BAB II KEBIJAKAN YANG TANGGAP TERHADAP PERUBAHAN MAKRO STRUKTUR SISTEM INTERNASIONAL
A.
Perubahan Makro Struktur Sistem Internasional
1.
Pengertian Makrostruktur Sistem Internasional Dalam tesis ini, tidak bisa digambarkan secara gamblang bagaimana
kondisi sistem internasional sebelumnya. Seperti diketahui bersama, negaranegara dunia yang tergabung dalam PBB, dengan beberapa negara yang memiliki hak veto, dan negara berkembang yang berusaha mensejajarkan diri dengan negara maju, menjadi awal dari perubahan tersebut. Adanya keinginan dan kepentingan negara maju mengembangkan perdagangan ke berbagai negara adalah salah satunya. Tidak dipungkiri secara finansial tingkat ekonomi, alih teknologi, pendidikan dan finansial global meningkat di bawah arahan para price leader dan para pemilik modal. Kesiapan hukum di bidang perbankan di bawah Bretton Wood System, penggunaan visible hand melalui sekuritas dan perlindungan hukum dari suatu negara. Makro struktur sistem internasional di tengah lingkup internasional, dilihat dari perubahan-perubahan mendasar dalam dinamika internasional dan globalisasi ditandai dengan sistem politik yang multipolar; menguatnya interlinkage antara forum global, interregional, regional, subregional, dan bilateral; meningkatnya peranan aktor-aktor non-negara dalam hubungan internasional; munculnya isu dalam agenda internasional seperti HAM, demokratisasi, lingkungan hidup, dan
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Yang menurut Ali Alatas 41 berdampak mengaburnya batas dan kedaulatan Negara dalam pergaulan antar bangsa. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan hukum dalam suatu negara dapat berasal dari dalam negeri (internal) yakni adanya suatu perubahan yang cepat dan radikal sehingga mempengaruhi seluruh sistem hukum yang sedang berjalan, dapat pula berasal dari pengaruh eksternal yang menyebabkan adanya keharusan suatu negara untuk melakukan harmonisasi hukum nasional yang telah ada. Adanya aktor non-negara di bawah payung CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area) menyebabkan kekaburan. Kekaburan ini tentunya dapat menyenggol eksistensi sebuah negara. Dan bisa juga melahirkan kritikan terhadap politik luar negeri yang apakah mampu memprioritaskan kemajuan kesejahteraan umum, pencerdasan kehidupan bangsa, dan partisifasi aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. Apakah politik luar negeri Indonesia ini hanya sekedar reaksi yang akan bergantung pada konteks internasional yang tertentu pula? Atau kita memilih berada di titik aman namun mampu manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan seluruh rakyat. 2. Terminologi Kebijakan dan Politik Luar Negeri Indonesia Menurut Ari Margiono, 42 politik luar negeri cenderung dimaknai sebagai sebuah identitas yang menjadi karakteristik Negara Indonesia dengan negaranegara lain di dunia. Politik luar negeri adalah paradigma besar yang dianut
41
Ali Alatas, Garis Besar Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi RI Memasuki Abad 21, www.google.com.diakses pada 12 September 2008. 42 Ari Margiono, Adakah Politik Luar Negeri Indonesia?.www.google.com.diakses pada 12 September 2008.
Universitas Sumatera Utara
sebuah Negara tentang cara pandang negara tersebut terhadap dunia. Politik luar negeri adalah wawasan internasional yang cenderung bersifat tetap. Sementara kebijakan adalah strategi implementasi yang diterapkan dengan variasi yang bergantung pada pendekatan, gaya, dan keinginan pemerintah yang terpilih. Dalam wilayah ini pilihan diambil dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan finansial dan sumberdaya yang dimiliki. Kebijakan luar negeri ini dengan demikian akan bergantung pada politik luar negeri. Politik luar negeri merupakan sebuah identitas bangsa yang tidak dibangun di ruang hampa (vacuum), tetapi pada dasarnya merupakan hasil interaksi negara yang bersangkutan dengan lingkungan internal dan eksternalnya, dan bahwa politik luar negeri sesungguhnya bukan sesuatu yang sakral dan abadi sepanjang zaman. Meskipun politik luar negeri bersifat relatif tetap, layaknya lilin, kebijakan luar negeri NKRI ini lah yang dapat merubah bentuknya. 43 3. Dasar-dasar Politik Luar Negeri RI Politik luar negeri RI adalah politik luar negeri bebas dan aktif yang berdasarkan pada pembukaan UUD 1945 dan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN ini antara lain menegaskan arah politik Indonesia yang bebas dan aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antar negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, juga meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat. Di samping itu dengan telah disyahkannya Undang-Undang
43
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri tanggal 14 September 1999, maka pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negeri selalu merujuk pada undang-undang tersebut. 44 Dalam melahirkan kebijakan-kebijakan politik-politik luar negeri itu tidak akan terlepas dari pengaruh internasional yang bisa terjadi dalam bentuk: contagion, control,
consent, dan conditionality. Contagion ini terjadi karena
demokratisasi sebuah negara mendorong gelombang demokratisasi di negara lain. Yang kedua adalah mekanisme control yang terjadi ketika sebuah pihak di luar negara berusaha menerapkan di negara tersebut. Bentuk ketiga adalah consent, yang terjadi ketika ekspektasi terhadap demokrasi muncul dari dalam negara sendiri karena warga negaranya menjadikan inspirasi demokrasi negara yang telah mapan itu. Dan bentuk keempat adalah conditionality, yaitu tindakan organisasi internasional yang memberi kondisi tertentu yang harus dipenuhi negara penerima bantuan. 45 Menyikapi ini negara-bangsa menggunakan politik luar negerinya dengan menjalin hubungan kerjasama dengan negara-negara demokrasi yang telah mapan. Yang dalam kondisi tertentu negara bangsa mengalami aspek outside-in dan inside-out. Karenanya, Ari Margiono 46 sangat menekankan bahwa politik luar negeri RI seharusnya menjadi bagian dari politik nasional yang merupakan cermin dari
44
Ali Alatas, Garis Besar Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi RI Memasuki Abad 21,www.google.com.diakses pada 12 September 2008. 45 Philips J. Vermonte, Demokratisasi dan Politik Luar Negeri Indonesia,www.google.com.diakses pada 6 September 2008. 46 Ari Margiono, Adakah Politik Luar Negeri Indonesia?.www.google.com.diakses pada 12 September 2008.
