BAB II HUKUM ZAKAT DALAM ISLAM
A. Definisi Zakat Dan Dalil Hukumnya 1. Pengertian zakat Di tinjau dari segi bahasa menurut lisan orang Arab, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji, yang semua arti ini digunakan dalam menerjemahkan Al-Quran dan Hadis. Zakat juga bisa diartikan sebagai nama, ( kesuburan), thaharah( kesucian ), barakah ( keberkatan ).1 Selain itu zakat mempunyai arti tumbuh ( nuwuw ) dan bertambah ( ziyadah ).2 Dari segi istilah fiqih, zakat berarti “ sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang – orang yang berhak menerimanya, di samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.”3 Menurut terminologi syari’at ( istilah ), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu pula yang diwajibkan oleh Allah untuk di keluarkan dan diberikan kepada orang – orang yang berhak menerimanya. Sedangkan makna zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat
1
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. III, 1999, hlm 3 2 Wahbah al Zuhaily, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, Bandung: Remaja Rosda Karya 3 Dr. Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, terj. Didin Hafidhuddin dan Hasandi, Cet. 5, Bandung: Mizan, 1999, hlm 34
12
13
kepada
orang-orang
tertentu
dengan
syarat-syarat
tertentu
pula.4
Perumusan tersebut senada dengan pasal 1 ayat ( 2 ) Undang – Undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yaitu : zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim sesuai dengan
ketentuan
agama
untuk
diberikan
kepada
yang
berhak
menerimanya. Dari definisi tersebut di atas jelaslah bahwa zakat menurut terminologi fuqoha’ dan pakar tersebut diatas, disebutkan sebagai penunaian, yakni penunaian hak yang wajib yang terdapat dalam harta. Hubungan antara makna bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang telah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Dalam penggunaannya selain untuk kekayaan tumbuh dan suci di sifatkan untuk jiwa orang yang menunaikan zakat. Maksudnya zakat itu untuk mensucikan orang yang telah mengeluarkannya dan menumbuhkan pahalanya ( Q.S At-Taubah : 103 dan Ar-Rum : 39 ). Oleh karena itu jika pengertian zakat dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam harta yang dizakati akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah, ( membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan bagi yang punya ). Selain perkataan zakat ada istilah lain yang berkenaan dengan membelanjakan harta kekayaan yang dimiliki seseorang yaitu shadaqah. 4
hlm 39.
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1998,
14
Walaupun tujuan zakat dan shadaqah sama namun kedua istilah ini berbeda jika dipandang dari segi hukum. Oleh karena itu orang mempergunakan istilah sedekah wajib untuk zakat dan sedekah sunnah untuk shadaqah biasa. Zakat dinamakan shadaqah karena tindakan itu akan menunjukkan kebenaran ( shidq ) seorang hamba Allah dalam beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah SWT.5 Istilah lain yang sering digunakan dalam hal membelanjakan harta adalah infaq. Di tinjau dari definisi, infaq adalah “mengeluarkan atau mengorbankan sejumlah materi tertentu bagi orang –orang yang membutuhkan”.6 Dengan demikian infaq terlepas dari ketentuan ataupun besarnya ukuran, tetapi tergantung kerelaan masing – masing. sehingga kewajiban memberikan infaq, tidak hanya ditujukan kepada mereka yang kaya saja. Tetapi juga ditujukan kepada siapapun yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan sehari – harinya. Dari uraian diatas tentang perbedaan antara konsep zakat, infaq, shadaqah di tinjau dari segi hukum dan ketentuannya, jelas bahwa zakat hanya diwajibkan bagi orang – orang kaya yang sudah memiliki tingkat kekayaan tertentu. Sedangkan infaq dan shadaqah bisa dilakukan siapa saja tergantung keikhlasan dan tingkat keimanan seseorang. 2. Dalil Zakat Surat At- Taubah adalah salah satu surat dalam Al-Quran yang menumpahkan perhatian besar pada masalah zakat. Demikian juga ayat 5
