BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Tinjauan Umum Zakat Fitrah 1. Pengertian Zakat Fitrah Zakat berasal dari kata tazkiyah1 yang berarti menumbuhkan, menyucikan, membebani berkah. Zakat menurut pengertian syara’ ialah mengeluarkan sejumlah harta tertentu untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at Islam.2 Di dalam Al- Qur’an, zakat disebut secara langsung sesudah shalat.
ِ َّ الص ََل َة َوآتُوا ِّموا ِِلَنْ ُف ِس ُك ْم ِم ْن َخ ٍْْي ََِت ُدوهُ ِعْن َد اللَِّه ۚ إِ َّن اللَّ َه ِِبَا تَ ْع َملُو َن َّ يموا ُ الزَكا َة ۚ َوَما تُ َقد ُ َوأَق ِب ص رْي َ Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. AL-Baqarah [2]: 110)3 Zakat di bagi menjadi 2 macam, yaitu zakat mal (zakat harta) dan zakat nafs (zakat jiwa) yang dalam masyarakat dikenal dengan zakat fitrah.4 Zakat fitrah berkaitan langsung dengan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, yakni zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap
1
Ahmad Warson Munawir & Muhammad Fairuz, Kamus Al Munawwir Indonesia Arab Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007). 2 Moh. Rifai & ahmad musthofa hadna, fiqh (semarang: CV wicaksana, 2001), hlm. 66. 3 El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap ... hlm. 139. 4 Fakhruddin, Fiqh Dan Manajemen Zakat Di Indonesia (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 40.
6
7
muslim laki-laki dan perempuan baik dewasa maupun anak-anak serta orang yang merdeka maupun hamba sahaya. Kewajiban zakat ini berlaku bagi yang masih memiliki kelebihan pangan di bulan suci.5 Zakat fitrah dibagikan kepada ashnaf yang telah ditentukan dalam QS. At-Taubah[9]:60.
ِ ِ ِ ِالص َدقَات لِلْ ُف َقر ِاء والْمساك ِ ِ َالرق َِّ ِِني َو ِّ ِِ ني َعلَْي َها َوالْ ُم َؤلََّف ِة قُلُوبُ ُه ْم َو َ اِ َوالََْا ِم َ ني َوالْ َعامل َ َ َ َ ُ َّ إَّنَا ِ ِ ِ ِ َ السبِ ِيل فَ ِر يم َّ َسبِ ِيل اللَِّه َوابْ ِن يم َحك ر يضةً م َن اللَّه َواللَّهُ َعل ر Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat, hanyalah untuk orangorang fakir, orang-orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang berhutang, dan para sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang telah diwajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.6 Zakat fitrah untuk membersihkan jiwa dan raga, dan juga amal baiknya bertambah. Hukum zakat dalam al Qur’an masih bersifat global, tanpa penjelasan detail mengenai ketentuan orang yang wajib mengeluarkan zakat, berapa yang wajib di zakati, dan apa saja yang wajib di zakati. Lalu datanglah sunnah yang bertugas menjelaskan hal tersebut secara rinci.7
5
Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Shodaqah (Jakarta: Gemal Insani, 1998), hlm. 48. 6 El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap ... hlm. 155. 7 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Ibadah (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 395.
8
2. Dasar Hukum Zakat fitrah Dalil yang mewajibkan zakat fitrah:
ِ ِ ِ ِ ضا َن ا لَنِّا َ ض َز َكا َة ا لْفطْ ِر ِم َن َِ َم َ صلَّى ا للُ َعلَْيه َو َسلَّ ْم فَ َر َ َع ْن ا بْ ِن ُع َم ْر اَ َّن َِ ثُ ْو ُل ا لل ِ .صا ًعا ِم ْن َشعِ ٍْْي َعلَى ُك ِّل ُحر اَ ْو َعْب ٍد اَ ْو أُ نْثَى ِم َن لْ ُم ْسلِ ِم ْني َ صا ًعا م ْن تٍَْر اَ ْو َ س َ Artinnya : “Dari Ibnu Umar Ra katanya: bahwa Rosulullah
SAW mewajibkan zakat fitra secukap dari kurma atau gandum kepada tiap-tiap orang Islam laki-laki atau wanita, sahaya atau orang merdeka (dll riwayat disebutkan juga orang besar atau kecil).”8
ِ ِ ِ : صلَّى ا لل اَلَْي ِه َو َسلَ ْم ْ َِع ْن َما ل َ ك َع ْن نَا ف ْع َع ْن ا بْ ِن اَُم ْر َِ ظ َي ا لل َعنْ ُه َما أَ َّن َِ ُس ْو ُل الل ِ ِ صا ًعا ِم ْن َشعِ ٍْْي َع َل ُك ِّل ُح ٍر أَ ْو َعْب ٍد َك ٍر أَ ْو أُ نْثَى ِم َن ا َ فَ َر َ صا ًعا م ْن تٍَْر أَ ْو َ ض َز َكا ةَ ا لْفطْ ِر ِِ . ني َْ لْ ُم ْسلم Artiny: “Dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar Ra bahwasanya
Rasulullah mewajibkan satu s¯a’ berupa buah kurma atau satu s¯a’ dari gandum atau syair atas semua orang yang merdeka dan juga hamba sahaya , baik lelaki atau perempuan dari golongan kaum muslimin.”9
ِ ِ صلَّى ا للُ َعلَْي ِه َو َسلَّ ْم اَ َمَر بَِز َكا َة ا لْ ِفطْ ِر اَ َّن تَ ُؤ دى قَ ْب َل ُخُر َ َع ْن ا بْ ِن ُع َم ْر اَ َّن َِ ثُ ْو ُل ا لل ِ . لص ََل ِة َّ س اِ َل ا َ ْو ُج ا لَنِّا
8
A. Razak & Rais Lathief, Terjemah Hadis Shahih Muslim jilid.2 (Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1980), hlm. 34. 9 Al- Imam Al-Bukhary, Shahih Bukhary cet. 1(Surabaya: Al-Asriyah, 1981), hlm. 94.
9
Artinya : “Dari Ibnu Umar ra katanya : bahwa Rosulullah SAW memerintahkan pengeluaran fitrah sebelum orang pergi sembahyang ‘id.”10 Hanafiah menyatakan bahwa zakat fitrah itu wajib, bukan fardhu, berdasarkan kaidahnya yang membedakan antara fardhu dengan wajib. Fardhu menurut mereka, segala sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil qath’i, sedangkan wajib adalah segala sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil zanni. Maliki mengutip dari Asyhab bahwa zakat fitrah itu hukumnya adalah sunat muakkad. Ini adalah pendapat sebagian ahli zahir, dan Ibnu Lubban dari Syafi’i. Mereka mentakwilkan kalimat fardhu di dalam hadis dengan makna qaddara/memastikan. Ibnu Daqiqil Id menyatakan bahwa asal dari faradha menurut bahasa adalah qaddara, akan tetapi dalam istilah syara’, ia menjadi wajib sehingga mengartikannya dengan wajib adalah lebih utama. Ibnu Humam berpendapat, bahwa menerapkan suatu lafaz pada makna hakikat Syariahnya dalam ucapan syari’ adalah tertentu, sebelum ada faktor yang memalingkan dari arti itu. Hakikat syariah dalam hadis itu bukan semata-mata dengan arti qaddara saja, terutama dalam
hadis
Bukhari
dan
Muslim,
bahwa
Rasulullah
memerintahkan(amara) untuk mengeluarkan zakat fitrah, sehingga lafaz faradha artinya adalah amara. Rasulullah Saw. memperkuat kewajiban zakat fitrah dengan menyebutnya dengan zakat, sehingga 10
A. Razak & Rais Lathief, Terjemah Hadis Shahih Muslim jilid.2... Hlm. 34.
10
masuk pada keumuman zakat yang diperintahkan Allah dan diancam orang yang mengingkarinya dengan azab yang dahsyat. Imam Nawawi setelah mengemukakan pendapat Ibnu Lubban yang menyunatkannya, menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat yang aneh dan munkar bahkan jelas salahnya. Ishaq bin Rahawih menyatakan, bahwa kewajiban zakat fitrah adalah seperti ijma’, bahkan Ibnu Mundzir mengutip ijma’ ulama akan kewajibannya. Pendapat Imam Ishaq ini lebih halus, karena memang ada sedikit perbedaan padanya sebagaimana telah kita kemukakan di atas, dan karena Ibrahim bin Uliah dan Abu Bakar Asham berpendapat bahwa kewajiban zakat fitrah itu dinasakh dengan kefardhuan zakat.11 3. Syarat-syarat Wajib Zakat Fitrah 1) Beragama Islam Zakat fitrah diwajibkan hanya kepada orang yang beragama Islam. Hal ini berdasarkan pada hadits riwayat Ibnu Umar Ra. Yang menyebutkan, “Laki-laki dan perempuan dari kaum muslimin”. Pada hakikatnya, zakat fitrah diwajibkan pertama-tama untuk kerabatnya yang muslim, kemudian pembantunya yang muslim, kemudian ia menunaikan zakat fitrah orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya. Sebab, zakat fitrah itu seperti nafkah.
