau bahkan sudah tidak ada. Akan tetapi jika menengok lebih dalam lagi, arti riqab secara jelas menunjukan bahwa pada gugus manusia yang tertindas 34
Ibid., hlm.556. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Riski Putra, cet. III. 1999, hlm. 179 36 Didin Hafidhudin , Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press. Cet. II, 2002, hlm. 135 35
35 dan tereksploitasi oleh manusia lain baik secara personal maupun struktural. Persoalan pokok yang dihadapi riqab adalah bagaimana seseorang atau masyarakat dalam konteks kolektif bisa mengatur, memilih, dan menentukan arah dan cara hidup mereka sendiri secara merdeka. Dalam konteks individual dana itu ditasharuf-kan untuk seperti; mengentaskan buruh-buruh rendahan dan buruh kasar dari belenggu majikan yang menjeratnya. Sementara dalam bentuk struktural bisa berarti dana untuk proses penyadaran dan pembebasan masyarakat tertindas berkaitan dengan hak-hak dasar mereka sebagai manusia baik dalam dimensi individual maupun sosialnya.37 e. GARIMIN MENURUT MAZHAB ABU HANIFAH, GHARIM ADALAH ORANG YANG MEMPUNYAI UTANG, DAN DIA TIDAK MEMILIKI BAGIAN YANG LEBIH DARI HUTANGNYA.
SEDANGKAN MENURUT IMAM MALIK, SYAFII DAN AHMAD, BAHWA ORANG YANG MEMPUNYAI HUTANG TERBAGI KEPADA DUA GOLONGAN, MASING-MASING MEMPUNYAI HUKUMNYA SENDIRI. PERTAMA, ORANG YANG MEMPUNYAI HUTANG UNTUK DIRINYA,
SEPERTI
UNTUK NAFKAH, MEMBELI 38
PAKAIAN, MELAKSANAKAN PERKAWINAN DAN LAIN-LAIN. YANG
KEDUA
YAITU
ORANG
KEMASLAHATAN MASYARAKAT. 37
YANG
MEMPUNYAI
MISALNYA
SEDANGKAN
HUTANG
UNTUK
UNTUK MENDAMAIKAN DUA
Masdar F Mas’udi Menggagas Ulang Zakat Sebagai Etika Pajak Dan Belanja Negara Untuk Rakyat, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2005, hlm. 122 38 Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, Op Cit, HLM. 594.
36 ORANG YANG BERSENGKETA UNTUK MEMPEREBUTKAN HARTA, KEMUDIAN 39
ADA ORANG YANG RELA MENGGANTI HARTA YANG DISENGKETAKAN ITU.
f. Sabilillah Arti Sabilillah adalah jalan yang menyampaikan kepada keridloan Allah baik berupa ilmu maupun amal. Yang tujuannya untuk meningkatkan atau meninggikan syiar Islam, seperti membela atau mempertahankan agama, mendirikan tempat ibadah, pendidikan dan rumah sakit. Sedangkan Ibnu Hajar berpendapat bahwa sabilillah itu artinya jalan yang menyampaikan seseorang kepada ridha Allah SWT. Kemudian kata ini sering dipergunakan untuk jihad. Karena ia merupakan sebab yang jelas akan menyampaikan seseorang kepada Allah.40 Adapun sesuai dengan kesepakatan dari mazhab empat, tidak memperbolehkan menyerahkan zakat demi kepentingan dan kemaslahatan bersama, seperti mendirikan masjid-masjid dan sekolah-sekolah. Karena dana untuk hal tersebut diambilkan dari harta pajak/upeti.41 Sedangkan menurut mazhab Imamiah Ja’fari bahwa mendirikan masjid-masjid maupun sekolahsekolah masuk pada pengertian sabilillah.42 g. IBNU SABIL PARA
FUQAHA SELAMA INI MENGARTIKAN IBNU SABIL DENGAN
MUSAFIR YANG KEHABISAN BEKAL, SEDANGKAN MENURUT 39
MASDAR F
IBID., HLM. 604. Ibid., hlm. 614. 41 Ibid., hlm. 618 42 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh al-Imam Ja’far al-Shadiq : ‘Ardh wa Istidlal terj: samsuri rifai, et.al. fiqh imam jafar shadiq, jakarta : PT. Lentera basritama, 1999, hlm. 346 40
37 MAS’UDI
BAHWA DALAM KONTEKS SEKARANG IBNU SABIL MERUPAKAN
PARA PENGUNGSI AKIBAT KORBAN BENCANA ALAM MAUPUN ALASAN 43
LINGKUNGAN.
BERTITIK
TOLAK DARI AYAT
60
SURAT AT-TAUBAH SEBAGAIMANA
TELAH DISEBUTKAN DIATAS, JELAS HANYA DELAPAN KELOMPOK ITULAH YANG BERHAK MENERIMA BAGIAN ZAKAT YANG DALAM ISTILAH HUKUM DISEBUT ‘ASNAF SAMANIYAH’ ATAU KELOMPOK DELAPAN.
KETENTUAN
ISLAM YANG
TEGAS DAN KUAT INI MENJADI PEGANGAN DIDALAM PENDISTRIBUSIAN ZAKAT.
NAMUN
DEMIKIAN, BERDASARKAN KEMASLAHATAN UMAT, KEBUTUHAN-
KEBUTUHAN YANG SANGAT MENDESAK DALAM MASYARAKAT TIDAK DAPAT DIABAIKAN.
OLEH
PENERIMA
ZAKAT
KARENA ITU, ZAKAT DAPAT DIBERIKAN KEPADA KELOMPOK YANG
LEBIH
MENDESAK
KEBUTUHANNYA
KELOMPOK LAIN YANG KURANG MENDESAK KEBUTUHANNYA.
DARIPADA
PENGERTIAN
INILAH YANG LEBIH TEPAT DAN LEBIH DEKAT DENGAN HAKEKAT DAN TUJUAN ZAKAT
TERSEBUT,
DIANTARANYA
ADALAH
UNTUK
MEMBINA
DAN
MENGEMBANGKAN STABILITAS SOSIAL, DAN SALAH SATU JALAN MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL.
NAMUN
YANG PATUT DIINGAT HENDAKNYA KELOMPOK
FAKIR MISKIN HARUS LEBIH DIUTAMAKAN SEBAGAI KELOMPOK PENERIMA ZAKAT, KARENA MEMBERIKAN KEPADA MEREKA MERUPAKAN TUJUAN UTAMA DARI ZAKAT.
43
Masdar F Mas’udi op cit. hlm. 128