Muhammad, Zakat Profesi…, op.cit., hlm 11. Salman Harun, Mutiara Al-Quran: Aktrasisasi dan Pesan al-Quran dalam Kehidupan, Jakarta: Logos, 1999, hlm 58. 6
15
ayat yang turun di Madinah menegaskan zakat itu wajib, dalam bentuk perintah yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas. Hukum wajib zakat tersebut dapat kita lihat pada beberapa firman Allah SWT sebagai berikut :
ُﺠﺪُﻭْﻩ ِ ﺴﻜﹸ ْﻢ ِﻣ ْﻦ َﺧْﻴ ٍﺮ َﺗ ِ ﻼ ﹶﺓ ﻭﹶﺍﺗُﻮﺍ ﺍﻟ ﱠﺰﻛﹶﺎ ﹶﺓ ﻗﻠﻰ َﻭﻣَﺎ ُﺗ ﹶﻘ ِّﺪ ُﻣﻮْﺍ َِﻻْﻧﻔﹸ ﺼﹶ َﻭﹶﺍِﻗْﻴ ُﻤﻮﺍ ﺍﻟ ﱠ ﺼْﻴ ٌﺮ ِ ﷲ ﻗﻠﻰ ِﺍ ﱠﻥ ﺍﷲ َﺑِﻤَﺎ َﺗﻌْ َﻤﻠﹸﻮْ ﹶﻥ َﺑ ِ ِﻋْﻨ َﺪ ﺍ Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat dan kebaikan apapun yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapatkan pahala di sisi Allah, Sesungguhnya Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan ( Q.S Al – Baqarah /2 : 110 )
ﺼﻠﹶﻮ ﹶﺓ َﻭﹶﺍﺗُﻮﺍ ﺍﻟ ﱠﺰﻛﹶﻮ ﹶﺓ ﹶﻓِﺎ ْﺧﻮَﺍُﻧ ﹸﻜ ْﻢ ﻓِﻲ ﺍﻟ ِّﺪْﻳ ِﻦ ﹶﻓِﺎ ﹾﻥ َﺗﺎُﺑﻮْﺍ َﻭﹶﺍﻗﹶﺎﻣُﻮﺍ ﺍﻟ ﱠ Artinya: Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka ( mereka itu ) adalah saudara – saudaramu seagama ( At- Taubah /9 : 11 )
َﻭ َﻭْﻳ ﹲﻞ ﻟِّﻠﹾﻤُﺸْ ِﺮ ِﻛﻴْ َﻦ ﺍﻟﱠ ِﺬْﻳ َﻦ ﻻ َُﻳ ْﺆُﺗ ْﻮ ﹶﻥ ﺍﻟ ﱠﺰﻛﹶﻮ ﹶﺓ َﻭ ُﻫ ْﻢ ﺑِﺎ ْ ﹶﻻ ِﺧ َﺮ ِﺓ ُﻫ ْﻢ ﹶﻛ ِﻔﺮُﻭْ ﹶﻥ Artinya: Dan kecelakaanlah besar bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya ( yaitu ) orang – orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya kehidupan akhirat ( Q.S Fushshilat : 6-7 )
ﺤ ُﺮ ْﻭ ِم ْ َﻭِﻓ ْﻰ ﹶﺍ ْﻣﻮَﺍِﻟ ِﻬ ْﻢ َﺣ ﱡﻖ ِﻟّﻠﺴﱠﺎِﺋ ِﻞ َﻭ ﺍﹾﻟ َﻤ Artinya : Didalam harta kekayaan seseorang terdapat hak orang yang meminta – minta dan hak orang ( miskin ) yang diam ( saja ) (Q.S Adz- Dzariyat / 51 : 19 )
ﺴ ِﻜْﻴ َﻦ ﻭَﺍﹾﻟﻌَﺎ ِﻣِﻠْﻴ َﻦ َﻋﹶﻠْﻴﻬَﺎ َﻭ ﺍﹾﻟﻤُ َﺆﻟﱠ ﹶﻔ ِﺔ ﹸﻗﹸﻠ ْﻮُﺑ ُﻬ ْﻢ َ ﺼ َﺪﹶﻗﺖُ ِﻟ ﹾﻠ ﹸﻔ ﹶﻘﺮَﺍ ِﺀ َﻭﺍﹾﻟ َﻤ ِﺍﱠﻧﻤَﺎ ﺍﻟ ﱠ ِ ﻀ ﹰﺔ ِّﻣ َﻦ ﺍﷲ َ ﺴِﺒْﻴ ِﻞ ﹶﻓ ِﺮْﻳ ﺏ َﻭﺍﹾﻟﻐَﺎ ِﺭ ِﻣْﻴ َﻦ َﻭﻓِﻰ َﺳِﺒْﻴ ِﻞ ﺍﷲ ِﻭَﺍْﺑ ِﻦ ﺍﻟ ﱠ ِ َﻭﻓِﻰ ﺍﻟ ِّﺮﹶﻗﺎ ﻭَﺍﷲ ُﻋَﻠِﻴ ْﻢٌ َﺣ ِﻜْﻴ ٌﻢ
16
Artinya ; Sesungguhnya zakat – zakat itu untuk orang – orang fakir, orang- orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang – orang berhutang untuk Allah dan orang – orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan Allah dan Alah maha mengetahui dan Allah maha bijaksana ( Q.S At-Taubah /9 : 60 )
ﺻ َﺪﹶﻗ ﹰﺔ ُﺗ ﹶﻄ ِّﻬ ُﺮ ُﻫ ْﻢ َﻭُﺗ َﺰ ِّﻛْﻴ ِﻬ ْﻢ َ ُﺧ ﹾﺬ ِﻣ ْﻦ ﹶﺍ ْﻣﻮَﺍِﻟ ِﻬ ْﻢ Artinya: Ambillah zakat dari harta benda mereka, yang akan membersihkan dan menyucikan mereka (Q.S At-Taubah /9 : 103) Dari sebagian ayat- ayat di atas, diterangkan dengan jelas tentang perintah wajib zakat termasuk orang–orang yang berhak menerimanya. Kepada mereka yang memenuhi kewajiban ini dijanjikan Allah pahala yang berlimpah dunia akhirat. Sebaliknya bagi mereka yang mengingkari atau menolak membayarnya akan diancam dengan hukuman yang keras. Zakat ditunjukkan sebagai pernyataan yang jelas akan kebenaran dan kesucian iman serta pembeda antara muslim dan kafir. Iman tidak boleh hanya sekedar kata–kata melainkan harus diwujudkan dengan pengamalan atau perbuatan yang mencerminkan keimanan itu sendiri. Selain disebutkan dalam ayat–ayat al-Quran, zakat banyak dicontohkan oleh sunnah Rasulullah SAW, yang diungkapkan dalam kitab-kitab Hadits. Karena secara koheren, sunnah adalah sumber utama kedua dalam Islam yang menguatkan Al Quran dengan cara mengupas semua sisi kewajiban islam yang pokok ini, yaitu zakat serta aturan dan ruhnya. Berikut beberapa Hadits tentang zakat :
