BAB II KAJIAN TEORI
2.1. Kajian Teori 2.1.1. Konsep Dasar Lean pada Manufactur Lean manufactur atau lean production atau lebih dikenal sebagai lean, pertama kali dikembangkan di perusahaan Otomotif Toyota jepang, menjadi sangat popular sebagai filosofi manajemen proses dalam memperbaiki sistem produksi. Menurut Womack dan Jones (1996), bahwa prinsip dari lean adalah berfokus pada eliminasi waste dan reduksi aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah (non value added) dalam suatu proses, sementara pada saat yang sama memaksimalkan aktifitas yang memberikan nilan tambah (value added) terhadap produk akhir sesuai dengan permintaan pelanggan. Manfaat yang diperoleh dalam eliminasi waste adalah kemudahan untuk menyesuaikan diri terhadap permintaan pasar yang fluktuatif, sehingga dapat terus bertahan menghadapi persaingan (Rathi, 2009). Namun tidak banyak orang mengetahui bahwa henry ford (pendiri ford group, perusahaan otomotif terbersar kedua di dunia pada masa dewasa ini). Telah menggunakan prinsip „lean‟ sejak awal 1920 dengan bukti Henry Ford berkata: „salah satu pencapaian kami yang patut dibanggakan ialah bagaimana kami (Group Ford) mampu menjaga harga produk Ford menjadi tetap rendah yaitu semakin lama sebuah produk berada dalam prose manufacturing maka total biaya produksi juga akan semakin besar (Womack dan Jones, 2003). Dalam usaha untuk menghilangkan atau meminimalisasi pemborosan, para pemakai lean manufacturing system memakai berbagai macam alat (tools) yang disebut juga dengan lean building blocks. Yang patut dicatat ialah telah terbukti bahwa para pemakai lean manufacturing system yang sukses mengimplementasikan di perusahaan menyadari bahwa meskipun program ini dapat dijalankan sebagai program yang berdiri sendiri. Hanya sedikit sekali yang mempunyai dampak positif yang signifikan bagi perusahaan ketika ia dijalankan sendiri. Sedangkan cara yang benar ialah implementasi lean manufacturing system harus mempunyai dampak ke 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
seluruh aspek (overall) dan bahwa mengimplementasi program ini tidak sesuai dengan aturan yang berlaku mungkin akan menimbulkan efek yang negatif bagi perusahaan (Womack and Jones, 2003). Ada sejumlah lean tools yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mereduksi waste, masing-masing tools mempunyai kegunaan yang lebih spesifik terhadap reduksi waste tertentu. Sebagai contoh Single Minute exchange of Dies (SMED) adalah lean tools spesifik untuk mereduksi waktu setup atau quick changeover (Shingo, 1985). Diantara lean tools tersebut ada yang bersifat universal yaitu: 5S, visual control dan standard work, merupakan tools pendukung lean tools yang lainnya untuk dapat meningkatkan efisiensi penerapannya. Sebelas lean tools definisasi yang umum dipakai dalam penerapan lean production sebagai berikut: 1. Value Stream Mapping (VSM) Suatu metode visual untuk pemetaan yang berkaitan dengan aliran produk dan aliran informasi mulai dari pemasok, produsen dan konsumen dalam satu gambar utuh dan meliputi semua. 2. Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Sitsuke (5S) Suatu metode penataan atau pemeliharaan tempat kerja secara intensif dalam usaha memelihara ketertiban, efisiensi, dan disiplin di tempat kerja. Metode 5S merupakan sebuah metode untuk mengorganisasi dan menstandarkan tempat kerja dari proses produksi (Womack and Jones 2003). Yang perlu di pelajari pertama kali saat hendak melakukan implementasi Lean Manufacturing sebenarnya ialah 5S. hal tersebut dimaksudkan karena metode 5S merupakan salah satu metode yang
paling
mudah
dan
paling
cepat
dapat
dioperasikan
dalam
mengimplementasikan lean manufacturing. Metode ini memberikan return of investment (ROI) yang tinggi dengan segera setelah mengimplementasikannya, dapat menembus semua batasan atau aturan dalam industri, dan yang paling penting ialah metode ini dapat di implementasikan kedalam semua bagian dari perusahaan karena yang dilakukannya ialah mengatur tempat kerja agar lebih teratur sehingga proses kerja dapat berjalan dengan lebih mudah. Metode ini dapat 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dilakukan sesuai dengan kondisi yang terjadi dilapangan seperti perlengkapan atau alat-alat yang diperlukan dalam proses kerja yang tidak lengkap mengurangi waste (pemborosan) yang terjadi pada tempat kerja, posisi barang serta mesin yang lebih teratur, dan semua hal yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan kerja secara menyeluruh. Pengertian 5S dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Seiri (Ringkas) Dalam 5S, seiri berarti membedakan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. 2. Seiton (Rapi) Rapi berarti meletakan barang, alat, atau mesin pada lokasi yang paling tepat atau sistematis. Setiap barang atau alat yang masih diperlukan dalam pekerjaan, harus memiliki suatu tempat penyimpanan yang tetap dan jelas status keberadaannya. 3. Seiso (Resik) Pada umumnya istilah ini berarti membersihkan barang-barang yang tidak di perlukan sehingga tempat kerja menjadi bersih. Dalam istilah 5S, seiso berarti membuang sampah, kotoran, dan benda-benda asing serta membersihkan segala sesuatu dalam area kerja. Proses pembersihan seringkali berbentuk pemeriksaan yang mengungkapkan abnormalitas dan kondisi sebelum terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk terhadap kualitas atau menyebabkan kerusakan pada mesin. 4. Seiketsu (Rawat) Prinsip utama dari seiketsu adalah memelihara keadaan area kerja yang bersih dan rapi dengan meningkatkan disiplin kerja mengikuti disiplin 3S yang telah ada sebelumnya. Tujuan dari seiketsu adalah untuk menjaga lingkungan agar dalam kondisi tetap baik, menjaga agar alat kerja selalu siap untuk dipakai, serta menjaga mutu hasil kerja dengan baik.
