BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT PROFESI A. Aspek-aspek Zakat 1. Pengertian Zakat Zakat ditinjau dari bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik.1 Secara istilah zakat adalah sebagian (kadar) harta dari harta yang memenuhi syarat minimal (nisab) dan rentang waktu (haul) yang menjadi hak dan diberikan kepada mustahik (penerima zakat). Zakat hukumnya wajib, karena diperintahkan oleh Allah dan Raasul-Nya. Tujuannya untuk membantu mereka yang berhak.2 2. Harta yang Wajib Zakat dan Kadarnya Dalam menentukan harta yang dikenakan wajib zakat ini, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu: a. Jenis-jenis harta yang dikenakan zakat (yang wajib dikeluarkan zakatnya) b. Besarnya jumlah harta benda yang dikenakan zakat dari tiap-tiap jenis tersebut (nisab) c. Besarnya pungutan yang dikenakan atas tiap jenisnya d. Waktu-waktu pemungutan zakat (haul) Mengenai jenis harta yang wajib dikenakan zakat, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Ada beberapa kalangan yang berpandangan sempit. Salah satunya adalah Ibnu Hazm yang membatasi pengertian kekayaan yang wajib dizakati pada delapan hal yang telah ditetapkan oleh 1
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2006), hlm. 34 Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: Dari Normatif Ke Pemaknaan Sosial, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2012), Hlm. 261 2
22
23
Nabi Muhammad saw, yaitu unta, kambing, gandum, sorgum, kurma, emas dan perak. Sedangka untuk harta di luar delapan hal tersebut tidak tidak wajib zakat3. Ada pula ulama yang berpandangan luas memberikan batasan terhadap jenis harta yang wajib zakat sesuai dengan perkembangan zaman, jadi tidak hanya terbatas pada delapan hal tersebut. Para ulama berpegang pada beberapa hal, diantaranya: dalil-dalil al-Qur’an dan hadist yang menyatakan bahwa setiap harta yang berkembang terdapat hak atau sadaqah atau zakat. Sebagaimana dalam QS. Al-Ma’arij: 24 yang artinya: “Orang-orang yang dalam harta mereka terdapat hak yang ditentukan”. Dan pada sabda Nabi Muhammad saw, yaitu: “Berikanlah zakat hartamu”. Dari dalil-dalil tersebut dapat diketahui bahwa pada setiap harta terdapat hak Allah SWT yang berupa zakat dan sadaqah. Dalam dalil-dalil tersebut tidak terdapat ketentuan ataupun batasan jenis harta yang wajib zakat. Walaupun Nabi Muhammad SAW hanya mewajibkan zakat pada delapan jenis harta saja. Mengenai harta kekayaan yang wajib dikenai zakatnya ada dua macam yaitu pertama adalah kekayaan terbuka (amwaal zhahiriah) yakni tidak dapat ditutup-tutupi misalnya hasil pertanian dan buah-buahan serta berbagai jenis ternak. Sedangkan yang kedua adalah kekayaan tertutup (amwaal bathiniah) yakni tiak mudah diketahui dengan begitu saja dan
3
Yusuf Qardhawi, Kiat Sukses Mengelola Zakat Terjemahan Asmuni Solihan Zamakhayari, (Jakarta:Media Dakwah, 1997), hlm. 1-2
24
kemungkinan besar dapat dimanipulasi. Misalnya emas, perak, matta uang, dan usaha perdagangan dan industri. jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan besar kadar masing-masing harta tersebut adalah sebagai berikut: No 1.
2.
3.
4.