17
Hadis riwayat Muttafaqun ‘Alaih7 dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda :
ﺤ ﱠﻤﺪًﺍ َﺭﺳُ ْﻮﻝﹸ َ ﷲ َﻭﹶﺍﻥﱠ ُﻣ َ َﺷﻬَﺎ َﺩﺓﹸ ﹶﺍ ﹾﻥ ِﹶﻻﺍﹶﻟ َﻪ ِﺍ ﱠﻻ ﺍ: ﺲ ٍ ﻼﻡُ َﻋﻠﹶﻰ َﺧ ْﻤ ُﺑِﻨ َﻲ ﹾﺍ ِﻻ ْﺳ ﹶ ﺖ ِﻟ َﻤ ِﻦ ِ ﺻ ْﻮ ِﻡ َﺭ َﻣﻀَﺎ ﹶﻥ َﻭ ِﺣ ﱡﺞ ﺍﹾﻟَﺒْﻴ َ ﻼ ﹶﺓ َﻭِﺍْﻳﺘَﺎ َﺀ ﺍﻟ ﱠﺰﻛﹶﺎ ﹶﺓ َﻭ ﺼﹶ ﷲ َﻭِﺍﹶﻗﺎ َﻡ ﺍﻟ ﱠ ِﺍ ﻼ ﻉ ِﺍﹶﻟْﻴ ِﻪ َﺳِﺒْﻴ ﹰ َ ﺍ ْﺳَﺘ ﹶﻄﺎ “Islam didirikan atas lima dasar : mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan ramadhan, dan berhaji bagi siapa saja yang mampu” ( Hadis Muttafaq Alaihi) Hadis yang di riwayatkan oleh Thabrani8
dari Ali K.W
Rasulullah SAW bersabda :
ُﺴﻊ َ ﻯ َﻳ ْ ﺽ َﻋﻠﹶﻰ ﹶﺍ ﹾﻏِﻨﻴَﺎ ِﺀ ﺍﻟﹾﻤُﺴِْﻠ ِﻤﻴْ َﻦ ﻓِﻰ ﹶﺍ ْﻣﻮَﺍِﻟ ِﻬ ْﻢ ِﺑ ﹶﻘ ْﺪ ِﺭ ﺍﱠﻟ ِﺬ َ ِﺍ ﱠﻥ ﺍﷲ َﹶﻓ َﺮ ُﺼَﻨﻊ ْ ﺠ َﻬ َﺪ ﺍﹾﻟ ﹸﻔ ﹶﻘﺮَﺍ ُﺀ ِﺍﺫﹶﺍ ﺟَﺎﻋُﻮْﺍ ﹶﺍ ْﻭ ُﻋ ُﺮﻭْﺍ ِﺍﻻﱠ ِﺑﻤَﺎ َﻳ ْ ﹸﻓ ﹶﻘﺮَﺍِﺋ ِﻬ ْﻢ َﻭﹶﻟ ْﻦ َﻳ ﹶﺍ ﹾﻏِﻨﻴَﺎ ُﺅ ُﻫ ْﻢ َﻭِﺍﻥﱠ ﺍﷲ َُﻳﺤَﺎ ِﺳْﺒ ُﻬ ْﻢ ِﺣﺴَﺎﺑًﺎ َﺷ ِﺪْﻳﺪًﺍ َﻭﻳُ َﻌ ِّﺬْﺑ ُﻬ ْﻢ َﻋﺬﹶﺍﺑًﺎ ﹶﺍِﻟْﻴﻤًﺎ “Allah mewajibkan zakat pada harta orang – orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat melupangi orang – orang miskin diantara mereka. Fakir miskin itu tidaklah akan menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang. Kecuali karena perbuatan orang kaya, ingatlah Allah akan mengadili mereka nanti secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih” Hadis yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim9 dari Abu Hurairah R.A rasulullah SAW bersabda :
7
Abi Isa Muhammad bin Isa, Al Jami al Shahih Sunanal Tirmidzi, Juz V, Beirut : Dar Al Kutub al Ilmiah, 1987, hal 7 8 Imam Zaki Addin bin Abdi Qowi Al Mundhiri, At Targhib Wat Tarhib, I, Beirut : Dar Al Kutub al Ilmiah, 1996, hal 538 9 Abi Abdillah M bin Ismail, Shahih Bukhori, Beirut : Dar Khutub Al Ilmiah, 1996, hal 430
18
ﻉ ﹶﻟ ُﻪ َ ﺠﺎﻋًﺎ ﹶﺍ ﹾﻗ َﺮ َ ﷲ َﻣﺎ ﹰﻻ ﹶﻓﹶﻠ ْﻢ ُﻳ َﺆ ﱢﺩ َﺯﻛﹶﺎ َﺗ ُﻪ ُﻣﹶﺜ ﹶﻞ ﹶﻟ ُﻪ َﻳ ْﻮ َﻡ ﺍﹾﻟ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ ُﺷ ُ َﻣ ْﻦ ﹶﺍَﺗﺎ ُﻩ ﺍ َﺯِﺑْﻴَﺒﺘَﺎ ِﻥ ُﻳ ﹶﻄﻮﱠﹸﻗ ُﻪ َﻳ ْﻮ َﻡ ﺍﹾﻟ ِﻘﻴَﺎ َﻣ ِﺔ ﹸﺛ ﱠﻢ َﻳ ﹾﺄﺧُﺬﹸ ِﺑِﻠ ْﻬ ِﺰ َﻣِﺘْﻴ ِﻪ ﻳَﻌْﻨِﻰ ِﺷ ْﺪﹶﻗْﻴ ِﻪ ﹸﺛﻢﱠ َﻳﻘﹸ ْﻮﻝﹸ ﺍﹶﻧَﺎ ﺨﻠﹸﻮْ ﹶﻥ… ﹾﺍ ﹶﻻﻳَﺔ()ﺍﻝ َ ْﺴَﺒ ﱠﻦ ﺍﱠﻟ ِﺬْﻳ َﻦ َﻳﺒ َﺤ ْ ﺍﹶﻧَﺎ ﹶﻛْﺘﺮُ َﻙ ﹸﺛﻢﱠ ﺗَﻼ َ) َﻭ ﹶﻻ َﻳ,ﻚ َ ﻣَﺎﻟﹸ (ﻋﻤﺮﺍﻥ “Barang siapa yang diberi Allah harta tetapi tidak melakukan zakatnya, maka harta itu akan dirupakan pada hari kiamat sebagai seekor ular jantan yang amat berbisa dengan kedua matanya yang dikelilingi warna hitam kelam lalu dikalungkan ke lehernya, maka ular itu memegang rahangnya dan mengatakan kepadanya saya ini adalah simpananmu, harta kekayaanmu ! Kemudian Rasulullah membaca ayat yang artinya: janganlah orang-orang yang kikir menyangka bahwa …… dan seterusnya” Hadits riwayat Imam Bukhari 10dari Ibnu Abbas, ketika Nabi Saw mengutus Muadz bin Jabal beliau bersabda:
ﺻ َﺪﹶﻗ ﹰﺔ ِﻓ ْﻰ ﹶﺍ ْﻣﻮَﺍِﻟ ِﻬ ْﻢ ﺗُ ْﺆ َﺧﺬﹸ ِﻣ ْﻦ ﺍ ﹶﻏْﻨِﻴﹶﺎِﺋ ِﻬ ْﻢ َ ﺽ َﻋﹶﻠْﻴ ِﻬ ْﻢ َ ﷲ ﺍ ﹾﻓَﺘ َﺮ َ ﹶﻓﹶﺎ ْﻋِﻠ ْﻤ ُﻬ ْﻢ ﹶﺍﻥﱠ ﺍ َﻭﺗُ َﺮﺩﱡ َﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﹸﻔ ﹶﻘﺮَﺍِﺋ ِﻬ ْﻢ Beritahunkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan pemungutan zakat dari orang-orang berada dikalangan mereka untuk di berikan kepada oarng –orang miskin dari kalangan mereka juga.” Hadits di atas menjelaskan tentang pentingnya zakat serta hikmahnya dalam Islam memperkuat nash yang sudah ada dalam Al-Quran. Dari dalil – dalil yang di kemukakan diatas, cukup kiranya untuk menjadi dasar dan menjelaskan tentang wajibnya zakat kepada umat Islam. Sehingga tidak memerlukan ijtihad lagi ataupun menjadi perdebatan lagi dikalangan ulama’ tentang hukum wajib zakat.