11 Yusuf Qrdhawi, Hukum Zakat studi Komparatif mengenai status dan filsafat zakar berdasarkan Qur’an dan Hadis ... hlm. 921.
11
Zakat fitrah diwajibkan kepada orang yang murtad jika ia kembali lagi ke agama Islam. Karena kepemilikan hartanya tergantung pada masuk Islamnya dia. Hal ini menurut pendapat yang lebih shahih dalam madzhab Syafi’i. Jika tetap murtad, dia tidak diwajibkan membayar zakat fitrah. 2) Menjumpai Dua Waktu Seseorang yang menjumpai dua waktu dalam keadaan Islam, maka wajib menunaikan zakat fitrah. Adapun yang dimaksud dengan dua waktu ialah akhir bulan Ramadhan dan malam Idul Fitri (malam 1 Syawal). 3) Memiliki Kemampuan Hanafi: Orang yang mampu adalah orang yang mempunyai harta yang cukup nishab, atau nilainya lebih dari kebutuhannya. 12 Syafi’i, Maliki dan Hambali: Orang yang mampu adalah orang yang mempunyai lebih dalam makanan pokoknya untuk dirinya dan untuk keluarganya pada hari dan malam hari raya, dengan pengecualian kebutuhan tempat tinggal, dan alat-alat yang primer. Maliki menambahkan bahwa orang yang mampu itu adalah orang yang bisa berhutang kalau dia mempunyai harapan untuk membayarnya. Imamiyah: Syarat wajib mengeluarkan zakat fitrah itu adalah baligh, berakal dan mampu.
12
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Madzhab ... hlm. 110.
12
Seseorang mukallaf yang diwajibkan menunaikan zakat fitrah disyaratkan memiliki kemampuan untuk menunaikannya ketika kewajiban itu tiba. Jika ia baru mampu setelah waktu kewajibannya selesai, maka ia tidak diwajibkan menunaikannya. Adapun yang dimaksud dengan mampu disini ialah ia memiliki kelebihan harta (makanan, minuman, dan kebutuhan pokok lainnya) untuk dirinya dan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya, mulai pada malam Idul Fitri hingga siangnya, serta kelebihan harta untuk tempat tinggalnya dan untuk dan untuk pembantunya jika pembantunya memerlukannya. Karena nafkah itu lebih penting, maka nafkah lebih didahulukan. 13 4. Kadar dan Jenis Zakat Fitrah Zakat fitrah dibayarkan sesuai dengan kebutuhan pokok disuatu Negara, dengan ukuran atau timbangan yang berlaku. Di indonesia zakat fitrah diukur dengan timbangan beras sebanyak 2,5 kilogram.14
ِ َع ْن ز يد بن أ سلم عن عيا ض بن سعد بن أ يب سر ح العل مر ى ا نه مسع أ با سعيد ِ ى ِ ِ ِ ِ ٍ صا ًعا َ صا ًعا م ْن َشع ٍْْي أَ ْو َ صا ًعا م ْن طَ َعا م أَ ْو َ ُكنَّا ُنْ ِر ُج َز َكا ةَ لْفطْ ِر:ضى ا لل عنه يقو ل ٍِ ِ ِ ٍ صا ًعا ِم ْن َز بِْي .ب َ صا ًعا م ْن أَ قط أ َْو َ م ْن تٍَْر أَ ْو Artinya: “Dari Zaid bin Aslam dari ‘Iyadh bin Abdullah bin
Sa’d bin Abu Asrh ‘Amiri
bahwasanya ia mendengar Abu Said
Khudri Ra, katanya :” kita semua kaum muslimin mengeluarkan zakat fitra berupa satu sha’ makanan pokok yakni yang umum dijadikan
13
El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap... Hlm. 143. Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 78. 14
13
bahan makanan dinegeri itu, atau satu sā’ dari gandum atau syair atau satu sā’ dari buah kurma atau satu sā’ dari susu entah dan ada kejunya atau satu sā’ dari kismis yakni anggur kering.”15 Besarnya kadar yang wajib dibagi setiap individu dalam zakat fitrah bila berwujud beras ialah dua setengah kilogram dan dapat diganti dengan uang seharga beras tersebut. Besar satuan zakat fitrah dua setengah kilogram beras itu disamakan dengan satu sā’. Satu sā’ menurut ijmak setara dengan 4 mud beras itu kurang lebih 2,6 kg, kemudian di bulatkan menjadi dua setengah kilogram. Takaran ini berlaku untuk jenis biji-bijian yang bersih dari campuran atau ulat atau berubah bau, rasa dan warnanya. Terkait dengan penggantian zakat fitrah dengan nominal uang yang senilai, ulama jumhur berpendapat bahwa nilai nominal uang tidak mencukupi, akan tetapi yang wajib adalah makanan. Namun, kalangan madzhab Hanafi berpendapat bahwa zakat fitrah dengan nominal uang yang seharga dengan makanan diperbolehkan karena yang wajib dalam hal ini adalah harta yang seimbang harganya.16 5. Waktu Pelaksanaan Zakat Fitrah Adapun waktu yang utama untuk mengeluarkannya terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Menurut Imam Hanafi, waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah dari terbitnya fajar malam hari raya sampai akhir umur seseorang, karena kewajiban
15 16
Al-Imam Al-Bukhary, Shahih Bukhary... Hlm. 95. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah... Hlm. 399.
14
zakat fitrah termasuk kewajiban yang sangat luas waktunya, dan pelaksanaannya juga sah dilakukan dengan mendahulukan ataupun diakhirkan. Menurut Imam Hambali, melaksanakan pemberian zakat fitrah yang terlambat sampai akhir hari raya adalah haram hukumnya. Dan bila dikeluarkan sebelum hari raya atau dua hari sebelumnya dapat pahala, tetapi bila diberikan sebelum hari-hari tersebut tidak mendapat pahala. Menurut Imam Syafi’i, waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkan adalah akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal, artinya pada tenggelamnya matahari dan sebelumnya sedikit (dalam jangka waktu dekat) pada hari akhir bulan Ramadhan. Disunnahkan mengeluarkannya pada awal hari raya, dan diharamkan mengeluarkannya setelah tenggelamnya matahari pada hari pertama (Syawal), kecuali kalau ada udzur. Menurut Imam Malik, mewajibkan mengeluarkan pada tenggelamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan. Dan menurut Imamiah, zakat fitrah itu wajib dikeluarkan pada
waktu
masuknya
malam
hari
raya.
Dan
kewajiban
melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya matahari sampai tergelincirnya
matahari.
Dan
yang
lebih
utama
dalam
melaksanakannya adalah sebelum pelaksanaan shalat hari raya. Dalam hal ini ada beberapa waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah, yaitu : 1) Waktu Jawāz, adalah waktu yang boleh mengeluarkan zakat yaitu pada awal bulan Ramadhan.