Jenis Harta, dan Syarat Zakat Emas: Islam, merdeka, milik penuh, sampai nisab, dan sampai satu tahun Perak: Islam, merdeka, milik penuh, sampai nisab, dan sampai satu tahun Pertanian: Islam, merdeka, milik penuh, sampai nisab
Nisab 93,6 gram emas
Jumlah zakat
Jumlah harta 2,5% dari kali harga nilai harta pasar
624 gram Jumlah harta 2,5% dari perak kali harga nilai harta pasar 930 liter
Ternak: Unta Islam, merdeka, milik <5 penuh, sampai nisab, dan 5 - 9 sampai satu tahun 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 35 36 – 45 46 – 60 61 – 75 76 – 90 91 – 120
4
Nilai harta
Jumlah seluruh hasil
10% untuk tidak diusahakan dan 5% untuk diusahakan4
Tidak ada 1 kambing/ 1 domba 2 kambing/ 2 domba 3 kambing/ 3 domba 4 kambing/ 4 domba 1 anak unta 1 anak unta 1 anak unta 1 anak unta 2 anak unta 2 anak unta
2 tahun/ 1 tahun 2 tahun/ 1 tahun 2 tahun/ 1 tahun 2 tahun/ 1 tahun 1 tahun/ 2 tahun 3 tahun 4 tahun 2 tahun 3 tahun
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. I, hlm. 83
25
No
Jenis Harta, dan Syarat Zakat
Nisab 121 – 1) Sapi <30 30 – 39 40 – 59 60 – 69 70 – 2) Kambing <40 40 – 120
121–200
201-399 400 – 3) 5.
Hasil tambang: Khusus emas dan perak. Islam, merdeka, milik penuh, dan sampai nisab
Sama dengan emas dan perak
6.
Rikaz : Khusus emas dan perak. Islam, merdeka, dan milik penuh
Nisab tidak disyaratkan
5
Ibid, hlm. 85
Nilai harta
Jumlah zakat
3 anak unta
2 tahun
Tidak ada 1 anak sapi/ kerbau 1 anak sapi/ kerbau 2 anak sapi/ kerbau 2 anak sapi/ kerbau
1 – 2 tahun
Tidak ada 1 kambing/ domba betina 2 kambing/ domba betina 3 kambing/ domba betina 4 kambing/ domba betina
2 tahun/1 tahun
2 – 3 tahun 1 – 2 tahun 2 – 3 tahun
2 tahun/1 tahun 2 tahun/1 tahun 2 tahun/1 5 tahun 2,5 %
Jumlah seluruh nilai emas dan perak hasil tambang Jumlah nilai 20% penemuan
26
B. Zakat Profesi 1. Pengertian Zakat Profesi Pendapatan profesi adalah buah dari hasil kerja menguras otak dan keringat yang dilakukan oleh setiap orang. Contoh dari pendapatan profesi adalah gaji, upah, insentif, atau nama lainnya disesuaikan dengan jenis profesi yang dikerjakan baik itu pekerjaan yang mengandalkan kemampan otak atau kemampuan fisik lainnya dan bahkan kedua-duanya.6 Dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat Pasal 1, menerangkan bahwa zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh orang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya 7. Zakat profesi ialah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah, baik melalui suatu keahlian tertentu ataupun tidak. Profesi tersebut ada dua macam: 1. Pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung pada orang lain atau pekerjaan yang tidak terikat dengan pihak lain (al-mihan al-hurrah) seperti dokter, insinyur, advokat, artis, penjahit, tukang kayu dan lain sebagainya. 2. Pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, dengan memperoleh gaji atau dikenal sebagai kerja profesi (kasb al-‟amal). seperti PNS atau pegawai swasta, pekerja perusahaan dan sejenisnya 6
Arif Mufraini,Akuntansi dan Manajemen Zakat; Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.73 7 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
27
yaitu orang-orang yang melaksanakan pekerjaannya melalui sebuah kontrak atau perjanjian dengan pihak lain, misalnya PNS, dinas ketentaraan, polisi, pegawai perusahaan, atau menjadi pekerja pada perorangan seperti TKI dan TKW yang memperoleh gaji secara rutin pada setiap bulan8. Yusuf al- Qardhawi, menyatakan bahwa di antara hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian kaum muslimin saat ini adalah penghasilan atau pedapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama, misalnya pegawai (pemerintah maupun swasta) dengan menggunakan sistem upah atau gaji. Wahbah
al-Zuhaili
secara
penghasilan atau pendapatan
khusus
yang diterima
mengemukakan
kegiatan
seseorang melalui usaha