10
Abi Abdillah M Bin Ismail, Shohih Bukhori, Juz I, Indonesia : Maktabah Dahlan, 1996, hal 539.
19
B. Kedudukan Zakat Dalam Islam 1. Zakat Dalam Perspektif Ibadah Di atas telah di terangkan bahwa zakat adalah rukun Islam terpenting setelah syahadat dan shalat, serta merupakan pilar berdirinya bangunan Islam. Allah telah menetapkan hukumnya adalah wajib baik dengan kitab-Nya maupun dengan sunnah rasul-Nya,serta ijma’ dari ummatnya. Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan syawal tahun kedua hijriyyah setelah kewajiban puasa dan zakat fitrah. Zakat yang dimaksudkan disini adalah kekayaan yaitu zakat yang sudah ditentukan nishab dan besarnya. Kewajiban ini dimaksudkan untuk membina masyarakat muslim, yaitu sebagai bukti solidaritas sosial, dalam arti bahwa hanya orang kaya yang berzakat yang patut dalam barisan kaum beriman. Didalam Al-Quran maupun hadis kewajiban shalat dan zakat selalu disebutkan bersama–sama. Hal ini menunjukkan begitu eratnya kaitan antar keduanya serta tidak sempurnanya keIslaman seseorang tanpa melaksanakan keduanya dengan sempurna. Orang yang menegakkan shalat berarti menegakkan agama dan orang yang meninggalkannya berarti merobohkan agama. Sedang zakat adalah asset besar ( qintharah ) Islam. Orang yang peduli dengannya, ia akan selamat dan yang mengabaikannnya akan celaka. Al-Quran telah menjadikan “menunaikan zakat” sebagai bagian dari sifat mu’minun ( orang yang beriman ) dan muhsinun ( orang yang
20
berbuat baik ) abrar ( luhur ) dan muttaqun ( taqwa ). sebaliknya Al-Quran menjadikan “ mencegah dari mengeluarkan zakat “ sebagai karakter spesifik orang – orang musrik dan munafiq. Zakat merupakan tanda iman dan bukti keIslaman. sebagai mana dalam Hadis shahih : ash- ashadaqah burhan (zakat adalah bukti) ia merupakan penengah yang mampu memisahkan antara Islam dan kafir, antara iman dan kemunafikan, antara taqwa dan kejahatan.11 Agama
Islam
dan
berbagai
kelebihan
yang
dimilikinya
membuktikan bahwa ia benar–benar berasal dari sisi Allah dan merupakan Risalah Rabbaniyyah terakhir yang abadi. Hal ini terlihat dari perhatian Islam yang sangat besar dengan berusaha menyelesaikan masalah kemiskinan dan mengayomi kaum papa tanpa harus ada revolusi atau gerakan menuntut hak-hak kaum miskin. Perhatian Islam terhadap kaum miskin tidak bersifat sesaat tetapi prinsipil. Maka tidaklah mengherankan kalau zakat yang disyariatkan Allah sebagai jaminan hak fakir miskin dalam harta suatu masyarkat dan negara, merupakan pilar pokok Islam ketiga, salah satu tiang dan syiarnya yang agung. Di samping itu ahli fiqih memperkarakan zakat, masalah zakat sebagai saudara kandung dari sholat di dalam ibadah. 2. Zakat Dalam Perspektif Sosial Ekonomi Pensyariatan zakat di dalam Islam menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah–masalah kemasyarakatan terutama nasib 11
Prof. Dr. Yusuf Qardhawi, Musykilatul Faqr wa Kaifa ‘Alajaha al-Islam, terj. A. Maimun Syamsudin, dkk, hlm 141
21
mereka yang lemah. Sehingga mendekatkan hubungan kasih sayang antar sesama manusia dalam mewujudkan kata–kata bahwa Islam adalah Islam itu bersaudara, saling membantu dan
tolong menolong, yang kuat
menolong yang lemah, yang kaya membantu yang miskin. Begitu pula kalau kita membaca ayat Allah (Al Quran 9 : 60) yang berbunyi : Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang–orang fakir, orangorang miskin, pengurus zakat,
para muallaf yang dibujuk hatinya,
memerdekakan budak, orang–orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang–orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Maka jelas bagi kita bahwa zakat mencakup aspek sosial ekonomi yang sangat luas. Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan suatu tindakan pemindahan harta kekayaan dari golongan kaya kepada golongan miskin. Transfer kekayaan berarti juga transfer sumber-sumber ekonomi. Umpamanya saja seseorang yang menerima zakat bisa menggunakannya untuk konsumsi dan produksi. Dengan demikian zakat meskipun pada dasarnya merupakan ibadah kepada Allah, ia juga mempunyai arti ekonomi. Sebagaimana diketahui, ajaran Islam menerapkan zakat dan melarang bunga. Zakat dikenakan atas pendapatan dan harta yang telah memenuhi syarat, sedangkan bunga dalam tingkat berapapun dan untuk tujuan apapun dilarang. Penerapan zakat di satu sisi dan pelarangan bunga
22
disisi lain akan memliki dampak yang penting bagi alokasi anggaran dalam konsumsi total dan tabungan dari seorang konsumen. Dampak pengenaan zakat terhadap konsumen (muzakki) antara lain yaitu : a. Pada masing-masing tingkat anggaran, zakat akan mendorong konsumen
(muzakki)
untuk
meningkatkan
rasio
tabungannya.