15
2) Waktu all wujūd adalah waktu yang boleh mengeluarkan zakat yaitu pada waktu setelah terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan. 3) Waktu fadhῑlah adalah waktu yang utama untuk mengeluarkan zakat yaitu sebelum melaksanakan solat Ied. 4) Waktu karāhah adalah waktu yang dimakruhkan yaitu setelah solat Ied karena ada udzur seperti menunggu kerabat atau orang yang paling memerlukan. 5) Waktu tahrῑm adalah waktu yang haram untuk mengeluarkan zakat setelah shalat Ied tanpa adanya udzur. 17 6. Mustahiq Zakat dan Orang yang Terhalang Menerima Zakat Fitrah Pendistribusian zakat dikenal dengan sebutan mustahiq zakat atau asnaf, yaitu kategori (golongan) yang berhak menerima zakat. 18 Allah Swt menjelaskan tentang pendistribusian zakat dalam firman Allah Swt, Orang yang berhak menerima zakat ialah : a. Orang fakir adalah orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. b. Orang miskin adalah orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
17
Abi Bakar bin Sayyid Muhammad Syatan al-Damyati, Ianat al Talibin. Hlm. 175. Syechul Hadi Pernomo, Formula Zakat Menuju Kesejahteraan Sosial (Surabaya:CV. Aulia, 2001), Hlm. 250. 18
16
c. Pengurus
zakat
adalah
orang
yang
diberi
tugas
untuk
mengumpulkan dan membagikan harta zakat. d. Mu’allaf adalah orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imamnya masih lemah. e. Memerdekakan budak adalah mencakup juga untuk melepaskan orang muslim yang ditawan oleh orang kafir. f. Orang yang berhutang adalah orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan ma’siat dan tidak sanggup membayarnya. g. Pada jalan Allah (sabῑlillah) yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslim, mencakup kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah-rumah sakit dan lainlain. h. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan ma’siat mengalami kesengsaraannya. 19 Zakat boleh diberikan kepada salah satu dari delapan golongan tersebut.20 Namun diutamakan memberikan memberi zakat fitrah kepada fakir miskin.21 Golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama yang harus menerima zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka merupakan tujuan utama dari zakat, sehingga Rasulullah saw. tidak menerangkan dalam haditsnya selain sasaran ini :” zakat itu diambil dari orang yang kaya dan diberikan pada orang fakir.” Hal ini karena sasaran zakat membutuhkan perhatian yang 19
Achmad Usman, Hadits Ahkam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996), hlm. 109. ‘Adil Sa’di, Fiqhun Nisa, Syiyam-Zakat-Haji (Bandung: PT. Mizan Publika, 2006), hlm. 214. 21 Kahar Masyhur, Bulughul Maram... Hlm. 293. 20
17
khusus. Dimana tidak dibenarkan jika seorang hakim mengambil harta zakat untuk keperluan peperangan sedangkan ada golongan yang lemah yang membutuhkan.22 Allah swt. Memerintahkan bahwa zakat itu diambil dari orangorang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq), yang mengambil tersebut adalah para petugas (amil).23 Golongan yang tidak berhak menerima zakat : 1) Orang kafir Berkatalah Al-Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad :”Tidak boleh menyerahkan zakat kepada orang kafir dikarenakan ada hadits Rasulullah SAW. Kepada sahabat Muadz r.a :Maka beritahukanlah kepada mereka (maksudnya adalah penduduk Yaman) :Sesungguhnya bagi mereka terdapat shodaqah atau zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka kemudian dibagikan kepada orang-orang kaya di antara mereka kemudian dibagikan kepada orang-orang kair diantara mereka juga. Oleh karena itu apabila hanya diambil dari orang-orang muslim yang kaya, maka zakatnyapun tidak akan dibagikan kecuali kepada orang-orang muslim yang kafir. Hal yang demikian ini berlaku bagi zakat mal ataupun zakat fitrah karena haditsnya bersifat umum.24 2) Orang yang tersentuh perbudakan atau menjadi budak 22
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat... hlm. 672. Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern... hlm 125. 24 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, terj. Salman Harun, Didin Hafiduddin dan Hasanuddin (Jakarta: Litera Nusa), hlm. 680. 23
18
Berkatalah Al-Imam Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad dalam kitabnya Kifayatul Akhyar :”Tidak boleh menyerahkan zakat kepada para budak, sebab mereka adalah orang-orang yang berkecukupan dari nafkah tuannya atau mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki sesuatu (termasuk dirinya)”. 3) Orang yang mempunyai dua sifat mustahiq Seorang muzaki atau amil atau panitia yang membagikan zakat tidak boleh memberikan zakat kepada mustahiq yang padanya terkumpul dua macam sifat seperti seorang fakir yang juga jadi seorang pejuang. Tetapi hendaknya dipilih salah satu saja dari kedua sifat tersebut seperti memberi zakat kepadanya atas nama fakirnya saja atau karena perjuangannya fsabilillah. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Al-Imam Romli :”Dan tidak boleh memberi zakat atau bagian dari zakatnya seseorang karena dua sifat mustahiq berkumpul di dalamnya akan tetapi hendaknya menyerahkan zakat kepada mustahiq yang dipilih dari salah satu sifat tersebut, karena terusnya huruf athof dalam ayat yang berbeda tersebut.” 4) Bani Hasyim, Bani Mutholib Bani Hasyim dan Bani Mutholib di sini adalah seluruh keturunan dari Sayyid Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab dan saudaranya yaitu Abdul Mutholib bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab, kita teliti lagi bahwa Sayyid Hasyim ini adalah ayah dari kakek Rasulullah yang bernama Abdul Muthalib.
19
Sedangkan nasabnya Rasulullah adalah Sayyid Muhammad bin Abdillah bin Andil Mutholib bin Hasyim. Jadi jelaslah bagi kita bahwa yang dimaksud dengan Abdul Mutholib pada bab zakat ini bukanlah Abdul Mutholib yang menjadi kakeknya Rasulullah, tetapi adalah Abdul Mutholib yang merupakan saudara dari Sayyid Hasyim bin Abdi Manaf ayah dari kakek Rasulullah. Dalam bab zakat ini keturunan beliau berdua yaitu Bani Hasyim dan Bani Mutholib tidaklah boleh untuk menerima zakat.25 5) Orang kaya sebab banyak hartanya atau mendapat pekerjaan yang layak. Orang yang dapat nafkah dari suaminya atau orang yang dekat atau yang mencukupi kebutuhannya. Mereka ini tidak ada hak untuk mendapatkan bagian zakat atas nama fakir ataupun miskin
dikarenakan
seluruh
kebutuhan
mereka
ada
yang
menanggung kehidupan kesehariannya. 26 Cara membagi zakat kepada para penerimanya adalah zakat dibagikan kepada yang ada ditempat zakat itu dikeluarkan. Diantara golongan-golongan tersebut di atas : a) kalau mereka semua ada, maka akat wajib dibagikan kepada mereka semua tidak boleh ada satu golonganpun yang tidak mendapatkan.
25
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, terj. Salman Harun, Didin Hafidhuddin dan Hasanuddin (Jakarta:Litera Antar Nusa), hlm. 710. 26 Syaikh Zainuddin bin Muhammad al Ghozaly al Malibary, Fathul Mu’in (Surabaya:al Hidayah, tp), hlm. 211.
20
b) Kalau salah satu golongan tidak ada, maka bagiannya dibagikan kepada golongan-golongan yang ada. c) Kalau sebagian dari salah satu golongan melebihi kebutuhan warganya, maka kelebihan itu dibagikan
kepada golongan-
golongan yang lainnya. d) Zakat dibagikan kepada golongan-golongan yang ada dengan sama rata, sekalipun hajat mereka berbeda-beda selain bagian untuk para amil, mereka hanya diberi upah.27 Namun mengenai mustahiq zakat fitrah terdapat perbedaan pendapat, Pendapat mazhab Syafi’i, bahwa wajib menyerahkan zakat fitrah kepada golongan orang yang berhak menerima zakat, yaitu sebagaimana dinyatakan dalam Surat al-Baqarah ayat 60. Mereka wajib diberi bagian dengan rata. Dan ini adalah mazhab Ibnu Hazm. Apabila zakat fitrah itu dibagikannya sendiri, maka gugurlah bagian petugas, karena memang tidak ada amil. Ibnu
Qayyim
membantah
pendapat
ini
dan
berkata:
“Pengkhususan zakat fitrah bagi orang-orang miskin saja, merupakan hadiah dari Nabi Saw. Nabi tidak pernah membagikan zakat fitrah sedikit-sedikit kepada golongan yang delapan, tidak pernah pula menyuruhnya, tidak dilakukan oleh seorangpun dari para sahabat dan orang-orang sesudahnya. Bahkan salah satu dari mazhab ini mengatakan tidak boleh menyerahkan zakat fitrah, kecuali hanya kepada golongan miskin saja. 27
Abi Ishaq Ibrahim bin Ali al-Syirazi, al-Muhazzab... hlm. 318.
