BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Definisi Kebudayaan
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budi untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan dan kebenaran serta keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Abu Ahmadi (1986:92) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebudayaan yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan Alam Keadaan alam (lingkungan geografi) pada umumnya mempunyai pengaruh yang besar terhadap suatu kebudayaan. Yang dimaksud lingkungan geografi misanya: iklim, letak bumi, dan alam fisik (seperti kayu, batu dan lain-lain). Pengaruh alam ini tidak saja tampak pada kebudayaan kebendaan, tetapi juga pada kebudayaan kerohanian. 2. Faktor Ras Ras adalah segolongan manusia yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan turun temurun atau dengan kata lain segolongan penduduk suatu daerah yang sifatsifatnya dari keturunan adalah lain dari penduduk daerah yang wujudnya berbeda.
3. Faktor hubungan antara bangsa-bangsa Perbedaan kebudayaan suatu bangsa dari masa kemasa disebabkan karena kebudayaan itu hidup dan bertumbuh, karena ia selalu berubah. Gerak perubahan itu tampak pada bangsa-bangsa sederhana dan cepat pada bangsa-bangsa modern. Perubahan-perubahan itu selain disebabkan oleh keadaan alam dan perbedaan ras, disamping itu pula adanya hubungan-hubungan yang baru. Menurut Abu Ahmadi (1986:94) pembagian kebudayaan dari segi kegunaannya, maka kebudayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: 1. Kebudayaan lahir atau kebudayaan material, kebudayaan yang bersifat kebendaan, Yaitu suatu hasil budaya yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhan lahiriah, misalnya pakaian, gedung-gedung, alat-alat senjata, mesin-mesin dan lain-lain. 2. Kebudayaan batin atau kebudayaan immaterial, kebudayaan yang bersifat kerohanian yaitu suatu hasil budaya yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhan rohaniah, misalnya bahasa, ilmu pengetahuan, adat istiadat, kesusilaan, tari-tarian, nyanyian dan lain-lain. Sidi Gazalba (Joko Tri Prasetya, 2004:30) mengemukakan bahwa “kebudayaan adalah berfikir dan merasa yang menyatakan diri dari seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruangan dan suatu waktu”. Dalam hal ini kebudayaan didefenisikan secara universal dari segala tingkah laku manusia baik yang bersifat tindakan nyata maupun yang
bersifat abstrak seperti cara berpikir dan sebagainya. Selain itu kebudayaan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia secara menyeluruh dalam upaya menciptakan suatu tatanan sistem sosial serta aspek-aspek didalamnya. Koentjaraningrat
(2002:203-204)
membagi
unsur-unsur
kebudayaan
kedalam tujuh unsur yaitu sebagai berikut: 1). Bahasa, yaitu baik bahasa lisan maupun tertulis 2). Sistem pengetahuan , 3). Organisasi sosial, yang terdiri dari sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan. 4). Sistem peralatan hidup dan teknologi seperti pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, transport, dan lain-lain. 5). Sistem mata pencaharian hidup, berupa sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya) 6). Sistem religi dan upacara keagamaan, yang merupakan sistem kepercayaan masyarakat sebagai pondasi dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. 7). Kesenian yaitu meliputi seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya Ketujuh unsur tersebut masing-masing dapat dipecah lagi kedalam sub unsurunsurnya. Ketujuh unsur kebudayaan universal ini mencakup seluruh kebudayaan makhluk manusia yang ada di dunia ini, dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya.
Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi (Soerjono, 2007:151) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan serta kebudayaan jasmania yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Berangkat dari pendapat para ahli diatas kelihatan berbeda-beda, namun sebenarnya prinsipnya sama yaitu sama-sama mengakui adanya ciptaan manusia. Dengan demikian dapat di kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi atau pikiran manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup yang meliputi kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkan dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
2.2 Definisi Akulturasi
Perubahan kebudayaan didalam masyarakat terjadi karena adanya sesuatu yang kurang memuaskan bagi masyarakat. Oleh karena itu masyarakat dengan sengaja mengadakan perubahan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan zaman. Perubahan kebudayaan dapat terjadi karena adanya faktor baru yang lebih memuaskan bagi masyarakat. Faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan kebudayaan tersebut adalah Akulturasi.
Shorter (Sumandiyo Hadi, 2006:35) merumuskan akulturasi sebagai perubahan budaya ditandai dengan adanya hubungan antara dua kebudayaan, keduanya saling memberi dan menerima atau pertemuan antara dua kebudayaan.