Peningkatan rasio tabungan ini dilakukan karena konsumen ingin mempertahankan tingkat kekayaannya dari penurunan nilai akibat pengenaan zakat, sebab zakat dikenakan atas kekayaan bersih (net wealth) yang menganggur (idle) serta pendapatan. Peningkatan rasio tabungan karena pengenaan zakat ini disebut saving effect. b. Zakat tidak saja akan mendorong konsumen (muzakki) untuk meningkatkan rasio tabungannya, tetapi zakat juga bisa mendorong konsumen untuk memanfaatkan tabungannya untuk kegiatan ekonomi produktif atau investasi. Jadi dengan adanya zakat, maka akan terdapat kaitan yang erat antara peningkatan tabungan dan investasi sekaligus. c. Adanya zakat akan meningkatkan pendapatan yang siap dibelanjakan dari para penerima zakat (Mustahiq) sehinga akhirnya juga akan meningkatkan konsumsi total, bahkan tabungan mereka. Jadi, zakat zakat merupakan sebuah mekanisme redistribusi kekayaan yang efektif. Hal ini berarti bahwa zakat akan meningkatkan rasio tabungan masyarakat secara keseluruhan. d. Pelarangan terhadah bunga akan menyebabkan hilangnya pendapatan bunga, sehingga menurunkan pendapatan total. Namun hilangnya
23
pendapatan bunga dalam jangka waktu panjang justru akan meningkatkan pendapatan, sebab konsumen harus meningkatkan rasio tabungannya sekaligus investasi.12 Adapun keuntungan sosial yang bisa diperoleh dari zakat, menurut M.A.
Mannan13 adalah : Zakat dapat memperbaiki pola konsumsi, produksi dan distribusi
dalam masyarakat Islam. Biasanya keburukan dari system kapitalisme adalah penguasaan dan pemilikan sumber daya produksi aleh segelintir manusia yang beruntung, hingga mengabaikan orang yang tak beruntung yang sangat banyak jumlahnya. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan pendapatan dan akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan industri dan perdagangan dalam negeri. Karena suatu tatanan ekonomi yang didominasi monopoli, selalu merintangi pemanfatan sumber daya ekonomi suatu negara dengan sepenuhnya. Tetapi zakat adalah musuh yang tidak kenal kompromi terhadap penimbunan dan ia merupakan pembunuh kapitalisme. Karena zakat adalah pajak wajib bagi kalangan muslimin yang kaya, yamh bertujuan untuk melenyapkan perbedaan pendapatan dan mengembalikan daya beli kepada rakyat miskin. dengan cara ini diharapkan zakat dapat menghasilkan keseimbangan antara permintaan dan suplai barang, sehingga memudahkan jalannya produksi dan melicinkan jalan kemajuan dan kemakmuran nasional. Setelah memiliki daya beli, tentunya mereka 12
M.B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Yogyakarta : EKONISIA, 2003, hlm.146 13 M.A. Mannan, Teori dan praktek ekonomi Islam,
24
ini akan meminta lebih banyak barang, dan para pangusaha pun akan men coba memproduksi lebih banyak, dengan demikian
kesempatan kerja
dalam negeri akan bertambah, dan pendapatan nasional pun akan naik. Oleh karena itu zakat menguntungkan si kaya dan si miskin – mereka yang membayar dan yang menerimanya. Seperti yang dunyatakan dalam Al Qur’an “Zakat membawa kesejahteraan baik bagi orang yang membayarnya maupun orang yang menerimanya”. Demikianlah dapat disimpulkan bahwa zakat bukan merupakan tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan itu sendiri. Jadi hakekat zakat tidak terlatak dalam ketentuan yang terinci, tetapi dalam tujuan dan sasaran yang direncanakannya. Kita harus menyadari bahwa semakin besar pengaruh Islam kepada rakyat, semakin besar pula peluang pemungutan, sehingga distribusinya pun dapat berjalan dengan lancar, selain kemungkinan penghindaran pembayaran pun semakin sedikit. Maka negara-negara Islam harus melakukan upaya yang tulus untuk menanamkan jiwa Islam dikalangan masyarakat muslim.
C. Waktu Wajib Zakat Dan Pelaksanaannya Para fuqoha sepakat bahwa zakat wajib dikeluarkan segera setelah terpenuhi syarat-syaratnya, baik nishab14, haul,15 maupun lain-lainnya16.
14
. Nishab adalah kadar minimal jumlah harta yang wajib dizakati berdasarkan ketetapan
syara’
15 16
Haul adalah pemilikan harta selama satu tahun atau 12bulan qomariyah (Hijriyah) Wahbah Al Zuhaily, OpCit., hlm. 119
25
Adapun syarat wajib zakat dibagi dalam kategori syarat wajib dan syarat sah zakat. Menurut jumhur ulama’ syarat wajib zakat adalah muslim, merdeka, baligh, dan berakal, pemilik penuh dari zakat yang wajib dizakati, mencukupi nishab dan haul, melebihi kebutuhan pokok dan bukan merupakan hasil hutang. Sedangkan syarat sahnya zakat adalah niat yang menyertai pelaksanaan zakat dan tamlik yaitu memindahkan kepemilikan harta kepada penerimanya. Dengan demikian, yang berkewajiban mengeluarkan zakat dan mampu mengeluarkan zakat, dia tidak boleh menangguhkannya. Dia akan berdosa jika mengakhirkan pengeluaran zakatnya jika tidak ada udzur. Karena harta yang dimiliki seseorang pada hakekatnya adalah titipan sebagai amanat Allah untuk disalurkan sesuai dengan kehendak pemiliknya. Maka permasalahan ini sama dengan barang titipan yang dituntut oleh pemiliknya. Mengenai waktu wajib dikeluarkannya, terdapat perbedaan waktu sesuai dengan jenis harta yang wajib dizakati. Pertama jenis harta yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya seperti biji-bijian dan buahbuahan, maka dibayarkan ketika tiba masa panen, kendati masa panen tersebut terjadi berulang kali dalam setahun. Kedua yang harus ditunggu masa pertumbuhannya, seperti emas, perak, barang dagangan, dan binatang ternak, dibayarkan setelah sempurnanya haul satu kali dalam satu tahun. Ketiga, zakat barang tambang dikeluarkan ketika harta tersebut diperoleh dari perut bumi.