21
Menurut mazhab Maliki, sesungguhnya zakat fitrah itu hanyalah diberikan kepada golongan fakir dan miskin. tidak kepada petugas zakat, tudak pada orang yang mualaf, tidak dalam membebaskan perbudakan, tidak pada orang yang berhutang, tidak untuk orang yang berperang, bahkan tidak diberi kecuali dengan sifat fakir. Apabila disuatu negara tidak ada orang fakir, maka dipindahkan ke negara tetangga dengan ongkos dari orang yang mengeluarkan zakat, bukan diambil dari zakat, supaya tidak berkurang jumlahnya.28 Para ulama mengategorikan fakir menjadi dua macam, yaitu yang lebih berhak dan kurang berhak menerima zakat. 1) Golongan fakir yang lebih berhak menerima zakat, antara lain: a) Orang-orang fakir dan miskin yang lemah. b) Orang-orang fakir dan miskin yang tidak pernah meminta-minta, dan c) Orang-orang yang tekun menuntut ilmu. 2) Golongan fakir yang kurang berhak menerima zakat, antara lain: a) Orang-orang yang kuat dan masih mampu. b) Orang yang hanya beribadah dan sangat jarang bermuamalah. Al-Qardhawi menyatakan sebagaimana di kutip oleh Sjechul Hadi Pernomo, bahwa pendapat yang ia pilih adalah mendahulukan kepentingan fakir miskin diatas yang lain, kecuali ada hajat dan maslahat islamiyyat yang diterima. Jadi menurut al Qardhawi,
28
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat ... Hlm. 964.
22
prioritas untuk fakir miskin sementara dapat ditinggalkan karena hajat dan maslahat islamiyyah yang lebih penting.29 7. Pengelolaan Zakat Fitrah Zakat itu bisa diserahkan kepada yang berhak menerimanya dan bisa pula diserah-terimakan melalui amil, baik individu atau lembaga yang dibentuk untuk mengumpulkan dan menyalurkannya. Asas pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT. yang terdapat dalam surah at-Taubah:60. Dapatlah diketahui bahwasannya pengelolaan zakat bukanlah semata-mata dilakukan secara individual, dari muzakki diserahkan langsung kepada mustahiq, akan tetapi dilakukan oleh sebuah lembaga yang khusus menangani zakat, yang memenuhi persyaratan tertentu yang disebut dengan amil zakat. Amil zakat inilah yang memiliki tugas melakukan sosialisasi
kepada
masyarakat,
melakukan
penagihan
dan
pengambilan, serta mendistribusikan secara tepat dan benar.30 Hukum Islam telah mewajibkan zakat dengan cara pemungutan yang sesuai dengan peraturan pemerintah sebagai pelaksana dari kewajiban zakat. Karena itu para imam, pejabat serta hakim memungut zakat dari masyarakat, meskipun para hakim dan pejabat itu adalah orang durhaka, lebih dari itu Hukum Islam berpendapat
29 30
Syechul Hadi Permono, Formula Zakat Menuju Kesejahteraan Sosial... hlm. 313. Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern... Hlm. 53.
23
bahwa untuk mengurus alokasi dan pemungutan zakat secara sistematis maka perlu adanya amil zakat.31 Di era reformasi, pemerintah berupaya untuk menyempurnakan sistem pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat di manfaatkan untuk memperbaiki kondidi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Untuk itulah pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerbitkan UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat Pengelolaan zakat sebagaimana tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan, merupakan suatu kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam pasal 2 UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat berasaskan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian
hukum,
terintegrasi
dan
akuntabilitas.
Sehingga
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Kemudian dalam pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pengelolaan zakat adalah : 1. Meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi
pelayanan
dalam
pengelolaan zakat.
31 Gazi Inayah, Teori Komperhensif tentang Zakat & Pajak (Yogyakarta:PT. Tiara Wacana Yogya, 2003), hlm. 5.
24
2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Dalam bab II pasal 5 UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota Negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabuaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah non struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. Dalam pasal 6 BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Dalam pasal 7 menjelaskan tugas sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi : 1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. 2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. 3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat dan 4. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAZNAS
melaporkan
hasil
pelaksanaan
tugasnya secara tertulis kepada presiden melalui Menteri dan kepada
25
Dewan Perwakilan RakyatRepublik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Dalam pasal 8 diterangkan mengenai keanggotaan, BAZNAS di pimpin oleh seorang ketua dan wakil ketua, terdiri atas 11 oranganggota, delapan orang dari unsur masyarakat (ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam) dan tiga orang dari unsur pemerintah (ditunjuk dari kementrian/instansiyang berkaitan dengan pengelolaan zakat). Masa keja anggota BAZNAS di jabat selama ima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Di angkatan dan diberhentikan oleh presiden atas usul Menteri. Dalam pasal 15 menjelaskan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat padatingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi (dibentuk oleh Menteri atas usul Gubernur setelah mendapar pertimbangan BAZNAS) dan BAZNAS kabupaten/kota (dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul Bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS). BAZNAS, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dalam melaksanakan fungsinya, dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik Daerah, perusahaan swasta, Dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapar membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, da tempat lainnya. Dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian
dan
pendayagunaan
zakat,
masyarakat
dapat
membentuk LAZ untuk membantu BAZNAS. Dalam pembentukan
26
LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri. Zakat wajib didistribusikan kepada mustahiq sesuai dengan syari’at Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan
prinsip
pemerataan,
keadilan,
dan
kewilayahan. Zakat dapat di dayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahiq telah terpenuhi. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang di ikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.32 8. Sejarah Pengelolaan Zakat Fitrah Dalam Islam Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriyah dengan dua tahapan, pada bulan Sya’ban untuk zakat mal, selang satu bulan selanjutnya, yakni bulan Ramadhan, untuk zakat fitrah.33 Pada suatu hari di tahun ke-2 Hijriyah atau tahun 623 Masehi sebelum Syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan (zakat mal) dan kadarnya masing-masing, Nabi Saw. Mengumumkan di hadapan para sahabat beberapa kewajiban Islam. Diantaranya butiran tutur kata 32
http://UU_No_23_th_2011 (Undang-undang Pengelolaan Zakat). Diakses, 20 Desember 2015 33 El-Madani, Fiqh Zakat... hal. 16.
27
beliau pada hari itu, ialah “kewajiban mengeluarkan zakat nafs, (zakatul fithri) yang sangat terkenal dalam masyarakat kita dengan nama fitrah. Nabi mengumumkan hal itu dua hari sebelum hari raya puasa (Idul Fitri), yang pada tahun itu baru dimulai. Pada hari itu Nabi Saw. Menerangkan kewajiban dan kefardhuan fitrah sebelum pergi ke tempat shalat hari raya (sebelum shalat hari raya). Apabila Nabi Saw. Membagi zakat nafs ini kepada fakir miskin saja, seperti halnya membagi zakat harta sebelum diturunkan ayat 60 bahkan sesudahnya pun Nabi Saw. Sangat mementingkan fakir miskin, sehingga ada ulama yang mengatakan bahwa zakat nafs hanya diberikan kepada fakir miskin saja. Dari apa yang dikerjakan Nabi saw. Tersebut dapat diketahui, bahwa hendaklah kita mementingkan fakir miskin ketika membagi zakat nafs, dan kita boleh menghabiskan zakat untuk keperluan fakir miskin saja. Kita boleh membagi zakat kepada yang selain fakir miskin, namun jangan sampai menyebabkan kurang perhatian kita kepada fakir miskin, atau menyebabkan kita menyamakan hak fakir miskin dengan hak bagian-bagian lain.34 Kewajiban zakat telah disyari’atkan kepada para Nabi dan Rasul sebagaimana telah dilaksanakan oleh Ibrahim As. Dan Is mail As.
34 . Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqiy, Pedoman Zakat (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 11.
28
Bahkan terhadap Bani Israil umat Nabi Musa As. Syariat zakat telah ditetapkan. Demikian juga terhadap ummat Nabi Isa As., Ketika Isa As., masih dalam buaian. Ahli kitab juga diperintahkan untuk menunaikan zakat sebagai salah satu instrumen Agama yang lurus (hanif). Dengan demikian berarti zakat tersebut merupakan ajaran yang universal karena diperintahkan pada setiap umat, setiap zaman, dan merupakan satu risalah yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul.35 Pada masa Rasulullah Saw. Zakat mulai disyariatkan pada tahun kedua hijriyah, setelah terlebih dahulu di syariatkan puasa dan zakat fitrah. Dalam pengumpulan dan pengelolaan zakat, biasanya Nabi Muhammad Saw mengumpulkan zakat perorangan dan membentuk panitia pengumpul zakat dari umat Islam yang kaya (agniya’), kemudian
dibagikan
kepada
orang-orang
yang
miskin
dan
membutuhkan. Dengan cara para petugas mengambil zakat dari muzakki, atau muzakki sendiri menyerahkan zakatnya sendiri kepada Bait al-Mal, lalu oleh para petugasnya (amil al-zakah) di distribusikan kepada para mustahiq yang tergabung dalam asnaf al-Samaniyyah (delapan golongan yang berhak menerima zakat).36 Pada masa Rasulullah Saw., amil yang ditugasi adalah Sayyid Umar in Khattab ra, disamping Muadz bin Jabal yang diutus ke Yaman. Diantara pegawai-pegawai zakat yang diangkat Rasulullah
35 36
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat... Hlm 27. Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia... Hlm. 219.
