BAB II KAJIAN TEORI 2.1
Tinjauan Manusia Manusia diciptakan dan dilahirkan di alam yang kita kenal ini seperti juga
makhluk – makhluk lainnya, perbedaannya manusia dikaruniai akal dan fikiran untuk mengimbangi kondisi fisik manusia yang relatif lemah. (Sutedjo,1986) Pengertian manusia secara mendalam telah dibahas oleh berbagai disiplin ilmu seperti Sosiologi, Antropologi, Psikologi dan Psikologi Sosial. Jika dituangkan ke dalam sebuah diagram, keempat ilmu ini saling berhubungan seperti berikut:
Gambar 2.1 Diagram Hubungan keemapat disiplin ilmu
Sumber
: Sutedjo, Arsitektur, Manusia, dan Pengamatannya (1986)
4 Universitas Sumatera Utara
Sutedjo dalam arsitektur, manusia dan pengamatannya (1986) menyatakan bahwa arsitektur merupakan salah satu bentuk tindakan intervensi manusia terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian arsitektur juga memiliki relasi dengan keempat disiplin ilmu sosial yang dimaksud tadi.. Namun penelitian ini hanya membahas pada ilmu sosiologi. 2.1.1
Kebutuhan Dasar Manusia Abraham Maslow (Newmark & Thompson, 1977) membagi tingkatan atau
hirarki kebutuhan manusia mulai dari tingkat kebutuhan yang paling mendasar hingga kebutuhan yang paling tinggi, yaitu: a. Kebutuhan Fisiologis (physiological needs) Merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar guna melanjutkan hidup, seperti kebutuhan akan udara untuk bernafas, kebutuhan akan makanan, istirahat, hubungan seksual, dan kestabilan suhu tubuh. b. Kebutuhan Keamanan (security and safety needs) Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, manusia akan cenderung menjaga kondisi dirinya baik secara fisik maupun psikologis. Istilah security ini diartikan sebagai predictability (dapat diperkirakan), yaitu seseorang dapat mengetahui adanya stabilitas dan kontinuitas dari apapun yang terjadi di sekitarnya, serta sadar akan keselamatan dirinya c. Kebutuhan Sosial (social needs) Termasuk rasa memiliki, menerima maupun rasa dicintai. Hal demikian terwujud melalui serangkaian interaksi sosial yang merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial. Interaksi sosial dapat terjadi antara orang
5 Universitas Sumatera Utara
perorangan, antara kelompok – kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. d. Kebutuhan Kepercayaan dan Harga Diri (self esteem or ego needs) Setiap manusia mulai membutuhkan rasa positif terhadap dirinya sendiri setelah mereka berpartisipasi dalam kelompok sosial tertentu dan merasa aman di dalamnya. Termasuk juga kebutuhan rasa percaya diri, berpartisipasi, dan kemandirian. e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self actualization needs) Dalam diri setiap manusia telah terdapat potensi individu tertentu, namun jika keempat kebutuhan dasar manusia yang sebelumnya belum terpenuhi, maka
seseorang
tidak
akan
mendapat
kesempatan
untuk
mengaktualisasikan diri dalam mengembangkan potensi yang telah dimilikinya itu. Dari berbagai uraian diatas mengenai kebutuhan – kebutuhan manusia maka semakin jelaslah hal – hal apa yang dibutuhkan manusia pada umumnya. Hal ini berlaku pula pada arsitektur. Apabila rancangan tata lingkungan dapat menunjang kegiatan dari kebutuhan manusia, maka rancangan tersebut dapat dinilai berhasil. Dalam penelitian ini, saya hanya akan mendalami kebutuhan tingkat ketiga, meskipun tidak tertutup kemungkinan akan sedikit menyinggung aspek – aspek pada tingkat kebutuhan lainnya.
6 Universitas Sumatera Utara
2.2
Ilmu Sosiologi
2.2.1
Pengertian Sosiologi Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi dalam bukunya berjudul
Setangkai Bunga Sosiologi (1974) sosiologi sebagai ilmu masyarakat mempelajari tentang struktur sosial yakni keseluruhan jalinan sosial antara unsur – unsur sosial yang pokok, seperti kaidah-kaidah sosial, kelompok-kelompok lapisan-lapisan sosial. Sosiologi juga mempelajari proses sosial yaitu pengaruh timbal balik antara pel-bagai segi kehidupan bersama. Contoh hubungan timbal balik antara kehidupan agama dan kehidupan politik, hubungan timbal balik antara kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi. 2.2.2
Pengertian Integrasi Sosial Banton dalam Sunarto (2000) mendefenisikan intergrasi sebagai suatu pola
hubungan yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat, tetapi tidak memberikan makna penting pada perbedaan ras tersebut. Menurut William F. Ougburn dan Meyer Nimkoff (1940) syarat berhasilnya integrasi sosial adalah sebagai berikut. 1.
Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain.
2.
Telah dicapai konsensus bersama mengenai nilai-nilai dasar yang dijadikan acuan utama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3.
Nilai-nilai dan norma-norma dasar tersebut telah hidup dan berkembang cukup lama dan konsisten, serta tidak berubah-ubah. Selain itu juga telah
7 Universitas Sumatera Utara
dipahami, dihayati, dan diamalkan dengan pedoman yang sama oleh seluruh warga negara atau warga masyarakat. 4.
Masing-masing individu dan kelompok sosial yang berbeda-beda mau dan mampu mengendalikan diri, dan saling menyesuaikan diri satu sama lain.
5.
Selalu menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan untuk keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
6.
Masing-masing pihak merasa memajukan pergaulan yang komunikatif dan akomodatif demi mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa
2.2.3
Pengertian Pertisipasi Sosial Davis (1962) mengatakan “particapation is define as mental and
emotional involvement of a person in a group situation which encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them”.
Maksudnya,
partisipasi didefenisikan sebagai keterlibatan mental dan emosional seseorang individu dalam situasi kelompok tertentu yang mendorongnya untuk mendukung atau menunjang tercapainya tujuan-tujuan kelompok serta ikut bertanggung jawab terhadapnya. Partisipasi sosial (social participatioan) menurut Davis (1962) adalah suatu dorongan mental dan emosional (seseorang atau kelompok) yang menggerakan mereka untuk bersama-sama mencapai tujuan dan bersama-sama bertanggung jawab.
8 Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Pengertian Interaksi Sosial Dalam kehidupan bersama, antar individu satu dengan individu lainnya
terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui hubungan itu individu ingin menyampaikan maksud, tujuan, dan keinginannya masingmasing. Untuk mencapai keinginan tersebut biasanya diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan timbal balik, hubungan inilah yang disebut dengan interaksi. Menurut Gillin & Gillin (1954:489) interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok. 2.2.5
Proses sosial Respons seseorang terhadap lingkungannya bergantung pada bagaimana
individu yang bersangkutan tersebut mempersepsikan lingkungannya. Aspek sosialnya adalah bagaimana manusia berbagi dan membagi ruang dengan sesamanya (Laurens,2004) Manusia mempunyai kepribadian individu, tetapi manusia juga makhluk sosial, hidup dalam masyarakat dalam suatu kolektivitas. Dalam memenuhi kebutuhan sosialnya inilah manusia berperilaku sosial dalam lingkungannya yang dapat diamati dari: 1. Fenomena perilaku – lingkungan 2. Kelompok – kelompok pemakai 3. Tempat terjadinya aktivitas
9 Universitas Sumatera Utara
Fenomena ini menunjuk pada pola – pola perilaku pribadi yang berkaitan dengan lingkungan fisik yang ada, terkait dengan perilaku interpersonal manusia atau perilaku sosial manusia tersebut (Laurens,2004) 2.3
Arsitektur untuk Manusia Kebanyakan perancang menempatkan estetika pada urutan pertama dalam
pertimbangan desainnya. Padahal, apabila ditelaah lebih jauh bagi si pengguna, belum tentu estetika ini menjadi urutan pertama kebutuhan yang harus dipenuhi. Karena itu, tidaklah mengherankan apabila suatu karya arsitek digunakan tidak sesuai dengan imajinasi arsitek. Randy Hester dalam laurens (2004:8) seorang arsitek lanskap, mengatakan bahwa perancang umumnya lebih menekankan pentingnya activity setting (penataan aktivitas). Sementara itu, pemakaian lebih mempertimbangkan siapa saja orang yang memakai fasilitas itu, atau dengan siapa mereka akan bersosialisasi dalam penggunaan fasilitas itu. Jadi, terlihat disini adanya perbedaan prioritas pemenuhan kebutuhan dasar. 2.4
Arsitektur Dalam Paradigma Sosiologi Arsitektur adalah ilmu yang mempelajari bentukan dalam suatu ruang. ada
dua pengertian tentang ruang, yaitu ruang tak terbatas dan ruang terbatas. Semula ruang dipahami sebagai “posisi – hubungan” (Aristoteles), atau melalui “perletakan – container” (Plato dan Newton) yang mengabaikan unsur waktu. Kemudian unsur waktu ditambahkan sehingga ruang atau space merupakan medium yang memudahkan melakukan pergerakan, karena melalui pergerakan itu ruang dan waktu dapat dihayati (Van de Ven, 1980).