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5. Shitsuke (Rajin) Menjaga tempat kerja agar tetap stabil merupakan proses yang terus menerus dari peningkatan berkesinambungan. Pengendalian visual dari sistem lean yang direncanakan dengan baik berbeda dan membuat operasi produksi masal menjadi rapi dan bersih. Sistem lean menggunakan 5S untuk mendukung tercapainya sebuah proses yang mengalir lancar sesuai waktu. 5S juga merupakan sebuah alat untuk membantu mengungkapkan masalah dan bila digunakan secara canggih dapat menjadi bagian dari proses pengendalian visual dari sebuah sistem lean yang direncanakan dengan baik. 3. Visual Control Visual control merupakan suatu teknik untuk memberikan informasi terhadap ketidaksesuaian agar terlihat lebih jelas. Metode visual control merupakan sebuah metode yang bertujuan untuk menjelaskan situasi atau kondisi terkini yang terjadi pada proses produksi dengan sebuah signal atau petunjuk yang mudah dan cepat dimengerti (biasanya dalam kurun waktu 30 detik) oleh semua orang yang berhubungan dengan proses kerja. Beberapa poin yang dapat dilihat dalam visual control ialah jadwal proses produksi, jadwal proses kerja (bagi divisi yang tidak berhubungan dengan produksi), level dari inventory yang ada dalam periode tertentu, utilisasi sumberdaya mulai dari sumberdaya manusia hingga barang penunjang produksi, dan yang terakhir namun juga harus dimiliki ialah visual control untuk kualitas. Visual kontrol ini haruslah efisien, dapat mengatur pekerja, termasuk kartu kanban, lampu perkerja, garis pembatas tempat pekerja, dan lain-lain. Kendali visual adalah setiap alat komunikasi yang digunakan dalam lingkungan kerja untuk menunjukan dalam waktu sekejap bagaimana pekerjaan seharusnya dilakukan dan apakah terjadi penyimpangan terhadap standar. Hal ini membantu karyawan yang ingin melakukan pekerjaannya dengan baik agar dengan segera dapat melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya. Ia mungkin akan menunjukkan dimana item harus disimpan, berapa banyak item yang seharusnya ada di sana, prosedur standar apa saja yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, status dari barang dalam 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
proses, dan banyak jenis informasi penting lainnya untuk mengalirkan aktifitas pekerjaan. Dalam arti yang lebih luas, pengendalian visual berkaitan dengan perancangan informasi just in time dari semua jenis pengendalian untuk memastikan pelaksanaan operasi dan proses yang tepat dan cepat (Womack and Jones, 2003). Visual control ada beberapa jenis yaitu: 1.
Label merah atau kuning Label merah mempunyai tujuan untuk mengidentifikasikan barang yang tidak diperlukan pada proses kerja saat ini atau dapat dikatakan sebagai label barang not good. Label kuning mempunyai tujuan untuk mengidentifikasikan barang yang memerlukan kegiatan extra seperti barang yang memerlukan rework maupun barang yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak quality.
2.
-
Hanya menyimpan barang yang diperlukan
-
Barang yang tidak diperlukan di pisahkan, di buang
-
Buat tempat kerja seringkas mungkin
Garis pembatas lantai Garis ini bertujuan untuk menunjukkan tempat yang seharusnya semua barang yang ada di pabrik. Garis ini juga memisahkan antara barnang yang sudah siap dengan barang yang memerlukan rework.
3.
Lampu andon Fungsi lampu andon adalah sebagai fungsi peringatan adanya problem yang sedang terjadi di pabrik. Kalo menyala berarti sedang ada masalah yang terjadi.
4.
Kartu kanban Tujuannya untuk mengatur system produksi atau pengiriman secara “Just In Time” serta mengetahui jumlah produksi dengan lebih jelas lagi. Prinsip: -
Setiap barang harus ada kartu kanban
-
Jumlah produksi atau pengiriman sesuai jumlah kanban
-
Tidak boleh produksi atau kirim tanpa kanban
-
Jumlah kanban = jumlah barang 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5.
Visual control board Visual control board ini mempunyai tujuan untuk mengamati kejadian yang ada dilantai produksi baik dari segi pencapaian produksi, kualitas dan juga segi safety. Dengan adanya visual control board ini maka akan lebih dalam hal pengamatan sehingga apabila terjadi masalah akan lebih cepat diatasi.
