Pengantar Penulis:
Sesuatu Yang Baik itu Berita Ketika melihat berbagai aksi, membaca berbagai buku dan tulisan tentang Pak Harto setelah ia lengser dari jabatan Presiden RI yang hanya memunculkan kelemahan dan kesalahannya, hati saya begitu nelangsa sedih, sebab bagi saya keburukan dan kelemahan seseorang, tak baik jijca di ungkapkan tanpa menggunakan etika, apalagi kemudian dijadikan konsumsi publik. Yang lebih parahnya, seseorang yang ditelanjangi kesalahannya, dihujat dan dihina itu adalah seorang yang telah berjasa besar bagi NKRI, seorang pemimpin bangsa yang bernama Pak Harto. Saya bukan siapa-siapa, saya hanya rakyat biasa yang tak pernah mengenal Pak Harto secara dekat, tetapi dengan banyaknya hujatan, tuduhan dan penghinaan yang ditujukan kepadanya -setelah ia bukan lagi Presiden RI, sudah sepuh bahkan kini sakit-sakitan membuat hati saya tergetar. Ternyata bangsa ini telah kehilangan etika kesopanan dan rasa menghargai orang yang lebih tua, terutama pemimpin-nya sendiri. Memang, semakin hari semakin banyak perubahan di negeri ini. Namun bukankah perubahan yang semakin baik yang kita idam-idamkan dan yang seharusnya kita perjuangkan? Seperti hal-nya ketika bulan Mei 1998 lalu, saat saya menjadi mahasiswa, saya-pun ikut demonstrasi bersama ribuan rekan-rekan mahasiswa di Jakarta hingga menduduki gedung DPR-MPR Senayan. Waktu itu, saya tidak mengerti akan maksud demonstrasi besar-besaran itu, tetapi hanya satu dalam pikiran saya -juga mungkin di benak teman-teman mahasiswa lainnya— ingin ada perubahan kearah yang lebih baik. Dan ketika itu Pak Harto memang digambarkan sebagai musuh rakyat, seorang diktator, seorang koruptor dan musuh demokrasi yang harus dilawan. Karena itu, dengan segala upaya antara sadar dan tidak sadar akan kebenarannya saya ikut bergabung dengan ribuan mahasiswa lainnya, ingin membawa bangsa ini kepada perubahan. Oleh karenanya, reformasi harus ditegakkan. Dan ketika itu mahasiswa sepakat, hanya satu jawabannya : Pak Harto harus diturunkan! Maka sayapun bergabung dengan ribuan rekan-rekan mahasiswa lainnya, berdemonstrasi bersama-sama menyuarakan reformasi. Sayapun ikut bernyanyi, bersorak, dan bergembira karena demonstrasi saat itu tak ubahnya seperti sebuah rekreasi. Bahkan orang-orang yang tak mengerti dengan tujuan demonstrasipun ikut bersatu. Jadilah lautan manusia. Sungguh sesuatu yang luar biasa. Ketika itu, reformasi ibarat sebuah keajaiban. Sebuah solusi dan sebuah harapan : Bakal ada perubahan besar yang lebih baik di negeri ini setelah Pak Harto tidak lagi jadi Presiden. Bahkan waktu itu sama sekali tak terpikkkan oleh saya tentang kebenaran faktual mengenai sisi baik dan buruk Pak Harto. Akhirnya Pak Harto pun mengundurkan diri secara konstitusional, pada pagi hari, tanggal 21 Mei 1998. Saya dan rekan-rekan mahasiswa-pun bersorak kegirangan. Menang! Dan reformasi kini dijalankan. Tapi apa yang terjadi selanjutnya? Bertahun-tahun kemudian, setelah lengsernya Pak Harto, ternyata tidak terlihat perubahan yang diharapkan. Dan saya mulai berpikir ketika berhadapan dengan kenyataan: Reformasi yang tidak membuahkan hasil. Reformasi yang didengung-dengungkan ternyata bukan solusi atau jawaban bagi bangsa Indonesia. Dan ternyata saya tersadar bahwa demonstrasi yang saya lakukan bersama ribuan rekan-rekan