29
Saw. Mengutus mereka untuk mengumpulkan zakat dan membaginya kepada mereka yang berhak.37 Setelah Rasulullah wafat, maka tampak kepemimpinan umat berada di tangan para sahabatnya. Sahabat beliau pertama kali yang ditunjuk sebagai pengganti yaitu kholifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, nama lengkapnya Abdullah bin Abu Quhafah bin Usman bin Amir (51 SH-13 H/573-634 M). Model pengelolaan zakat di masa khalifah Abu Bakar, mengikuti bentuk pengelolaan zakat di masa Rasulullah Saw., akan tetapi Abu Bakar agak tegas dan keras dalam menyikapi masalah zakat sebab timbulnya gerakan kelompok yang menolak membayar zakat (mani’ al-zakah),38 masa pengelolaan zakat khalifah Abu Bakar ketika menyalurkan zakat yang telah terkumpul dibagikan secara merata kepada anggota masyarakat.39 Setelah
khalifah
Abu
Bakar
Ash-Shiddiq
wafat,
kursi
kepemimpinan dilanjutkan oleh sahabat Umar bin Khattab, nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail al-Qurasyi al-Adawi (40 SH-23 H/584-644 M), beliau yang pertama kali di juluki Amir alMu’minin. Di masa kepemerintahan beliau keadaan masyarakat Yaman sangat kondusif dan sejahtera bahkan bisa dikatakan semua penduduk Yaman menurut Muadz tidak termasuk golongan mustahiq zakat karena penduduknya sudah makmur dan kecukupan. Sampai-
37
Ibid,. Hlm. 221. Ali Nuruddin, Zakat Sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 27. 39 Ibid., hlm. 225. 38
30
sampai zakat yang terkumpul dikirimkan ke daerah madinah yang dirasa masih ada penduduk yang membutuhkan.40 Khalifah Utsman bin Affan Ibn al-Ash Ibn Umayyah Ibn Ka’ab Ibn Luay Ibn Ghalib Ibn al-Quraisy al-Umawiy. Lahir pada 567 M, lima tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad Saw., khalifah Utsman (khalifah ketiga setelah khalifah Umar bin Khattab ra) termasuk alSabiqun al-Awwalun dalam memeluk Islam setelah Ali dan Zaid Ibn Haritsah atas ajakan Abu Bakar ra. Pada masa khalifah Utsman pengaturan pengumpulan zakat dilakukan sesekali saja, dan berbagai jenis kekayaan disimpan di Bait al-Mal. Namun khalifah Utsman ra. Membolehkan pembayaran zakat dengan barang-barang tidak nyata (batin), seperti uang kontan, emas, dan perak. Kemudian untuk barang-barang yang nyata (dahir), seperti hasil pertanian, buahbuahan, dan ternak dibayarkan melalui Bait al-Mal. Sedangkan pada masa kepemerintahan khalifah Aliy bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahannya terjadi kekacauan sebab adanya peperangan antara khalifah Aliy bin Abi Thalib dan Mu’awiyyah bin Abu Sufyan (Khalifah pertama Bani Umayah), walau demikian sistem pengelolaan zakat tetap stabil sebab kemaslahatan umum yang diutamakan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib.41 Dari semua bentuk kepemimpinan di atas dari semenjak zaman Rasulullah Saw., sampai dengan para sahabat-sahabatnya, semuannya
40 41
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di indonesia... hlm. 228. Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di indonesia... Hlm 236.
31
mengumpulkan dan menyimpan barang zakat di dalam suatu lembaga keuangan Negara (Bait al-Mal) sebelum dibagikan kepada para mustahiq. Sampai sekarang bentuk pengelolaan zakat masih tidak jauh berbeda dengan sistem pengelolaan zakat di masa Rasulullah Saw. Dan para sahabatnya, khusunya di Negara Indonesia yaitu adanya kepemimpinan dan yang di tugaskan sebagai petugas pengelola zakat. Untuk masalah pengumpulan dan penyimpanan di alokasikan ke dalam kekuasaan Menteri Agama melalui BAZ dan LAZ, bahkan sampai ketingkat organisasi pengelolaan zakat tradisional. 9. Tujuan dan Hikmah Zakat Fitrah Adapun tujuan zakat fitrah adalah sebagai berikut : 1) Dapat mengatasi kemiskinan, menanggulangi kemelaratan, dan menolong orang yang kesulitan. 2) Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan agama 3) Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial 4) Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.42 Syariat
Islam
mewajibkan
kepada
pemeluknya
untuk
mengeluarkan zakat khususnya dalam hal ini adalah zakat fitrah, karena didalamnya terkandung hikmah yang berimplikasi terhadap kemaslahatan umum. Sebab status kedudukan sosial orang dalam masarakat tidaklah sama, ada yang hidup dalam kesenangan, 42
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern... Hlm. 127.
32
kecukupan, dan serba mewah, akan tetapi ada pula yang hidupnya sedehana apa adanya bahkan malah ada yang kekurangan dan tidak memiliki apapun, maka dari itu program zakat yang Allah SWT. tetapkan dalam syariat Islam yaitu sebagai penyeimbang dan wujud saling memperdulikan diantara para hamba-hamba-Nya yang berbedabeda karakter dan keadaan hidupnya, adapun hikmah zakat fitrah tersebut, antara lain : 1) Yang berhubungan dengan orang berpuasa dibulan Ramadhan kadang kala didalam berpuasa orang-orang terjerumus pada ucapan dan perbuatan yang tidak bermanfaat, padahal puasa yang sempurna itu adalah puasa lidah dan anggota tubuhnya, tidak diizinkan bagi orang yang berpuasa, baik lidahnya, telinganya, matanya, hidunganya, tangannya maupun kakinya mengerjakan apa yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, baik ucapan maupun perbuatan. Akan tetapi manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang diciptakan dalam keadaan da’if menjadi tempatnya salah dan lupa. Maka dengan adanya zakat fitrah bisa membersihkan semua kesalahan yang dilakukan ketika melakukan kesalahan ibadah puasa Ramadhan.43 2) Untuk menjadi penolong bagi penghidupan orang kafir dan orang yang butuh.44
43 44
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat... Hlm. 925. M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat... Hlm. 221.
33
3) Membantu baitul maal atau kas Negara dalam menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi umat.45
B.
Tinjauan Umum Teori Interaksionisme Simbolik 1. Pengertian Interaksionisme Simbolik Interaksionisme simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran, diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi.46 Interaksionisme simbolik sebagaimana yang dipopulerkan oleh Herbert Blumer (sosiolog), memiliki tiga premis utama. Pertama bahwa manusia bertindak terhadap benda-benda berdasarkan makna bendabenda itu bagi mereka. Kedua bahwa makna benda-benda itu diperoleh atau timbul dari interaksi sosial yang dimiliki seorang manusia lainnya. Ketiga bahwa makna ini dibicarakan dan dimodifikasi melalui proses interpretatif yang digunakan oleh orang dalam menghadapi benda-benda yang dijumpai oleh pria atau wanita itu.47 Ketiga premis interaksi sebagaimana yang digunakan oleh Blumer merupakan substansi dasar untuk penciptaan makna, menciptakan struktur ide-ide dasar (root images). Sebagaimana yang telah ditulis oleh poloma pada tahun 2000, perspektif interaksionisme simbolik yang di kemukakan Blumer mengandung beberapa root images, yaitu :
45 46
Ahmad said ali, sunan abi daud (mesir: qohiroh, 1952), hlm. 378. Morissan, Teori Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), hlm.
110. 47
George Ritzer & Barry Smart, Teori Sosial (Jakarta: Nusa Media, 2012), hlm. 429.