Akuturasi adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda dan berlangsung dengan damai dan serasi. Sebagai contoh, masyarakat transmigrasi berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara syukuran, secara tidak langsung masyarakat transmigrasi berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik mereka untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan setempat tanpa menghilangkan kebudayaan setempat serta tidak adanya pertentangan dari masyarakat lokal disebabkan komunitas kebudayaan asing ini melakukan
pendekatan dan juga
dilakukan dengan adaptasi kebudayaan yang tidak memaksa. Selain itu, kebudayaan yang mereka bawa berdaya-guna bagi masyarakat lokal. Perubahan kebudayaan yang diterima oleh suatu masyarakat dari masyarakat lainnya disebabkan ada kegunaan bagi masyaraakat masyarakat lokal untuk memperoleh peradaban yang lebih baik dari sebelumnya.
Koentjaraningrat (2002:247-248) mengemukakan akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima
dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Berdasarkan dari pendapat para ahli diatas maka dapat di kesimpulan bahwa akulturasi merupakan percampuran dua kebudayaan atau lebih yg saling berte mu dan saling mempengaruhi 2.3 Pengertian Transmigrasi 2.3. 1Tinjauan Tentang Transmigrasi Transmigrasi pada hakekatnya merupakan gerak keruangan penduduk dari suatu tempat ketempat yang lain untuk menetap dan mendapatkan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarga. Sementara itu gerak keruangan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain akan terjadi manakala kekurangan di tempat asal dapat dipenuhi di tempat tujuan. Jadi dapat di katakana bahwa “transmigrasi adalah pemindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi pemukiman transmigrasi”. (Undang-Undang No 15 Tahun 1997) Siswono Yudohusodo (1998:71-74) menegaskan bahwa “transmigrasi adalah metamorfose dari kolonialisasi yang dirancang dan dikembangkan pemerintah Hindia Belanda saat menjajah Indonesia, namun tentunya falsafah yang melatar belakangi, landasan dan tujuannya berbeda. Jika kolonialisasi merupakan upaya pemerintah Hindia Belanda mencari buruh murah untuk kepentingan perusahaan perkebunan miliknya.
Sedangkan
transmigrasi
didasarkan
atas
suatu
kesadaran
untuk
memanfaatkan potensi bangsa karunia tuhan kepada Indonesia bagi kesejahteraan rakyatnya. Lee
(Hartono, 2004:22-23)
mengemukakan
ada
empat
faktor
yang
mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan untuk melakukan transmigrasi yaitu : 1. Faktor yang terdapat di daerah asal Faktor yang terdapat di derah asal dapat bersifat positif artinya mempunyai daya dorong, seperti kerusakan sumber daya alam (erosi tanah, banjir, kekeringan, guncangan-guncangan iklim, pertentangan sosial, politik, agama). 2. Faktor yang terdapat di daerah tujuan Adapun faktor yang terdapat di daerah tujuan memungkinkan karena mempunyai daya tarik yaitu penemuan sumber daya , misalnya pertambangan, pendirian industri-industri, keadaan iklim dan lingkungan yang menyenangkan (kota peristirahatan di daerah pegunungan). 3. Faktor rintangan faktor rintangan kemungkinan disebabkan oleh keadaan lingkungan di daerah asal yang tidak mendukung, misalnya orang sakit-sakitan di daerah dingin sering kambuh penyakit asmanya, ia pergi ke daerah pantai yang hawanya panas demi kesehatan jasmani.
4. Faktor pribadi Faktor pribadi timbul dari kehendaknya sendiri dengan motif tertentu, misalnya ingin mengembangkan bakat dan kemampuannya. Masyarakat transmigrasi yang dimukimkan terdiri dari berbagai daerah asal, yaitu: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI, dan Bali. Mata pencaharian pokok adalah bertani, karena telah disiapkan lahan usaha tani. Namun dalam perkembangannya ada masyarakat transmigran yang berusaha sampingan sesuai keterampilan yang dimiliki dari daerah asal seperti : tukang kayu, tukang batu, bengkel, industri batu bata dan genteng, pembuatan tahu, dan tempe bahkah ada yang sukses menjadi pengusaha. Pelaksanaan program transmigrasi yang digalakkan sesungguhnya telah mampu menciptakan suatu tatanan masyarakat baru yang memiliki pola hidup tersendiri. Hal ini diakibatkan karena interaksi yang terjadi antara para transmigrasi yang datang dengan membawa budaya tertentu dari daerah asalnya dengan penduduk asli yang juga memiliki aturan hidup sendiri. Apabila hal ini berlangsung lama, maka potensi untuk dilahirkannya tatanan budaya baru dari hasil perpaduan antara kedua budaya tersebut. 2.3.2. Peran Pemerintah Dalam Transmigrasi
Di Indonesia program transmigrasi diimplementasikan sebagai salah satu usaha nyata mendorong laju proses integrasi nasional untuk mencapai identitas nasional yang berlaku bagi setiap manusia Indonesia. Menurut GBHN 1993 (Siswono
Yudohusodo 1998:79-80) bahwa pembangunan transmigrasi diarahkan kepada peningkatan pembangunan daerah, penataan penyebaran penduduk yang serasi dan seimbang, serta meningkatkan mutu kehidupan penduduk yang berpindah dan menetap di lokasi transmigrasi.