mahasiswa pada Mei 1998 lalu ternyata tidak membuahkan sesuatu yang baik, apalagi lebih baik. Dan kini rakyat pun mulai menjerit ketika suhu sosial, politik, dan ekonomi tak terkendali. Bahkan bangsa ini terus menuju keterpurukan dengan gonta-ganti presiden, gonta-ganti kebijakan, gonta-ganti menteri bahkan kita tak bisa lagi menghafal namanama menteri. Lebih parahnya lagi, Pancasila yang jelas-jelas sebagai ideologi negara kini tak terdengar bahkan nyaris hilang, dan UUD 1945 pun telah diamandemen. Lalu akan kemanakah bangsa kita? Reformasi telah digantikan oleh kekuasaan, bahkan menjadi sebuah orientasi yang permanen. Kini setiap orang - juga partai politik sibuk mempersiapkan diri untuk "berebut kekuasaan" atas nama demokrasi, melalui Pemilu, Pilkada maupun Pilpres yang notabene membutuhkan biaya besar sementara tidak sedikit rakyat Indonesia yang bertambah miskin. Lantas, kapan pula rakyat negeri ini akan menuju kesejahteraan yang menjadi tujuan reformasi jika politik menjadi prasyarat utama pembangunan nasional kita? Dan kini, mau dibawa kemanakah negeri ini jika akhirnya kita tak punya lagi GarisGaris Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai acuan pembangunan? Akhirnya saya-pun mulai tersadar dengan hasil dari Reformasi. Reformasi yang menghasilkan kebebasan tetapi bukan kesejahteraan yang diharapkan. Anehnya, setelah bertahun-tahun Pak Harto meletakkan jabatannya sebagai Presiden, masih ada saja yang menghujatnya. Sedangkan orang-orang yang menghujat itu, setidaknya sedikit banyak telah menikmati karya Pak Harto. Melihat itu saya berpikir dan bertanya dalam hati, seburuk itukah Pak Harto? Apakah benar rakyat membenci Pak Harto? Bukankah ia pernah berhasil memimpin bangsa besar ini? Dan tidak adakah kelebihan-kelebihan yang memang patut ditulis dan dibanggakan dari seorang pemimpin sekaliber Pak Harto? Oleh karenanya sejak awal Januari 2006 saya mencoba mengumpulkan data, membaca berbagai buku, tulisan serta bertanya dan berdiskusi dengan banyak orang tentang Pak Harto. Saya terperangah, ternyata begitu banyak orang yang menghormati, mengagumi dan memuji kepemimpinan Pak Harto. Ternyata banyak kelebihan yang tak terungkap. Sedikit demi sedikit saya mencoba mengumpulkan berbagai kelebihan dan keberhasilan yang dimiliki Pak Harto karena bagi saya, sesuatu yang baik itu adalah berita. Dan disitulah awal penulisan buku ini, yang memaparkan kebaikan dan kelebihan yang dimiliki Pak Harto, baik sifat, pemikiran dan berbagai hal yang pernah diberikannya untuk negeri ini. Untuk itu, saya berharap tulisan ini dapat bermanfaat, khususnya bagi generasi muda yang belum mengetahui apa kelebihan dan keberhasilan Pak Harto serta bagaimana strategi Pak Harto dalam membangun bangsa Indonesia yang majemuk ini. Jakarta, Juli 2006
Dewi Ambar Sari
Pelajaran Atas Kelebihan Pak Harto Pak Harto adalah sebuah legenda. Sebuah fenomena. Sebuah potret perjalanan sejarah bangsa ini. Sejarah ketokohan, sekaligus kepemimpinan yang mampu memberikan pelajaran berharga pada kita semua. Sejarah bangsa, komplet dengan warna hitam putihnya. Bahwa, selain kelemahan dan kekurangan yang telah banyak ditulis orang terdapat pula sisi kekuatan dan kelebihan yang perlu juga ditulis dan dikemukakan. Dan ini berlaku juga dalam menyikapi Pak Harto. Sosok yang fenomenal lantaran ia punya arti penting bagi perjalanan sejarah kepemimpinan bangsa ini. Suka atau tidak, banyak jasa dan pengabdian yang telah dia berikan. Banyak hasil yang telah dicapai. Bahkan, secara faktual tak bisa diingkari bahwa orang orang yang kini tengah memimpin dan menonjol di negeri ini adalah orang-orang Orde Baru. Orang-orang yang pernah bergerak dalam sistem dan tatanan sebuah Orde di bawah kepemimpinan Pak Harto. Masa dimana pembangunan terus menerus dilakukan untuk mencapai kesejahteraan bangsa. Jika dianalogkan sebuah rumah: Ibarat Bung Karno yang membuat fondasi, Pak Hartolah yang membangun. Jika rumah sudah utuh, maka pemimpin berikut, seyogyanya mengatur isi rumah. Mengatur tata letak, dekor, dan