34
1) Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi, dimana interaksi tersebut saling memiliki kesesuaian melalui tindakan bersama, membentuk struktur sosial. 2) Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi secara simbolis yang terjadi senantiasa mencakup penafsiran tindakan-tindakan. 3) Objek-objek (fisik, sosial, dan abstrak) tidak mempunyai makna intrinsik. Makna merupakan produk interaksi simbolis. 4) Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, melainkan juga mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. 5) Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri. 6) Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggotaanggota kelompok. Dengan demikian, menurut Blumer tindakan atau tanggapan aktor bukan hanya sekedar reaksi spontanitas belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain, melainkan didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, di tandai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau saling berusaha memahami maksud dari tindakan masing-masing. Karena itu, proses interaksi antar manusia itu bukan suatu proses di mana adanya stimulus secara otomatis pula. Tetapi antara stimulus yang diterima dan respons yang terjadi sesudahnya, di tandai oleh proses interpretasi yang diberikan oleh individu terhadap stimulus yang datang itu. Jelaslah proses interpretasi
35
ini adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan unik yang dimiliki manusia. Menurut Blumer proses interpretasi yang dimiliki oleh respons menjadi posisi kunci dalam teori interaksionisme simbolik.48 Penyebar utama ide-ide Herbert Mead ialah muridnya, Herbert Blumer, mantan pemain football prefesional yang kemudian menjadi sosiolog di Chicago dan Universitas California di Berkeley. Blumer mendukung manfaat dan kegunaan teori-teori Mead untuk analisis sosiologi. Kelak Blumer menghimpun beberapa tulisannya sendiri menjadi buku berjudul Symbolic Interactionm, yang diakui sebagai eksplikasi utama dari perspektif interaksionisionisme simbolik.49 Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah alih-alih lingkungan yang artifisial seperti eksperimen. Teori interaksionisme simbolik cenderung menolak anggapan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang determinan terhadap fakta sosial yang lain. Teori ini juga tidak menempatkan masyarakat sebagai satu set struktur yang berada dengan orang lain. Bagi teori ini, orang sebagai makhluk hidup diyakini mempunyai perasaan dan pikiran. Dengan perasaan dan pikirannya orang mempunyai kemampuan memberi makna dari situasi yang ditemui. Dengan perasaan dan pikirannya orang mampu bertingkah laku sesuai dengan interpretasinya sendiri. Sikap dan tindakan 48
Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hlm 228. 49 George Ritzer & Barry Smart, Teori Sosial... hlm.429.
36
orang tidaklah dipaksa oleh struktur yang berada di luarnya (yang membingkainya). Sikap dan tindakan orang tidak semata-mata ditentukan oleh masyarakat. Orang juga tidak hanya secara pasif menerima norma dan nilai masyarakat. Sebaliknya, orang dianggap bukan hanya mempunyai kemampuan belajar nilai dan norma masyarakatnya, melainkan juga bisa menemukan, menciptakan dan membuat nilai dan norma sosial (yang sebagian benar-benar baru). Oleh karena itu, orang dapat
membuat,
menafsirkan,
merencanakan
dan
mengontrol
lingkungannya. Orang tidak hanya bereaksi tetapi juga melakukan aksi. Dalam pendekatan symbolic interactionsm, makna dan simbol sangat penting. Simbol adalah tanda, gerak isyarat dan bahasa. Simbol adalah sesuatu yang mengganti sesuatu yang lain. Sebuah kata adalah terjemahan atau sebagai ganti barang. Bagi pendekatan interaksionisme simbolik penggunaan kata-kata dan bahasa membuat manusia sebagai makhluk yang unik di antara makhluk-makhluk yang lain. Organisasi sosial adalah diciptakan, dipelihara dan berubah karena kapasitas orang menciptakan simbol. Dalam hidup bermasyarakat orang mengadopsi simbol, karena itu sikap dan tingkah lakunya tidak semata-mata didasarkan pada instincts.50 Oleh karena itu dalam hidup bermasyarakat orang
menyepakati
makna
suatu
simbol
dan
kemudian
mendistribusikannya, maka orang dengan efektif dapat menjalin komunikasi.
50
Sunyoto Usman, Sosiologi (Sejarah, Teori, dan Metodologi)... hlm. 57.
37
Simbol-simbol signifikan adalah sejenis gerak-isyarat yang hanya dapat diciptakan manusia. Isyarat menjadi simbol signifikan bila muncul dari individu yang membuat simbol-simbol itu sama dengan sejenis tanggapan (tetapi tidak selalu sama) yang diperoleh dari orang yang menjadi sasaran isyarat. Fungsi bahasa atau simbol yang signifikan pada umumnya adalah menggerakkan tanggapan yang sama di pihak individu yang berbicara dan juga di pihak lainnya.51 Dalam proses interaksi ini orang belajar mengantisipasi respon orang lain
dan
saling menyesuaikan
diri.
Kemampuan
orang
mengantisipasi respon orang lain (dan sekaligus membayangkannya) oleh Mead disebut role taking. Role taking bagi interaksionisme simbolik adalah proses awal terjadinya interaksi. Dalam role taking orang memperhitungkan sikap, perasaan dan perhatian orang lain, dalam arti bahwa kita dapat melihat diri kita sendiri dari luar atau dari pandangan orang lain (sebagaimana orang lain mungkin melihat kita membangun kesadaran diri dan konsep diri kita sendiri.52 Herbert Blumer dikenal sebagai pendiri konsep interaksionisme simbolik. Blumer menciptakan istilah tersebut pada tahun 1937 dalam sebuah artikel tentang hakikat psikologi sosial yang diterbitkan dalam Man and Society. Dalam mengembangkan teori interaksionisme simboliknya, Blumer tidak terlepas dari pengaruh tokoh George Herbert Mead, WI Thomas, dan John Dewey. Blumer dipengaruhi oleh pemikiran 51
George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern Edisi ke6 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 278. 52 Sunyoto Usman, Sosiologi Sejarah, teori, dan metodologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 56.
38
Mead tentang individu sebagai entitas dan pentingnya pengamatan empiris dan metodologi sebagai dasar analisi. Selain itu, ia juga dipengaruhi oleh W.I. Thomas dan John Dewey tentang gagasan bahwa setiap situasi harus didefinisikanm dan John Dewey pemahaman tentang interaksi antara manusia dan alam.53 2. Prinsip Dasar Teori Interaksionisme Simbolik 1) Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berfikir. 2) Kemampuan berfikir dibentuk oleh interaksi sosial. 3) Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berfikir mereka yang khusus itu. 4) Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi. 5) Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. 6) Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara serangkaian peluang tindakan itu.
53
Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi... Hlm. 2287.
39
7) Pola tindakan dan interakasi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat.54
3. Kegunaan Simbol Dalam pendekatan interaksionisme simbolik, makna dan simbol sangat penting. Simbol adalah sesuatu yang mengganti sesuatu yang lain seperti tanda, gerak isyarat. Sebuah kata adalah terjemahan atau sebagai pengganti barang. Dalam hidup bermasyarakat orang mengadopsi simbol, karena itu sikap dan tingkah lakunya tidak semata-mata didasarkan pada intincts. Oleh karena itu dalam hidup bermasyarakat orang menyepakati makna suatu simbol dan kemudian mendistribusikannya, maka orang dengan efektif dapat menjalin komunikasi.55 Kegunaan simbol : 1) Simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial
dengan
memungkinkan
mereka
untuk
mengatakan,
menggolongkan dan mengingat objek yang mereka jumpai disitu. Dengan cara ini manusia mampu menata kehidupan, agar tak membingungkan.
Bahasa
memungkinkan
orang
mengataka,
menggolongkan, dan terutama mengingat secara lebih efisien ketimbang yang mereka dapat lakukan dengan menggunakan jenis simbol lain seperti kesan bergambar.
54 55
George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern... hlm 289. Sunyoto Usman, Sosiologi Sejarah, teori, dan metodologi... hlm. 57.
40
2) Simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami lingkungan. Dari pada dibanjiri oleh banyak stimuli yang tak dapat dibeda-bedakan, aktor dapat berjaga-jaga terhadap bagian lingkungan tertentu saja ketimbang terhadap bagian lingkungan yang lain. 3) Simbol meningkatkan kemampuan untuk berfikir. Jika sekumpulan simbol bergambar hanya dapat meningkatkan kemampuan berfikir secara terbatas, maka bahasa akan dapat lebih mengembangkan kemampuan ini. Dalam artian ini, berfikir dapat dibayangkan sebagai berinteraksi secara simbolik dengan diri sendiri. 4) Simbol meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Binatang harus menggunakan cara trial and error, tetapi manusia dapat memikirkan dengan menyimbolkan berbagai alternatif tindakan sebelum
benar-benar melakukanya.
Kemampuan
ini
mengurangi peluang berbuat kesalahan yang merugikan. 5) Simbol memungkinkan aktor mendahului waktu, ruang dan bahkan pribadi mereka sendiri. Melalui penggunaan simbol, aktor dapat membayangkan seperti apa kehidupan dimasa lalu atau seperti apa kemungkinan hidup dimasa depan. lagi pula akator dapat secara simbolik medahului pribadi mereka sendiri dan membayangkan seperti apa kehidupan ini dilihat dari sudut pandang orang lain. Inilah konsep teoritisi interaksionisme simbolik yang terkenal. 6) Simbol memungkikan kita membayangkan realita metafisik, seperti surga dan neraka.