26
Tentang pembayaran zakat sebelum datangnya haul, juga terjadi perbedaan pendapat namun para ulama sepakat bahwa zakat tidak wajib dikeluarkan
sebelum
harta
itu
mencapai
satu
nishab.
Adapun
menyegerakan zakat ketika sebabnya telah ada yaitu nishab yang sempurna. Kalangan ulama ada yang membolehkan dan ada yang tidak. Perbedaan pendapat ini menurut Ibnu Rusyd yang dikutip oleh Sabiq adalah pemahaman “apakah zakat itu merupakan ibadah atau haq yang harus dibayar bagi si miskin” Menurutnya, orang yang menyatakan bahwa zakat merupakan ibadah yang serupa dengan shalat, tidak membolehkan dikeluarkan sebelum waktunya. Kemudian
Al
Zuhaily
menyatakan
bahwa
penyegeraan
pengeluaran zakat boleh dan sah apabila dengan syarat : a. Pemilik harta harus merupakan orang yang tetap berkewajiban mengeluarkan zakat sampai akhir khaul, atau memasuki bulan syawal untuk zakat fitrah. b. Orang yang menerima zakat itu tetap merupakan mustahiq sampai akhir khaul. Menurut penulis, menyegerakan membayar zakat dan memajukan pembayaran zakat sebelum cukup masa setahun, bahkan walau sampai dua17 tahun adalah boleh. Tidak ada salahnya memajukan zakat sebelum datangnya haul. Karena hal itu pernah dipraktekkan oleh Hasan (cucu Nabi
17
Mengutip pendapat Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh Sunnah
27
Muhammad Saw) ketika ditanya seseorang yang mengeluarkan zakat tiga tahun dimuka, apakah boleh, ia menjawab boleh. Suatu kebaikan hendaklah di segerakan pelaksanaannya, karena penyakit bisa saja menimpa, halangan datang menghadang, ajal tidak dapat diduga dan mengundurkan waktu itu perbuatan tercela. D. Tujuan Dan Hikmah Zakat Tujuan dan hikmah pensyari’atan zakat adalah : a. Mengangkat derajat orang miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan. b. Membantu pemecahan persoalan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil dan mustahiq lainnya. c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya. d. Menghilangkan sifat kikir pada pemilik harta kekayaan e. Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari sifat-sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin. f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dalam masyarakat g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta. h. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
28
i.
Sebagai sarana pemerataan pendapatan (rizki) untuk mencapai keadilan sosial, dan
j.
Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antar sesama manusia.18
E. Ketentuan Sanksi Dalam Zakat a. Sanksi Dalam Zakat Menurut Islam Dalam pandangan Al Quran, manusia belum bisa meraih kebaikan belum bisa disebut orang baik, belum dianggap sah masuk barisan orangorang yang bertaqwa, dan belum bisa sederet selangkah dengan orangorang mukmin lainnya sebelum ia membayar zakat. Tanpa zakat, seseorang tidak bisa dibedakan dari orang-orang musyrik yang tidak membayar zakat dan tidak meyakini hari kemudian. Tanpa zakat, seseorang tidak bisa dibedakan dari orang-orang munafik yang suka menggenggam tangan mereka (kikir) dan sangat tidak suka menyumbang. Tanpa zakat, seseorang tidak akan memperoleh rahmat Allah. Karena rahmat Allah hanya untuk orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang membayar zakat. Begitu pentingnya arti zakat bagi Islam, maka bagi mereka (orangorang kaya) yang tidak mau membayar akan diancam oleh Allah dan RasulNya dengan berbagai sanksi atau hukuman baik di dunia dan di akhirat nanti. Sanksi itu antara lain :
18
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Zakat Dan Wakaf, OpCit., hlm. 40
29
1). Orang yang tidak membayar zakat akan mendapat siksa yang pedih di akhirat kelak sebagaimana firman Allah dalam surat At Taubah : 34-35 sebagai berikut:
