BAB II ZAKAT PROFESI
A. Tinjauan Umum Zakat 1. Pengertian Zakat Dari segi bahasa, kata zakat merupakan masdar dari zaka yang berarti berkembang, tumbuh, bersih dan baik1. Menurut istilah fiqh Islam, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan di dalam syara’.2 Berdasarkan pengertian secara istilah tersebut, meskipun para ulama mengemukakan dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama. Jadi zakat adalah bagian dari harta dengan dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. Sedangkan menurut ketentuan umum pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib di keluarkan oleh seorang
1
Yusuf al-Qardhawi, Fiqhuz Zakat. Terj. Didin Hafidhudddin dan Hasanuddin, (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa, 1991), 34. 2
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Pajak di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar Media, 2006), 12.
22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syari’at Islam. Pengertian zakat menurut bahasa dan istilah mempunyai hubungan yang erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik.3 2. Prinsip-prinsip Zakat Sebagai suatu kewajiban yang harus ditunaikan, tidak setiap harta harus dikeluarkan zakatnya. Namun ada prinsip-prinsip yang mengatur. Diantaranya adalah sebagai berikut: a. Prinsip keyakinan agama (faith) Bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga orang yang belum menuneikan zakat merasa tidak sempurna dalam menjalankan ibadahnya. b. Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan Prinsip pemerataan dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat, yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia. c. Prinsip produktifitas (productivity) dan kematangan
3
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002),
7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Hasil produksi tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu. d. Prinsip nalar (reason) Bahwa menurut nalar manusia harta yang disimpan dan dibelanjakan untuk Allah, tidak akan berkurang melainkan akan bertambah banyak. e. Prinsip kebebasan (freedom) Prinsip kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayarkan oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. f. Prinsip etik (ethic) dan kewajaran Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak dipungut secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang akan ditimbulkan.4 3. Macam-macam Zakat Zakat terdiri atas 2 macam, yaitu: a. Zakat nafs (jiwa)
4
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis . . ., 20 – 21.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Disebut juga dengan zakat fitrah, merupakan zakat untuk menyucikan diri. Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan ramadhan sebelum tanggal 1 Syawal (hari raya Idul Fitri). Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriyah. Ukuran zakat perjiwa yang dikeluarkan adalah satu sha’ (3 ½ liter) makanan pokok atau bisa berupa uang yang nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau makanan pokok tersebut.5 b. Zakat Mal atau zakat harta Zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Penjelasan mengenai kekayaan yang wajib dizakati, yaitu: 1) Zakat binatang ternak 2) Zakat emas dan perak 3) Zakat dagang 4) Zakat pertanian (tanaman dan buah-buahan) 5) Madu dan produksi hewan 6) Barang tambang dan hasil laut 7) Investasi pabrik, gedung 8) Zakat pendapatan usaha (profesi)6
5
Departemen Agama, Ilmu Fiqh Jilid I, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983), 267. 6
Yusuf al-Qardhawi, Fiqhuz . . ., 121.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap harta kekayaan yang produktif dan bernilai ekonomis apabila mencapai nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya. Seperti pada surat AlBaqarah ayat 267 yaitu sebagai berikut:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.7 Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa kewajiban mengeluarkan zakat itu dikenakan pada setiap harta kekayaan yang halal dan diperoleh dengan cara yang halal pula, baik hasil usaha atau jasa, maupun berupa buah-buhan, binatang ternak, dan kekayaan lainlainnya.