Universitas Sumatera Utara
cita-cita
bangsa
yang
tercantum
di
dalam
pembukaan
UUD,
yang
memprioritaskan kemajuan kesejahteraan umum, pencerdasan kehidupan bangsa, dan partisipasi aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. Dan meskipun beliau kukuh menyatakan perlu adanya redefenisi yang jauh lebih mendalam tentang politik luar negeri Indonesia sehingga lebih akurat dan tajam. Prof. Dr. M. Solly Lubis, SH., 47 di dalam diktat Politik Hukum menyatakan bahwa konsep dasar manajemen kehidupan bangsa merupakan interaksi dari potensi nasional bangsa yang berupa sumber daya alamnya, sumber daya manusianya, dan science dan tekhnologinya dengan lingkungan suatu negara-bangsa, baik dalam lingkungan nasional, regional, bahkan ke lingkungan global. Interaksi ini menghasilkan kebijakan luar negeri yang diimplementasikan dalam PROPENAS, dan dimonitoring serta dievaluasi sehingga menjadi umpan balik dan masukan yang menentukan sejauh mana wawasan nasional dan Haluan NKRI berubah. 4. Prioritas Dalam Hubungan Luar Negeri RI Menurut Ali Alatas, 48 bahwa departemen Luar Negeri menetapkan Kebijakan Politik dan Hubungan Luar Negeri yang disebut Euchemical Diplomacy yaitu merangkul semua warganegara untuk memperluas persahabatan dan kerjasama yang saling menguntungkan dan memprioritaskan: 1. Pemulihan citra Indonesia di mata masyarakat Internasional 2. Pemulihan ekonomi nasional dan kesejahteraan umum 3. Pemeliharaan keutuhan wilayah nasional, persatuan bangsa serta stabilitas nasional, serta mencegah terjadinya disitegrasi bangsa 47
M. Solly Lubis, Diktat Politik Hukum, PPS Ilmu Hukum USU 2008, hal. 65. Ali Alatas, Garis Besar Kebijakan Luar Negeri dan Diplomasi RI Memasuki Abad 21,www.google.com.diakses pada 12 September 2008. 48
Universitas Sumatera Utara
4. Peningkatan hubungan bilateral dengan prioritas negara-negara yang dapat membantu percepatan pemulihan ekonomi, perdagangan, investasi dan pariwisata 5. Memajukan kerjasama internasional dalam rangka perdamaian dunia Kekhawatiran Ari Margiono bahwa NKRI yang menjadi inward looking agaknya bisa diperbaiki dengan adanya A New Global Social Contract antara negara maju/berkembang. Diantaranya adalah dengan membuat; 1. Sebuah komitmen dari negara-negara maju untuk menciptakan rezim perdagangan yang lebih fair. 2. Sebuah pendekatan baru untuk hak atas kekayaan intelektual dan promosi riset. 3. Sebuah persetujuan dari negara-negara berkembang atas their environmental services. 4. Sebuah komitmen dari negara-negara maju untuk membayar negaranegara berkembang atas sumber daya mereka yang dieksploitasi negara-negara maju. 5. Mereformasi arsitektur keuangan global yang akan mengurangi ketidakstabilan, dan lain sebagainya. Akan tetapi Arip Musthopa 49 berpendapat bahwa ada yang tidak dapat dihindari, namun ada yang tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang given, seperti ekonomi dan politik. Untuk itu Indonesia harus berupaya meningkatkan peranannya dalam pengambilan keputusan di lembaga internasional. 5. Kondisi Makrostruktur Sistem Internasional Terhadap Negara Sistem hukum internasional saat ini merupakan suatu produk hukum dari empat ratus tahun terakhir ini. Berkembang dari adat istiadat dan praktek-praktek negara-negara Eropa Modern dalam hubungan dan komunikasi-komunikasi mereka, sementara masih terlihat pengaruh para ahli hukum dari abad keenam belas hingga kedelapan belas. Hukum internasional masih tetap diwarnai dengan konsep-konsep seperti kedaulatan nasional dan kedaulatan teritorial, dan konsep 49
Arip Musthopa, Loc-Cit, hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
kesamaan penuh serta kemerdekaan negara-negara yang meskipun memperoleh kekuatan dari negara-negara non-Eropa yang baru muncul. 50 Hukum Internasional, merupakan beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu. Dapat dikatakan bahwa di samping hukum internasional yang berlaku umum (general) terdapat pula hukum internasional regional, yang terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti misalnya apa yang lazim dinamakan hukum internasional Uni Eropa. 51 Antara tata tertib hukum nasional dengan tata tertib hukum internasional ada perbedaaan azasi, tata tertib hukum internasional tidak mengenal suatu kekuasaan pusat. Pergaulan internasional merupakan suatu pergaulan
antara
kesatuan politik atau negara-negara yang berdaulat penuh, negara-negara yang berpendapat mempunyai kedaulatan absolut yang dibatasi oleh hak-hak pokok manusia dan oleh hukum yang berlaku dalam pergaulan antara negara-negara (hukum internasional). Dimana Van Aveldorn menyatakan pengertian ini hanya dapat dipakai apabila pada pengertian itu diberi arti negatif dan nisbi, yakni dalam lingkungan kekusaan tertentu tidak ada kekuasaan lain daripada kekuasaan negara yang bersangkutan. 52
50
J. G. Starke, Op.Cit., hal. 8. C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Modul Hukum Internasional, (Jakarta:: Djambatan, 2002), hal. 359. 52 E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas, 1966), hal. 417. 51
Universitas Sumatera Utara
Hukum internasional meliputi hal-hal berikut: a.
Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembagalembaga atau organisasi-organisai internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dan negara-negara atau individu-individu;
b.
Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak, dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional. 53 Hukum kebiasaan dikristalkan dalam adat istiadat atau praktik-praktik
Negara melalui: 54 1. Hubungan diplomatik
antarnegara, misalnya pernyataan negarawan,
pendapat penasihat hukum Pemerintah, traktat bilateral, pernyataan pers dan lain-lain. 1. Praktik organisasi internasional mengenai status, kekuasaan dan tanggung jawab organisasi tersebut. 2. Undang-undang nasional, keputusan Pengadilan Nasional dan praktikpraktik militer dan administratif Negara. Sumber-sumber materiel hukum internasional dapat didefenisikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu, yaitu: 55 1.
Kebiasaan;
53
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 1. C. S. T. Kansil, Op.Cit., hal. 5. 55 Boer Mauna, Op.Cit., hal. 8. 54
Universitas Sumatera Utara
2.
Traktat;
3.
Keputusan Pengadilan atau badan-badan arbitrase;
4.
Karya-karya hukum;
5.
Keputusan atau ketetapan organ-organ/lembaga internasional.
Dalam pengertian umum dan luas, perjanjian internasional yang dalam bahasa Indonesia disebut juga persetujuan, traktat, ataupun konvensi adalah kata sepakat antara dua atau lebih subyek Hukum internasional mengenai suatu obyek atau masalah tertentu dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional. Perjanjian internasional pada kenyataannya yang mengatur perjanjian antar Negara berbeda dengan perjanjian antara Negara dan organisasi internasional, perjanjian internasional tersebut dibedakan menjadi dua macam. 56 Pertama adalah perjanjian internasional antara Negara dan Negara, yaitu sebagaimana ditegaskan di dalam pasal 2 ayat 1 butir a konvensi Wina 1969 yang menyatakan sebagai berikut: “Treaty means an international agreement concluded between states in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instrument and whatever its particular designation. Perjanjian artinya, suatu perjanjian internasional yang diadakan antara Negara-negara dalam bentuk yang tertulis dan diatur oleh hukum internasional baik yang berupa satu instrument tunggal atau lebih instrument yang saling berkaitan tanpa memandang apapun juga namanya.” Kedua, terdapat pada pasal 2 ayat (1) butir (a) konvensi Wina 1986, sebagai berikut :
56
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Treaty means an international agreement governed by international law and concluded in written form: (i) between one more states and one or more international organization: or (ii) between international organizations, whether that agreement is embodied in a single instrument or in two or more related instrument or in two or more related instrument and whatever its particular designation. Perjanjian berarti suatu persetujuan internasional yang diatur oleh hukum internasional dan dirumuskan dalam bentuk tertulis: (i) antara satu atau lebih Negara dan satu atau lebih organisasi internasional; atau (ii) sesama organisasi internasional, baik persetujuan itu berupa satu instrumen atau lebih dari satu instrumen yang saling berkaitan dan tanpa memandang apapun juga namanya. Ada banyak istilah yang digunakan untuk pengertian perjanjian internasional. Istilah tersebut adalah sebagai berikut: 57 a.