4. Standard work (SW) Standard work merupakan satu teknik untuk mengorganisasi suatu pekerjaan agar dapat dilakukan dengan cara terbaik dan aman 5. Just In Time (JIT) Just In Time merupakan sistem manajemen produksi yang prinsipnya hanya memproduksi jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. 6. Kanban Kanban merupakan istilah jepang, yaitu sebuah sistem untuk mempertahankan akhiran material yang lancar saat berproduksi. Kartu kanban yang sering dipakai merupakan sebuah alat atau penunjuk untuk menunjukkan kepada semua orang yang berhubungan dengan proses produksi kemana sebuah material seharusnya dikirim, dari mana material dikirim, berapa banyak material yang dibutuhkan, serta order point dari material itu sendiri. 7. Production Smoothing Production Smoothing merupakan suatu alat untuk mempertahankan level produksi agar konstan dari hari-kehari.
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8. Total Productive Maintenance (TPM) Total Productive Maintenance merupakan suatu sistem untuk merawat peralatan atau mesin agar efektivitas mesin maksimum melalui keterlibatan seluruh karyawan. 9. Total Quality Management (TQM) Total Quality Management merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas produk dengan peningkatan yang berkelanjutan dalam proses. 10. Single Minute Exchange of Dies (SMED) Single Minute Exchange of Dies merupakan satu alat untuk mereduksi waktu setup atau waktu changeover. 11. Cellular Manufacturing Cellular Manufacturing merupakan penempatan mesin atau peralatan yang sesuai, sehingga satu kelompok produk dapat di produksi dalam satu sel. 2.1.2. Waste Para manajer dan karyawan Toyota menggunakan istilah bahasa Jepang Muda bila mereka berbicara tentang pemborosan dan menghilangkan muda menjadi fokus dari sebagian besar upaya Lean Manufacturing. Waste atau muda merupakan istilah tradisional jepang untuk aktivitas yang boros dan tidak memberi nilai tambah atau tidak bermanfaat. Penurunan muda merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan keuntungan dalam perusahaan. (Taiichi Ohno, 1988), Chief Engineer Toyota yang merupakan salah satu plopor Toyota Production System (TPS) membagi waste yang terdapat dalam lantai produksi menjadi „Eight Waste‟ (Taiichi Ohno, 1988). Delapan pemborosan dipercaya oleh Taiichi Ohno bertanggung jawab dalam 95% biaya dalam total produksi, yaitu: 1. Overproduction Overproduction adalah membuat produk dengan jumlah lebih banyak dari permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan sehingga membutuhkan Work In 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Process (WIP) berlebihan, itu artinya uang berhenti dan akan mengurangi profit perusahaan. Penyebab dari overproduction ini antar lain kapasitas mesin yang berlebih, waktu setup dan cycle time yang lama, reliabilitas mesin yang jelek, jumlah pekerja yang berlebih, penjadwalan produksi yang kurang baik, lot produksi yang besar, proses yang tidak konsisten. 2. Unnecessary Iventory Unnecessary Iventory merupakan bentuk dari bahan baku, barang Work in Process (WIP), maupun barang jadi yang menambah pengeluaran dan belum menghasilkan pemasukan, baik oleh produsen maupun untuk konsumen. Inventory bahan baku disebabkan antara lain perencanaan material yang kurang baik, pemasok yang tidak konsisten, pemesanan barang yang terlalu cepat, pengadaan material yang perlu waktu lama, adanya ketentuan minimum order. Inventory barang Work in Process (WIP) disebabkan antara lain adanya overproduction, proses setup, dan cycle time yang lama, ukuran lot yang besar, waktu changeover yang lama, dan line balancing yang buruk. semakin besar WIP akan semakin panjang antrian yang akan memperpanjang lead time produksi. 3. Product Defect Product Defect atau cacat merupakan produk yang kurang sempurna dalam kualitas yang terjadi pada proses produksi. Diantaranya bisa disebabkan karena prosedur keja yang kurang lengkap, training untuk operator yang kurang, dokumentasi yang buruk, jenis produk yang terlalu banyak, mesin yang sudah tua, setting mesin yang kurang tepat. Akibat dari waste ini adalah perlu waktu yang lama untuk melakukan perbaikan produk, perlu tenaga dan biaya berlebih. 4. Overprocessing Pemborosan ini meliputi semua aktivitas dalam proses produksi yang seharusnya tidak perlu ada. Penyebabnya antara lain penggunaan peralatan yang salah, pemeliharaan peralatan yang kurang baik, dokumentasi yang jelek, ketiadaan masukan dari pelanggan yang berkaitan dengan kebutuhan atau spesifikasi. Dampaknya antara lain rusaknya mutu produk akibat perlakuan yang tidak sesuai, 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