7
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2006), 114
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
4. Syarat Zakat Syarat yang harus dipenuhi terhadap harta kekayaan yang dipunyai oleh saeorang muslim. Syarat-syarat tersebut adalah: a. Pemilikan yang pasti, halal dan baik. Artinya, sepenuhnya berada dalam
kekuasaan
yang
punya,
baik
kekuasaan
pemanfaatan
maupunkekuasaan menikmati hasilnya. b. Berkembang. Artinya, harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertanbah karena ikhtiar atau usaha manusia. c. Melebihi kebutuhan pokok. Harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan bagi diri sendiri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia. d. Bersih dari hutang e. Mencapai nishab, harta yang dimiliki oleh muzaki telah mencapai jumlah (kadar) minimal yang harus dikeluarkan zakatnya. f. Mencapai haul, harta mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan qomariyah, atau setiap kali setelah menuai. Harta yang tidak ditentukan haul setiap tahun adalah tumbuhtumbuhan ketika menuai dan barang temua ketika ditemukan.8 5. Hikmah Zakat Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung manfaat dan hikmah yang demikian besar dan mulia, baik yang berkautan 8
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis . . . , 28 – 29.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
dengan muzaki, mustahiq, harta yang dikeluarka zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. Adapun hikmah tersebut antara lain sebagai berikut: a. Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka untuk bekerja dengan semangat dan bisa meraih kehidupan yang layak. Dengan demikian masyarakat akan terhindar dari kemiskinan. b. Membersihkan dan menyuburkan harta c. Mewujudkan rasa syukur terhadap nikmat yang dikaruniakan oleh Allah SWT. d. Mensucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, dengan zakat dapat melatih seorang mukmin untuk bersifat dermawan e. Mewujudkan kesatuan di kalangan masyarakat Islam dalam urusan ekonomi
dan
keuangan.
Sehingga
zakat
akan
menciptakan
kesejahteraan dari sudut ekonomi dan kebudayaan.9
B. Zakat Profesi dalam Perspektif Fiqh 1.
Pengertian Zakat Profesi Karena tergolong zakat jenis baru, istilah profesi dalam bahasa arab tidak ditemukan padanan kata yang pas. Hal ini terjadi karena
9
Wahbah Al-Zuhayly, Al-Fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuhu. (Damaskus : Dar al-fikr, 1995), 87-
89.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
bahasa arab sangat sedikit menyerap bahasa asing. Di Negara arab modern, istilah profesi diterjemahkan dalam dua kosakata bahasa arab. Pertama al-mihnah, kata ini sering dipakai untuk menunjuk pekerjaan yang mengandalkan otak. Karena itu kaum profesional disebut dengan al-mihaniyyun atau ashab al-mihnah. Misalnya, pengacara, penulis, dokter, pakar hokum, pekerja kantoran dan lain sebagainya. Kedua ialah al-hirfah, kata ini lebih ditunjukkan untuk pekerjaan yang mengandalkan tenaga otot. Misalnya, pengrajin, pandai besi, tukang jahit, kuli bangunan, dan lain sebagainya.10 Sedangkan dalam skripsi Hamrozi yang mengutip fachrudin berpendapat bahwa : Profesi adalah segala usaha yang halal yang mendatangkan hasil (uang) relative banyak dengan cara mudah, baik melalui suatu keahlian tertentu atau tidak.11 Jadi, dapat diartikan bahwa profesi itu adalah usaha mendatangkan uang yang banyak dan dengan cara yang mudah melalui usaha yang halal. Dapat pula ditarik kesimpulan bahwa ada 4 inti dari profesi yaitu : 1) Jenis usahanya halal 2) Dapat uang banyak 3) Cara yang mudah untuk mendapatkan 4) Keahlian tertentu
10
Deny Setiawan, Zakat Profesi Dalam Pandangan Islam, Jurnal (maret 2011), 200
11