sendiri (wirausaha) seperti dokter, insinyur, ahli hukum, penjahit, dan lain sebagainya. Dan juga yang terkait dengan pemerintah (Pegawai Negeri) atau pegawai swasta yang mendapatkan gaji atau upah dalam waktu yang relatif tetap, seperti sebulan sekali. Pendapatan atau penghasilan yang semacam ni dalam istilah fiqh dikatakan sebagai al-maal al-mustafaad. Sementara itu, fatwa ulama yang dihasilkan pada waktu muktamar Internasional tentang Zakat di Kuwait pada tanggal 30 April 1984 M, bahwa salah satu kegiatan yang menghasilkan kekuatan bagi manusia sekarang adalah kegitan profesi yang menghasilkan amal yang bermanfaat,
8
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2006), hlm. 459
28
baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan secara bersama. Semua itu menghasilkan pendapatan atau gaji9. 3. Hukum Zakat Profesi Zakat profesi merupakan zakat yang diwajibkan atas harta yang diperoleh dari pekerjaan atau jasa. Para fuqaha sepakat harta profesi wajib dizakati seperti harta-harta yang lain, dengan asumsi keberadaannya yang sudah lama dan profesi itu dianggap sebagai pekerjaan. Pada hakikatnya kewajiban zakat dasarnya adalah hukum ilahi yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an hanya menjelaskan dasar untuk menunaikan zakat secara umunya, sedangkan Nabi sendiri memberikan penjelasan dalam pengelompokan barang zakat kepada binatang berkaki empat, bahan makanan pokok, emas, perak, dan harta perniagaan dalam jumlah ukuran yang pada saat itu sudah dapat dikatakan berlebihan10. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 267 yang berbunyi:
Artinnya: “ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu 9
Didin Hafiduddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm.
124 10
Amir Syarifudin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, (Padang: Angkasa Raya, 1990), hlm. 110
29
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” Menurut Sayyid Quthub seperti yang dikemukakan oleh Didin Hafidhudin, beliau menafsirkan surah al-Baqarah 267, bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup pula seeluruh yang dikeluarkan Allah SWT dari dalam dan atas bumi, baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW maupun di zaman sesudahnya. Semuanya wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam sunnah, baik yang sudah diketahui secara langsung maupun yang di-qiyas-kan kepadanya. Maka jelaslah semua macam penghasilan (gaji, honorium) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan surah al-Baqarah ayat 267 yang mengandung pengertian umum, asal penghasilan tersebut telah mencapai nisab dan melebihi ketentuan pokok hidupnya dan keluarganya yang berupa sandang, pangan yang diperoleh dengan cara baik-baik. Yusuf Qardhawi menegaskan, bahwa kewajiban zakat profesi (penghasilan) diwajibkan sesuai dengan tuntunan Islam yang mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kebaikan, dan kemauan berkorban yang tertanam dalam jiwa seorang muslim, sesuai pilar dengan nilai kemanusiaan yang harus ada dalam sebuah masyarakat, yaitu ikut merasakan beban orang lain supaya dengan mengeluarkan zakat profesi
30
tersebut tertanamkan ajaran Agama dan menjadikan sebagai sifat pribadi,unsur kepribadian yang bertakwa.11 4. Nisab, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi Kita sudah mengetahui, bahwa Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab, bersih dari hutang serta lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong seorang kaya yang wajib zakat, karena zakat hanya dipungut dari orang-orang kaya tersebut.12 Terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan
dalam
menentukan
nisab,
haul,
kadar
dan
waktu