proses produksi lama sehingga produktivitas menurun, keterlambatan waktu pengiriman dan biaya operasional yang lebih mahal. 5. Waiting atau delay time Waiting meliputi seluruh waktu yang membuat proses terhenti, seperti waktu menunggu kedatangan bahan baku, informasi, peralatan, peralatan, hingga modal yang terhenti dalam bentuk barang jadi dan jasa yang belum diberikan pada konsumen. Penyebabnya antara lain adanya inkonsistensi dalam metode-metode kerja, changeover time yang panjang, kurang pelatihan, lini produksi yang tidak seimbang sehingga terjadi bottleneck, kurangnya perawatan mesin, kualitas material yang jelek. Akibatnya ada aliran proses yang terhambat dan menimbulkan barang work in process (WIP) berlebih. 6. Excess Motion Motion meliputi gerakan pekerja atau peralatan yang tidak memberikan nilai tambah bagi jalannya proses produksi. Penyebabnya antara lain pengorganisasian tempat kerja yang kurang baik, layout yang kurang efisien dan kurang teratur, metode kerja yang tidak konsisten, tidak ada standart kerja untuk melakukan sebuah aktifitas, akibatnya antara lain waktu proses menjadi semakin lama, pekerja cepat lelah dan kualitas produk menurun. 7. Transfortation Transfortation merupakan proses memindahkan material atau produk dari suatu proses ke proses berikutnya yang membutuhkan waktu, sehingga transfortasi merupakan waste karena tidak memberikan perubahan pada produk dan tidak memberikan nilai tambah. Penyebabnya antara lain ada tata letak yang kurang baik, ketiadaan koordinasi dalam proses, organisasi tempat kerja yang jelek, tempat penyimpanan material atau produk yang saling berjauhan. Akibatnya antara lain adanya resiko kerusakan terhadap produk, menambah biaya, menaikan stock WIP, utilisasi tempat penyimpanan yang berlebih. 8. Underutilized People Underutilized
People
merupakan
pemborosan
karena
pekerja
yang
tidak
mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik mental, kreatifitas, 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
keterampilan dan kemampuan fisik. Penyebabnya antara lain budaya organisasi yang kurang mendukung pekerja lebih berkembang, kurang selektif dalam recruitment karyawan, tidak ada pelatihan untuk pekerja atau penempatan kerja yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Akibatnya antara lain tidak bisa memaksimalkan keterlibatan seluruh karyawan, hasil kerja kurang efektif, turnover pekerja tinggi. Namun ada 2 (dua) M lain yang sama pentingnya untuk membuat Lean Manufacturing berjalan, dan ketiga M tersebut saling mengisi sebagai satu sistem. Bahkan hanya memfokuskan kepada 8 pemborosan atau muda saja akan menggangu produktivitas kerja dan system produksi. Dokumen Toyota Way berkenaan dengan “menghilangkan Muda, Muri, Mura.”(Taiichi Ohno, 1988). Ketiga M tersebut adalah: 1. Muda, Tidak menambah nilai, ini adalah aktivitas yang tidak
berguna yang
memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan atau berakibat pada jenis waktu tunggu. 2. Muri, memberi beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu, hal ini merupakan ujung yang bersebrangan dari spectrum Muda. Muri adalah memanfaatkan mesin atau orang diluar batas kemampuannya. Membebani orang secara berlebih menyebabkan kerusakan dan produk cacat. 3. Mura, ketidakseimbangan. Anda dapat memendang hal ini sebagai kesimpulan dari kedua M lainnya. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat lebih banyak pekerjaan disbanding dengan yang dapat ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat yang lain hanya ada sedikit pekerjaan. 2.1.3. Quick Changeover Pada saat ini sudah menjadi tuntutan hampir semua perusahaan untuk selalu menjaga inventory stock pada kondisi yang serendah mungkin, sepanjang tidak mengganggu kelancaran proses produksi dan tidak menyebabkan tertundanya pengiriman produk kepada pelanggan. Oleh karena itu setiap perusahaan akan selalu berusaha membeli bahan baku dari pemasoknya dengan jenis dan kuantitas yang kecil 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
seperlunya saja. Produk harus dikirim dengan cepat sesuai kuantitas yang diminta, kualitas terbaik dan dengan harga murah. Berdasarkan tuntutan tersebut maka sebagai perusahaan pemasok bahan baku harus bisa memproduksi produk yang bermacam-macam jenis atau grade dalam jumlah yang kecil. Dengan bertambahnya permintaan terhadap jenis produk yang beraneka ragam tersebut akan menyebabkan kenaikan yang signifikan terhadap frekuensi changeover. Dengan demikian maka pergantian jenis atau grade produk satu ke grade produk berikutnya harus dilakukan dengan cara yang cepat, efektif dan efisien sehingga perusahaan menjadi lebih fleksibel dalam merespon kebutuhan pelanggan. Quick Changeover adalah seluruh aktifitas dan waktu yang diperlukan antara produksi produk terakhir dan produksi produk berikutnya pada normal efisiensi atau normal speed dalam proses pergantian jenis produk. Seluruh aktifitas changeover tersebut dianggap sebagai waste karena apa yang dilakukannya tidak memberikan nilai tambah terhadap produk akhir dan menyebabkan kenaikan biaya produksi, oleh karenanya harus dihilangkan atau paling tidak diturunkan seminimal mungkin. Gambaran mengenai aktifitas changeover atau setup seperti terlihat dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Aktifitas Changeover atau setup (Sumber: Goubergen and Sherali, 2004)
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ada dua pendapat untuk menurunkan waktu changeover yaitu menurunkan frekuensi changeover dan menurunkan waktu yang diperlukan untuk changeover. Walaupun ada penelitian yang menjelaskan pendapat yang pertama tetapi pendapat tersebut kurang disukai dibandingkan dengan pendapat kedua yanitu mengurangi waktu setup atau changeover itu sendiri. (Goubergen and Sherali, 2004). Secara umum yang dilakukan perusahaan yang belum mengadopsi system SMED untuk mengurangi waktu setup adalah: 1. Meningkatkan skill dari operator yang melakukan proses setup. 2. Memperkecil variasi produk yang dihasilkan 3. Mengkombinasikan pekerjaan tidak tetap yang berbeda dengan kebutuhan setup yang serupa. 4. Memproduksi produk dalam jumlah yang besar 5. Menambah peralatan yang berlebih 6. Mengatur jadwal produksi atau antrian jenis produksi tertentu Pada kebanyakan proses setup tradisional, membutuhkan pengetahuan khusus tentang mesin, peralatan dan material seperti halnya kemampuan khusus untuk mengganti part dan menyetel mesin sehingga dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Menurut Shingo (1985), operasi setup atau tradisional setup yang dilakukan melalui tahapan dasar seperti ditunjukan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tahapan Dasar Tradisional Setup