perabotan sehingga rumah terasa nyaman dan tentram. Lalu, pemimpin berikutnya lagi: mengatur dan membangun harmoni orangorang yang berada di dalam rumah agar tercipta saling rasa memiliki, saling bersaudara, saling bahu membahu, kesatuan dan persatuan, dan saling bertanggung jawab untuk tujuan yang sama. Membangun kebanggaan atas rumah yang kita miliki bersama, yang wajib kita rawat dan jaga bersama. Rumah kita adalah rumah Indonesia. Karena itu, seyogyanya memang harus ada pola kesinambungan mulai dari membuat fondasi rumah, membangun, dan seterusnya. Jadi, bukan sebaliknya. Bukan membuat fondasi dan tiang-tiang baru, bukan memperlemah ikatan persaudaraan atas nama demokrasi, bukan menciptakan sekat-sekat baru di dalam rumah, dan seterusnya, yang notabene hanya akan memporak-prandakan seisi rumah, baik secara fisik maupun psikis. Siapakah yang sudi rumah kita - juga sekalian isinya hancur berantakan ? Kini, dengan usianya yang telah kelam ini, Pak Harto sosok tokoh yang pernah membangun bangsa sudah sepuh, renta dan sakit-sakitan. Tapi toh masih saja terus dihujat dan dipersalahkan - walau pun tidak oleh semua orang. Karena sesungguhnya juga saya yakin 100 prosen masih sangat banyak orang yang menghormati dan mencintai Pak Harto ketimbang yang menistakannya. Bukan berbicara perkara benar atau salah, hitam atau putih, melainkan senantiasa kita harus lebih jujur dan terbuka dalam menyikapi Pak Harto. Sejarah Indonesia tak akan pernah bisa dihapuskan begitu saja hanya dengan menumpukkan segala beban dan kesalahan di pundak Pak Harto. Dan lagi, rasanya tidak klop pula jika kita hanya melihat kelemahannya semata. Sementara di balik itu, sesungguhnya masih tersimpan berjuta-juta kelebihan dan keberhasilan yang telah dkaih dan diperjuangkan Pak Harto selama ini. Dan untuk bangsa ini. Dan berbagai kelebihan Pak Harto inilah yang menjadi rujukan ditulisnya buku ini, yakni menyuguhkan hal-hal yang baik dari seorang Pak Harto, sesosok tokoh yang pernah memimpin bangsa ini. Yang pernah berhasil membawa Indonesia selangkah lebih maju
ke depan. Tak hanya kebijakan-kebijakannya yang pro rakyat, tapi juga berbagai kelebihan dalam sifat, karakter, dan kemampuannya dalam memimpin, terbukti telah membuahkan banyak hasil. Ini karena seperti juga Bung Karno Pak Harto adalah sosok pemimpin yang visioner. Tidak berpikirjangka pendek, melainkanjangka panjang ke depan. Bahwa kepentingan bangsa jauh berada di atas kepentingan pribadi. Namun, kenapa pula masih ada saja orang yang menistakannya ? Memaksanya untuk "bertanggunga jawab" secara hukum atas "kesalahan" yang belum tentu benar-benar miliknya? Bahkan, masih kita ingat benar sampai sampai uang lembar Rp 50.000,- yang bergambar Pak Harto tersenyum pun dimusnahkan. Ditarik dari peredaran dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Padahal itu adalah uang negara, alat bayar yang sah. Namun, karena ada foto Pak Harto, maka uang itu perlu "dilenyapkan" begitu saja. Alangkah naifnya bangsa ini. Sebagaimana juga naifnya pelbagai tuduhan yang tak terbukti, meruyaknya prasangka dan stigma yang buruk, atau hal-hal yang menyakitkan, jauh dari sikap "manusiawi" memperlakukan sosok Pak Harto yang jelas-jelas pernah menjadi pemimpin bangsa ini. Sementara itu kita tahu, di antara sekian banyak prasangka buruk dan tuduhan terhadap Pak Harto, toh hingga kini tak satu pun pernah terbukti. Sebagai misal, pertama, tuduhan bahwa di rumah Pak Harto memiliki bunker bawah tanah. Namun setelah dicek dengan alat-alat canggih oleh Mabes Polri, sama sekali tidak ditemukan.bunker-bunker bawah tanah yang dimaksud. Kedua, mengenai dugaan Pak Harto memiliki simpanan kekayaan di