Traktat Traktat adalah persetujuan yang dilakukan oleh dua Negara atau lebih yang mengadakan hubungan antar mereka. Traktat merupakan perjanjian internasional yang kekuatan mengikatnya terhadap peserta membuat perjanjian yang sangat ketat. Sesuai ketentuan traktat, Negara yang telah mengikatkan dirinya dalam traktat tidak dapat menarik diri dari kewajibannya tanpa persetujuan pihak-pihak lain yang tergabung dalam perjanjian tersebut.
b.
Konvensi Konvensi lazim digunakan bagi persetujuan formal yang bersifat multilateral. Suatu konvensi tidak berurusan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy). Pokok-pokok persolan yang diatur tidak menghendaki
57
Ibid., hak dibual. 45.
Universitas Sumatera Utara
pemecahan yang menyeluruh di suatu bidang. Konvensipun harus dilegalisir oleh wakil-wakil berkuasa penuh (plenipotentiaries). c.
Protokol Protokol pada umumnya tidak dibuat oleh negara, dapat berupa suplemen dari konvensi. Dalam hal ini, protokol hanya mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausul tertentu.
d.
Persetujuan (Agreement) Agreement adalah suatu perjanjian internasional yang lebih bersifat teknis atau administratif.
e.
Perikatan (Arrangement) Sama dengan agreement, perikatan seresmi traktat atau konvensi.
f.
Proses verbal Proses verbal adalah catatan atau ringkasan atau kesimpulan konferensi diplomatik, atau dapat pula merupakan suatu permufakatan.
g.
Piagam (Statute) Statute merupakan himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional
baik
mengenai
pekerjaan
kesatuan
tertentu
seperti
pengawasan internasional tentang minyak atau mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga internasional. Adakalanya statute juga digunakan sebagai alat tambahan pada konvensi untuk pelaksanaan suatu konvensi. h.
Deklarasi (declaration) Deklarasi adalah perjanjian internasional yang adakalanya berbentuk trakat, dokumen tidak resmi apabila merupakan lampiran atau dilampirkan
Universitas Sumatera Utara
pada traktat atau konvensi. Sedangkan, jika ia mengatur hal-hal yang kurang penting deklarasi akan menjadi persetujuan tidak resmi. i.
Modus Vivendi Perjanjian internasional semacam ini merupakan dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara. Kesementaraan itu berlangsung sampai berhasil diwujudkan perjanjian yang lebih permanen dan rinci atau sistematis.
j.
Pertukaran Nota Pertukaran nota merupakan metode tidak resmi, dengan Negara-negara yang melakukannya mengakui adanya kewajiban yang mengikat akibat pertukaran nota itu.
k.
Ketentuan Penutup (final act) Ketentuan penutup meringkaskan hasil konferensi, menyebutkan Negaranegara peserta, utusan-utusan dari Negara yang turut berunding serta masalah-masalah yang disetujui oleh konferensi. Ketentuan penutup juga memuat penafsiran ketentuan yang telah disetujui oleh konferensi.
l.
Ketentuan Umum (general act) Ketentuan umum adalah traktat yang dapat bersifat resmi dan juga dapat bersifat tidak resmi.
m.
Charter Istilah piagam atau charter juga biasa dipergunakan untuk perjanjian internasional
yang
dijadikan
sebagai
konstitusi
suatu
organisasi
internasional.
Universitas Sumatera Utara
n.
Pakta (pact) Istilah pakta dipergunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional dalam bidang militer, pertahanan dan keamanan. Misalnya perjanjian tentang organisasi kerjasama pertahanan dan keamanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organisation-NATO). Menurut sifat dan hakikat traktat dibedakan diantaranya: 1. Traktat yang membentuk hukum (law making treaties) yang menetapkan hukum yang mengikat. 2. Treaty contracts, misalnya traktat antara dua atau lebih Negara mengenai hal ihwal khususnya Negara-negara itu sendiri. Treaty contracts bukan sumber langsung hukum internasional. Treaty contracts membentuk hukum internasional melalui hukum kebiasaan. Antara kebiasaan (custom) dan adat istiadat (usage) terdapat perbedaan yaitu adat istiadat mendahului kebiasaan. Berdasarkan pengertian tersebut dapatlah dijabarkan beberapa unsur atau
kualifikasi yang harus terpenuhi suatu perjanjian, untuk dapat disebut sebagai perjanjian internasional, yaitu: 58 a.
Kata sepakat;
b.
Subyek-subyek hukum;
c.
Berbentuk tertulis;
d.
Obyek tertentu;
e.
Tunduk pada atau diatur oleh hukum internasional.
58
I Wayan Parthiana, Hukum Perjanjian Internasional Bagian I, (Bandung: Mandar Maju, 2002), hal. 12-15.
Universitas Sumatera Utara
Badan legislatif internasional yang melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB, tetapi resolusi-resolusi yang dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi internasional itu sendiri. Memang ada konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu, tetapi tidak selalu merumuskan law making treaties. 59 Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional mengadili perkara-perkara adalah sebagai beikut: 1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum maupun khusus; 2. Kebiasan internasional (international customs), terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum; 3. Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab; 4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai Negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum. Adanya berbagai lembaga hukum internasional regional disebabkan oleh keadaan yang khusus terdapat di bagian dunia, walaupun menyimpang, hukum internasional regional menurut Mochtar Kusumaatmadja tidak bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku umum. Bahkan ada kalanya suatu lembaga atau konsep hukum yang mula-mula timbul dan tumbuh sebagai suatu konsep atau lembaga hukum internasional regional, kemudian diterima sebagai bagian dari hukum internasional umum. 60
59
Boer Mauna, Hukum Internasional-Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2008), hal. 8. 60 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Dalam aktivitas perdagangan internasional terdapat beberapa subjek hukum yang berperan penting di dalam perdagangan internasional. Maksud subjek hukum disini adalah: 61 1. Para pelaku (stakeholders) dalam perdagangan internasional yang mampu mempertahankan hak dan kewajibanya di hadapan badan peradilan; dan 2. Para pelaku (stekeholders) dalam perdagangan internasional yang mampu dan berwenang untuk merumuskan aturan-aturan hukum di bidang perdagangan internasional. Merujuk GBHN tahun 1999 bahwa sasaran penyelenggaraan hubungan luar negeri adalah ”perwujudan politik luar negeri yang berdaulat, bermartabat, bebas dan pro-aktif bagi kepentingan nasional dalam menghadapi perkembangan global.” Merujuk kembali kepada sasaran pembangunan tahun 2006 dinyatakan bahwa: ”Sasaran yang hendak dicapai dalam pemantapan Politik Luar Negeri dan peningkatan kerjasama internasional adalah semakin meningkatnya kinerja diplomasi Indonesia yang berorientasi pada kepentingan nasional dengan memperkuat basis-basis kerjasama bilateral, regional, dan internasional, di berbagai bidang serta terciptanya dukungan solid dan konsisten masyarakat internasional terhadap keutuhan dan kedaulatan wilayah NKRI, membangun citra positif Indonesia, dan berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia.” Pelaksana sasaran politik luar negeri RI tentunya instansi pelaksana yang terkait seperti kepresidenan, Deplu, Badan Koordinasi survey dan Pemetaan Nasional. Upaya pelaksana program politik Luar Negeri RI yang dititik beratkan pada peningkatan dan penguatan kinerja diplomasi Indonesia juga diarahkan 61
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
kepada pengoptimalan berbagai potensi positif pada forum-forum kerjasama ASEAN, APEC, kerjasama multilateral lainnya, dan antara negara-negara yang memiliki kepentingan yang sejalan dengan Indonesia. Berbagai macam perbedaaan yang ada, terutama disebabkan karena faktor letak geografis yang berbeda dengan segala konsekuensi hukumnya, maka tentunya para pelaku transaksi perdagangan internasional perlu mengetahui terlebih dahulu apa yang menjadi dasar hukum berlakunya kontrak yang bersangkutan, antara lain: 62 1. Contract Provision Contract provisions merupakan hal-hal yang diatur dalam kontrak tersebut oleh kedua belah pihak. Contract provision ini merupakan dasar hukum utama bagi suatu kontrak. Apa yang diatur dalam contract provision terserah pada para pihak. Hukum hanya memberikan rambu-rambu untuk melidungi berbagai kepentingan lain yang lebih tinggi, misalnya keadilan, ketertiban umum, kepentingan Negara, dan sebagainya. Jika provisi suatu kontrak tidak menampung aspirasi kedua belah pihak, misalnya dalam hal pelaksanaan perjanjian yang tidak diatur sama sekali dalam kontrak, hukum akan menyediakan optional law (hukum yang mengatur) untuk mengisi kekosongan hukum. 2. General Contract Law Tiap-tiap Negara memiliki general contract law tersendiri. Di Indonesia, General contract law ini dapat dilihat dalam ketentuan yang diatur dalam 62
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor &Imbal Beli), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 13-15.