Jenis aktifitas
Penjelasan
Preparation, after process
Pada langkah ini memastikan semua komponen dan
Adjustments, checking of
peralatan berada di tempatnya dan berfungsi dengan
material and tools
baik. Langkah ini termasuk ketika melepas dan mengembalikan ketempat penyimpanan, membersihkan mesin dan seterusnya. Dalam setup tradisional langkah ini dikerjakan pada saat mesin dalam keadaan mati. 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.1. Tahapan Dasar Tradisional Setup (lanjutan)
Jenis aktifitas
Penjelasan
Mounting and removing
Langkah ini termasuk melepas komponen dan peralatan
blades, tools and parts
setelah produksi selesai dan memasang komponen dan peralatan untuk produksi berikutnya. Semua aktifitas diatas dilakukan pada saat mesin tidak beroperasi.
Measurements, settings
Langkah ini berhubungan dengan semua pengukuran dan
and calibrations
kalibrasi yang harus dilakukan agar supaya proses produksi berjalan dengan baik. Melakukan seting parameter pada mesin sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan (temperature, kecepatan, dan lain-lain) tetapi hanya untuk yang pertama kali saja.
Trial runs and
Pada langkah terakhir operasi setup tradisional setelah
adjustments
melakukan
uji
coba
pertama
mesin
dijalankan.
Pengukuran dan kalibrasi yang dilakukan pada saat awal akurat maka akan lebih mudah melakukan penyesuaian (Sumber: Shingo, 1985)
Dalam tradisional setup sebelum seluruh tahapan selesai, mesin tidak memproduksi produk yang baik, dan semua aktifitas merupakan bagian dari internal setup. Sistem SMED mengajarkan cara-cara untuk mengeliminasi seluruh tahapan tersubut sehingga mesin dapat memproduksi produk yang baik sejak awal dan sejak mesin mulai operasi (Started Up). Alasan inilah penulis memilih sistem Single Minute Exchange of Dies (SMED) untuk diterapkan dalam perusahaan untuk menurunkan waktu changeover pada proses pergantian grade produk. 2.1.4. Single Minute Exchange of Dies (SMED) metode dasar yang sudah terbukti efektif untuk menurunkan waktu setup atau changeover adalah dengan sistem SMED yang di plopori oleh Singo. Menurut Singo (1985), definisi sistem SMED adalah sistem atau metode yang merupakan 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
serangkaian teknik yang memungkinkan untuk melakukan setup atau changeover kurang dari 10 menit yaitu jumlah menit yang dinyatakan hanya satu digit, atau dengan kata lain mengurangi waktu setup sampai dibawah 10 menit. Pada awalnya SMED dikembangkan melalui studi dari proses pergantian dies. Pergantian dies tersebut dipantau dan dievaluasi untuk menentukan apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kecepatan dan keakuratan changeover tersebut. SMED juga berusaha untuk membakukan dan menyederhanakan sehingga kebutuhan tenaga terampil yang khusus dapat diminimalkan. Saat ini SMED sudah diaplikasikan secara luas pada hampir semua aktifitas changeover peralatan pada jenis perusahaan apapun seperti wood working, metal forming, plastics and electronics, pharmaceoticals, food processing, chemicals, dan bahan untuk service. Praktek SMED ditargetkan 10 menit atau kurang. Bahkan beberapa
perusahaan
yang
telah
sepenuhnya
mengimplementasikan
lean
manufacturing menargetkan 3 menit atau kurang. Apabila target tersebut tercapai, maka perusahaan menjadi lebih responsive terhadap kebutuhan pelanggan dan menjadi lebih fleksibel (Kucakulah, 2008). Menurut Goubergent and Sherali (2004), filosofi kunci dibalik metode SMED adalah adanya dua aktifitas setup yang merupakan dasar dari metode SMED yaitu: internal setup hanya dilakukan bila mesin dalam kondisi shutdown dan external setup dapat dilakukan pada saat mesin dalam keadaan operasi. Kedua konsep tersebut merupakan konsep yang sangat penting dalam implementasi SMED. Apabila sistem SMED dapat diimplementasikan sehingga waktu changeover dapat dilakukan dengan cepat, maka pergantian produk satu ke produk berikutnya dapat dilakukan sesering mungkin, dan perusahaan dapat memproduksi lot dalam jumlah yang lebih kecil. Proses setup menjadi lebih sederhana dan mudah sehingga penerapan sistem SMED akan mempunyai keuntungan sebagai berikut: a. Flexibility: perusahaan dapat dengan cepat merespon dan menyesuaikan setiap perubahan keinginan pelanggan tanpa menimbulkan kelebihan inventory. b. Quicker Delivery: produksi lot kecil berarti lead time lebih cepat dan waktu tunggu konsumen juga lebih cepat. 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