mengeluarkan zakat profesi. Hal ini sangat tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan. Pertama, jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nisab, kadar, dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas dan perak, kadarnya 2,5% dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok. Contoh, jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,- setiap bulan dan kebutuhan pokok perbulannya
sebesar
Rp
3.000.000,-
maka
besar
zakat
yang
dikeluarkannya adalah 2,5% x 12 x Rp 2.000.000,- atau sebesar Rp 600.000, pertahun atau Rp 50.000, perbulan. Kedua, jika dianalogikan dengan zakat pertanian, maka nisab-nya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5% dan 11 12
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004), hlm. 459 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004), hlm. 482
31
dikeluarkan pada setiap mendapatkan pada setiap mendapatkan gaji, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh kasus tersebut, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5% x 12 x Rp 2.000.000, atau sebesar 20% x Rp 5.000.000, atau sebesar Rp 1.000.000, setiap tahun13 Zakat profesi dapat dianalogikan pada zakat uang karena pada dasarnya gaji, honorium, upah, dan yang lainnya, pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Karena itu kadar zakatnya adalah sebesar rub‟ul usyri atau 25%. Qiyas syahbah, yang digunakan dalam menetapkan kadar dan nisab zakat profesi, pada zakat perdangan dan zakat muqut (emas dan perak) adalah qiyas yang „illat hukumnya ditetapkan melalui metode syabah (syabah adalah mempersatukan furu’ (yang diqiyaskan) dengan pokok masalah atau yang disandarnya qiyas, karena ada jami’ yang menyerupainya)14. Contoh qiyas syabah yang dikemukakan oleh Muhammad Al-Amidi adalah hamba cahaya yang dianalogikan pada dua hal yaitu pada manusia (nafsiyyah) menyerupai orang yang merdeka (alhur) dan dianalogikan pula pada kuda karena dimiliki dan dapat diperjualbelikan di pasar.15 Berdasarkan keterangan tersebut diatas, jika seorang konsultan mendapatkan honorium misalnya Rp 5.000.000, setiap bulan, dan sudah mencapai nisab, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% sebulan sekali. Demikian pula misalnya seorang pegawai perusahaan
13
Didin Hafiduddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, (Jakarta: Gema Insani, 2007),
hlm. 96 14
Ibid, hlm. 127-128 Ibid, hlm. 97
15
32
swasta yang setiap bulannya menerima gaji Rp.10.000.000, maka ia waajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% sebulan sekali, sebaliknya seorang pegawai yang bergaji Rp 1.000.000, setiap bulan, dan belum mencapai nisab, maka ia tidak wajib berzakat, akan tetapi kepadanya dianjurkan untuk berinfak dan bersedekah, yang jumlahnya bergantung pada kemampuan dan keikhlasannya.16 Apabila zakat wajib dikeluarkan bila cukup batas nisab. Sedangkan orang-orang yang memiliki profesi itu memperoleh dan menerima pendapatan mereka tidak teratur, kadang setiap hari seperti pendapatan dokter, advokat, kontraktor dan penjahit, sebagian pekerjaan menerima upah mereka setiap minggu, dan kebanyakan pegawai menerima gaji mereka setiap bulan, lalu bagaimana kita menentukan penghasilan mereka itu? Dalam hal ini ada dua kemungkinan yaitu : a. Memberlakukan
nisab
dalam
setiap
jumlah
pendapatan
atau
penghasilan yang diterima. Dengan demikian penghasilan yang mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorium yang besar kepada para golongan profesi, wajib dikenakan zakat, sedangkan yang tidak mencapai nisab tidak terkena. b. Mengumpulkan gaji yang diterima berkali-kali dalam waktu tertentu. Ulama fikih yang berpendapat itu dalam kasus nisab pertambangan, bahwa hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus ditengah akan lengkap melengkapi untuk mencapai nisab dan 16
hlm. 98
Didin Hafiduddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, (Jakarta: Gema Insani, 2007),
33