Universitas Sumatera Utara
buku ketiga Kitab Udang-Undang Hukum Perdata. Dalam buku ketiga ini diatur secara umum dan berlakunya seluruh kontrak, seperti jual-beli, sewa menyewa, tukar-menukar, dan sebagainya. Di dalamnya diatur asas-asas dan prinsip-prinsip suatu kontrak. Ketentuan ini ada yang dapat dikesampingkan oleh para pihak dan yang ada pula yang tidak. 3. Specifict Contract Law Selain ketentuan-ketentuan umum, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) juga mengatur tentang ketentuan khusus yang berkenaan dengan kontrak-kontrak tertentu. Dalam perjanjian jual beli internasional misalnya, jika yang berlaku adalah hukum Indonesia, maka yang berlaku juga ketentuan tentang perjanjian jual-beli yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) yang diatur dalam pasal 1457 s/d 1540. 4. Kebiasaan Bisnis Kebiasaan-kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum. Demikian pula halnya dengan kebiasaan dalam bisnis (trade usage/custom) merupakan satu sumber hukum bisnis dan dapat menjadi pedoman dalam menginterpretasi kontrak bisnis termasuk kontrak jual-beli internasional. 5. Yurisprudensi Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (yurisprudensi) dapat menjadi dasar hukum bagi berlakunya kontrak. Yurisprudensi akan terasa maknanya jika ada hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang atau yang memerlukan penafsiran terhadap suatu Undang-Undang. Namun demikian, dalam hukum transaksi perdagangan
Universitas Sumatera Utara
internasional, peranan yurisprudensi kurang begitu berarti karena biasanya penyelesaian suatu kasus menggunakan arbitrase. 6. Kaidah Hukum Perdata Internasional Bilamana terjadi suatu perselisihan tentang hukum mana yang berlaku tidak tersebut dan diatur dalam kontrak, maka dipergunakanlah kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional (conflict of law). Salah satu teorinya adalah The Most Characteristic Connection Rule. Para pihak yang mempunyai prestasi yang sangat karakteristik, dalam bidang jual-beli internasional, maka ketentuan hukum dari para pihak penjual yang berlaku karena dianggap mengandung paling banyak karakteristik yang unik dalam setiap transaksi perdagangan. 7. International convention International convention adalah kesepakatan internasional yang telah, sedang atau diratifikasi oleh Negara dunia. Agar suatu konvensi dapat mengikat maka Negara kedua belah pihak tersebut harus merupakan peserta dari konvensi internasional tersebut dan telah meratifikasi sehingga telah menjadi bagian dari hukum nasional masing-masing Negara. Keberadaan Negara menurut Yudha Bhakti Ardhiwisastra mencakup hal tanggung jawab Negara baik terhadap individu ataupun lembaga hukum dan aktor non-negara, imunitas kedaulatan Negara dan yurisdiksi Negara dalam aktivitas bisnis internasional. 63
63
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional-Bunga Rampai, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 211-215.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa paham filsafat hukum alam internasional seperti doktrin hukum alam dengan Ius gentium, mazhab positivisme, mazhab sejarah, dan mazhab sosiologis dan fungsional. Seorang tokoh positivisme yuridis, John Austin mengajarkan bahwa hukum merupakan aturan yang dibuat manusia sebagai hukum positif yang berupa perintah (command), sanksi (sanction), kewajiban (duty),
dan kedaulatan (sovereignty). Austin beranggapan bahwa hukum
internasional bukan hukum dalam arti sebenarnya (properly so called). Ia menempatkan segolongan dengan the Laws of Honour, dan the Law set by Fashion sebagai rules of positif morality. 64 Satu aliran filsafat hukum yang cukup berpengaruh
dalam hukum
internasional ialah mazhab sejarahnya Von Savigny (1779-1861). Proses evolusi hukum internasional melewati alur atau proses sejarah mengikuti tahapan-tahapan sebagai suatu aspirasi nasional atau regional, kemudian aspirasi ini dipraktekkan oleh Negara-negara secara konsisiten yang akan melahirkan suatu kebiasaan internasional dengan pemenuhan persyaratan material.65 B. Pengaruh Perubahan Makro Struktur Sistem Internasional Terhadap Negara Berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi pasar seperti tersimpul dalam konsep ”economic freedom” terlebih dahulu mengacu kepada landasan idiil dan konstitusional, kriteria kebebasan ekonomi yang merupakan prasyarat bagi kelangsungan mekanisme ekonomi pasar diuji untuk menentukan ladasan hukum
64
Ibid. Boer Mauna, Op. Cit., hal. 105.