ﺸ ْﺮ ُﻫ ْﻢ ِّ ﻀ ﹶﺔ َﻭ ﹶﻻ ﻳُﻨْﻔِﻘﹸﻮْﻧَﻬَﺎ ﻓِﻰ َﺳِﺒْﻴ ِﻞ ﺍﷲ ِﹶﻓَﺒ ﺐ َﻭ ﺍﹾﻟ ِﻔ ﱠ َ َﻭﺍﻟﱠ ِﺬْﻳ َﻦ َﻳﻜﹾِﻨﺰُﻭْ ﹶﻥ ﺍﻟﺬﱠ َﻫ ﺤﻤَﻰ َﻋﹶﻠْﻴﻬَﺎ ِﻓ ْﻲ ﻧَﺎ ِﺭ َﺟ َﻬﱠﻨ َﻢ ﹶﻓُﺘ ﹾﻜﻮَﻯ ِﻬﺑﹶﺎ ِﺟﺒَﺎ ُﻫ ُﻬ ْﻢ ْ َﻳ ْﻮ َﻡ ُﻳ.ﺏ ﹶﺍِﻟْﻴ ٍﻢ ٍ ِﺑ َﻌﺬﹶﺍ ﺴ ﹸﻜ ْﻢ ﹶﻓ ﹸﺬ ْﻭﹸﻗ ْﻮ ﻣَﺎ ﹶﻛْﻨُﺘ ْﻢ ِ َﻭﺟُﻨُ ْﻮﺑُﻬُ ْﻢ َﻭﻇﹸﻬُ ْﻮﺭُﻫُ ْﻢ ﻫَﺬﹶﺍ ﻣَﺎ ﹶﻛَﻨ ْﺰُﺗ ْﻢ ِﻻﹶﺍْﻧ ﹸﻔ َﺗﻜﹾِﻨﺰُﻭْ ﹶﻥ Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar” 2). Enggan berzakat dianggap mengambil harta para mustahiq. Sebagaimana firman Allah Swt:
ﺴ ِﻜْﻴ َﻦ ﻭَﺍﹾﻟﻌَﺎ ِﻣِﻠْﻴ َﻦ َﻋﹶﻠْﻴﻬَﺎ َﻭ ﺍﹾﻟﻤُ َﺆﻟﱠ ﹶﻔ ِﺔ َ ﺼ َﺪﹶﻗﺖُ ﻟِﻠﹾﻔﹸﻘﹶﺮَﺍﺀِ ﻭَﺍﹾﻟ َﻤ ِﺍﱠﻧ َﻤﺎ ﺍﻟ ﱠ ﺴِﺒْﻴ ِﻞ ﺏ َﻭﺍﹾﻟﻐَﺎ ِﺭ ِﻣْﻴ َﻦ َﻭﻓِﻰ َﺳِﺒْﻴ ِﻞ ﺍﷲ ِﻭَﺍْﺑ ِﻦ ﺍﻟ ﱠ ِ ﹸﻗﹸﻠ ْﻮُﺑ ُﻬ ْﻢ َﻭﻓِﻰ ﺍﻟ ِّﺮﹶﻗﺎ ﻀ ﹰﺔ ِّﻣ َﻦ ﺍﷲ ِ ﻭَﺍﷲ ُﻋَﻠِﻴ ْﻢٌ َﺣ ِﻜْﻴ ٌﻢ َ ﹶﻓ ِﺮْﻳ Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Sebagai ketetapan yang diwajibkan oleh Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah : 60) 3). Enggan berzakat sama dengan mengundang azab Allah swt dalam kehidupan di dunia ini, misalnya ditimpa kelaparan, kemarau panjang serta menghambat turunnya hujan, sabda Nabi Muhammad Saw :
30
ﺴِﻨْﻴ َﻦ ِّ َﻣﺎ َﻣَﻨ َﻊ ﹶﻗﻮْﻡُ ﺍﻟ ﱠﺰﻛﹶﺎ ﹶﺓ ِﺍﻻﱠﺍ ﺍﺑْﺘَﻼ َ ُﻫ ُﻢ ﺍﷲ ُﺑِﺎﻟ Artinya: “Golongan orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau yang panjang”19. Hadist lainnya lagi :
ُﺴﻤَﺎ ِﺀ َﻭﻟﹶﻮ ﹶﻻ ﺍﹾﻟَﺒﻬَﺎ ِﺋﻢ َﻭﹶﻟ ْﻢ َﻳ ْﻤَﻨ ُﻌ ْﻮ ﹶﻥ َﺯﻛﹶﺎ ﹶﺓ ﹶﺍ ْﻣﻮَﺍِﻟ ِﻬ ْﻢ ِﺍﻻﱠ ُﻣِﻨ ُﻌ ْﻮﺍ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ﹾﻄ َﺮ ِﻣ َﻦ ﺍﻟ ﱠ َﻭﹶﻟ ْﻢ ﻳُﻤْﻄﹶﺮُﻭْﺍ Artinya: “Bila mereka tidak mengeluarkan zakat, berarti mereka menghambat hujan turun. Seandainya binatang tidak ada, pastilah mereka tidak akan diberi hujan”20 4). Enggan berzakat menyebabkan hartanya tidak berguna atau tidak berkah dan kemaslahatan hidup akan berkurang 21
ُﺴ َﺪَﺗﻪ َ ﺼ َﺪﹶﻗ ِﺔ – ﹶﺍ ْﻭ ﹶﻗﺎ ﹶﻝ ﺍﻟ ﱠﺰﻛﹶﺎ ﹸﺓ – ﻣَﺎ ﹶﻻ ِﺍﻻﱠ ﺍﻓﹾ ﺖ ﺍﻟ ﱠ ِ َﻣﺎ َﺧﹶﻠ ﹶﻄ Artinya: “Bila sedekah (baca zakat) bercampur dengan kekayaan lain, maka kekayaan itu akan rusak/binasa” 5). Orang yang tidak mau berzakat, harus diambil zakatnya secara paksa dan disita separoh kekayaannya. Seperti dikatakan dalam hadist:
,ُﺠﺮًﺍ ﹶﻓﹶﻠﻪُ ﹶﺍﺟْﺮُﻫَﺎ َﻭ َﻣ ْﻦ َﻣَﻨ َﻌﻬَﺎﹶﻓِﺎﻧﱠﺎ ﹶﺍ ِﺧ ﹸﺬ ْﻭﻫَﺎ َﻭ َﺷ ﹾﻄ َﺮ ﻣَﺎﹶﻟﻪ ِ َﻣ ْﻦ ﹶﺍ ْﻋﻄﹶﺎﻫَﺎ ُﻣ ْﺆَﺗ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ ﻣِﻨْﻬَﺎ َﺷﻴْﻰ ٌﺀ َ ُﺤ ﱡﻞ ِ ﹶﻻ ِﻝ ﻣ ِ ﹶﻻ َﻳ,ﺕ َﺭﺑِﻨَﺎ ِ َﻋ ْﺰ َﻣ ﹰﺔ ِﻣ ْﻦ َﻋ َﺰﻣَﺎ Artinya: “Barang siapa memberikan zakat karena mengharapkan pahala, maka dia akan mendapatkannya, dan barang siapa yang menolaknya maka sesungguhnya kami akan mengambilnya dan separoh harta 19
HR. Tabrani dari Ibnu Abbas HR. Ibu Majah, Bazzar, dan Baihaqi dari Ibnu Umar. 21 HR. Bazzar dan Baihaqi dari Aisyah r.a. 20
31
kekayaannya, sebagai penebus kepastian dari Tuhan kami yang sedikitpun tidak halal bagi keluarga Muhammad”22 6). Orang-orang yang tidak membayar zakat, harus diperangi sampai ia mau membayarnya 7). Orang-orang yang mengingkari wajibnya membayar zakat ia dihukumi kafir 8). Orang-orang yang tidak mau membayar zakat,ia boleh dibunuh, karena ia dianggap murtad dengan syarat tidak ada alasan yang bisa dimaafkan, seperti keadaan baru masuk Islam atau tinggal di daerah yang jauh dari daerah orang Muslim. Diantara sanksi-sanksi dalam zakat yang telah penulis sebutkan di atas, kebanyakan para ulama menyepakatinya. Namun ada salah satu sanksi yang dalilnya diperselisihkan oleh para fuqaha. Dalil sanksi itu terdapat pada point “5” yang menyatakan “orang yang tidak mau membayar zakat, maka zakatnya harus diambil secara paksa serta disita separoh kekayaannya”. Sebagian ulama seperti imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya : al Mawardi, asy Syirazi, Ibnu Qudamah serta imam Baihaqi, imam Bukhari dan Muslim dan lain-lain menolak keberadaan hadits tersebut. Penolakan mereka bersandar pada salah satu dari tiga alasan: 1. Sebagian bersandar pada bunyi hadits yang berlawanan dengan itu, yaitu hadits yang berbunyi :23
22 23
1789.