Muhammad, Zakat Profesi, Wacana Pemikiran Dalam Fiqih Kontemporer, (Jakarta : Penerbit Salemba Diniyah 2002), 58.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Jika ditinjau dari 4 inti tersebut, dapat ditinjau dari bentuknya, profesi tersebut bisa berupa : 1) Usaha Fisik, seperti pegawai atau artis 2) Usaha Pikiran, seperti konsultan, dokter atau desainer 3) Usaha Kedudukan, seperti komisi dan tunjangan jabatan 4) Usaha Modal, seperti investasi12 Sedangkan ditinjau dari pendapatan usahanya, dapat dikategorikan menjadi : 1) Pendapatan dari hasil kerja pada sebuah instansi, baik pemerintah maupun swasta. Pendapatan dari jenis ini biasanya bersifat aktif atau dengan kata lain relative ada pemasukan/pendapatan pasti dengan jumlah yang relative sama diterima secara periodic (biasanya per bulan) 2) Pendapatan dari hasil kerja professional pada bidang pendidikan dan kejuruan tertentu, dimana si pekerja mengandalkan kemampuan pribadinya. Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan ini biasanya bersifat pasif, tidak ada ketentuan pastu penerimaan pendapatan pada setiap periode tertentu.13 Dari uraian diatas, perlu diingat bahwa Jenis profesi pada masa Rasulullah SAW ataupun pada masa ulama terdahulu masihlah sangat
12
Muhammad Hamrozi, Skripsi, Implementasi Zakat Profesi di Universitas Muhammadiyah
Malang (2007) 13
Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta: Kencana, 2006), 79
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
sederhana. Berbeda dengan zaman sekarang yang dimana profesi sudah sangat banyak variasinya seiring mengikuti perkembangan zaman modern. Tentu profesi-profesi tersebut tidak dapat dijumpai pada zaman dulu. Oleh karena itu, seiring dengan semakin banyaknya profesi yang bermacam-macam, perlu diberi penegasan ukuran, karena akan menimbulkan berbagai macam persepsi. Menurut Yusuf al-Qardhawi pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama, pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan maupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan pemghasilan profesional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya. Kedua, yaitu pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak-pihak pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.14 Dapat diartikan, zakat profesi ialah zakat yang diambil dari penghasilan, dan dibarengi dengan niat yang ikhlas guna dapat membersihkan jiwa si pemberi zakat.
14
Didin Hafiduddin, Panduan Tentang Zakat, Infaq dan Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Press 1998), 103
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
2.
Landasan Hukum tentang Zakat Profesi Dasar hukum zakat profesi dalam Al-Qur‟ an, diantaranya terdapat dalam surat: 1) Al-Hadi>d: 7
Artinya :‚Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya . Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan dari hartanya memperoleh pahala yang besar.‛.15 2) Az-Za>riya>t: 19
Artinya : ‚Dan pada harta-harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang mendapat bagian‛. 16 3) Al-Baqarah: 267
15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan . . . , 563
16
Ibid., 436
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
Artinya : ‛Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji‛.17
3.
Tujuan dan Fungsi Zakat Profesi Zakat memiliki hikmah yang luar biasa bagi yang memberi maupun yang diberi. Allah SWT tidak menurunkan suatu hukumpun kecuali demi kebaikan dan kemaslahatan umat Islam, seluruh manusia dan seluruh makhluk ciptaannya. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak hikmah kepada umat muslim baik yang berkaitan dengan Sang Kholiq maupun kepada sosial kemasyarakatan, diantaranya : 1.
Menolong atau membantu kaum dhuafa yang lemah dengan member sekedar untuk dapat memenuhi kebutuhannya.
2.
Memberantas penyakit iri hati dan dengki dari orang di sekitarnya yang berkehidupan cukup.
3.
Dapat mensucikan diri (pribadi) dari dosa dan menjadi murah hati dan peka terhadap rasa kemanusiaan serta mengurangi sifat bakhil atau serakah.
4.
Dapat menunjang terwujudnya system kemasyarakatan Islam atas prinsip ummatan wa>hidatan (umat yang satu), musawah
17
Ibid., 173
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
(persamaan
derajat
dan
kewajiban),
ukhuwah
isla>miyah
(persaudaraan Islam), takaful ijtima’ (tanggung jawab bersama). 5.
Menjadi unsure penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta dan keseimbangan tanggung jawab individu.
6.
Merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan, dan pembuktian persaudaraan Islam.
7.
Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis sehingga terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun
thoyyibatun warabbun ghofu>r.18 Hikmah tersebut diatas tidak lepas pula dari fungsi zakat sebagai pembersihan dan juga menumbuhkan kekayaan (QS. At-Taubah: 103). Selain dengan tujuan yang bersifat ukhrowi, zakat juga berefek terhadap pereknomian seperti pendapatan, konsumsi, investasi, tenaga kerja dan tabungan.19 Efek pendapatan dilihat dari pendapatan atau kekayaan orang miskin naik karena zakat. Pemindahan kekayaan dari orang kaya ke orang miskin berarti terjadi pergeseran dari konsumsi barang atau jasa yang mewah menjadi barang dan jasa pokok, karena orang miskin cenderung mengkonsumsi lebih tinggi. Kenaikan konsumsi oleh orang 18
Forum Kompas, ‚Fungsi Zakat Dalam Kehidupan Sosial‛ dalam http://forum.kompas.com/ekonomi-umum/139935-fungsi-zakat-dalam-kehidupan-sosial-ekonomi .html (25 mei 2013) 19
Muhammad Zen, dalam seminar ‚Penyuluhan Zakat Bagi Takmir Masjid dan Sosialisasi Sadar Zakat di Kalangan Enterpreneur‛, (April 2012).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
miskin akan menarik investasi. Kenaikan investasi tentu juga akan menjadikan lapangan pekerjaan meningkat dan pendapatan pemilik factor produksi juga meningkat. Sehingga, meningkatnya pendapatan secara keseluruhan akan meningkatkan konsumsi dan juga tabungan. Semua aspek tersebut akan berkelanjutan dan saling berkaitan, karena efek dari zakat yang begitu besar. Sehingga apa yang menjadi tujuan zakat selain dari dapat mengentaskan kemiskinan Negara yang semakin kritis, juga sebagai usaha pensucian diri dari rasa cinta terhadap harta dapat diwujudkan. Amien. 4.
Penghitungan Zakat Profesi Sebagaimana dalam Islam yang tidak mewajibkan zakat kepada seluruh harta benda, baik itu sedikit atau pun banyak. Tetapi mewajibkan atas harta yang mencapai nishab, terlepas dari hutang dan mencukupi seluruh kebutuhan pokoknya. Hal ini untuk menetapkan golongan orang kaya yang wajib zakat, karena zakat hanya diambil dari orang yang kaya (yang mencapai kemampuan).20 Dengan demikian, penghasilan yang tinggi yang mencapai nishab seperti gaji atau honorarium besar kepada golongan profesi, wajib dikenai zakat. Sedangkan yang tidak mencapainya, tidak dikenai kewajiban zakat. Hal ini bisa dibenarkan karena membebaskan kepada
20
Muhammad, Zakat Profesi, Wacana Pemikiran Dalam Fiqih Kontemporer, (Jakarta : Penerbit Salemba Diniyah 2002), 59
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
mereka yang memiliki gaji kecil dan membatasi kepada mereka yang memiliki golongan yang tinggi saja. Dari gambaran di atas, kriteria pekerja profesi adalah mereka yang dapat dengan mudah mendapatkan penghasilan tinggi baik itu di atas nishab atau melebihi rata-rata pendapatan pada umumnya. Mengenai besarnya nishab zakat profesi, terdapat perbedaan dari para ulama. Dikarenakan tidak adanya dalil tegas mengenai zakat profesi, para ulama menggunakan qiyas dengan melihat illat yang sama dengan aturan zakat yang sudah ada. Akan tetapi, terjadi banyak masalah karena zakat profesi ini harus diqiyaskan kemana. Untuk lebih jelasnya, akan dianalisis satu persatu tentang qiyas zakat profesi ini. Syeikh Muhammad al-Ghozali mengqiyaskan dengan zakat pertanian. Sehingga berlaku nishab pertanian (beras : 815,758 kg, hasil konversi KH. M. Ma’shum yang diterangkan dalam kitab Fathul Qadir) tapi tidak memberlakukan haul. Bila pertanian menggunak irigasi, maka zakatnya 5%, dan apabila menggunakan air hujan maka zakatnya 10%.21 Nishab zakat pertanian 815,758 kg. untuk mengetahui gaji pegawai yang setara dengan zakat pertanian maka dikalikan dengan harga minimal beras. 815,758 kg x Rp 6.000 = Rp 4.894.548
21