10 Universitas Sumatera Utara
Dalam sosiologi, disebutkan oleh Ritzer (1989, disadur oleh Alimandan) ada tiga paradigma utama untuk dapat memahami terbentuknya interaksi sosial: 1. Paradigma Fakta Sosial 2. Paradigma Defenisi Sosial 3. Paradigma Perilaku Sosial 2.4.1
Paradigma Fakta Sosial Durkheim (1895) mengatakan bahwa fakta sosial sebagai sesuatu yang
terjadi dalam persoalan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan sebagai sesuatu yang berbeda dengan dunia ide yang bersifat spekulatif dalam memahami gejala yang terjadi dalam masyarakat. Fakta sosial terdiri atas dua macam: 1. Dalam bentuk materia yang dapat diobservasi, misalnya norma hukum. 2. Dalam bentuk nonmateria, yaitu kenyataan yang bersifat intersubjektif yang hanya dapat muncul dalam kesadaran manusia, misalnya egoisme dan opini. Melalui pendekatan paradigma fakta sosial akan tampak fenomenafenomena dalam arsitektur. Arsitek dalam berkarya akan memperhatikan norma, nilai, atau prinsip yang bersifat makro maupun universal dan struktur sosial yang terdapat dalam masyarakat 2.4.2
Paradigma Definisi Sosial Bagi paradigma definisi sosial, struktur sosial dan pranata sosial bukan
objek pengamatan sosiologi, melainkan hanya akan membantu untuk dapat membentuk tindakan manusia yang penuh arti dan makna.
11 Universitas Sumatera Utara
Perkembangan dari suatu hubungan sosial dapat pula diterangkan melalui tujuan-tujuan dari manusia yang melakukan hubungan sosial itu, saat orang dapat memberikan sebuah makna tertentu terhadap suatu tindakan dan tindakan itu diarahkan pada orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam arsitektur, pemahaman paradigma definisi sosial akan tampak pada makna atau simbol yang sengaja dirancang pada suatu karya arsitektur. (Hariyono,2007) 2.4.3 Paradigma Perilaku Sosial Skinner, pelopor paradigma perilaku sosial memandang objek pengamatan kedua paradigma sebelumnya sebagai perspektif yang bersifat mistik, yang tidak dapat diterangkan secara rasional. Skinner mencoba menerjemahkan prinsipprinsip psikologi aliran behaviorisme ke dalam sosiologi. Menurutnya objek studi sosiologi yang konkret dan realistis adalah perilaku manusia yang tampak dan kemungkinan perulangannya. (Hariyono,2007) Secara singkat, pokok persoalan sosiologi adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan sosial maupun nonsosial yang menghasilkan akibat atau perubahan pada faktor lingkungan dan menimbulkan perubahan pada tingkah laku. Dalam paradigma perilaku sosial, terdapat hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi pada faktor lingkungan. (Hariyono,2007) Inti dari paradigma ini adalah individu berperilaku atas stimulus tertentu. Stimulus dapat terjadi di luar kehendak dan kontrol subjektifnya. Stimulus yang berbeda akan menghasilkan perilaku (respon) yang berbeda.
12 Universitas Sumatera Utara
Suatu karya arsitektur sering ditentukan oleh faktor-faktor di luar dirinya, faktor ini merupakan stimulus yang terjadi diluar kehendak dan kontrol arsitek, sehingga suatu karya arsitektur tidak bebas direncanakan dan dirancang. Keterbatasan ini menghasilkan keteraturan tertentu bagi seorang arsitek untuk menyusun suatu ruang. dalam keterbatasan ini kadang-kadang arsitek tidakk mampu memberikan kepuasan sepenuhnya pada masyarakat pengguna,. Namun dengan kiat-kiat tertentu keterbatasan itu dapat diterima. 2.5
Perilaku Arsitektur Kata perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan
semua aktivitas manusia secara fisik; berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya. Di sisi lain, desain arsitektur akan menghasilkan suatu bentuk fisik yang bisa dilihat dan bisa dipegang. Karena itu, hasil desain arsitektur dapat menjadi salah satu fasilitator terjadinya perilaku, namun juga bisa menjadi penghalang terjadinya perilaku. Kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Setiap kali merancang, arsitek membuat perkiraan aktivitas dan atau perkiraan bagaimana manusia berperilaku, bagaimana manusia bergerak dalam lingkungannya. Kemudian arsitek memutuskan bagaimana lingkungan tersebut akan dapat
melayani
manusia pemakai
sebaik
mungkin.