tentang penyatuan hasil tanaman dan buah-buahan antara satu dengan yang lain dalam satu tahun.17 Zakat gaji, upah, honorium dan lainnya serta pendapatan kerja profesi tidak wajib dikeluarkan zakatnya kecuali telah melampaui batas ketentuan nisab. Para ahli fiqih kontemporer berpendapat bahwa nisab zakat profesi di qiyas-kan (analogikan) dengan nisab kategori aset wajib zakat uang yaitu 85 gram emas atau 200 dirham perak dan dengan syarat kepemilikannya telah melalui kesempurnaan masa haul. Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 yang diberlakukan mulai tahun 2001 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang terdapat dalam Pasal 4 Ayat 3, maka kewajiban zakat dari penghasilan profesional harus dikalikan sebesar 2,5% sebagai tarif untuk setiap akhir masa haul. Hal ini dikarenakan UU tersebut tidak secara jelas mendefinisikan penghasilan dari aset wajib zakat yang dimaksud18. Faktanya adalah bahwa pemerintah mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan perbulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak. Berdasarkan hal itulah zakat penghasilan bersih seorang pegawai dan golongan profesi dapat diambil dari dalam setahun penuh, jika pendapatan bersih setahun itu mencapai nisab.19
17
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2008), hlm. 482 Arif Mufraini,Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 75 19 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2008), hlm. 484 18
34
5. Haul (waktu) Zakat Profesi Haul artinya adalah bahwa harta tersebut telah mencapai batas waktu bagi harta yang wajib dizakati, yaitu telah mencapai masa satu tahun. Syarat ini hanya berlaku bagi harta yang berupa binatang ternak, harta perniagaan serta harta simpanan. Sedangkan untuk hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada haulnya. Para sahabat dan tabi’in memang berbeda pendapat dalam harta penghasilan sebagian mensyaratkan adanya masa satu tahun, sedangkan sebagian lain tidak mensyaratkan satu tahun itu sebagai syarat wajib zakat tetapi wajib pada waktu harta penghasilan tersebut diterima oleh seorang muslim. Oleh karena itu maka persoalannya dikembalikan kepada nashnash yang lain dan kaidah-kaidah yang lebih umum, misalnya firman Allah:”Bila
kalian
berbeda
pendapat
tentang
sesuatu,
maka
kembalikanlah kepada Allah (Qur‟an) dan kepada Rasul (Hadis).” (anNisa’:59)20. Disamping nash yang berlaku umum dan mutlak memberikan landasan kepada pendapat mereka yang tidak menjadikan satu tahun sebagai syarat harta penghasilan wajib zakat, qiyas yang benar juga mendukungnya. Kewajiban zakat uang atau sejenisnya di-qiyas-kan dengan kewajiban zakat pada tanaman dan buah-buahan pada waktu panen. Maka bila Allah menyatukan penghasilan yang diterima seorang muslim dengan hasil yang dikeluarkan Allah dari tanah dalam satu ayat,
20
Ibid, hlm. 475
35
yaitu “Hai orang-orang yang beriman keluarkanlah zakat sebagian penghasilan kalian dan sebagaian yang kami keluarkan dari tanah”. Pendapat
yang
menetapkan
setahun
sebagai
syarat
harta
penghasilan jelas terlihat saling kontradiksi yang tidak bisa diterima oleh keadilan dan hikmah Islam mewajibkan zakat. Misalnya: seorang petani yang menanam tanaman pada tanah sewaan, hasilnya dikenakan zakat sebanyak 10% atau 5% bila sudah mencapai 50 kila Mesir, sedangkan pemilik tanah yang dalam sejam kadaang-kadang memperoleh beratusratus atau beribu-ribu dinar dari uang sewa tanah tersebut, tidak dikenakan zakat, karena adanya persyaratan setahun bagi penghasilan tersebut sedangkan jumlah itu jarang bisa terjadi di akhirat tahun. Begitu halnya dengan seorang dokter, insinyur, advokat, pemilik mobil angkutan, dan lain sebagainya.21 Zakat yang berasal dari al-mustafad ini sudah disepakati oleh para ulama berikutnya untuk wajib dikenakan zakat perbedaan pendapat Mengenai persyaratan haul. Sebagaimana hadis Rasulullah yang bersabda:
“Riwayat At-Tirmidzi dari Ibn Umar r.a : barang siapa mengelola harta, maka tidak ada zakat baginya sampai lewat setahun”22.