Muhammad Bagir, Fiqih Praktis I, (Bandung : Mizan Media Utama, 2008), 301-302.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Jadi, apabila mendapatkan gaji sejumlah itu, harus mengeluarkan zakat. Jika disesuaikan dengan pendapat perbulannya, jumlah tersebut harus disesuaikan juga. Misal, petani mengalami panen setahun dua kali. Rp 4.894.548 x 2 = Rp 9.789.096 Lalu dibagi 12 bulan, sehingga pendapatan petani perbulannya sebesar Rp 815.758,
apabila ada pegawai yang mendapatkan
penghasilan sebesar itu, maka harus mengeluarkan zakatnya. Jadi biarpun mendapatkan dengan cara susah, 5% (Rp 40.787,9) atau dengan cara mudah, tetap harus dikenai zakat 10% (Rp 81.575,8). Hal ini sangat tidak mungkin, karena pendapatam tersebut untuk pegawai sangatlah kurang, belum lagi dipotong dengan kebutuhan sehari-hari. Kemudian Yusuf Qardhawi, Wahbah Zuhaily dan ulama lainnya mengqiyaskan dengan zakat emas dan perak yang memberlakukan nisbah dan haul. Emas (77,50 gr) dan perak (543,35 gr) sedangkan harga emas (Rp 300.000) dan perak (Rp 20.000). Emas : 77,50 gr x Rp 300.000 = Rp 23.250.000 Perak : 543,35 gr x Rp 20.000 = Rp 10.867.000 Karena ada haul, maka jumlah nishab tersebut haruslah dijumlahkan selama satu tahun. Jadi, bila gaji sebulan sama atau lebih dari Rp 1.937.500 keluarkan zakatnya sebesar 2,5% (Rp 48.437,5). Bahkan jika diqiyaskan dengan perak, Rp 905.583, maka zakat yang harus dikeluarkan hanya Rp 22.639,6 (2,5%) saja.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Namun jika zakat profesi tersebut diqiyaskan dengan zakat perdagangan akan terasa lebih rasional, karena profesi seperti menjual jasa, dan menjual jasa juga merupakan perdagangan. Akan tetapi para ulama masih memperdebatkan karena ada atau tidaknya nishab dan haul pada
zakat
tersebut.
Sedangkan
Yusuf
Qardhawi
memberikan
pandangan lain dalam pengeluaran zakatnya : a. Secara langsung, dihitung 2,5% dari penghasilan kotor secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat bagi mereka yang dimudahkan rezekinya. b. Setelah dipotong kebutuhan pokok, dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong kebutuhan pokok. Metode ini pas untuk mereka dengan gaji pas-pasan. Dan untuk menentukan kewajiban zakatnya, Qardhawi mengemukakan : a. Memberlakukan nishab (77,50 gr emas) pada setiap jumlah penghasilan yang diterima. Maka, penghasilan yang mencapai atau melebihi nishab seperti gaji yang tinggi atau honorarium yang besar dikenai wajib zakat. b. Mengumpulkan penghasilan berkali-kali dalam waktu tertentu sampai mencapai nishab (77,50 gr emas), dengan syarat tidak melewati masa haul, bahkan mendekati haul berikutnya, berarti tidak wajib zakat karena dipandang penghasilannya masih kurang. Dari dua pilihan diatas, pilihan pertama terlihat lebih mendekati keadilan social Karen membebaskan mereka yang berpendapatan kecil
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
dan membatasi kepada mereka yang memiliki jabatan tinggi saja yang memperoleh pendapatan besar dengan cara mudah. Jadi, untuk lebih jelasnya, menentukan kadar nishab dalam zakat ini adalah sebagai berikut22: a. Di samakan dengan hasil pertanian, baik nishab maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishabnya setara dengan 652,5 kg beras (hasil konfersi Dr. Wahbah az-Zuhaili) kadar yang harus dikeluarkan adalah 5% dan harus dikeluarkan setiap menerima. b. Nishabnya disamakan dengan hasil pertanian, sedangkan kadar yang harus dikeluarkan disamakan dengan kadar zakatnya emas, yakni 2,5%. c. Disamakan dengan emas atau perak, baik nishab maupun kadar yang harus dikeluarkan. Kadar nishab dalam emas adalah 77,5 gr sedangkan perak adalah 543,35 gr. Adapun kadar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5%.
C. Mekanisme Penerimaan dan Pengelolaan pada Zaman Dulu Dalam masa jahiliyah, pemimpin dianggap sebagai hakim dalam memutuskan segala macam persoalan. Siapa menjadi penguasa atas sebuah kabilah, maka dialah yang memutuskan persoalan bahkan dalam politik maupun perekonomian.