Sejalan dengan itu, sasaran penyelenggaraan transmigrasi yang ingin dicapai meliputi :
1. Pada tingkat pemukiman, sasaran penyelenggaraan
transmigrasi ialah
meningkatkan pendapatan transmigrasi, peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan, kesehatan, pelayanan administrasi pemerintahan dan peningkatan kelayakan
pemukimannya,
membangun
rasa
aman,
mengembangkan
dinamika interaksi masyarakat, partisipasi dan kemandirian masyarakat. 2. Pada tingkat daerah, sasarannya ialah upaya peningkatan produksi, perbaikan distribusi dan kepastian hukum atas pemilikan lahan, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, pemantapan dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan, peningkatan pendapatan asli daerah, peningkatan investasi serta tercapainya keseimbangan dan kelestarian lingkungan. 3. Pada tingkat nasional, sasarannya ialah tercapainya persebaran penduduk dan tenaga kerja secara seimbang dan serasi, penyebaran pembangunan kawasan yang seimbang, yang dikaitkan dengan kegiatan usaha yang sesuai dengan potensi daerah, terutama untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antar
golongan masyarakat, meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa serta mendorong tercapainya ketahanan nasioanal yang semakin dinamis.
Beberapa peran pemerintah untuk mensejahterakan rakyat Indonesia melalui transmigrasi adalah sebagai berikut : 1. Mengatasi pengangguran yang ada di Indonesia, misalnya dengan cara menyiapkan tenaga kerja terdidik dan terlatih, bekerja keras dan ulet, tekun serta produktif. 2. Menyediakan lahan, status lahan, fasilitas rumah dan pekarangan serta kebutuhan lain yang menjadi hak-hak dari warga transmigrasi. 3. Melakukan pemerataan pembangunan disetiap wilayah, seperti fasilitas umum, contohnya : jalan, rumah sakit, pasar, dan lain-lain. 4. Melakukan penyebaran/penempatan penduduk secara merata di Indonesia. Pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa “Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain di wilayah Republik Indonesia untuk tinggal menetap dalam rangka pembentukan masyarakat baru serta untuk pembangunan daerah, baik untuk yang ditinggalkan maupun yang didatangi dalam rangka pembangunan Nasional”. Memahami kekurangan dan kelebihan program transmigrasi di atas, tampaknya transmigrasi saat ini dan kedepan merupakan program andalan yang akan mampu menjawab tantangan Bangsa Indonesia. Dua potensi bangsa ini yaitu potensi sumber daya alam di satu pihak dan potensi sumber
daya manusia dilain pihak, akan menjadi kekuatan dahsyat untuk memperbaiki mutu pembangunan daerah. 1.4.
Masyarakat Lokal Dan Masyarakat Transmigrasi
1.4.1 Tinjauan Tentang Masyarakat Konsep masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini dimaksud untuk mendapat pengertian dan pemahaman mendalam tentang pola tingkah laku kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas, kesatuan kolektif, dalam hal ini perilaku masyarakat transmigrasi. Menurut R. Linton (Abu Ahmadi, 1986:56), mengemukakan bahwa “masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu”. Masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama. Kelompok-kelompok manusia yang dimaksud diatas yang belum terorganisasikan mengalami proses yang fundamental yaitu: (1) Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggotanya. (2) Timbul perasaan kelompok secara lambat laun. Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia itu hidup diluar masyarakat. Aristoteles (Hartono, 2004:91) mengatakan bahwa makhluk hidup yang tidak hidup dalam masyarakat adalah ia
sebagai malaikat atau seekor hewan. Masyarakat merupakan wadah untuk membentuk kepribadian dari setiap warga kelompok manusia atau suku yang berbeda satu dengan lainnya. Masyarakat merupakan pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan antara aturan tertentu. Menurut Hartono, (2004:90) unsur-unsur masyarakat sebagai berikut: 1. Harus ada kelompok (perkumpulan) manusia, dan harus banyak jumlahnya, dan bukan pengumpulan binatang. 2. Telah berjalan dalam waktu yang lama dan bertempat tinggal dalam suatu daerah tertentu. 3. Adanya aturan-aturan (undang-undang) yang mengatur mereka bersama, untuk menuju kepada satu cita-cita yang sama. Hartono, (2004:90) melihat masyarakat melalui dua tipe yaitu sebagai berikut: 1.