HR Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i dari Bahz bn Hakim. Ibn Majah, Sunan Ibnu Majah, Indonesia : Toha Putra, 1994, hlm. 570, hadits No.
32
ﺲ ِﻓﻰﺍﹾﻟﻤَﺎ ِﻝ َﺣﻖﱞ ِﺳﻮَﻯﺍﻟ ﱠﺰ ﹶﻛﺎ ِﺓ َ ﹶﻟْﻴ Artinya : “Hadits tersebut menyatakan bahwa “tidak ada kewajiban dalam zakat” 2. Sebagian bersandar bahwa hal itu adalah salah satu bentuk hukuman harta. Ini terjadi pada permulaan Islam, kemudian di nasakh. 3. Sebagian lagi bersandar bahwa hadits tersebut adalah dhaif, dhaifnya karena Bahz sebagai perawinya. Sedang ulama-ulama lain seperti an Nawawi, Ibnu Qayyim, Sayid Sabiq, Asy Syaukani, Abu Yusuf serta Imam Malik mengakui hadits Bahz tersebut mereka juga menganggapnya sebagai hadits yang shahih. Bagaimana pendapat Yusuf al Qardhawi dalam melihat perbedaan pendapat para ulama tersebut mengenai masing-masing dalil hukum yang mereka gunakan. Penulis akan membahasnya pada bab III skripsi ini. b. Sanksi Menurut UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Ketika undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat ini ditetapkan dan diberlakukan, masyarakat berharap banyak bahwa zakat itu akan lebih baik diefektifkan dalam pengambilan maupun dalam pendistribusiannya.
Konsekuensinya
undang-undang
itu
adalah
mempositifkan hal-hal yang tadinya bersifat normative. Hal ini pula sejalan dengan undang-undang tersebut yang menyatakan hal-hal sebagai berikut:
33
1. Bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 2. Bahwa zakat merupakan pranata keagamaan utnuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu. 3 Bahwa upaya pengembangan sistem pengelolaan zakat perlu ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan. Setelah berlangsung kurang lebih empat tahun, perkembangan yang signifikan belum tampak, kecuali Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang memang sejak sebelum Undang-undang ini lahir, sudah banyak berkiprah seperti BAZ DKI Jakarta, Dompet Dzu’afak Republika, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), baitul mal mu’amalat, al falah Surabaya, dan lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh berbagai departemen atau BUMN. Hal ini menurut Didin Hafidzuddin24 adalah sebagai berikut : 1. Diktum-diktum dalam undang-undang tersebut tampaknya hanya bersifat himbauan, tidak sebagaimana lazimnya sebuah undang-undang yang memiliki kekuatan memaksa dan mengikat “dilaksanakan atau tidak UU itu sama sekali tidak memiliki konsekuensi hukum kecuali pada bab VII pasal 21 yang berbunyi sebagai berikut:
24
Didin Hafidhuddin , Islam Aplikatif, Jakarta : Gema Insani Press, 2003, hlm. 104
34
a) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8, pasal 12 dan pasal 13 dalam undang-undang ini, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) b) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran. c) Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi sanksi dalam pasal tersebut untuk saat ini sangat sulit diterapkan, karena mekanisme pembuktian dan atau proses peradilan sangat tidak jelas, apakah menjadi wewenang peradilan negeri atau peradilan agama. Selain itu, dalam pasal 21 UU
No 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan zakat tersebut, anehnya pemerintah hanya memberlakukan sanksi-sanksi itu kepada para Amil (Pengeola) zakat saja, sedangkan kepada para wajib zakat (Muzakki)nya, pemerintah tidak memberlakukan sanksi apapun kepadanya. Hal ini tentunya sangat lucu karena biasanya setiap Undang-Undang pasti akan menetapkan subyek dan obyek hukum yang akan dikenai aturan dalam Undang-Undang tersebut. Begitu pula dalam hal penerapan sanksi dalam Undang-Undang Pengelolaan zakat,
35
seharusnya sanksi–sanksi itu tidak hanya ditujukan kepada Amil zakat (subyek hukum) saja, tetapi bagi Muzakki (obyek hukum) yang melanggar pun
seharusnya
dikenakan
sanksi-sanksi
atas
pelanggaran
yang
dilakukannya. Pemberlakuan sanksi bagi Muzakki yang melanggar kewajiban membayar zakat ini sangat penting, karena hal itu dapat mempengaruhi pendapatan keuangan suatu negara, yang akhirnya berpengaruh juga pada tingkat kesejahteraan masyarakat didalam negara itu sendiri. Jika sanksisanksi itu tidak diberlakukan kepada muzakki, maka dikhawatirkan tujuan zakat tidak akan tercapai. Dengan melihat hal-hal diatas, penulis berpendapat bahwa masih banyak hal yang perlu dikerjakan pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang tentang Pengelolaan zakat tersebut, agar lebih aspiratif dan
tegas
muatannya.
Adapun
tugas
BAZ
dan
LAZ
untuk
mengoptimalkan pengambilan dan pendistribusian zakat agar lebih tepat dan benar sasarannya, sehingga timbul kepercayaan dari masyarakat wajib zakat (Muzakki). Dan sesungguhnya kepercayaan inilah yang sangat penting dalam pengelolaan zakat.