65
Universitas Sumatera Utara
bagi unsur-unsur ekonomi pasar guna menghasilkan pranata hukum yang diperlukan untuk mendukung mekanisme ekonomi. 66 Perubahan yang terjadi pada bangsa-bangsa secara global ataupun diistilahkan dengan makrostruktur sistem internasional disebabkan adanya perjanjian antar negara, baik itu tingkat regional, bilateral, ataupun multilateral. Adapun akibat hukum bagi negara yang meratifikasi, baik yang menandatangani naskah perjanjian, ataupun berlaku dengan sendirinya dikarenakan negara tersebut adalah negara anggota organisasi dunia tersebut, seperti ASEAN salah satunya. Pengaruh adanya adopsi perjanjian tadi tentunya berakibat hukum ketika adanya kerjasama antar negara yang mengadakan perjanjian tersebut. Dampak liberalisasi perdagangan pada dasarnya tergantung pada tiga faktor, yaitu: (i). Tingkat distorsi/kebijakan pemerintah; (ii). Komitmen masingmasing negara untuk mengurangi distorsi tersebut; (iii). Konsistensi pelaksanaan komitmen. Makin besar tingkat distorsi di negara-negara utama (produsen ataupun konsumen), maka makin besar potensi dampak dari liberalisasi perdagangan. 67 Apabila pemerintah tidak benar-benar mempertimbangkan kebijakan yang dikeluarkan, baik itu kebijakan di bidang komoditas pertanian, seperti olahan karet, kayu, tembakau, kakao, dan tanaman pangan lainnya dikhawatirkan akibat adanya regulasi tersebut berdampak negatif terhadap pendapatan negara. Kebijakan ekonomi akan berdampak terhadap kebijakan fiskal, baik itu nilai tukar rupiah dengan mata uang asing ataupun daya beli masyarakat. Sebaiknya kebijakan perdagangan nantinya adalah kebijakan yang tidak tumpang tindih, dan 66
Syahmin Ak, Hukum Perdagangan Internasional, Loc. Cit., hal. 9. Wayan Reda Susila dan Made Antara, Esensi dan Dampak Liberalisasi Perdagangan Pada Subsektor Perkebunan,www.google.com, Diakses pada 13 Januari 2011. 67
Universitas Sumatera Utara
hanya menutupi anggaran tahunan tanpa memperhatikan anggaran dalam jangka panjang. Kebijakan substitusi impor tidaklah dalam penghapusan nol persen, melainkan sejauh apa kedua negara memberikan komoditi terbaik dari masingmasing negara. Suatu perjanjian memiliki unsur-unsur formal terdiri dari mukaddimah, batang tubuh, klausul-klausul, penutup dan annex. 68 a. Mukaddimah Mukaddimah suatu perjanjian dimulai dengan menyebutkan Negaranegara peserta. Perjanjian-perjanjian yang dibuat dalam kerangka ASEAN pada umumnya dimulai dengan the Governments of Brunei Darussalam, the Kingdom of Cambodja, the Republic of Indonesia, the Lao People’s Democratic Republic, Malaysia, the Union of Myanmar, the Republic of Philipines, the Republic of Singapore, the Kingdom of Thailand and the Socialist Republic of Vietnam. Terkadang mukaddimah juga dimulai dengan jabatan dari wakil-wakil yang ikut dalam perundingan. Mukaddimah dari the ASEAN Declaration (Bangkok Declaration) tanggal 8 Agustus 1967, perjanjian yang mendirikan ASEAN, mulai dengan The Presidium Minister for Political Affairs/Minister for Foreign Affairs of Indonesia, the Deputy Prime Minister of Malaysia, the Secretary of Foreign Affairs of the Philipines, dan seterusnya. Saat ini tidak lagi menyebutkan para pihak satu persatu tetapi sebagi contoh; We, Foreign Ministers of the Member Countries of the Assiciation of South East Asian Nations.
68
Syahmin AK, Op.Cit, hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya
mukaddimah
juga
berisi
penjelasan-penjelasan
spirit
perjanjian. Di dalamnya juga tercantum pernyataan-pernyataan umum yang kadang-kadang merupakan program politik dari Negara-negara peserta. Namun, dari segi hukum, mukaddimah tidak mempunyai kekuatan mengikat seperti isi perjanjian itu sendiri sebagaimana dinyatakan oleh Mukaddimah Internasional tahun 1984 dalam kasus kegiatan militer dan para militer Amerika Serikat di Nicaragua. Mukaddimah merupakan dasar moral dan politik dari ketentuanketentuan hukum yang terdapat dalam batang tubuh suatu perjanjian. Bagaimana nilai hukum mukaddimah suatu perjanjian terdapat dalam Undang-Undang
Dasar
suatu
Negara.
Dari
segi
hukum
Internasional,
mukaddimah suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan mengikat walaupun mukaddimah tersebut merupakan suatu unsur interpretatif dari perjanjian. Namun, mukadimah merupakan dasar moral dan politik dari ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam batang tubuh seperti halnya dengan piagam PBB. b. Batang Tubuh Batang tubuh suatu perjanjian itu sendiri. Batang tubuh ini terdiri dari pasal-pasal yang kadang-kadang jumlahnya cukup banyak. Sebagai contoh: 1.
Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian 1969 terdiri dari 85 pasal;
2.
Piagam PBB 1945 terdiri dari 111 pasal;
3.
Masyarakat Ekonomi Eropa 1957 terdiri dari 248 pasal;
4.
Konvensi Wina tentang Hukum Laut 1982 terdiri dari 320 pasal;
5.
Perjanjian Versiles 1919 terdiri dari 440 pasal.
Universitas Sumatera Utara
c. Klausula Penutup Klausula penutup juga merupakan bagian dari batang tubuh. Klausulklausula tersebut bukan lagi mengenai beberapa mekanisme pengaturan seperti mulai berlaku, syarat-syarat berlaku, lama berlakunya perjanjian, amandemen, revisi dan lain-lainnya. d. Annex Batang tubuh suatu perjanjian juga dapat dilengkapi dengan annexes. Annex berisi ketentuan-ketentuan tekhnik atau tambahan mengenai satu pasal atau keseluruhan perjanjian dan terpisah dari perjanjian. Walaupun terpisah tetapi merupakan satu kesatuan dengan perjanjian dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan pasal-pasal perjanjian. Biasanya annex disusun oleh para ahli dan bila dipisahkan dari perjanjian, itu semata-mata untuk menghindarkan agar perjanjian-perjanjian jangan terlalu tebal. Perjanjian Versailes misalnya mempunyai 18 annex dan kalau disatukan dengan perjanjian itu sendiri yang terdiri dari 440 pasal maka tentu perjanjian tersebut akan terlalu tebal.Persetujuan Marrakesh di Maroko, yang membentuk Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) 15 April 1994 mempunyai 6 annex yang terdiri dari berbagai kesepakatan dan Memorandum di samping Final Act
yang berisikan 23 keputusan dan
pernyataan ditambah 1 memorandum saling pengertian. Sekiranya semua unsur ini disatukan dengan batang tubuh perjanjian, akan sangat tebal dan tdak praktis untuk dibaca. Konvensi Wina menyebutkan bahwa full powers sebagai satu-satunya dokumen yang harus dimiliki oleh seorang utusan atau delegasi ke suatu
Universitas Sumatera Utara
konferensi internasional atau untuk semua tahap treaty making process. Indonesia mengembangkan praktek yang agak berlainan yaitu credentials untuk menghadiri suatu konferensi dan full-powers untuk menandatangani hasil-hasil yang telah dicapai. Pada hakekatnya perbedaan ini hanya bersifat formal semata karena dalam pengertian full powers menurut Konvensi Wina sudah termasuk pengertian credentials. Dalam penyusunan naskah perjanjian, pada umumnya ada tiga tahap yang dilakukan menyusun suatu naskah perjanjian yaitu perundingan, penyusunan dan penerimaan naskah dan dalam prakteknya ketiga tahap tersebut dapat diakukan sekaligus. 69 Penerimaan Naskah Perjanjian (adoption of the text) menurut pasal 9 Konvensi Wina menentukan: a. penerimaan naskah ditentukan dengan persetujuan dri semua peserta (secara suara bulat), atau: b. Mayoritas dua pertiga dari peserta yang hadir yang memberikan suara. Pasal 10 Konvensi Wina menyebutkan bahwa pengesyahan naskah suatu perjanjian itu sendiri atau sesuai dengan apa yang diputuskan bersama oleh wakilwakil yang ikut dalam konferensi. Penerimaan naskah perjanjian adalah penerimaan isi naskah perjanjian merupakan suatu tindakan formal yang menyatakan bahwa naskah perjanjian tersebut telah diterima oleh konferensi.