22
LAZISWA Sidogiri, ‚Panduan Praktis Memahami Zakat‛, (Surabaya: LAZISWA Sidogiri, 2010), 26
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
Tradisi masyarakat arab jahiliyah dalam mendapatkan harta dengan cara adu kekuatan dan kekuasaan, yang dimana barang siapa memiliki kekuatan dan kekuasaan lebih maka dialah yang menguasai perekonomian. Sejak Islam datang, diajarkan bagaimana mendapatkan harta dengan cara yang benar.23 Islam menghapuskan system perpajakan, yang dimana pajak dikenakan kepada fakir miskin dengan cara menyerahkan hartanya. Jika mereka sudah tidak lagi memiliki harta kekayaan, maka mereka harus menjadi budak penguasa. Perubahan yang dilakukan Islam adalah dengan merubah system perpajakan menjadi zakat, meskipun arti dari keduanya tidak beda jauh, yaitu sama-sama menarik sesuatu berupa uang untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah atau badan yang mengurusi masalah tersebut. Perlu ditinjau kembali dari keduanya, bahwa zakat dan pajak tidak sama. Pajak dibayarkan karena merupakan kewajiban sebagai warga Negara, sedangkan zakat dianggap sebagai kewajiban seorang muslim untuk menunaikan karena didalam harta tersebut ada hak orang lain. Banyak dari orang menganggap bahwa dengan membayar pajak berarti menunaikan zakat, tapi perlu dijelaskan kembali bahwa karakteristik dari keduanya
23
Ahmad Syalabi, ‚Revolusi Pemikiran Ekonomi Islam‛, terj. Muhammad Labib, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003), 256
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
berbeda. Menurut Yusuf Qardhawi dalam ulasannya Sari Penting Kitab Fiqih Zakat menjelaskan persamaannya :24 1.
Adanya unsur paksaan dalam mengeluarkan
2.
Disetorkan kepada lembaga pemerintahan
3.
Tidak memberikan imbalan tertentu kepada pemberi
4.
Memiliki tujuan ekonomi dan kesejahteraan kemasyarakatan.
Sedang perbedaannya : 1.
Dari segi nama yang berbeda sehingga memberikan motivasi yang berbeda.
2.
Hakekat dan tujuan untuk beribadah
3.
Batas nishab dan ketentuannya
4.
Mengenai pengeluarannya
5.
Memiliki maksud serta tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi. Dengan begitu, sebagai pajak, zakat juga merupakan kewajiban berupa
harta yang pengurusannya dibawah pemerintah. Bila seseorang tidak mau membayarnya dengan sukarela, maka Negara dapat memintanya secara paksa untuk kemudian digunakan buat kesejahteraan masyarakat. Pada zaman dulu, tepatnya pada masa Abu Bakar, pernah beliau memerangi suatu kaum yang tidak membayar zakat karena membangkang. Namun pada akhirnya setelah membayar, zakat tersebut dikembalikan lagi kepada masyarakat yang membutuhkan. Kisah Abu Bakar tersebut mengingatkan dengan Tsalabah yang miskin tapi rajin beribadah. Atas 24
Yusuf al-Qardhawi, Fiqhuz . . ., 128.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
kesabaran dan ketabahannya, Rasulullah SAW lantas mendoakan supaya rezekinya ditambah, namun yang terjadi justru semakin jauh dalam mengingat Allah SWT karena semakin banyaknya harta. Ia pun diperintahkan untuk mengeluarkan zakat atas jerih payahnya, namun ia menolak.25 Mu’awiyah seperti disebutkan dalam kitab al-muwatta’ tercatat sebagai khalifah yang pertama kali menarik zakat dari al-a’tiyah (gaji para militer). Para sahabat lain pun tidak mengajukan keberatan, padahal pada masa pemerintahannya masih terdapat sahabat senior dan ahli fiqih. Setelah masa mu’awiyah, Umar ibn Abdul Aziz selalu menarik zakat dari al-ata’at (gaji pegawai), al-jawaiz (hadiah), al-mazalim. Menurut catatan Abu Ubaidah bahwa Umar ibn Abdul Aziz apabila memberikan