c. Better Quality: waktu changeover yang lebih cepat akan menurunkan inventory berarti mempercepat waktu penyimpanan dan mengurangi resiko kerusakan. d. Higher Productivity: lebih cepat waktu changeover menurunkan downtime yang berarti meningkatkan waktu produksi. Bila dibandingkan dengan tools Total Productive Maintenance (TPM), maka manfaat SMED pada dasarnya sama dengan TPM yaitu meningkatkan aliran proses produksi (improved flow), persediaan lebih rendah, dan kualitas lebih baik. TPM fokus para reduksi downtime yang tidak direncanakan (unplanned), sedangkan SMED fokus pada reduksi downtime yang direncanakan (unplanned) karena proses changeover. Semakin cepat waktu yang diperlukan untuk changeover mesin dari produk satu ke produk yang lainnya berarti semakin banyak waktu untuk produksi sehingga meningkatkan output produk. 2.1.5. SMED Dalam Industri Proses Dalam industri proses mesin produksi biasanya sangat besar dan sangat mahal untuk didedikasikan pada salah satu produk atau salah satu produk family saja sehingga satu mesin produksi dipakai untuk semua jenis produk. Proses changeover akan memakan waktu lama pada aktifitas cleaning terutama bila produk yang berwarna karena jika cleaning tidak bersih dapat menyebabkan contaminant pada produk berikutnya. Aktifitas changeover dalam industri proses meliputi antara lain: Persiapan peralatan (tools) Cooling down macine Penggatian oli mesin, gasket, filter Kalibrasi, penyetelan Re-setting parameter produksi seperti temperatur, tekanan pada kondisi sesuai produksi berikutnya. Pemanasan (heating up) Mengganti komponen yang rusak mengembalikan peralatan ketempat semula test analisa laboratorium sampai produk sesuai spesifikasi 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
melakukan color matching untuk produk berwarna Langkah-langkah proses changeover dalam industri proses di gambarkan oleh King (2009). CHANGEOVER
PRODUK A
PRODUK A
PRODUK B
CHANGEOVER EXTERNAL TASKS
INTERNAL TASKS
EXTERNAL TASKS
INTERNAL TASKS
PRODUK A EXTERNAL TASKS
PRODUK B
CHANGEOVER
PRODUK B
Identify tasks which can be external
Move external tasks outside the change window
EXTERNAL TASKS
INTERNAL TASKS
PRODUK A EXTERNAL TASKS
PRODUK B
Simplify internal tasks
EXTERNAL TASKS
INTERNAL TASKS
PRODUK B
PRODUK A INTERNAL TASKS EXTERNAL TASKS
perform internal task in parallel
EXTERNAL TASKS
Gambar 2.2 Langkah Changeover sesuai SMED pada industri proses (Sumber: King, 2009)
2.1.6. Implementasi SMED Shingo (1985), mengembangkan sebuah metodologi untuk menganalisa dan mengurangi waktu changeover yang disebut dengan sistem SMED, dan tahapan implementasinya digambarkan sebagai berikut: 1. Tahap: pendahuluan atau persiapan (preliminary) Beberapa jenis aktifitas yang dilakukan sebelum pelaksanaan setup dalam industri proses adalah: Melakukan pengecekan material, peralatan, membersihkan mesin, tempat kerja, mengecek dan mengembalikan peralatan, material dan lain-lain setelah proses
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
setup selesai sehingga siap digunakan lagi pada saat pelaksanaan setup berikutnya. Proses dokumentasi yaitu perekaman seluruh aktivitas setup dengan menggunakan kamera pada saat pelepasan peralatan, pemindahan, pemasangan peralatan baru, peletakkan peralatan baru pada mesin dan lain-lain. Proses dokumentasi juga dapat dilakukan dengan cara pencatatan aktifitas dan waktu yang dihabiskan selama proses. Pencatatan waktu dapat dilakukan dengan stopwatch dan dicatat dalam worksheet (lembar kerja). 2. Tahap: pemisahan internal dan eksternal setup (Separating Internal Setup and External Setup). Tahap ini adalah langkah yang paling penting dalam implementasi SMED karena untuk memisahkan aktifitas internal atau aktifitas eksternal. Identifikasi aktifitas internal dan eksternal dilakukan dengan observasi secara detail terhadap prosedur, mewawancarai operator yang melakukan setup, dan melakukan evaluasi hasil proses dokumentasi diatas. Melalui cara tersebut dapat diidentifikasi aktifitas internal dan aktifitas eksternal. Setelah itu dapat dipisahkan antara aktifitas internal dan aktiifitas eksternal. Aktifitas internal adalah aktifitas-aktifitas yang harus dilakukan pada saat mesin mati, waktu internal setup ini sama dengan waktu mesin shutdown, sedangkan aktifitas eksternal adalah aktifitas-aktifitas yang dapat dilakukan pada saat proses produksi sedang berlangsung. 3. Tahap: mengubah internal setup menjadi eksternal setup (Converting Internal Setup to External Setup) Dalam tahapan ini adalah mereduksi waktu setup menuju kearah range kurang dari 10 menit (single minute) dengan 2 cara yaitu: Memeriksa kembali setiap operasi setup untuk melihat apakah ada langkah yang salah yang di asumsikan sebagai internal setup. Oleh karena itu seluruh aktifitas internal harus dievaluasi lagi apakah memungkinkan aktifitas internal tersebut dapat dikelompokan menjadi aktifitas eksternal. Mencari suatu cara untuk mengubah operasi internal setup menjadi eksternal setup. 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4. Tahap: pengurangan atau perampingan semua aspek operasi setup (Streamlining all Aspects of the Setup Operation) Untuk mengurangi waktu setup maka semua prosedur operasi dievaluasi dan di analisa secara terperinci, terutama aktifitas internal yang harus dilakukan pada saat mesin berhenti. Dalam industri proses kadang kala internal setup dapat dikurangi dengan menggunakan tambahan pekerja untuk melakukan setup tersebut. Proses setup pada serangkaian mesin yang besar membutuhkan pergantian, pelepasan, pembersihan dan lain-lain perlu dilakukan pada bagian depan, belakang, atas dan bawah sehingga pekerja banyak jalan (moving) yang akan menghabiskan waktu. Yang penting perbandingan antara biaya untuk manambah jumlah pekerja dengan waktu yang telah berkurang harus lebih menguntungkan. Tahapan implementasi SMED sesuai Chen and Meng (2010), seperti digambarkan pada Gambar 2.3.