41
7) Simbol memungkinkan orang menghindar dari diperbudak lingkungan mereka. Mereka dapat lebih aktif ketimbang pasif artinya mengatur sendiri mengenai apa yang mereka kerjakan. Perspektif Interaksionisme menonjolkan keagungan dan nilai individu di atas segala pengaruh yang lainnya. Manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat, dan buah pikiran. Tiap bentuk interaksionisme sosial itu dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia. 4. Sejarah Interaksionisme Simbolik Dalam buku yang diterbitkan oleh Sindung Haryanto yang berjudul Spektrum Teori Sosial, pada tahun 1985 Ritzer mengemukakan bahwa Teori interaksionisme simbolik pertama kali berkembang di Amerika Serikat terutama di Universitas Chicago pada awal abad 20. Tokoh utamanya berasal dari berbagai universitas di luar Chicango. Dua orang tokoh besarnya adalah filsuf John Dewey dan Charles Horton Cooley yang pindah dari Universitas Michigan dan memengaruhi tokoh lain, seperti W.I. Thomas dan George Herbert Mead. Selain itu Robert Ezra Park yang sedang melakukan studi di Harvard dan dibimbing teori interaksionisme simbolik lain, tokoh terakhir ini datang membawa pengaruh George Simmel yang ahli dalam pendidikan dan pers, mendorong pemikiran interaksionisme simbolik bergeser ke arah empirisme. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila aliran pemikiran Chicago ini lebih filosofis dan empiris dibandingkan dengan pengikut persons di Harvard yang cenderung mengembangkan teori-teori abstrak.
42
Dalam buku yang dikarang Cuff et al. pada tahun 2006, mengemukakan bahwa aliran Chicago diinisiasi oleh Robert E. Park dan Ernest Burgess, kemudian dilanjutkan mulai dari dekade 1930 hingga 1950 di bawah kepemimpinan Everct C. Hughes. Aliran Chicago ini memiliki pengaruh yang kuat bagi perkembangan sosiologi di benua Amerika, bahkan di belahan dunia lain. Hal ini disebabkan aliran inilah yang menerbitkan jurnal spsiologi profesional pertama, yakni The American Journal of Sociology yang menjadi jurnal sosiologi terkemuka di dunia hingga saat ini. Selain itu, aliran ini mengembangkan model labolatorium alamiah dengan ciri khasnya penelitian etnografis kualitatif mengenai
proses-proses
dan
problem-problem
sosial
perkotoran
disorganization. Menurut teori ini, berbagai penyimpanan sosial yang terjadi, terutama di daerah pemukiman kumuh kota, disebabkan karena pengaruh melemahnya organisasi sosial sebagai dampak urbanisasi yang tidak terkontrol. Tokoh-tokoh aliran Chicago yang memiliki kontribusi besar antara lain adalah George Herbert Mead, Jane Addams, William I, Thomas, dan Robert Ezra Park. Ide-ide Mead memberi kontribusi bagi perkembangan perspektif interaksionisme simbolik yang berada pada level analisis sosiologi mikro. Jane Adam mendedikasikan dirinya pada pengembangan sosiologi pengetahuan dan implementasinya dalam reformasi sosial. Thomas memfokuskan pada pentingnya definisi sosial dalam memahami perilaku. Sementara itu, Robert Ezta Park merupakan pelopor sosiologi perkotaan dengan menggunakan perangkat analisis ekologis.
43
Pada tahun 2008, Johnson mengatakan diantara tokoh aliran ini, George Herbert Mead merupakan tokoh yang paling besar kontribusinya. Mead menekankan pentingnya meneliti hubungan antara interaksi sosial dan proses-proses mental subjektif, seperti konsep diri yang berhubungan dengan komunitas atau masyarakat yang lebih besar. Perspektif Mead adalah tentang bagaimana pengetahuan berkembang melalui proses adaptasi terhadap lingkungan serta mengenai pemecahan masalah sebagai jembatan
antara
pragmatisme
dan
sosiologi.
Mead
menyebut
perspektifnya ini sebagai behaviorisme sosial (social behaviorism). Akan tetapi, belakangan beberapa idenya berhubungan dengan interaksionisme simbolik. Sebagaimana halnya Simmel, Mead memfokuskan pada interaksi, hanya saja Mead menekankan secara lebih eksplisit pada interaksi yang berhubungan dengan interpretasi subjektif (the thinking process) Pada tahun 1922, Cooley mengembangkan teori yang terkenal, yakni the looking-gless self yang menunjuk pada pengembangan konsep diri seorang individu berdasarkan bagaimana dia membayangkan mengenai citra diri yang diperoleh dari orang lain, terutama dari significant others. Tanpa umpan balik (feedblack) dari orang lain, terutama anggota keluarganya, seorang individu tidak akan mampu membentuk citra tentang dirinya. Teori Cooley ini cukup mewarnai perkembangan teori interaksionisme simbolik. Dalam buku yang ditulis oleh Blumer pada tahun 2004, George Herbert Mead pada tahun 1934 memformulasikan sebuah kerangka teori
44
yang kemudian dikenal dengan sebutan symbolic interactionsm. Mead menggeneralisasikan teori Cooley untuk skala masyarakat yang lebih luas, mengajukan preposisi bahwa identitas individual berada dalam konteks masyarakat, memenifestasi, dan berubah melalui interaksi sosial. Menurut Mead, makna yang muncul dalam interaksi sosial diperoleh melalui negosiasi antara pengirim dan penerima pesan-pesan. Maknamakna yang khusus menyebabkan perbedaan interpretasi mengenai suatu even interaksi. Melalui proses ini, citra diri di kontruksikan. Pada tahun 2000, dalam buku yang diterbitkan oleh Farganis mengatakan bahwa Herbert Blumer adalah murid George Herbert Mead di Unuversitas Chicago. Blumer-lah orang yang pertama kali menggunakan istilah interaksionisme simbolik pada tahun 1937. Bagi Blumer, maka bukanlah emanasi makeup sesuatu yang bersifat intrisik, juga makna tidak muncul dari elemen-elemen psikologis antar orang. Makna tentang sesuatu bagi seseorang muncul dari bagaimana cara orang-orang lain memaknai hal tersebut. Jadi, dalam perspektif ini, makna merupakan produk sosial yang terbentuk melalui aktivitasaktivitas orang yang berinteraksi. Individu dalam hal ini tidaklah pasif, tetapi dapat memengaruhi individu lain, bahkan kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, perilaku bersifat dinamis, selalu terjadi refleksivitas diri dan negosiasi berbagai karakter yang ada pada masing-masing individu. Teori interaksionisme simbolik berkembang dan mencapai kejayaan hingga dekade 1950-an namun demikian, teori ini kemudian mengalami “perpecahan” dengan munculnya aliran baru, yakni aliran
45
lowa yang memiliki perbedaan sangat mendasar dengan aliran Chicago yang “menguasai” teori interaksionisme simbolik sebelumnya. Perbedaan kedua aliran ini layaknya perbedaan antara orientasi teritis behaviorisme psikologi dan struktural fungsional dalam teori sosiologi secara umum. Pada
tahun 2008, dalam
bukunya
Ritzer dan Goodman
mengatakan, bahwa Kematian George Herbert Mead dan kepindahan Park dari Universitas Chicago merupakan pemicu kemunduran teori ini. Selain itu, juga terdapat faktor lain, yakni pertumbuhan sosiologi yang semakin ilmiah dengan menggunakan metode canggih dan analisis statistik. Semakin luasnya kebencian di kalangan sosiolog terhadap dominasi aliran. Chicago juga menjadi faktor penyebab menurunnya pamor teori interaksionisme simbolik. Meskipun demikian, di akhir abad 20 dan pertengahan abad 21, teori ini kembali mengalami revitalisasi dengan munculnya sejumlah teori baru yang merupakan pengembangan atau inspirasi teori interaksionisme simbolik. Teori ini meskipun gagal menjadi mainstream dalam teori sosiologi, memiliki pengaruh yang luas.56 5. Biografi Herbert Blumer Herbert Blumer lahir di St Louis, Missouri, pada tahun 1900. Ayahnya adalah seorang pekerja kabinet dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Herbert Blumer kuliah di University of Missouri pada tahun 1918-1922 dan memilih tetap untuk mengajar selang waktu tahun 1922-
56
hlm.67.
Sindung Haryanto, Spektrum Teori Sosial (Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2012),
46
1925. Pada tahun 1928 ia menerima gelar doktor dari University of Chicago, di mana ia berada di bawah pengaruh akademik George Herberd Mead, WI Thomas, dan john Dewey. Setelah menyelesaikan studinya, ia menerima posisi mengajar di University Chicago, di mana ia menetap
sebagai
dosen
sampai
tahun
1952.