Satu masyarakat kecil yang belum begitu kompleks yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal tulisan, dan teknologi relatif sederhana yaitu satu masyarakat yang struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
2.
Masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah mengenal tulisan yaitu suatu masyarakat yang sukar dilihat sekaligus
segi-segi kegiatan, dan yang hanya diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja. Koentjaranigrat, (2002:144-145) mengatakan bahwa ”Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah berinteraksi yaitu dengan pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu, dimana pola itu harus bersifat mantaf dan kontinyu dengan perkataan lain pola khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang khas”. Berdasarkan defenisi diatas dapat kita lihat bahwa masyarakat mempunyai arti yang lebih luas dan dalam arti yang sempit. Dalam arti luas masyarakat dimaksud keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Dalam arti sempit masyarakat yang dimaksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya. 2.4.2. Masyarakat Lokal Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan antara aturan yang tertentu. Masyarakat timbul dari setiap kumpulan individu –individu yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama . dalam waktu yang cukup lama, kelompok manusia seperti yang di maksud diatas, yang belum terorganisasikan mengalami proses yang fundamental, yaitu :
1. Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku dari anggota-anggota 2. Timbulnya secara lambat laun, perasaan kelompok atau lesprit. Secara harfiah, pada dasarnya istilah masyarakat lokal (local communities), penduduk asli (indigenous people), masyarakat setempat, mengacu pada satu pengertian yang sama, yaitu masyarakat yang tergantung terhadap kawasan hutan, dan/atau merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan serta mengandalkan hasil hutan demi kelangsungan hidupnya (http:// wikipedia.com/.html)
Dalam skema sertifikasi hutan yang berkembang di Indonesia, baik yang dikembangkan oleh ITTO, FSC, LEI, PEFC dan Departemen Kehutanan, istilah mengenai masyarakat lokal yang demikian beragam bukanlah suatu persoalan, karena berbicara mengenai kelompok masyarakat yang sama. Hal itu mengindikasikan tingginya kesadaran berbagai pihak mengenai pentingnya perhatian terhadap masyarakat lokal dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari. Yang menjadi lebih penting kemudian adalah agar masyarakat lokal tidak hanya sekedar „dicantumkan‟ dalam peraturan perundang-undangan, tetapi benar-benar dilibatkan dan mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dalam kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan salah satu tujuan pembangunan kehutanan untuk melestarikan hutan dan mensejahterakan masyarakat.
Berdasarkan definisi diatas penulis menarik kesimpulan bahwa “masyarakat lokal merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu dengan mengandalkan hasil hutan atau bergantung pada apa yang disediakan oleh alam di sekitar lingkungan tempat tinggalnya demi kelangsungan hidupnya sebelum di datangkan masyarakat transmigrasi yang bertujuan meningkatkan pembangunan daerah”.
2.4.5 Masyarakat Transmigrasi Masyarakat Transmigrasi yang dikaji dalam penelitian ini dimaksud untuk mendapat pengertian dan pemahaman mendalam tentang pengertian yang sebenarnya mengenai masyarakat transmigrasi guna memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian . Menurut UU No. 15 tahun 1997 tentang transmigrasi bahwa yang dimaksud dengan masyarakat transmigrasi adalah masyarakat yang mengadakan perpindahan secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi pemukiman yang biasanya mendapat bantuan dari pemerintah berupa lahan dan tunjangan di pemukiman baru. Penambahan penduduk di daerah-daerah yang masih jarang penduduknya akan
banyak
membantu
meningkatkan
efisiensi
dan
efektifitas
kegiatan
pembangunan. Penambahan penduduk bukan hanya membantu meningkatkan nilai produksi daerah, tetapi juga meningkatkan konsumen-konsumen baru yang
diperlukan dalam menciptakan pangsa pasar, sehingga turut meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Daerah yang dulunya terisolir, setelah didatangi penduduk transmigran akan menjadi daerah terbuka dan mempunyai peluang untuk berkembang. Penulis menarik kesimpulan bahwa “Masyarakat transmigrasi merupakan masyarakat yang melakukan perpindahan dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke area wilayah pulau lain yang penduduknya masih sedikit atau belum ada penduduknya sama sekali dan biasanya diatur dan didanai oleh pemerintah pusat kepada warga yang umumnya golongan menengah ke bawah. Sesampainya di tempat transmigrasi, para transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan perangkat lain untuk penunjang hidup di lokasi tempat tinggal yang baru, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dengan mendapatkan kesempatan merubah nasib”. 2.5 Proses Akulturasi Masyarakat Transmigrasi Dan Masyarakat Lokal Sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia ada gerak migrasi, gerak perpindahan dari suku-suku bangsa di muka bumi. Migrasi tentu menyebabkan pertemuan-pertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaaan yang berbeda-beda, dan akibatnya ialah bahwa individu-individu dalam kelompokkelompok itu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing.