69
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan suatu perjanjian multilateral dalam suatu konferensi internasional dapatlah dibandingkan dengan pembuatan Undang-Undang di suatu badan legislatif nasional. Dapat dikemukakan bahwa konferensi-konferensi internasional adalah suatu mekanisme pelaksanaan kesatuan kehendak berbagai Negara yang ikut dalam suatu perjanjian multilateral dan pembuatan perjanjianperjanjian pada konferensi-konferensi tersebut merupakan suatu kemajuan teknik hukum internasional yang didasarkan atas faktor kesadaran internasional. 70 Pembuatan perjanjian-perjanjian multilateral dalam kerangka suatu konferensi intrenasional dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu: (1). Pembuatan perjanjian-perjanjian multilateral dalam kerangka suatu konferensi internasional; (2). Pembuatan perjanjian-perjanjian multilateral dalam kerangka suatu organ organisasi internasional. 71 Bila pembuatan perjanjian sudah sampai pada tahap pengikutan diri, haruslah dibedakan ketentuan-ketentuan internasional dan ketentuan-ketentuan menurut hukum nasional. Hukum internasional hanya menyebutkan keharusan dan cara-cara pernyataan persetujuan Negara, sedangkan hukum nasional yang harus
menentukan
kekuasan-kekuasaan
Negara
yang
berwenang
untuk
memberikan persetujuan tersebut dan yang mengatur prosedurnya. Mulai berlakunya suatu perjanjian, baik bilateral maupun multilateral pada umumnya ditentukan oleh klausula penutup dari perjanjian itu sendiri.
70
Ibid, hal. 100. Ibid.
71
Universitas Sumatera Utara
Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa para pihak dari perjanjian itulah yang menentukan bila perjanjian tersebut mulai berlaku secara efektif. 72 Prinsip hukum perjanjian dalam konvensi Wina tahun 1969 seperti tersebut
pada pasal 2 (dua), bahwa suatu perjanjian mulai berlaku dengan
mengikuti cara dan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian atau sesuai dengan persetujuan antara Negara-negara yang berunding, dan mungkin pula suatu perjanjian internasional mulai belaku segera setelah semua Negara yang berunding setuju untuk diikat dalam perjanjian. Konvensi tersebut juga mengatur mengenai pemberlakuan sementara suatu perjanjian internasional jika disepakati oleh pihak-pihak yang berunding. Pasal 25 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian antara lain menyebutkan bahwa suatu perjanjian atau sebagian dari suatu perjanjian dibelakukan sementara sambil menunggu saat mulai berlakunya jika ditentukan demikian dalam perjanjian atau Negara-negara yang berunding dengan cara lain meyetujuinya. Pelaksanaannya pada garis besarnya kata sepakat para pihak tersebut termuat dalam dua kategori, yaitu perjanjian yang langsung berlaku segera setelah penandatanganan, maka dalam hal ini tidak diperlukan lagi proses pengesahan lebih lanjut dan perjanjian yang memerlukan pengesahan sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku di Negara masing-masing pihak pada perjanjian tersebut. 73
72
Ibid., hal. 124. Ibid., hal. 125.
73
Universitas Sumatera Utara
Kaum positivis telah mengemukakan pandangannya bahwa kaidahkaidah hukum internasional sebelumnya telah tersebut adanya bahwa pembuatan perjanjian-perjanjian multilateral terbagi dalam dua bagian sebagai berikut. 74 a. Pembuatan Perjanjian Multilateral dalam Kerangka Suatu Konferensi Internasional; 1). Pengertian Konferensi Internasional Secara historis praktek konferensi-konferensi internasional yang dihadiri oleh wakil-wakil berbagai Negara mulai pada permulaan abad XIX di zaman perang Napoleon. Konferensi pertama yang mempunyai arti penting dalam sejarah diadakan di Wina tahun 1815 yang selanjutnya diikuti oleh beberapa konferensi Negara-negara Eropa yang membicarakan permasalah politik di samping menyusun ketentuan-ketentuan hukum internasional di berbagai bidang. 2). Tipologi yang Dipakai Sekarang Didasarkan Cara-Cara Konvokasi Bentuk pertama adalah konferensi yang diselenggarakan atas prakarsa satu atau beberapa Negara, seperti konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung atas prakarsa lima Negara; Indonesia, Burma, Sri Lanka dan Pakistan. Bentuk kedua ialah konferensi-konferensi yang diselenggarakan atas prakarsa suatu organisasi
internasional seperti konferensi Wina 1869
mengenai hukum perjanjian.
74
J. G. Starke, Op.Cit., hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
3). Organisasi dan Tata Kerja Konferensi-Konferensi Internasional Ketentuan-ketentuan umum konferensi hampir sama bagi kedua bentuk konferensi tersebut diatas, tetapi bahwa suatu konferensi internasional bukanlah
merupakan
organ
dari
organisasi
internasional
yang
mengaturnya. Suatu konferensi internasional mempunyai eksistensi yang otonom dan pada prinsipnya diatur oleh hukum organisasi internsional. 4). Penerimaan Naskah Perjanjian-perjanjian yang telah diterima oleh konferensi internasional biasanya terbuka untuk penandatanganan selama jangka waktu tertentu, biasanya selama satu tahun terhitung dari tanggal penerimaan perjanjian. Beberapa contoh dimana Republik Indonesia telah menandatangani suatu perjanjian dengan klausula penutup yang menyebutkan bahwa notifikasi telah memenuhi prosedur konstitusioanl di Negara masing-masing harus disampaikan pada pihak lainnya sebagai berikut: 75 b. Perjanjian-perjanjian internasional secara bilateral maupun multilateral; a. Cultural agreement between the government of the Republic Indonesia and The Government of the Republic of Turkey, tanggal 18 Agustus 1973. Klausula penutupnya berbunyi: The present Agreement shall enter into force on the thirtieth day after the date on which the contracting parties shall have notified each other to the effect that all legal requirements for the entry into force of this Agreement have been met.
75
Boer Mauna, Op.Cit., hal. 67.
Universitas Sumatera Utara
b. Trade Agreement between the government of the Republic of Indonesia and The Government of the Polish People’s Republic, ditandatangani di Warsawa tanggal 5 Juli 1974. Klausula penutupnya berbunyi: This Agreement shall come into force provisionally on the day of its signing and definitively on the day of exchange of notes confirming the approval or ratification of this Agreement by both Contracting Parties in Accordance with the laws and rules prevailing in each of the two countries. c. Persetujuan Perdagangan antara RI-Uni Soviet di Jakarta yang ditandatangani 23 Maret 1974. Klausula penutupnya berbunyi: Persetujuan ini akan berlaku sementara pada hari ditandatanganinya, kemudian akan berlaku penuh pada waktu kedua pihak saling memberitahukan bahwa syarat-syarat yang ditentukan oleh UUD untuk berlakunya Persetujuan ini
telah dipenuhi dan akan tetap berlaku
selama satu tahun setelah tanggal pertukaran nota. d. Persetujuan
Penghindaran
pajak
berganda
antara
RI-Belgia
ditandatangani di Brussels tanggal 13 November 1973. Klausula penutupnya berbunyi: This Agreement shall be approved by Indonesia and Belgium in accordance with their respective legal procedures, and shall enter into force on the fifeteeth day after the date of exchange of notes indicating such approval. Persetujuan hubungan udara antara RI-Polandia ditandatangani di Jakarta tanggal 13 Desember 1991. Klausula penutupnya berbunyi: this agreement shall apply provisionally on the date of signature and definitively.