Current setup limit Phase 1 Mixed phase
PRODUK A
Internal Setup
Internal Setup
External setup
External setup
Internal Setup
PRODUK B
As is
SMED Step 1: Memisahkan internal dan eksternal setup Phase 2 Split phase
PRODUK A
Internal setup
PRODUK B
SMED Step2: Merubah internal menjadi eksternal setup Phase 3 Transferred phase
PRODUK A
Phase 4 Improved phase
PRODUK A
Internal setup
PRODUK B
SMED Step3: Meminimalkan internal
Internal setup
PRODUK B
90% Reduction
Gambar 2.3 Tahapan Penurunan Waktu Setup dengan SMED (Sumber: Chen and Meng, 2010)
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75% Reduction
30% to 50% Reduction
2.2. Kajian Penelitian Sebelumnya Penelitian ini dibuat berdasarkan literatur-literatur yang ada, salah satu sumber literaturnya adalah penelitian terdahulu yang telah mengimplementasikan lean manufacturing dengan metode Single Minute Exchange of Dies (SMED) untuk mereduksi waste time dalam changeover. Secara ringkas diambil dari jurnal sesuai penelitian penulis yang akan dilakukan. Kajian penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Kajian Penelitian Sebelumnya Dengan Metode SMED
No 1
Penulis MUSA, et al (2014)
Metode
Hasil penelitian
VSM and
Penerapan
metodologi
SMED
dan
VSM
SMED
digabungkan untuk meningkatkan value added waktu kegiatan dan mengurangi non value added kegiatan context of injection moulding tooling changeovers.
2
Adanna &
SMED
Penerapan SMED pada proses setup, mengurangi total waktu untuk axle grinder dari waktu awal
Shantharam, (2013)
24.065 menit ke 14,416 menit (penghematan waktu 58,3%) meningkatkan produktivitas dengan 65,38% per bulan dihitung pada 1500 setup dalam sebulan dengan keuntungan ekonomi dengan tingkat 53%. 3
Costa, et al (2013).
SMED Implementation
Penelitian ini menggambarkan sebuah aplikasi industri yang efektif dalam metodologi SMED pengurangan 64% dalam waktu setup, 50% di WIP dan 99% di travelled distance.
4
Valle, et al (2013)
VSM and SMED
Penerapan metodologi SMED dan VSM digabungkan untuk meningkatkan value added waktu kegiatan dan mengurangi non value added kegiatan context of injection moulding tooling changeovers.
5
Pawar, et al (2014)
SMED and ECRS
Penerapan prinsip SMED dan ECRS pada prosedur setup mesin dalam pabrik mengurangi total waktu setup dari waktu awal 195 menit untuk 114 menit, hemat 81 menit yaitu 41,53% dari total waktu.
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.2. Kajian Penelitian Sebelumnya Dengan Metode SMED (lanjutan)
No
Penulis
Metode
Penjelasan
6
Guzmán & Salonitis, (2013).
SMED approach
Dalam penelitian ini, metode yang diusulkan bekerja dengan baik selama empat operator bekerja secara bersamaan. Validasi metode menghasilkan pengurangan 33% dari saat changeover tempat welding dengan hanya melaksanakan perbaikan organisasi. Dengan pelaksanaan perbaikan hardware, pengurangan dapat dicapai lebih dari 35%.
7
Mulla, et al (2014).
Implementation of lean manufacturing SMED
Penelitian ini dilakukan pada vertical turbine pump line produksi yang memberikan kontribusi 77% terhadap total pengiriman Large Pumps dan berkurang 0,83 menit per setup.
8
Abraham, et al (2012).