Linton (Koentjaraningrat , 1990:97) mengemukakan konsep yang sekarang sudah dianggap biasa, namun masih merupakan sesuatu yang baru pada waktu itu, yaitu perbedaan antara bagian inti dari suatu kebudayaan dan bagian perwujudan lahirnya. Bagian intinya adalah misalnya: (1) sistem nilai-nilai budaya, (2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, (3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, dan (4) beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sebaliknya, bagian lahir dari suatu kebudayaan adalah misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan reaksi yang berguna dan memberi kenyamanan. Koentjaraningrat (1990:97-98) Perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing, dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing, dalam hal menganalisis jalannya suatu proses akulturasi juga ada masalah mengenai beragam sosial-budaya yang selalu hadir dalam suatu masyarakat. Karena itu dalam suatu masyarakat yang agak luas biasanya ada perbedaan vertikal dan horisontal. Vertikal menyangkut perbedaan kelas sosial dan kasta sedangkan horisontal menyangkut perbedaan suku bangsa, golongan agama, dan golongan ras. Kalau kenyataan tersebut dihubungkan dengan masalah proses akulturasi, maka kita dapat memahami bahwa gejala aneka warna sosial-budaya juga akan menyebabkan perbedaan dalam jalannya suatu proses akulturasi.
Menurut G.M. Foster (Koentjaraningrat, 1990:101) meringkas proses akulturasi yang terjadi bila suatu kebudayaan terkena pengaruh kebudayaan asing, bahwa :
1. Hampir semua proses akulturasi mulai dalam golongan atasan yang biasanya tinggal di Kota, lalu menyebar ke golongan yang lebih rendah di dalam pedesaan. Proses itu biasanya mulai dengan perubahan sosial dan ekonomi. 2. Perubahan dalam sektor ekonomi hampir selalu menyebabkan perubahan yang penting dalam asas-asas kehidupan kekerabatan. 3. Penanaman tanaman untuk ekspor dan perkembangan ekonomi uang merusak pola-pola gotong royong tradisional dan karena itu berkembanglah sistem pengerahan tenaga kerja yang baru. 4. Perkembangan sistem ekonomi uang juga menyebabkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan makan, dengan segala akibat dalam aspek gizi, ekonomi, maupun sosialnya. 5. Proses akulturasi yang berkembang cepat menyebabkan berbagai pergeseran sosial yang tidak seragam dalam semua unsur dan sektor masyarakat, sehingga terjadi keretakan masyarakat. 6. Gerakan-gerakan nasionalisme juga dapat dianggap salah satu tahap dalam proses akulturasi.
Dalam proses akulturasi, individu yang membawa berbagai unsur kebudayaan asing atau pelaksana akulturasi harus memahami prinsif kesamaan. Semua kompleks
unsur asing itu dapat diterima hanya apabila berbagai unsur itu dapat disesuaikan dengan bentuk tingkah laku yang lama dan sesuai dengan bermacam-macam sikap emosional yang sudah ada. Suatu unsur kebudayaan asli tidak mudah dapat diganti begitu saja, tampa diintegrasikan kedalam prinsip budaya yang ada. Demikian pula halnya dengan proses akulturasi masyarakat transmigrasi dan masyarakat lokal khususnya di Kecamatan Randangan yang juga menyangkut ciri-ciri kepribadian para individu yang dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing yang baru, maka dari kedua kelompok masyarakat ini (masyarakat transmigrasi dan masyarakat
lokal)
berusaha
semaksimal
mungkin
untuk
menerima
dan
mengolaborasikan unsur-unsur kebudayaan asing tersebut tampa menghilangkan sifat kebudayaan yang asli.