Universitas Sumatera Utara
e. Agreement on ASEAN Preferential Trading Arrangements (1977). Klausula penutupnya beberbunyi: this Agreement shall enter into force on the 30th day after the deposit of the fifth instrument ratification. Menurut kaum positivis, bahwa kaidah-kaidah hukum internasional tidak dapat secara langsung dan ex proprio vigore diberlakukan di dalam lingkungan nasional oleh pengadilan-pengadilan nasional atau oleh siapapun; untuk memberlakukannya kaidah tersebut harus menjalani suatu proses adopsi khusus (specific adoption) oleh, atau inkorporasi khusus ke dalam hukum nasional. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem yang sama sekali terpisah dan berbeda secara struktural, system yang pertama tidak dapat menyinggung system hukum nasional kecuali system yang sepenuhnya logis memperkenankan perangkat konstitusi Negara dipakai untuk tujuan tersebut. Berkaitan dengan kaidah-kaidah traktat, haruslah ada suatu transformasi traktat ke dalam hukum nasional, yang bukan hanya menjadi syarat formal melainkan merupakan syarat substantif, dengan sendirinya mensahkan perluasan berlakunya kaidah-kaidah yang dimuat dalam traktat-traktat terhadap individu-individu. 76 ASEAN terbentuk pada tahun 1966 oleh pemimpin bangsa-bangsa Asia Tenggara yang merasakan perlunya membentuk suatu kerjasama regional untuk memperkuat kedudukan dan kestabilan sosial-ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Untuk memberi landasan yang lebih kuat bagi terciptanya perjuangan antara angoota ASEAN dalam memperkuat ketahanan nasional dan regional, diadakanlah pertemuan kepala-kepala pemerintah untuk mengadakan pertemuan kepala-kepala pemerintahan Negara-negara ASEAN.
76
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Op.Cit., hal. 101.
Universitas Sumatera Utara
Adapun keberadaan “la raison de atre” suatu kerjasama regional termasuk AFTA, dibentuk berdasarkan beberapa faktor seperti: faktor politik, budaya, geografis, dan ekonomi dan adanya multinasional market groups seperti saat ini. 77 Apabila diaplikasikan terhadap pendirian AFTA, semua faktor tersebut tampak termuat dalam AFTA. Tujuan pendirian AFTA adalah menjalani kerjasama ekonomi regional ASEAN dalam rangka tercapainya cita-cita perdagangan dunia yang adil, seimbang, transparan, bebas hambatan tarif dan non-tarif, serta mendukung tercapainya pemulihan ekonomi dan dinamika bisnis negara-negara anggota yang sesuai dengan kesepakatan ASEAN bold measures yang dicapai pada pertengahan Desember 1998 pada KTT VI ASEAN di Hanoi. Sebelum tahun 2000 tiap negara menentukan nomenklatur sebesar 85 % dari item yang tarifnya 0-5 %, kemudian ditingkatkan menjadi 90 % sebelum tahun 2001, dan terakhir semua “inclusion list” menjadi 100% dari daftar yang dikenakan tarif sebelum tahun 2002. Inclusion list didasarkan pada produk yang dijadwalkan untuk pengurangan tarif, pengurangan pembatasan kualitatif, dan non-tarif barriers. 78 1. Pengecualian Umum (General Exception) Walaupun telah disepakatinya persetujuan zona perdagangan ASEAN (AFTA), dalam implementasinya ada hal-hal yang dikecualikan. Adapun hal yang tidak termasuk free trade area karena alasan sebagai berikut.
77
Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 125. 78 Ibid., hal. 125.
Universitas Sumatera Utara
“National security, public morals, human, animal, or plant life and health and articles of artistic, historic and archeological value (kemanan nasional, moral yang bersifat umum, manusia, binatang atau tumbuhan dan kesehatan serta benda-benda artistik, sejarah dan nilai-nilai arkeologi). 2. Tujuan AFTA Sebagaimana latar belakang terbentuknya ASEAN sebagai suatu kerjasama regional, AFTA mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu sebagai berikut. a. Meningkatkan keunggulan kompetitif sebagai basis produksi pasar dunia; b. Liberalisasi perdagangan mengurangi kendala tarif dan non-tarif antar negara anggota; c. Efisiensi produksi dalam meningkatkan daya saing jangka panjang. d. Ekspansi perdagangan intraregional memberikan konsumen di ASEAN lebih banyak pilihan serta kualitas produk lebih baik. Sejarah perkembangan hukum ekonomi internasional dimulai sejak adanya perjanjian-perjanjian internasional dalam bidang ekonomi seperti perjanjian Europen Coal and Steel Community, GATT (General Agreement on Tarriffs and Trade), WTO (World Trade Organization) atau Organisasi Perdagangan Dunia (OPD), International Monetary Fund (IMF), APEC (Asia Pacific Economi Cooperation) dan sebagainya. Kemudian pada tahun 1974 PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah melahirkan berbagai konvensi internasional dalam bidang ekonomi, diantaranya yang penting untuk diperhatikan adalah “Declaration on The Establishment of A New Internasional Economic Order”, dan “Charter of Economic Rights and Duties of States” pada tahun 1974. Sejak lahirnya organisasi
Universitas Sumatera Utara
internasional inilah Indonesia harus membuka diri untuk mengikuti kerja sama dengan negara lain dalam bidang ekonomi dan hukum. 79 Globalisasi dalam bidang ekonomi sekarang ini adalah manifestasi yang baru dari pembangunan kapitalisme sebagai sistem ekonomi internasional, seperti yang terjadi pada masa lalu, di mana untuk mengatasi krisis perusahaan multinasional mencari pasar baru dalam memaksimalkan keuntungan dengan mengekspor modal dan reorganisasi struktur produksi. Pada 1950-an, investasi asing memusatkan kegiatan pengalihan sumber alam dan bahan mentah untuk pabrik-pabrik. 30 tahun terakhir ini, perusahaan manufaktur menyebar ke seluruh dunia. Dengan pembagian daerah operasi melampaui batas-bats negara, perusahaan tidak lagi memproduksi seluruh produk di satu negara saja. Dengan adanya manajemen di berbagai benua, penugasan personil tidak lagi terikat pada bahasa, batas negara dan kewarganegaraan. 80 Perubahan yang berlangsung apakah menjadikan politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi. Dimensi pertama adalah politik hukum yang menjadi dasar diadakannya suatu peraturan perundang-undangan. Dimensi kedua adalah tujuan atau alasan yang muncul di balik pemberlakuan suatu perundangundangan. Organski berpendapat bahwa suatu bangsa modern sekarang ini telah menempuh pembangunan melalui tiga tingkat yaitu, politik unifikasi, politik hukumnya adalah bagaimana mencapai integrasi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Pada tingkat ini politik hukum yang digunakan 79 80
Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Op.Cit., hal. 125. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mengacu pada perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Sedangkan pada tingkat negara kesejahteraan, poltik hukum yang digunakan mengacu pada pekerjaan utama Negara untuk melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi, mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tahap-tahap sebelumnya. Langkah-langkah ini dilakukan dengan lebih menekankan pada terciptanya kesejahteraan rakyat. 81 Mengutip pendapatnya Mubyarto tentang pandangan John R. Commons: 82 “The founder of institutional economics, with a thought that might not seem new, if this thought were implemented seriously, the results be fundamentally different from the old Neoclassical Economic Analysis. I do not see that there is anything new in this analysis. Everything in can be found in the work of outstanding economist for two hundred years. It is only a somewhat different point of view. The things that have changed are the interpretations, the emphasis, the weights assigned to different ones of the thousand of factors, which make up the worldwide economic process. What I have tried to do is to work out a system of thought that shall give due weight to all economic theory, modified by own experience. Hukum ekonomis terdiri atas peraturan yang sebagian dapat digolongkan dalam peraturan-peraturan hukum privat sebagian dalam peraturan-peraturan hukum publik yang mengatur dan memimpin segala aktivitet individu maupun pemerintah di segala bidang perekonomian. Karena dalam fase pembangunan ekonomis pada saat ini masih ada banyak peraan usaha partikelir (swasta-terutama dalam sektor distribusi), tetapi sesuai dengan tujuan ekonomi terpimpin, bagian besar peranan usaha partikelir itu akan dialihkan kedalam sektor turut sertanya pemerintah dalam bidang perekonomian masih berlaku banyak peraturan hukum
81
Moh. Mahfud MD., Kontribusi Pemikiran Untuk 50 Tahun Prof. DR. Moh. Mahfud MD.SH., Retrospeksi Terhadap Masalah Hukum dan Kewarganegaraan, (Jakarta: FH UII Press, 2007), hal 65. 82 Mubyarto, A Development Manifesto-The Resilience of Indonesian Ekonomi Rakyat During The Monetary Crisis, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2005), hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
privat, maka hukum ekonomis berbeda dari misalnya hukum pajak pada saat ini masih belum overwegend hukum publik. Tetapi hal ini akan berubah mengikuti perkembangan ke arah suatu ekonomi terpimpin. Walaupun demikian fase perkembangan hukum ekonomi masih memberi suatu kedudukan
tersendiri
kepada hukum ekonomi. 83 Dalam ilmu hukum maupun ilmu perundang-undangan di terima asas lex posterior derogat legi anteriori. Hukum baru menggantikan hukum lama. Tetapi keadaan yang ditimbulkan oleh hukum lama itu, tidak begitu saja dapat diubah oleh hukum yang baru. Keadan peralihan tadi diatur oleh suatu hukum peralihan (hukum antar waktu, intemporal recht). Hukum peralihanlah menyesuaikan keadaan yang dilibatkan oleh peraturan lama dengan tatatertib hukum yang dikehendaki hukum baru. Dimana kesemuanya kaidah hukum yang menentukan hukum manakah dan hukum apakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut dan hukum dalam satu negara yang berlainan waktu berlakunya. 84 Hubungan suatu Negara dengan perekonomian lain dalam organisasi hukum ekonomi internasional akan berkaitan dengan WTO, IMF, dan Bank Dunia. Pertama, adalah adanya Negara-negara yang percaya bahwa tingkat tarif yang tinggi dan pemetaan lain terhadap perdagangan internasional antara Negara sosial dengan negara-negara Eropa haruslah dikurangai untuk meningkatkan perdagangan dunia dan dengan itu meningkatkan standar hidup di semua Negara. Kedua adalah adanya seperangkat hambatan lain terhadap perdagangan dunia 83 84
E. Utrecht., Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Op.Cit., hal. 63. Ibid., hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
yaitu, pembatasan terhadap sifat dapat dipertukarnya mata uang nasional, dan fluktuasi nilai relatif mata uang yang harus dibuang. Ketiga adalah perlunya membangun kembali dan Negara lain, dan juga Negara berkembang memabangun perekonomian dengan adanya Bank Dunia. Organisasi yang kedua dan ketiga yakni IMF dan Bank Dunia didirikan pada tahun 1944 (sebelum PBB didirikan) sebagai hasil konferensi perwakilan dari 45 negara. Mereka bertemu di Bretton Woods, New Hampshire, di bagian Timur Laut Amerika Serikat, untuk menyelesaikan ketentuan-ketentuan tentang dua organisasi ekonomi internasional yang disebut lembaga Bretton Woods. 85 Ketiga organisasi ini (IMF, Bank Dunia dan WTO) mempunyai kekuatan besar. Dua diantaranya IMF dan Bank Dunia, didominasi oleh Negara industry maju. Khususnya Negara-negara kelompok tujuh/Group of Seven. Negara-negara ini adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Kanada, dan Italia. Hak suara dalam IMF dan Bank Dunia dihubungkan dengan saham kepemilikan, yang memiliki 40% saham dikedua badan tersebut. 86 Pada saat yang bersamaan, AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan CEPT (Common Effective Preferential Tarriff) diimplementasikan dengan relatif mudah karena fleksibilitas seperti yang telah diatur. Isu yang ada meliputi sektor-sektor dengan permasalahan yang dapat ditangguhkan di kemudian hari. Walaupun ada penundaan beberapa sektor yang sensitif di beberapa Negara, dengan aturan yang lebih luas dari pengurangan tarif akan tercapai.
85
John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, (Jakarta: ELIPS, 2002), hal. 92. Ibid.
86
Universitas Sumatera Utara
Prestasi ASEAN pada saat krisis pertengahan tahun 1997 mempengaruhi hampir semua tingkat ekonomi di wilayah ini. Namun karena adanya kerja sama regional ini mengurangi efek krisis tersebut, dan mewujudkan AFTA tetap dilanjutkan. Lalu, seperti apakah ASEAN ke depan? Kemajuan globalisasi seperti telekomunikasi, komputerisasi, lebih mempercepat dan rendahnya transportasi baik itu manusia ataupun barang. Perubahan ini tergabungnya dalam regim regulator, adanya finansial yang lebih besar, adanya merger dan aqusisi, deregulasi, liberalisasi dan privatisasi. 87 Visi ASEAN untuk tahun 2020 adala kerja sama dalam pertumbuhan yang dinamis, diarahkan pada pembangunan komunitas ASEAN yang lebih kuat, perencanaan yang lebih komprehensif di bidang ekonomi dan sosial. 88 Dengan adanya angka tariff ASEAN, setidaknya, pertama ada hukum dan/atau yang menetapkan pembatasan kuantitatif atau regulatif lainnya terhadap suatu transaksi tertentu, seperti lisensi atau persyaratan cadangan, yang sepenuhnya melarang transaksi ekonomi seperrti itu. Kedua, Hukum dan/atau regulasi yang menetapkan pembatasan kuantitatif atau regulatif lainnya terhadap suatu transaksi tertentu, seperti lisensi atau persyaratan cadangan yang sebagiannya melarang transaksi ekonomi seperti itu. Ketiga, hukum dan/atau regulasi yang mensyaratkan transaksi tertentu disetujui oleh pihak yang
87
Annual Report ASEAN-Economic Integration and Cooperation. www.digilib.usu.ac.id. Diakses pada 20 Mei 2010. 88 Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Industri Indonesia, (Jakarta: Andi Offset, 2007), hal. 364.
Universitas Sumatera Utara
68
berwenang atau akan dikenai pajak-pajak yang berat bila dapat diberlakukan, baik dalam bentuk praktek mata uang berganda maupun pajak-pajak lain.89 Keempat, hukum dan/atau regulasi yang mensyaratkan transaksi tertentu harus didaftar, tetapi tidak harus disetujui oleh pihak yang berwenang dan juga akan dikenai pajak bila dapat diberlakukan. Kelima, tidak ada regulasi apapun yang mensyaratkan transaksi tertentu harus disetujui atau didaftar oleh pihak yang berwenang dan bebas dari perpajakan bila diperlukan. 90
89
Vinod Thomas, dkk, The Quality of Growth, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 267-268. 90 Ibid.
Universitas Sumatera Utara