Herbert
Blumer
menghabiskan dua puluh tahun terakhir dari karier mengajarnya (19521972) sebagai Ketua Sosiologi di University of Califirnia di Berkely.Karya
Blumer
yang
paling
terkenal
adalah
Symbolic
Interactionism: Perspective and Method (1969). Dalam karya ini, ia menjabarkan prinsip-prinsip utama teori dan metodologi sosiologi. 57 Manusia dalam perspektif sosiologi merupakan unit sosial yang senantiasa mengalami perkembangan. Semua orang tentu saja tidak mampu mengetahui seluruh makna simbol-simbol yang digunakan oleh setiap masyarakat. Untuk memahami hal itu, dalam sosiologi dikenal teori interaksionisme simbolik. Teori ini pada mulanya merupakan aliran sosiologi Amerika yang lahir dari tradisi psikologi. Interaksionisme simbolik merupakan sebuah perspektif yang bersifat sosial psikologis yang terutama relevan untuk penyelidikan sosiologis. Teori ini akan berurusan dengan struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk konkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada hakikat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. 58
57 58
Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi... Hlm. 227. Ambo Upe, Tradisi Aliran Dalam Sosiologi... Hlm. 218.
47
Blumer mampu memberikan tingkatan makna (the degree of rationality) dari setiap aksi atau tindakan individu secara subjektif. Blumer mengembangkan teori tentang makna sosial dari suatu interaksi melalui perantara simbol-simbol. Karena itu, Blumer sangat terkenal sebagai
tokoh
interaksionisme
simbolik,
pemikirannya
memiliki
pengaruh yang cukup luas dalam lintasan penelitian sosiologi. Blumer berhasil
mengembangkan
teorinya
hingga
pada
level
metode.
Interaksionisme simbolik sebagaimana yang dipopulerkan oleh Blumer memiliki tiga premis utama. C.
Kerangka Berpikir Zakat fitrah adalah shodaqah yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim dengan tujuan untuk mensucikan lisan kita selama menjalankan puasa dan untuk memberi makan fakir miskin agar tidak kelaparan pada hari raya. Dalam Qur’an surat al-Baqarah ayat 60 dijelaskan bahwa mustahiq zakat ada 8 yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, fiisiabilillah, dan Ibnu sabil. Zakat boleh diberikan kepada salah satu dari delapan golongan tersebut. Namun diutamakan memberikan memberi zakat fitrah kepada fakir miskin. Golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama yang harus menerima zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka merupakan tujuan utama dari zakat fitrah. Bagi mustahiq, zakat merupakan jembatan emas untuk lepas dari himpitan ekonomi yang mendera, sedang bagi muzaki, seringkali zakat dianggap sebagai aji mumpung untuk mendapat
48
Do’a dari para Kyai/ Ustad. Seperti yang ada di Desa Rembun warganya yang lebih mendahulukan zakatnya kepada para Kyai/Ustad setempat dibanding dengan menyalurkan zakatnya kepada fakir miskin yang membutuhkan hingga mereka harus keliling untuk minta-minta zakat. Dari pengamatan penulis dapat diduga bahwa ada simbol-simbol terkait dengan warga desa Rembun yang lebih mendahulukan Alim ulama/kyai sebagai penerima zakat fitrah, sehingga penulis ingin meneliti simbol-simbol yang digunakan oleh warga desa Rembun dengan menggunakan perspektif teori interaksionisme simbolik, yakni untuk mengetahui tindakan sosial atau perilaku manusia dalam menafsirkan Alim Ulama/Kyai. Dengan mengambil sample warga desa Rembun dan untuk memastikan data tersebut kredibel, digunakan metode triangulasi yaitu untuk
melakukan
chek
and
rechek
hasil
temuan
dengan
jalan
membandingkan berbagai sumber, metode, dan waktu. kemudian data tersebut dianalisa menggunakan model interaktif analisa Miles dan Huberman.
D.
Penelitian Yang Relevan Dalam Jurnal Penelitian yang berjudul, “Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Zakat di Indonesia Studi Sosial Politik”, yang ditulis oleh Andi Eswoyo. Didalamnya penulis membahas tentang efektifitas Undang-undang tentang efektifitas Undang-undang tentang pengelolaan zakat terhadap permasalahan Lembaga Amil Zakat yang berkembang menjadi kultur-sosial
49
dalam kehidupan masyarakat.59 Penulis pun menyinggung mengenai undang-undang tentang pengelolaan zakat yang bersifat self assessment atau tidak adanya otoriter yang sesuai dengan hukum Islam. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Zakat Fitrah Di Desa Sawahjoho Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.” Membahas tentang pendistribusian zakat fitrah yang menyeluruh kepada warga masyarakat dan semua warga diprioritaskan sebagai fakir, miskin, dan sabilillah. Karena dengan alasan supaya tidak terjadi kecemburuan sosial antar warga. Maka pendistribusiannya bisa dikatakan tergolong pendistribusian zakat fitrahnya itu merata.60 Kesimpulan dari penelitian ini memperlihatkan belum tepatnya sasaran zakat fitrah, walaupun tujuannya untuk kemasalahatan bagi masyarakat supaya tidak terjadi kecemburuan antar warga satu dengan yang lainnya, karena bertentangan dengan dalil syara’. Skripsi yang berjudul “Implementasi Fatwa MWC NU Kec. Tanjung Kab. Brebes terhadap Praktik Pemberian Zakat “(Studi atas Praktik Pemberian Zakat Fitrah Kepada Dukun Bayibdi Desa Kemurang Wetan Kec. Tanjung Kab. Brebes). Dalam skripsi tersebut permasalahan yang terjadi adalah dalam masyarakat Desa Kemurang wetan Kec. Tanjung Kab. Brebes masyarakatnya memberikan zakat fitrahnya kepada dukun bayi yang sebenarnya bila dilihat dari statusnya, yaitu sebagai dukun bayi dia bukan termasuk orang yang berhak menerima zakat, tidak termasuk orang yang 59
Andi Eswoyo, Hukum Dan Kebijakan Pengelolaan Zakat Di Indonesia Studi Sosial Politik (Pekalongan: P3M STAIN Pekalongan, 2006). 60 Khabibah, Skripsi Jurusan Syari’ah al-Ahwal al-Syakhsiyyah (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2013).
50
memperoleh zakat sebagaimana disebutkan dalam surat at-taubah ayat 60, kemudian penulis menghubungkan fatwa ulama Brebes dalam hal pemberian zakat dan khususnya pendapat tentang pemberian zakat fitrah kepada dukun bayi.61 Kesimpulan dari penelitian ini yaitu agar ketika memberikan zakat harus kepada orang yang benar-benar berhak menerima zakat, baik itu langsung memberikannya pada mustahiq ataupun melewati suatu lembaga yang mengurus zakat (amil). Skripsi yang berjudul “Manajemen Pengumpulan dan Pendistribusian Zakat pada Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Hidayatullah (BMH) Cabang Pekalongan”.di dalamnya penulis hanya membahas mengenai tekhnis pengumpulan dan pendistribusian zakat yang dilakukan oleh amil zakat yang berada di tempat objek penelitian, mengenai zakat mal.62 Sedang pembahasan mengenai mustahiq dan status amil zakat sendiri tidak dijelaskan secara komprehensif. Skripsi yang berjudul “Pembagian Zakat Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i”.63 Di dalamnya penulis mendominasikan pembahasan pada tekhnis pembagian zakat komparatif menurut pendapat Imam Syafi’i dan Imam Hanafi tentang pembagian zakat. Dalam skripsi-skripsi yang sudah ada, penulis sama-sama meneliti tentang praktik zakat fitrah. Namun disini penulis menggunakan sudut pandang yang berbeda yaitu perspektif teori interaksionisme simbolik Ade Kurniasih, Skripsi Jurusan Syari’ah al-Ahwal al-Syakhsiyyah (Pekalongan: STAIN Pekalongan). 62 Ali Bakri, skripsi Jurusan Syari’ah al-Ahwal al-Syakhsiyyah (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2010). 63 Dinar Rizqiawan, Skripsi Jurusan Syari’ah al-Ahwal al-Syakhsiyyah (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2009). 61
51
sebagai salah satu varian teori sosial dimana dalam kehidupan sosial masyarakat sangat beraneka ragam seperti halnya tingkah laku manusia dalam berinteraksi sehingga dalam penelitian lapangan perlu kita memahami karakteristik dari manusia sebagai pemeran utama dalam sosial.