Yang harus
dipertimbangkan tidak hanya melayani kebutuhan pemakai secara fungsional, rasional, ekonomi, dan dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna akan ekspresi emosionalnya termasuk bersosialisasi dengan sesama. (Laurens, 2004)
13 Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Ruang Personal (Personal Space) Manusia mempersepsikan ruang di sekitarnya lengkap dengan isinya dan tidak berdiri sendiri. Jika isi ruang itu adalah manusia lain, orang langsung akan membuat jarak tertentu antara dirinya dan orang lain, dan jarak tersebut sangat ditentukan oleh kualitas hubungan antar orang yang bersangkutan. Robert Sommer (1969) mendefenisikan ruang personal sebagai suatu area dengan batas maya yang mengelilingi diri seseorang dan orang lain tidak diperkenankan masuk ke dalamnya. Jadi, ruang personal itu seolah – olah merupakan sebuah balon atau tabung yang menyelubungi kita, membatasi jarak dengan orang laiin, dan tabung itu membesar atau mengecil bergantung dengan siapa kita sedang berhadapan. Atau dengan kata lain, luas atau sempitnya kapsul tersebut bergantung pada kadar dan sifat hubungan individu dengan individu lainnya. Semakin seseorang merasa akrab, semakin dekat pulalah jarak yang diperkenankannya. Ruang personal dapat diartikan sebagai suatu komponen jarak dalam relasi interperso-nal, Ia menjadi indikator dan sekaligus menjadi bagian integral dari perkembangan hubungan interpersonal. Apakah hubungan itu berkembang menuju keakraban atau sebaliknya.
14 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Ruang Personal Sumber
: (https://vaniastridina.wordpress.com/2011/06/15/ruang-personal/)
Tabel 2.1 Zona Perlindungan Sumber
: (https://vaniastridina.wordpress.com/2011/06/15/ruang-personal/)
15 Universitas Sumatera Utara
2.5.1.1 Jarak Komunikasi Edward Hall (1963) berpendapat bahwa ruang personal adalah suatu jarak berkomunikasi, dimana jarak antar individu adalah juga jarak berkomunikasi. Dalam pengendalian terhadap gangguan-gangguan yang ada, manusia mengatur jarak personalnya dengan pihak lain. Hall membagi jarak tersebut dalam empat jenis, yaitu : a. Jarak intim: fase dekat (0.00 – 0.15 m) dan fase jauh (0.15 – 0.50 m) Jarak untuk merangkul kekasih, sahabat atau keluarga. Pada jarak ini tidak diperlukannya usaha keras seperti berteriak atau menggunakan gerak tubuh untuk berkomunikasi. b. Jarak personal: fase dekat (0.50 – 0.75 m) dan fase jauh (0.75 – 1.20 m) Jarak untuk percakapan antara dua sahabat atau antara orang yang sudah saling akrab. Gerakan tangan diperlukan untuk berkomunikasi normal c. Jarak sosial: fase dekat (1.20 – 2.10 m) dan fase jauh (2.10 – 3.60 m) Merupakan batas normal bagi individu dengan kegiatan serupa atau kelompok sosial yang sama. Fase jauh adalah hubungan yang bersifat formal seperti bisnis dan sebagainya. Pada kenyataannya, jarak ini merupakan patokan dasar dalam pembentukan ruang atau dalam perancangan ruang. d. Jarak publik: fase dekat (3.60 – 7.50 m) dan fase jauh (> 7.50 m) Untuk hubungan yang lebih formal lagi seperti penceramah di depan kelas atau aktor dengan hadirinnya. Suatu jarak yang tiak digunakan dalam interaksi antardua individu.