Hadis diatas merupakan hadis
yang berhubungan dengan
persyaratan setahun (haul) yang menjadi landasan bagi wajib zakat semua 21
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2008), hlm. 477 Al Bassam, Abdullah bin Abdurahman, Syarah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hlm. 351 22
36
jenis harta benda, baik harta pendapatan maupun bukan. Oleh karena itu dalam hal ini para imam mazhab berbeda pendapat tentang harta penghasilan, diantaranya: a. Imam Syafi’i dan Imam Ahmad mengatakan bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai waktu setahun meskipun ia memiliki harta sejenis yang sudah cukup nisab.23 Apabila seseorang dengan penghasilan profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup dan keluarganya, maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat), apabila hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. b. Abu Hanifah bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai masa setahun penuh pada pemiliknya, kecuali jika pemiliknya mempunyai harta sejenis yang harus dikeluarkan zakatnya yang untuk itu zakat penghasilan itu dikeluarkan pada permulaan tahun dengan syarat sudah mencapai nisab, dengan demikian bila ia memperoleh penghasilan sedikit atau banyak meski satu jam menjelang waktu setahun dari harta yang sejenis tiba, ia wajib mengeluarkan zakat penghasilannya itu bersamaan dengan pokok
23
Ibid, hlm. 474
37
harta yang sejenis tersebut, meskipun berupa emas, perak, binatang piaraan, dan lain sebagainya.24 c. Imam Malik berpendapat bahwa harta penghasilan tidak dikeluarkan zakatnya sampai satu tahun penuh, baik harta tersebut sejenis dengan jenis harta pemiliknya atau tidak sejenis, kecuali jenis binatang piaraan. Imam Syafi’i dan Imam Ahmad mengatakan bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai waktu setahun meskipun ia memiliki harta sejenis yang sudah cukup nisab.25 d. Menurut Ibn Hazm, mengkritik penafsiran ulama sebelumnya, ia mengatakan bahwa pendapat-pendapat tersebut tanpa dalil sama sekali. Menurut beliau, semua harta itu disyaratkan setahun, baik harta mal mustafad maupun tidak. e. Menurut Daud al-Zuhiri, mal mustafad wajib zakat tanpa syarat sampai setahun. f. Menurut Yusuf Qardhawi bahwa mal mustafad, seperti gaji pegawai upah buruh, penghasilan dokter, pengacara, pemborong, dan penghasilan modal diluar perdagangan, persewaan mobil, perahu dan penerbangan, hotel, dan tempat hiburan, wajib dikenakan zakat dan tidak disyaratkan sampai setahun, akan tetapi dizakati pada waktu menerima pendapatan tersebut26.
24
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, 2006), hlm. 473 Ibid, hlm. 474 26 Fakhrruddin, Fiqh Dan Manajemen Zakat Di Indonesia, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.140-141 25
38
6. Perhitungan Zakat Profesi Menurut Yusuf Qardhawi dalam perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara, yaitu sebaga berikut: a. Secara langsung Zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah SWT. Contohnya, seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka diwajibkan membayar zakat sebesar 2,5%xRp 3.000.000 = Rp 75.000/bulan atau Rp 900.000/tahun. b. Setelah dipotong kebutuhan pokok Zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% x (Rp 1.500.000
–
Rp
1.000.000)
=
Rp
12.500/bulan
atau
Rp
150.000/tahun.27 7. Hikmah Zakat Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Sang Khaliq maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain: 27
www.elzawa-uinmaliki.org/zakat-profesi-menurut-fatwa-ulama-kontemporer. pada tanggal 16 Maret 14
diakses
39
a. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
Dengan
kondisi
tersebut
mereka
akan
mampu
melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT. b. Memberantas penyakit irihati, rasa benci dan dengki dari orang-orang di sekitarnya yang berkehidupan cukup ataupun mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya. c. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati. d. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip, Ummatan Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab bersama). e. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusiharta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat. f. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan
40
solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah. g. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman, lahir bathin. Dalam masyarakat seperti itu tak kan adalagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyitun wa Rabbun Ghafur28.
28
http://ppkn3b.blogspot.com/2012/02/zakat-profesi, diakses pada tanggal 16 Maret 2014