luar negeri sebagaimana pernah dikemukakan pada era Presiden Gus Dur yang pernah meminta Presiden AS, Bill Clinton untuk melacak kekayaan Pak Harto di wilayah Amerika Serikati, juga tak pernah ada. Bahkan Amin Rais sendiri yang dulu kerap dibantu Pak Harto pernah juga menuduh Pak Harto mempunyai simpanan uang di Swiss sebesar 9 milyar dollar. Namun, itu juga tidak pernah terbukti lantaran memang tak pernah ada simpanan itu. Bahkan, yang lebih aneh lagi sebagaimana pernah dikemukakan oleh Probosutedjo bahwa ia juga pernah disebutsebut mempunyai simpanan uang bersama Pak Harto dan Mbak Tutut dalam bentuk uang Rp 50 ribu di Solo sebanyak 50 triliun. Dan ini sempat pula diselidiki oleh berbagai pihak, dan hasilnya nol lantaran simpanan di Solo itu memang tak pernah ada sama sekali.1 Dan tentu saja masih banyak lagi prasangka dan tuduhan kepada Pak Harto. Termasuk juga tuduhan memiliki sejumlah yayasan, yang notabene tidak berdasar, lantaran yayasan-yayasan itu justru beroperasi dan diabdikan untuk kepentingan rakyat banyak, dan setiap tahun selalu diaudit. Alangkah uniknya, memang. Juga, kalau kita mau jernih dan jujur menengok pada "kejatuhan" Pak Harto pada bulan Mei 1998, sesungguhnya siapakah yang menjatuhkan Pak Harto itu? Apakah benar-benar seluruh Rakyat Indonesia menghendaki Pak Harto lengser? Jujur saja, tentulah tidak semua rakyat menginginkan hal itu. Mereka, para pelopor reformasi demikian kita memberi istilah sesungguhnya adalah para mahasiswa yang disertai dengan sejumlah tokoh politik dan tokoh masyarakat. Para pelopor reformasi itu adalah ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR MPR, yang notabene masih berusia muda sekitar 18-24 tahun lahir di masa Orde Baru yang tentu tidak pernah tahu bagaimana susahnya Pak Harto membangun bangsa dan negeri ini dari warisan keterpurukan Orde Lama. Mereka juga bolehjadi tidak mengerti pula secara substansial untuk apa mereka melakukan pendudukan di gedung DPR Senayan ketika itu. Atau, bagaimana saat Pak Harto mengawali kebangkitan negeri ini dari keterpurukan
ekonomi, sosial, dan politik pasca pemberontakan G30S/PKI, atau bagaimana Pak Harto mempertahankan NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 secara konsisten, konsekuen, dan berkesinambungan. Bahkan pada masa kepemimpinan Pak Hartolah rasa kebanggaan sebagai bangsa Indonesia tercipta. Kita bangga karena negara kita cukup disegani dan dihormati di antara para negara tetangga Boleh jadi benar jatuhnya korban mahasiswa yang tewas pada tragedi Mei 1998 sebagai martir reformasi menjadi penyebab lengsernya Pak Harto. Tapi lengsernya Pak Harto juga menjadi penyebab porakporandanya sebuah sistem, tatanan sosial ekonomi, politik, dan kesinambungan pembangunan yang pernah ditata dengan baik oleh Pak Harto. Kemudian, tanyalah kepada orangtua korban martir reformasi, manakah keadaan lebih baik antara dulu dan sekarang ? Benarkah Pak Harto merupakan penyebab utama gugurnya anak-anak mereka ? Benarkah Pak Harto menjadi penyebab utama huru-hara anarkhis, penjarahan, pembakaran, dan perkosaan di berbagai tempat di Jakarta ? Ataukah ada "skenario lain" yang sengaja untuk menjatuhkan Pak Harto ? Entahlah. *** Dengan munculnya buku ini, bolehjadi ada sebagian orang - terutama yang mengaku kaum reformis akan merasa jengkel. Namun tentu saja kejengkelan ini cukup beralasan mengingat mereka merasa telah "menjatuhkan" Pak Harto (meski padahal tidak sama sekali) Tapi kejengkelan ini bukanlah sesuatu yang salah. Seperti juga tak ada salahnya pula kita menulis segala sesuatu yang baik dan benar mengenai Pak Harto. Demikianlah, seperti juga judulnya "Beribu Alasan Rakyat Mencintai Pak