SMED
Hasil utama yang diperoleh dari penelitian ini adalah perubahan waktu tool yang telah berkurang dari 7 jam menjadi 2 jam. Lead ini untuk improvement produktivitas mesin BMS, yang dapat membuat 105.000 klem / hari yang sebelum itu 60000 klem / hari. Kami menyimpulkan bahwa memodifikasi praktek yang ada telah mengakibatkan eliminasi NVA signifikan.
9
Khedkar, S. B., et al. (2012).
Implementation 5S
Penelitian ini menjelaskan bahwa dengan mengikuti metode 5S di industri plastik ini, menunjukan perbaikan yang signifikan untuk keselamatan, produktivitas, efesiensi, dan peralatan dengan mendokumentasikan sebelum dan sesudah perbaikan. Hal ini juga membangun etos kerja yang kuat untuk melanjutkan pekerjaan yang lebih baik lagi.
10
Sivakumar, et al (2015)
SMED and VSM tools.
Dalam penelitian pada Carriage Building Press, Teknik SMED digunakan untuk mengurangi penurunan waktu changeover. dari waktu changeover adalah 44,16% menurun dari rata-rata changeover time dari 98 menit menjadi 60 menit.
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.2. Kajian Penelitian Sebelumnya Dengan Metode SMED (Lanjutan)
No
Penulis
Metode
Penjelasan
SMED
Metode SMED merupakan metode yang cukup efisien dan efektif untuk mereduksi waktu set up mesin feeder AIDA 1100 T di PT.XXX. Hal ini dapat dilihat dari percepatan waktu baku baru hingga 1002,54 detik, sedangkan waktu baku lama adalah 1800 detik. Dengan menggunakan metode SMED, maka diperoleh persentase penghematan waktu set up yaitu sebesar 52,9%.
11
Ary, et al (2011)
12
Carrizo, A.M, et al (2013)
SMED approach
Dalam penelitiannya in Small to Medium-sized Enterprises Peningkatan yang dicapai sangat signifikan: waktu setup berkurang 114-40 menit, total biaya satuan produk berkurang 13% dan, estimasi biaya produksi tahunan menyusut oleh 238.584 €. Pencapaian produktivitas ini merupakan hasil dari sebuah proses inovasi inkremental sebagai hampir setiap investasi yang dibutuhkan
13
Trovinger, S.C. et al (2012)
SMED
Di dalam penelitiannya pada printed circuit board assembly, dapat mengurangi waktu proses pewarnaan pada mesin printed dari 1,7 menit menjadi 11 detik, peningkatan sembilan kali lipat, dan total waktu setup dari 158 menit menjadi 24 menit.
14
Sainath, et al (2011)
Lean manufacturing
Pada penelitian ini dijelaskan bahwa lean manufakturing dengan matrix yang digunakan dapat mengeliminasi waktu tunggu, sehingga kinerja perusahaan meningkat
15
Yashwant, et al (2012)
SMED
Penelitian ini merupakan studi Kasus changeover penurunan waktu menggunakan teknik SMED dari Lean manufacturing. Mesin memiliki utilisasi kurang dari 80% didefinisikan sebagai critical dan dipilih untuk Aplikasi SMED. Hasilnya menunjukkan bahwa, SMED dapat secara signifikan mengurangi waktu changeover.
16
Khalil A. et al. (2013)
Wastes relations matrix (WRM)
Penerapan WRM yang menekankan pada kkusioner sehingga bisa mengetahui tingkat waste yang dihasilkan. Urutan waste pada penelitian ini yaitu inventory, waiting, defects, motion, over production, transportation, processing.
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.2. Kajian Penelitian Sebelumnya Dengan Metode SMED (Lanjutan)
No 17
Penulis
Metode
Penjelasan
J. Dinesh, A. et al
Value stream
Waktu produksi atau lead time dari proses produksi
(2013)
mapping
pump
(VSM)
membutuhkan lead time produksi selam 1896 menit
menjadi
berkurang
yang
awalnya
menjadi 1838 menit. 18
William M. et al
Value stream
VSM yang digunakan pada kasus ini dapat
(2011)
mapping
mengeliminasi waste sebesar 25 persen pada kegiatan yang tidak memberikan nilai
tambah,
sehingga menghasilkan penghematan biaya dan waktu dan menguntungkan perusahaan. 19
D. Rajenthirakumari,
Value stream
Pada penelitian ini di jelaskan bahwa metode lean
S.G. Harikarthik,
mapping
manufacturing dengan tool value stream mapping dapat menhilangkan non value added yaitu waktu
(2011)
tunggu, antrian waktu, memindahkan dan penundaan sehingga adanya peningkatan efesiensi. 20
Osama M. Erfan.
Value stream
Pada penelitian ini, penerapan lean manufacturing
(2010)
mapping
pada sektor jasa dapat menghilangkan waste dengan tool VSM sehingga lebih produktif. Denga VSM lead time berkurang dari 193 detik menjadi 153 detik (20,7%) kapasitas layanan pasien meningkat dari 48 pasien ke 72 pasien (50%).
2.3. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian (research question), dan merepresentasikan suatu himpunan
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-konsep tersebut. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Kondisi Sekarang Keterlambatan dalam pengiriman produk
Proses produksi yang lambat
Tingginya downtime pada mesin punching
Banyaknya aktifitas proses internal
Waste time
Identifkasi proses yang terjadi pada mesin punching
Identifikasi akar masalah
Penerapan SMED
changeover time menurun
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tingginya loss time saat changeover model