‘ummalah (upah kerja seperti gaji pegawai dan upah buruh pada masa sekarang)kepada seseorang, beliau menarik zakatnya. Gaji para tentara juga selalu ditarik zakatnya. Diriwayatkan ibn Abi Syaibah, Umar selalu menarik zakat dari hadiah maupun uang intensif, mirip dengan penarikan pajak terhadap pendapatan dan hadiah pada masa sekarang.26 Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa dalam penarikan zakat yang dilakukan pada masa Mu’awiyah dan Umar ibn Abdul Aziz dengan cara menarik zakat dari gaji pegawai atau tentara sebelum memberikan gaji
25
Sayid Quthb, ‚Tafsir fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an‛, (Jakarta: Gema Insani, 2000), 145 26
La Riba, ‚Zakat Profesi dan Upaya Menuju Kesejahteraan Sosial‛, Jurnal Ekonomi Islam, vol 1, 53
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
tersebut. Bahkan pada masa Abu Bakar, menarik zakat dengan cara paksa. Hal tersebut bisa saja dilakukan karena sulitnya menarik zakat ketika pendapatan atau gaji tersebut sudah diterima oleh pegawai atau tentara. Seperti disebutkan dalam hayatu Muhammad serta Abu Bakar as-
Shiddiq karya Muhammad Husein Haykal, diterangkan bahwa ketika Rasulullah SAW wafat, banyak orang yang enggan mengeluarkan zakat. Menurut mereka, zakat hanya diwajibkan saat Rasulullah SAW masih hidup saja. Biasanya
Rasulullah
SAW
mengirim
petugas-petugas
untuk
membagikan zakat kepada mustahiq. Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab pernah melakukan hal yang sama, dengan tidak membedakan mana harta yang jelas maupun yang tersembunyi. Utsman bin Affan awalnya juga melakukan hal yang sama, tetapi kemudian beliau melihat adanya harta tersembunyi
sehingga
menyulitkan
untuk
mengumpulkannya
dan
menyulitkan pemilik harta untuk diselidiki, maka pembagian zakat diserahkan kepada pemilik harta itu sendiri. Para fuqaha’ juga telah bersepakat bahwa pembagian harta yang tersembunyi dilakukan oleh pemilik harta itu sendiri. Kemudian timbul pertanyaan, manakah yang lebih baik membagikan zakat sendiri atau diserahkan kepada imam (petugas)?, menurut Imam Syafi’i menyatakan lebih baik jika diserahkan kepada imam, jika imam tersebut ternyata adil. Sedangkan menurut Imam Hambali, lebih baik jika dibagikan sendiri-sendiri tapi jika diserahkan kepada pemerintah juga tidak ada halangan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
Adapun mengenai harta yang jelas, Imam Malik dan Imam Hanafi berpendapat yang berhak dalam memungut dan membagikan zakat adalah imam (petugas) dan para pembesar (negara).27 Jadi, dapat ditarik beberapa kesimpulan dari keterangan diatas yaitu : 1.
Penarikan zakat dapat dilakukan oleh petugas zakat (amil zakat) yang ditunjuk masyarakat dan kemudian dikenal dengan LAZ (lembaga amil zakat) atau badan yang dinaungi langsung oleh pemerintah (BAZ).28
2.
Penarikan zakat dapat dilakukan dengan paksaan jika terjadi pembangkangan dalam menunaikannya, karena zakat juga termasuk sumbangan wajib bagi perbendaharaan Negara.29
3.
Pengelolaan dana zakat harus tepat sasaran. Seperti dicontohkan oleh sahabat nabi bernama Umar bin Abdul Aziz sebagaimana diriwayatkan Abu Ubaid, ketika beliau memerintahkan kepada gubernur Baghdad, Yazid bin Abdurrahman, untuk memberikan upah kepada orang yang biasa menerima upah kemudian orang yang berhutang dan tidak boros, kepada orang lajang yang ingin menikah dan kepada orang yang mempunyai usaha tapi kekurangan modal. Hal tersebut dilakukan karena dana zakat yang teramat banyak.30
27
Adhi Permana Putra, ‚Pengelolaan Zakat dalam http://www.zisindosat.com/pengelolaan-zakat-dalam-tradisi-islam/ 28
Tradisi
Islam‛
dalam
Republik Indonesia, ‚Undang-Undang No. 23 Tahun 2011‛
29
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern. (Jakarta: Gema Insani Press,2002), 256 30
Ibid., 230
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id