Harto" tentu saja buku ini lebih mengedepankan aspek positif ketimbang aspek negatif. Lebih banyak menggelindingkan kelebihan ketimbang kekurangan, atau mengutip istilah kami yang menuliskan buku ini: masih banyak hal-hal yang baik yang perlu dikemukakan mengenai Pak Harto. Dan sesuatu yang baik itu perlu dikabarkan kepada semua orang. Dan memang tak ada yang salah dengan hal ini. Siapa pun berhak memberi penilaian mengenai Pak Harto, termasuk juga kita semua. Buku yang menyajikan isi redaksionalnya ke dalam beberapa bagian sederhana. Pertama, mengenai Kepribadian, Karir dan Pengabdian Pak Harto, yang kedua mengenai Strategi, Manajemen dan Kepemimpinan Pak Harto. Lalu yang ketiga adalah pelbagai komentar rakyat mengenai Pak Harto. Rakyat dari pelbagai kalangan, lintas profesi, lintas kultur, serta lintas golongan. Ini karena kami percaya, memang masih banyak rakyat yang menghormati, mengagumi, dan mencintai Pak Harto hingga kini. Dan itu memang terbukti di lapangan manakala sejumlah rakyat ditanyai prihal Pak Harto, yang dengan jujur mereka bilang: memang ada banyak sisi baiknya. Ada banyak bukti bahwa secara personal Pak Harto memang seorang pemimpin negarawan yang melihat ke depan. Pemimpin yang mencintai (juga dicintai) rakyat karena ada banyak kepentingan rakyat yang lebih diutamakan. Walaupun tak bisa diingkari pula di lapangan, ada sebagian kecil pula yang merasa enggan (baca: takut) berkomentar mengingat kedudukannya masih aktif sebagai pegawai negeri. *** Memang, semua sajian di atas, tentu saja disajikan secara populer dan berdasarkan faktafakta yang ada, baik dari sumber yang tertulis maupun sumber lisan dari sejumlah orang yang mau jujur dan jernih dalam melihat sosok Pak Harto, baik dari dekat maupun dari kejauhan. Karena itu sedikit banyak, tentulah kita berharap buku ini akan sedikit berarti.
bukan saja bisa menjadi rujukan informasi, melainkan juga menjadi rujukan sisi baik dari seorang pemimpin bangsa.. Sejarah akan mencatat baik dan buruknya seorang Pak Harto. Kelemahan dan kelebihannya. Sebagai manusia biasa, tentu saja Pak Harto tak luput dari kekhilafan dan kelemahan. Seperti juga kita semua. Namun, di balik semua itu, sesungguhnya ada banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik dari seorang pemimpin bernama Pak Harto, tak sedikit pelajaran atas pelbagai kelebihan yang ia miliki sebagai pemimpin bangsa. Boleh jadi apa-apa yang tersaji dalam buku ini masih sedikit dan baru bersifat pengantar belaka. Sebab jika kita mau urai secara detil dan mendalam persatu sub judul saja, misalnya mungkin ada puluhan bahkan ratusan halaman yang bisa ditulis secara lebih lengkap, rinci, dan menyeluruh mengenai Pak Harto. Karena memang ada banyak soal dan cerita mengenai pelbagai sisi sosok Bapak Pembangunan Indonesia yang pernah menghantarkan negeri ini kepada sebuah kemajuan yang berarti. Demikian, semoga buku ini berguna bagi seluruh rakyat Indonesia, yang mau belajar dari kelebihan dan kekurangan dari para pemimpinnya, termasuk juga Pak Harto. Semoga bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi tumbuh dan berkembangnya sejarah kepemimpinan yang baik, benar dan objektif bagi warga negara Republik ini, khususnya generasi muda. Karena itu, apa yang baik perlu kita ambil. Apa yang buruk perlu kita buang. Apa yang telah dibangun Pak Harto dengan baik untuk bangsa ini, harus tetap kita teruskan dan pertahankan. Apa yang masih kurang, harus kita perbaiki dan sempurnakan. Karena semua ini semata-mata untuk kesinam-bungan kemajuan bangsa ini. Bukankah kita semua ingin melangkah maju ke depan ? Jadi, bukanlah untuk mundur ke belakang.
Jakarta, awal Juli 2006
Lazuardi Adi Sage