16 Universitas Sumatera Utara
Gifford dan Price (1979) mengusulkan adanya dua jenis ruang personal, yaitu ruang personal alfa yang merupakan jarak objektif dan terukur diantara individu yang berinteraksi dan ruang personal beta sebagai suatu pengalaman subjektif dalam proses mengambil jarak. Ruang personal beta ini merupakan kepekaan seseorang terhadap jarak dalam bersosialisasi. 2.5.1.2 Faktor yang mempengaruhi besarnya ruang personal Secara umum ada tiga cara mengukur ruang personal, yaitu melalui metoda simulasi; subjek diminta untuk membayangkan adanya orang yang mendekatinya dari berbagai posisi, kemudian menandai pada lembar simulasi jarak yang dianggap sudah menimbulkan rasa terganggu pada subjek yang bersangkutan Cara kedua adalah metoda jarak henti menempatkan partisipasi pada beberapa posisi, kemudian mendekati subjek dan berhenti pada jarak yang dianggap mengganggunya. Cara ketiga adalah pengamatan alamiah di lapangan. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat terlihat bagaimana kualitas hubungan di antara mereka dan faktor yang mempengaruhi besarnya ruang personal, antara lain : 1. Faktor Personal, meliputi : jenis kelamin, umur, tipe kepribadian, dan latar belakang budaya. 2. Faktor Situasi Lingkungan. Faktor situasi ini dapat dikelompokkan dalam : situasi sosial, situasi fisik, kooperasi-kompetensi dan status 3. Faktor Budaya dan Variasi Etnis.
17 Universitas Sumatera Utara
2.5.1.3 Ruang Personal dalam tatanan ruang Meskipun ruang personal bukanlah penentu desain suatu tatanan ruang, pengetauan akan ruang personal dapat
melengkapi informasi bagi desainer
interior agar lebih peka terhadap kebutuhan para pemakai ruang. 1. Ruang Sosiopetal Tatanan sosiopetal yang paling umum adalah meja makan, tempat anggota keluarga berkumpul mengelilingi meja dan saling berhadapan satu sama lain. Ruang rapat dengan tatanan perabotnya akan menentukan posisi pimpinan rapat. Pemakaian meja bundar akan semakin memperkuat pembentukan ruang sosiopetal.
Gambar 2.3 Ruang Sosiopetal Sumber : www. Google.com
18 Universitas Sumatera Utara
2. Ruang Sosiofugal Ruang sosiofugal adalah tatanan yang mampu mengurangi interaksi sosial. Tatanan ini kerap kali ditemukan pada ruang tunggu dan meja bar.
Gambar 2.4 Ruang Sosiofugal Sumber : www.fotopurwoko.com Tatanan yang baik bergantung pada interaksi sosial yang diharapkan terjadi di lingkungan tersebut. Meskipun tatanan tempat duduk sudah dibuat saling berhadapan, namun tidak akan selalu terjadi percakapan (Gifford, 1981). Ada faktor lain seperti kepribadian seseorang yang juga akan mempengaruhi proses sosialisasi. Seperti halnya yang dikemukaan Eastman dan
19 Universitas Sumatera Utara
Harper (1971) pada penelitiannya di perpustakaan. Apabila sebuah kursi telah ditempati maka orang cenderung menghindari pemakaian kursi di dalam radius 2.00 m. Orang cenderung memilih kursi pada meja yang belum terisi, mereka menghindari posisi duduk yang saling berdampingan. Interaksi juga dipengaruhi oleh kedekatan atau jarak seperti pada pengelompokan ruang atau masa bangunan, penataan ruang kantor yang terbuka. Interaksi dapat dihidupkan melalui penataan ruang sosiopetal, terutama pada penggunaan ruang yang sangat intensif, seperti penempatan kamar mandi bersama pada sebuah asrama. 2.6
Hubungan Ilmu Sosial Dasar dengan Arsitektur Arsitektur
memiliki
hubungan
yang
signifikan
dengan
perilaku
sosial,budaya, dan lingkungan hidup. Peran arsitektur sangat besar terhadap perubahan baik itu perubahan secara positif juga perubahan secara negatif. Kehidupan sosial budaya di perkotaan yang sangat tinggi dapat mempengaruhi sebuah design. Arsitektur diharapkan dapat berperan dalam menyelesaikan masalah-masalah seperti kepadatan kependudukan, tata ruang perkotaan yang tidak lain untuk mensejahterakan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Dengan
bangunan-bangunan
manusia
bisa
memakainya
untuk
menjalankan aktifitasnya sehari-hari, menciptakan bangunan yang senyaman mungkin untuk kehidupan manusia, yang mempengaruhi kehidupan sosial tersebut. Dan juga bisa menanggulangi kesenjangan sosial. Seperti kehidupan dipinggir sungai, kita bisa membuatkan rumah yang layak untuk ditempati, sehingga arsitektur sangat penting unuk kesejahteraan masyarakat.
20 Universitas Sumatera Utara